Anda di halaman 1dari 32

Nama Dosen : Ansar Rante,S.Kep.,Ns.,M.

Kep
Mata Kuliah : Keperawatan Menjelang Ajal Dan Paliatif

ASUHAN KEPERAWATAN
MULTIPLE VEHICLE TRAUMA

OLEH

KELOMPOK V

ANISA NURUL FADILAH K17.01.001


YULIANA JANUR K.17.01.011

PROGRAM STUDI SI KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES)
MEGA BUANA PALOPO
TAHUN AJARAN 2019/2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,atas


karunianya sehingga makalah ini dapat saya selesaikan. Makalah ini dengan judul
‘‘Asuhan Keperawatan Multiple Vehicle Trauma”. Makalah ini dibuat sebagai
tugas Mata Kuliah ‘’Keperawatan Menjelang Ajal Dan Paliatif’’yang akan
dikumpulkan. Tak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada dosen mata
kuliah baik yang memberikan arahan dan ajaran tentang keperawatan komunitas
Adapun yang terakhir penyusun menyadari bahwa makalah ini memiliki
banyak kekurangan, karena itu sangat diharapkan kritik dan saran yang
konstruktif dari pembaca demi perbaikan dan sekaligus memperbesar manfaat
makalah ini sebagai pembelajaran bagi semua yang membaca makalah ini.

Saya juga menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu baik secara langsung sehingga makalah ini dapat terselesaikan

Palopo,06 Desember 2019

Penyusun
DAFTAR ISI

Kata Pengantar .................................................................................................... i


Daftar isi................................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
A. Latar Belakang ................................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................... 1
C. Tujuan .............................................................................................................. 1
BAB II PEMBAHASAN ...................................................................................... 2
A. Konsep Dasar Medis ....................................................................................... 2
B. Konsep Dasar Keperawatan ........................................................................... 4
BAB III PENUTUP ............................................................................................. 14
A. Kesimpulan .................................................................................................. 14
B. Saran ............................................................................................................. 14
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kecelakaan lalu lintas adalah suatu peristiwa di Jalan yang tidak diduga
dan tidak disengaja melibatkan kendaraan dengan atau tanpa pengguna jalan
lain yang mengakibatkan korban manusia dan/atau kerugian harta
benda.Indonesia menempati posisi 72 dengan total kematian akibat
kecelakaan sebanyak 44.594 jiwa atau dengan prosentase sebanyak 3,19 %
dari total kematian lainnya. Kasus kecelakaan lalu lintas termasuk dalam
sepuluh kasus dengan kematian tertinggi di indonesi (WHO,2014). Penyeab
kecelakaan terbanyak yaitu diakibatkan oleh pengguna jalan sebanyak 93,52
%.
Kecelakaan lalu lintas dapat berakibat fatal terhadap manusia seperti
cedera ringan, cedera parah bahkan sampai kematian. Selain itu faktor yang
tidak boleh ditinggalkan yaitu penanganan dan pengangkutan korban
kecelakaan ke rumah sakit terdekat untuk diberikan perawatan lebih lanjut.
Sehingga pelayanan ambulance yang baik juga akan berpengaruh terhadap
kelangsungan hidup korban kecelakaan lalu lintas.
Melihat permasalahan tersebut diperlukan upaya untuk membahas mengenai
kecelakaan lalu lintas dan bagaiman cara penanganan yang tepat agar sebagai
mahasiswa keperawatan mampu melakukan penanganan dasar ketika
kecelakaaan terjadi dan mahasiswa dapat mengetahui mengenai layanan
ambulance dengan baik.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Konsep Dasar Medis Dari Kecelakaan Fatal (Multiple Vehicle
Trauma)
2. Bagaimana Konsep Dasar Keperawatan Dari Kecelakaan Fatal (Multiple
Vehicle Trauma)

