Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kasus kecelakaan lalu lintas merupakan keadaan serius yang menjadi


masalah kesehatan di negara maju maupun berkembang. Di negara
berkembang seperti Indonesia, perkembangan ekonomi dan industri
memberikan dampak kecelakaan lalu lintas yang cenderung semakin
meningkat. Hal ini disebabkan oleh ketidakseimbangan antara pertambahan
jumlah kendaraan (14-15% per tahun) dengan pertambahan prasarana jalan
hanya sebesar 4% per tahun. Lebih dari 80% pasien yang masuk ke ruang
gawat darurat adalah disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas, berupa tabrakan
sepeda motor, mobil, sepeda, dan penyeberang jalan yang ditabrak. Sisanya
merupakan kecelakaan yang disebabkan oleh jatuh dari ketinggian, tertimpa
benda, olah raga, dan korban kekerasan.1,2

Di negara-negara dengan tingkat ekonomi tinggi, mayoritas korban


kecelakaan lalu lintas adalah pengemudi dan penumpang, sedangkan di negara
dengan tingkat ekonomi rendah sampai sedang, sebagaian besar kematian
terjadi pada pejalan kaki, pengendara sepeda motor, dan pemakai kendaraan
umum. Di Indonesia, sebagian besar (70%) korban kecelakaan lalu lintas
adalah pengendara sepeda motor dengan golongan umur 15-55 tahun dan
berpenghasilan rendah, dan cedera kepala merupakan urutan pertama dari
semua jenis cedera yang dialami korban kecelakaan.

Masalah dan beban karena kecelakaan lalu lintas bervariasi menurut


wilayah secara geografi.Lebih dari separuh kematian karena kecelakaan lalu
lintas jalan terjadi di Asia Tenggara dan wilayah Pasifik Barat dan angka
tertinggi kecelakaan terjadi di wilayah Afrika.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Kecelakaan Lalu Lintas

Menurut UU NO.22 Tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan,
Pasal 1 No.24 disebutkan bahwa kecelakaan lalu lintas adalah suatu peristiwa di
jalan yang tidak diduga dan tidak disengaja melibatkan kendaraan dengan atau
tanpa pengguna jalan yang lain yang mengakibatkan korban manusia dan atau
kerugian harta benda.1

2.2 Klasifikasi

Berdasarkan UU NO.22 Tahun 2009 Pasal 229 No.1-5 membagi kecelakaan lalu
lintas sendiri menjadi 3, yaitu:

1. Kecelakaan lalu lintas ringan, yaitu kecelakaan yang mengakibatkan


kerusakan kendaraan dan/atau barang.
2. Kecelakaan lalu lintas sedang, yaitu kecelakaan yang mengakibatkan
luka ringan dan kerusakan kendaraan dan/atau barang.
3. Kecelakaan lalu lintas berat, yaitu merupakan kecelakaan yang
mengakibatkan korban meninggal dunia atau luka berat.

2.3 Faktor-faktor Penyebab Kecelakaan

Secara umum ada tiga faktor utama penyebab kecelakaan; Faktor


Pengemudi (Road User), Faktor Kendaraan (Vehicle), Faktor Lingkungan Jalan
(Road Environment). Kecelakaan yang terjadi pada umumnya tidak hanya
disebabkan oleh satu faktor saja, melainkan hasil interaksi antar faktor lain.
Hal-hal yang tercakup dalam faktor-faktor tersebut antar lain:
a. Faktor Pengemudi; kondisi fisik (mabuk, lelah, sakit, dsb), kemampuan
mengemudi, penyebrang atau pejalan kaki yang lengah, dll.
b. Faktor Kendaraan; kondisi mesin, rem, lampu, ban, muatan, dll.
c. Faktor Lingkungan Jalan; desain jalan (median, gradien, alinyemen, jenis
permukaan, dsb), kontrol lalu lintas (marka, rambu, lampu lalu lintas),
dll.
d. Faktor Cuaca; hujan, kabut, asap, salju, dll.
Pada dasarnya faktor-faktor tersebut berkaitan atau saling menunjang
bagi
terjadinya kecelakaan. Namun, dengan diketahuinya faktor penyebab
kecelakaan yang utama dapat ditentukan langkah-langkah
penanggulangan untuk menurunkan jumlah kecelakaan.