C. Tujuan
1. Bagaimana Konsep Dasar Medis Dari Kecelakaan Fatal (Multiple Vehicle
Trauma)
2. Bagaimana Konsep Dasar Keperawatan Dari Kecelakaan Fatal (Multiple
Vehicle Trauma)
BAB II
PEMBAHASAN
A. Konsep dasar medis
1. Definisi
Kecelakaan lalu lintas adalah kejadian pada lalu lintas jalan yang
sedikitnya melibatkan satu kendaraan yang menyebabkan cedera atau
kerusakan atau kerugian pada pemiliknya (korban) (WHO, 1984).Kecelakaan
adalah serangkaian peristiwa dari kejadian-kejadian yang tidak terduga
sebelumnya, dan selalu mengakibatkan kerusakan pada benda, luka, atau
kematian. Kecelakaan lalu lintas dibagi menjadi dua yaitu a motor vehicle
traffic accident dan non motor vehicle traffic accident. A motor vehicle traffic
accident adalah setiap kecelakaan kendaraan bermotor di jalan raya. Non
motor vehicle traffic accident adalah setiap kecelakaan yang terjadi di jalan
raya, yang melibatkan pemakai jalan untuk transportasi atau untuk
mengadakan perjalanan dengan kendaraan yang bukan kendaraan bermotor
(Idries AM, 1997).
Kecelakaan kendaraan bermotor merupakan penyebab utama cedera
kepala, penyebab lain yang mungkin adalah jatuh, pemukulan, kecelakaan.
Tiga mekanisme yang berperan pada trauma kepala ialah akselerasi,
deselerasi, deformasi.Cedera kepala diakibatkan dari kekuatan yang di
transmisikan kranium.Cedera dapat mengakhibatkan kerusakan pada
tengkorak tanpa cedera otak, otak tanpa kerusakan tengkorak, tengkorak dan
otak (Nurachmah dan Sudarsono, 2000).
Menurut Pasal 1 angka 24 UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan (UU LLAJ), kecelakaan lalu lintas adalah suatu peristiwa di
Jalan yang tidak diduga dan tidak disengaja melibatkan kendaraan dengan
atau tanpa pengguna jalan lain yang mengakibatkan korban manusia dan/atau
kerugian harta benda.
Berdasarkan Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan Tahun 1993 Bab XI :
a. Pasal 93 Ayat (1):
kecelakaan lalu lintas adalah suatu peristiwa di jalan yangtidak di
sangka-sangka dan tidak disengaja melibatkan kendaraan dengan
atau,pemakai jalan lainnya yang mengakibatkan korban manusia atau
kerugian harta benda.
b. Pasal 93 ayat (2):
korban kecelakaan lalu lintas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
dapat berupa korban mati, koban luka beratdan korban luka ringan (Idries
AM, 1997)
2. Etiologi
Ada empat faktor utama yang menyebabkan terjadinya kecelakaan lalu
lintas, antara lain:
a. Faktor manusia
Faktor manusia merupakan faktor yang paling dominan dalam kecelakaan.
Hampir semua kejadian kecelakaan didahului dengan pelanggaran rambu-
rambu lalu lintas. Pelanggaran dapat terjadi karena sengaja melanggar,
ketidaktahuan terhadap arti aturan yang berlaku ataupun tidak melihat
ketentuan yang diberlakukan atau pura-pura tidak tahu.
b. Faktor kendaraanFaktor kendaraan yang paling sering terjadi adalah ban
pecah, rem tidak berfungsi sebagaimana seharusnya, kelelahan logam yang
menggakibatkan bagian kendaraan patah, peralatan yang sudah aus tidak
diganti, dan berbagai penyebab lain. Keseluruhan faktor kendaraan sangat
terkait dengan teknologi yang digunakan, perawatan yang dilakukan
terhadap kendaraan. Untuk mengurangi faktor kendaraan perawatan dan
perbaikan kendaraan diperlukan, di samping itu adanya kewajiban untuk
melakukan pengujian kendaraan bermotor secara teratur.
c. Faktor jalan
Faktor jalan terkait dengan perencanaan jalan, geometrik jalan, pagar
pengaman di daerah pegunungan, ada tidaknya median jalan, jarak
pandang dan kondisi permukaan jalan. Jalan yang bagus, rata lebih sering
terjadi kecelakaan lalu lintas dibandingkan jalan yang rusak dan berlubang.
d. Faktor cuaca
Hujan mempengaruhi kerja kendaraan seperti jarak pengereman menjadi
lebih jauh, jalan menjadi lebih licin, jarang pandang juga terpenagaruh
karena penghapus kaca tidak bisa bekerja secara sempurna atau lebatnya
hujan mengakibatkan jarak pandang menjadi lebih pendek. Asap dan kabut
juga bisa mengganggu jarak pandang, terutama di daerah pegunungan
(WHO, 2007).