2.4 Insidensi

Berdasarka penelitian Felicia R. Kepel,dkk Bagian Kedokteran Forensik


dan Medikolegal RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado periode 2017 kasus
KLL terbanyak didapatkan pada kelompok usia 26-35 tahun yaitu dewasa awal.
Hal ini didukung dengan mobilitas dari kelompok usia dewasa awal ini lebih
tinggi dibandingkan dengan kelompok usia lain. Kelompok usia 26-35 juga
merupakan usia yang produktif dimana pada usia ini memiliki intensitas
terbanyak di luar rumah. Hasil ini juga sesuai dengan data WHO tahun 2011,
yaitu sebanyak 67 persen korban kecelakaan lalu lintas berada pada usia
produktif, yakni 22-50 tahun.
Pada penelitian ini didapatkan bahwa jumlah korban kasus kecelakaan
lalu lintas didominasi oleh laki-laki dengan 30 kasus (78,9%) sedangkan pada
perempuan hanya didapatkan 8 kasus (21,1%). Hal ini disebabkan oleh para
pengendara laki-laki usia muda memiliki kecenderungan untuk melakukan
pelanggaran terhadap peraturan dalam berkendara seperti kecepatan tinggi,
mengambil jarak pendek, melanggar aturan lalu lintas, tidak memakai sabuk
pengaman, menyalip kendaraan berisiko tanpa memperhatikan konsekuensi yang
akan ditanggungnya.

2.5 Pola
2.6 Penyebab Kematian Dalam Kecelakaan Lalu Lintas

Kematian karena luka parah lebih mudah dijelaskan, misalnya luka

parah pada bagian kepala yang kemudian mengalami gegar otak dan

pendarahan. Seringkali cidera yang berbeda-beda lebih sulit untuk dipelajari,

namun dalam kasus-kasus yang umum orang umumnya akan

menganggapnya sebagai ‘cidera beragam (multiple injuries), karena cidera

yang dialami oleh korban bermacam-macam bentuknya. 6

S aat kematian terjadi akibat kecelakaan di jalan, atau korban kemudian

tewas setelah bertahan beberapa saat setelah ditabrak, biasanya akan terdapat

kerusakan mukuloskeletal atau organ, hemorrhage parah, blokade aliran

udara dari darah, atau asfiksia traumatis dari fiksasi bagian dada yang

disebabkan oleh benturan dengan bagian kendaraan.

Korban yang sempat bertahan hidup namun kemudian meninggal dapat

disebabkan oleh terjadinya pendarahan yang tanpa henti, hemorrhage

sekunder, kegagalan renal akibat hipotensi dan/atau kerusakan otot yang

ekstensif, embolisme lemak, infeksi lokal, infeksi dada atau sistemik lainnya,

infarksi myokardial atau serebral dan sequeale lainnya. 6

Adanya penyakit alami juga menjadi pertimbangan yang penting di dalam

kematian akibat kecelakaan lalu-lintas, seperti kemungkinan adanya

kematian yang disebabkan oleh penyakit yang diderita korban. Sedangkan

kerusakan pada indera penglihatan atau pendengaran dapat pula

menyebabkan kecelakaan, meskipun hal demikian hampir tidak pernah


dimasukkan ke dalam catatan otopsi. Tentu saja, kemungkinan lainnya ialah

pengaruh konsumsi alkohol yang menyebabkan intoksisasi pada diri korban.


6

2.10

BAB III

3.1 Pemeriksaan Forensik Pada Kecelakaan Lalu-Lintas

A. Pemeriksaan Forensik
Dalam rangka membantu proses peradilan dalam hal menyelesaikan
kasus hukum mengenai kecelakaan lalu lintas, seorang dokter adalah
seorang ahli yang tepat bagi penegak hukum untuk memeriksa barang bukti
yang berupa mayat, orang hidup, bagian tubuh manusia, atau sesuatu yang
berasal dari tubuh manusia.10
Kegiatan otopsi secara umum identik dengan prosedur yang biasanya
berlaku tetapi ditambah dengan perhatian khusus pada hal-hal berikut ini:

1. Karena ketentuan pidana terlibat di dalam kasus kecelakaan lalu-lintas,


maka masalah-masalah yang berhubungan dengan hukum seperti identitas
mayat dan kontinuitas bukti harus dipastikan. 6
2. Mayat harus dikenakan pakaian, jika kondisinya saat dibawa ke rumah sakit
telah tewas, shingga cidera yang ia derita dapat dicocokkan dengan
kerusakan pakaian yang dikenakannya. Seringkali hal demikian mustahil
dilakukan, khususnya jika korban tidak memungkinkan untuk dibawa
dengan mengenakan pakaian sebelum ia mengalami kecelakaan. 6
3. Sampel darah harus didapatkan dari golongan darah dan sekarang mungkin
disesuaikan dengan ‘sidik jari DNA’ dalam kasus ‘tabrak-lari’ yang di
tempat kejadiannya ditemukan bercak darah atau petunjuk-petunjuk lainnya.
8