Trauma pada pengendara sepeda motor atau sepeda juga khas. Sekitar 60-
70% korban menderita cedera pada daerah tibia karena tinggi bemper mobil
sama dengan tungkai bawah. Selain itu, korban akan terlempar ke jalan atau
ke atas dan kepala membentur bingkai atas kaca mobil sehingga terjadi
hiperekstensi kepala dengan cedera otak dan cedera tulang leher.
Kemungkinan terjadinya cedera perut pada pengemudi motor akibat usus
terjepit di antara setang setir dan tulang belakang, namun pada pemeriksaan
fisik akan hanya ditemukan jejas pada kulit perut (Wim de Jong, 2005).
Beberapa hal yang dapat menyebabkan kecelakaan ialah:
a. Mabuk dan gangguan saat menyetir
b. Melanggar peraturan lalu lintas
c. Distraksi akibat pemakaian telepon genggam
d. Mengirim pesan (short message) saat berkendara
e. Tertidur saat berkendara
f. Kualitas dan kondisi jalan yang buruk
g. Cuaca
Secara umum ada tiga faktor utama penyebab kecelakaan; Faktor
Pengemudi (Road User), Faktor Kendaraan (Vehicle), Faktor Lingkungan
Jalan (Road Environment). Kecelakaan yang terjadi pada umumnya tidak
hanya disebabkan oleh satu faktor saja, melainkan hasil interaksi antar faktor
lain. Hal-hal yang tercakup dalam faktor-faktor tersebut antar lain:
a. Faktor Pengemudi ; kondisi fisik (mabuk, lelah, sakit, dsb), kemampuan
mengemudi, penyebrang atau pejalan kaki yang lengah, dll.
b. Faktor Kendaraan ; kondisi mesin, rem, lampu, ban, muatan, dll.
c. Faktor Lingkungan Jalan ; desain jalan (median, gradien, alinyemen, jenis
permukaan, dsb), kontrol lalu lintas (marka, rambu, lampu lalu lintas), dll.
d. Faktor Cuaca ; hujan, kabut, asap, salju, dll.
Pada dasarnya faktor-faktor tersebut berkaitan atau salingmenunjang bagi
terjadinya kecelakaan. Berdasarkan penelitian faktor penyebab kecelakaan
dapat dikomposisikan dalam gambar berikut :

3. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis cedera kepala pada klien yang mengalami multiple
Vehicle Accident menurut Baughman (2010), meliputi:
a. Nyeri, menetap atau setempat, biasanya menunjukkan fraktur.
b. Fraktur pada kubah kranial menyebabkan pengembangan pada area
tersebut.
c. Fraktur pada basal tulang tengkorak seringkali menyebabkan hemoragi
dari hidung, faring, atau telinga, dan darah mungkin akan terlihat pada
konjungtiva.
d. Ekimosis mungkin terlihat diatas mastoid (tanda Battle).
e. Drainase cairan serebro spinal dan telinga dan hidung menandakan fraktur
basal tulang tengkorak.
f. Drainase CSF dapat menyebabkan infeksi serius, y.i., meningitis melalui
robekan dura meter.
g. Cairan serebro spinal yang mengandung darah menunjukkan laserasi otak
atau kontusio.