4. Pemeriksaan eksternal, seperti untuk semua jenis kematian akibat trauma,


adalah hal yang sangat penting sehingga harus dilakukan secara detil, akurat
dan tercatat semua. Ketinggian pola cidera di atas permukaan tungkai
korban harus ditandai, untuk membandingkannya dengan dimensi kendaraan
penabraknya. Semua jenis bukti dapat ditemukan oleh seorang ahli patologi,
dari bercak cat dan serpihan kaca hingga bagian-bagian dari struktur
kendaraan. 7
5. Otopsi yang menyeluruh harus dilakukan, bukan hanya menjadi semacam
katalog daftar cidera yang dialami oleh korban. Adanya kemungkinan
penyakit yang diderita oleh korban sebelum ia tewas tertabrak, maupun
penyakit yang mungkin diderita oleh si pengendara harus dipertimbangkan.
Lesi jantung dan serebral lama dan baru khususnya penting untuk dijadikan
petunjuk. 6,7
6. Pemeriksaan alkohol dan obat-obatan pada kecelakaan merupakan suatu
yang penting. Konsumsi alkohol oleh pengemudi dan pejalan kaki telah
menyebabkan 25.000 kematian dari total 800.000 kecelakaan di Amerika
serikat setiap tahunnya. Alkohol adalah penyebab terbesar kecelakaan fatal
pada kecelakaan tunggal. Beberapa obat seperti obat antihistamin dan
antidepresi yang dikonsumsi sesaat sebelum mengemudi juga dapat
menyumbangkan sejumlah kasus kecelakaan kendaraan bermotor.8
Penyalahgunaan obat-obatan seperti penyalahgunaan amphetamine,
marijuana, dan obat-obatan terlarang dapat diidentifikasi dari tubuh korban
melalui sampel darah dan urine. Pemeriksaan toksikologi ini sangat berguna
bagi pihak asuransi dalam hal prosedur untuk melakukan klaim asuransi.
Apabila pengendara terbukti lalai dalam berkendara karena pengaruh
alcohol atau obat-obatan non narkotik, pengendara dapat dikenai pasal 311
UU No. 22 Tahun 2009. Hal ini berbeda apabila pengendara dalam
pengaruh konsumsi narkotik, pengendara akan dikenai pasal berlapis pasal
112 jo, pasal 132, subsider 127 UU no. 35 tahun 2009 tentang narkotika. 5,8
B. Bunuh Diri Atau Pembunuhan Menggunakan Kendaraan Bermotor

Bunuh diri dengan kendaraan bermotor adalah salah satu hal yang
sulit dalam praktek forensik. Kecuali situasi dan bukti-bukti jelas. Cara dan
posisi kematian pada pemeriksaan forensic sangat penting bagi pihak
perusahaan asuransi dalam hal klaim terhadap asuransi tersebut.8

Beberapa fakta dan penemuan yang biasanya dapat membantu menegakkan


bunuh diri dengan kendaraan bermotor:8
1. Adanya percobaan bunuh diri pada beberapa waktu sebelumnya
2. Adanya riwayat depresi pada korban
3. Adanya bukti kendaraan melaju dengan kecepatan tinggi
4. Tidak adanya bukti melakukan pengereman.
5. Tabrakan dengan pohon, jembatan, atau benda-benda keras lain yang
mengenai sudut mati pada tengah-tengah bagian depan kendaraan.
6. Adanya catatan sebelum kematian yang menyebutkan bahwa ingin bunuh
diri.

Pada kasus pembunuhan dengan kendaraan bermotor, pembunuhan dapat


dilakukan melalui 4 cara:
a) Pembunuhan terencana pejalan kaki dengan menggunakan kendaraan.
Investigasi situasi seperti ini tidaklah sulit jika pembunuhan tersebut
terdapat saksi disekitar tempat kejadian perkara. Jika pengendara mobil
meninggalkan lokasi dan tidak ada bukti adanya perencanaan sebelumnya,
maka kejadian seperti ini dapat diklasifikasikan sebagai tabrak lari.8
b) Tabrak lari. Hal ini mungkin merupakan salah satu tindakan kriminal
dengan kendaraan yang menyebabkan cidera serius ataupun kematian.
Pengendara “secara tidak sengaja” membunuh ataupun melukai seseorang
dan meninggalkan lokasi untuk melarikan diri dari hukum.8
Hal yang berhubungan dengan kelalaian dalam berkendara diatur dalam
pasal 310 UU No. 22 Tahun 2009, dimana pasal tersebut mendeskripsikan
kecelakaan dalam 4 kondisi yang dibagi berdasarkan atas tingkat cedera
yang dialami korban. Dimulai dari cedera ringan, sedang, berat, dan
meninggal dunia, hukuman yang diterima disesuaikan dengan seberapa
parah kondisi korban. Kelalaian yang dimaksud dalam pasal ini adalah tidak
adanya unsur kesengajaan pengendara dalam berkendara yang
mengakibatkan kecelakaan yang dialami korban. Contohnya dalam
berkendara pengendara tidak ugal-ugalan, mabuk sambil berkendara, atau
berkendara sambil menelpon, dan lain-lain.5