4. Klasifikasi
Kematian dalam kecelakaan lalu lintas dapat terjadi sebagai akibat dari
tabrakan atau benturan dari kendaraan. Kematian karena kecelakaan lalu
lintas dapat dibagi menjadi empat kategori tergantung dari arah terjadinya
benturan pada kendaraan, antara lain :
a. Arah depan
Ini adalah paling umum, yang kejadiannya kira-kira mencapai 80%
dari semua kecelakaan lalu lintas. Tabrakan dari arah depan terjadi bila
dua kendaraan/orang bertabrakan yang mana keduanya arah kepala, atau
bagian depan dari kendaraan menabrak benda yang tidak bergerak, seperti
tembok, ataupun tiang listrik. Sebagai akibat dari energi gerak, penumpang
dari kendaraan bermotor akan terus melaju (bila tidak memakai sabuk
pengaman pada pengguna mobil). Pola dan lokasi luka akan tergantung
dari posisi saat kecelakaan
b. Arah samping (lateral)
Biasanya terjadi di persimpangan ketika kendaraan lain menabrak
dari arah samping, ataupun mobil yang terpelintir dan sisinya menghantam
benda tidak bergerak. Dapat terlihat perlukaan yang sama dengan tabrakan
dari arah depan, bila benturan terjadi pada sisi kiri dari kendaraan,
pengemudi akan cenderung mengalami perlukaan pada sisi kiri, dan
penumpang depan akan mengalami perukaan yang lebih sedikit karena
pengemudi bersifat sebagai bantalan. Bila benturan terjadi pada sisi kanan,
maka yang terjadi adalah sebaliknya, demikian juga bila tidak ada
penumpang.
c. Terguling
Keadaan ini lebih mematikan (lethal) dibandingkan tabrakan dari
samping, terutama bila tidak memakai pelindung kepala (helm), terguling
di jalan,sabuk pengaman dan penumpang terlempar keluar mobil.
Beberapa perlukaan dapat terbentuk pada saat korban mendarat pada
permukaan yang keras. Pada beberapa kasus, korban yang terlempar bisa
ditemukan hancur atau terperangkap di bawah kendaraan. Pada kasus
seperti ini penyebab kematian mungkin adalah traumatic asphyxia.
d. Arah belakang
Pada benturan dari arah belakang, benturan dikurangi atau terserap
oleh bagian bagasi dan kompartemen penumpang belakang (pada
pengguna mobil), yang dengan demikian memproteksi penumpang
bagian depan dari perlukaan yang parah dan mengancam jiwa (Fintan,
2006).
Lima jenis tabrakan yang mungkin terjadi selain dari faktor arah terjadinya
benturan pada kendaraan yaitu
a. Benturan frontal
Merupakan benturan dengan benda didepan kendaraan, yang secara
tiba-tiba mengurangi kecepatannya. Benturan kedepan dari tubuh terhadap
tungkai dapat mengakibatkan fraktur dislokasi sendi ankle, dislokasi lutut
karena femur override terhadap tibia dan fibula, fraktur femur, dislokasi
posterior dari femoral head dari asetabulum karena pelvis override femur.
Bila roda depan sepeda motor bertabrakan dengan suatu objek dan berhenti
maka kendaraan akan berputar ke depan dengan momentum mengarah ke
sumbu depan. Pada saat gerakan ke depan ini kepala, dada atau perut
pengendara mungkin membentur stang kemudi. Bila pengendara terlempar
ke atas melewati stang kemudi, maka tungkainya dapat terbentur dengan
stang kemudi, dan dapat terjadi fraktur femur bilateral.
b. Benturan lateral
Merupakan benturan pada bagian samping kendaraan yang
mengakselerasi penumpang menjauhi titik benturan. Pengemudi yang
ditabrak pada sisi pengemudi, mempunyai kemungkinan lebih besar untuk
trauma pada sisi kanan tubuhnya, termasuk fraktur iga kanan, trauma paru
kanan, trauma hati, dan fraktur skeletal sebelah kanan, termasuk fraktur
kompresi pelvis. Pada sepeda motor, benturan dari samping dapat terjadi
fraktur terbuka atau tertutup tungkai bawah.
c. Benturan dari belakang
Pada benturan ini, fraktur dari elemen posterior vertebra sevikalis
dapat terjadi, seperti fraktur laminar, fraktur pedikel, fraktur spinous
process, dan hal ini disebar ke seluruh vertebra servikal.
d. Benturan quater panel
Benturan quarter panel, dari depan maupun dari belakang,
menyebabkan terjadinya beberapa jenis trauma tabrakan, benturan lateral
maupun frontal atau benturan lateral dan benturan dari belakang.
e. Terbalik
Pada kendaraan yang terbalik penumpangnya dapat
mengenai/terbentur pada semua bagian dari kompartemen penumpang
sehingga menyebabkan tarauma
f. Ejeksi
Trauma yang diderita penumpang dapat lebih berat waktu terjadi
ejeksi daripada waktu penderita membentur tanah. Kemungkinan trauma
meningkat 300% kalau penumpang diejeksi keluar dari kendaraan.