Luka ringan adalah luka yang tidak menyebabkan sakit atau halangan
dalam melakukan pekerjaan (jabatan atau pencarian). Luka sedang adalah
luka/cedera diantara luka berat dan luka ringan (misalnya vulnus laceratum,
vulnus scissum, atau fraktur) yang tidak mengancam nyawa. Dengan kata
lain, luka sedang merupakan luka yang menyebabkan penyakit atau
menghalangi pekerjaan untuk sementara waktu. Luka yang termasuk luka
berat dirinci dalam KUHP pasal 90 antara lain adalah jatuh sakit atau
mendapat luka yang tidak memberi harapan akan sembuh sama sekali atau
yang menimbulkan bahaya maut, tidak mampu terus-menerus untuk
menjalankan tugas jabatan atau pekerjaan, kehilangan salah satu
pancaindera, mendapat cacat berat, menderita sakit lumpuh, terganggunya
daya pikir selama empat minggu lebih, gugur atau matinya kandungan
seorang perempuan.11

Apabila terdapat unsur kesengajaan dalam berkendara yang


mengakibatkan kecelekaan, maka pengendara dapat dikenakan pasal 311
UU No. 22 Tahun 2009. Hal ini disesuaikan dengan cara berkendara
pengemudi, apabila mengemudi dengan ugal-ugalan pengendara dapat
dikenai pasal berlapis, pasal 283 UU No. 22 Tahun 2009 tentang
mengemudikan kendaraan dengan tidak wajar. Apabila pengendara
mengemudikan kendaraan melebihi batas kecepatan atau melanggar rambu
lalu lintas lainnya, maka pengendara dapat dikenai pasal 287 UU No. 22
Tahun 2009 tentang pelanggaran rambu-rambu lalu lintas.5
Berbeda lagi dalam hal tabrak lari, dalam kasus ini pengendara akan dikenai
pas al berlapis, pasal 312 UU No. 22 Tahun 2009. Dalam pasal ini hukuman
yang akan didapat pengendara akan jauh lebih berat.5

Hal penting pada investigasi tabrak lari adalah indentifikasi dari kendaraan
dan pengemudi yang menyebabkan kematian. Pemeriksaan yang teliti dari
TKP, tubuh, dan pengumpulan bukti adalah hal yang penting. Beberapa
barang yang harus dikumpulkan misalnya: pakaian termasuk sepatu, darah,
urin, rambut dari kepala dan kelamin, kotoran, kaca, oli dan karat pada
pakaian dan tubuh.8
c) Kecelakaan palsu untuk menyebunyikan tindakan kriminal. Kejadian ini
sangat jarang ditemukan, tetapi bukan berarti tidak ada. Seseorang bisa saja
dibunuh d engan suatu maksud, kemudian tubuhnya diletakan di dalam
kendaraan dan kemudian didorong ke jalan raya agar terlihat seperti
kecelakaan. Ketelitian yang tinggi dibutuhkan dalam mengidentifikasi kasus
seperti ini. Pemeriksaan terhadap seluruh luka dan penyebab kematian dapat
membantu dalam proses identifikasi.8
d) Menyembunyikan tindakan kriminal dengan membakar korban di dalam
mobil. Pada kasus seperti ini dapat dilakukan tes CO, karena pada kasus
menyembunyikan korban di dalam mobil dan dibakar, kadar
carboxyhemoglobin pada darah akan rendah. Pemeriksaan otopsi lainnya
juga dapat ditemukan adanya luka-luka lain yang dapat menyebabkan
kematian selain luka bakar.8
BAB III

KESIMPULAN

DAFTAR PUSTAKA

1. Anonim Undang - Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009

Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Available from:

www.hukumonline.com/pusatdata/download/lt4a604fffd43d3/parent/lt4a64

cfd406d

2.

Anda mungkin juga menyukai