Laying the bike down merupakan usaha yang dilakukan untuk menghindari
terjepit antara kendaraan dan objek yang akan ditabraknya, pengendara
mungkin akan menjatuhkan kendaraanya ke samping, membiarkan kendaraan
bergeser dan ia sendiri bergeser dibelakangnya. Bila jatuh dengan cara ini
akan dapat terjadi trauma jaringan lunak yang parah (ATLS, 2004).

5. Patofisiologi
Kecelakaan kendaraan bermotor merupakan penyebab utama cedera
kepala, penyebab lain yang mungkin adalah jatuh, pemukulan, kecelakaan.
Tiga mekanisme yang berperan pada trauma kepala ialah akselerasi,
deselerasi, deformasi. Akselerasi yaitu jika benda bergerak membentur kepala
yang diam, misalnya pada orang yang diam kemudian dipukul atau terlempar
batu. Deselerasi yaitu jika kepala yang bergerak membentur benda yang
diam, misalnya pada saat kepala terbentur. Deformitas adalah perubahan atau
kerusakan pada bagian tubuh yang terjadi akibat trauma, misalnya adanya
fraktur kepala, kompresi, ketegangan, atau pemotongan pada jaringan otak.
Pada saat terjadi deselerasi, ada kemungkinan terjadi rotasi kepala sehingga
dapat menambah kerusakan.
Mekanisme cedera kepala dapat mengakibatkan kerusakan pada daerah
dekat benturan (kup) dan kerusakan pada daerah yang berlawanan dengan
benturan (kontra kup). Cedera kepala dapat mengakibatkan gangguan atau
kerusakan struktur misalnya kerusakan pada parenkim otak, kerusakan
pembuluh darah, perdarahan, edema, dan gangguan biokimia otak seperti
penurunan adenosin tripospat dalam mitokondria, perubahan permeabilitas
vaskuler. Patofisiologi cedera kepala digolongkan menjadi dua proses yaitu
cedera kepala otak primer dan sekunder.
Cedera otak primer merupakan suatu proses biomekanik yang dapat terjadi
secara langsung saat kepala terbentur dan memberi dampak cedera jaringan
otak. Pada cedera kepala sekunder terjadi akibat cedera primer misalnya
adanya hipoksia, iskemia, perdarahan. Perdarahan serebral menimbulkan
hematom, misalnya pada epidural hematom yaitu berkumpulnya darah antara
lapisan periosteum tengkorak dengan duramater, sub dural hematom
diakibatkan berkumpulnya darah pada ruang antara duramater dengan sub
arachnoid dan intracerebral hematom adalah berkumpulnya darah pada
jaringan serebral.
Kematian pada cedera kepala disebabkan karena hipotensi akibat dari
gangguan pada autoregulasi. Ketika terjadi gangguan autoregulasi akan
menimbulkan hipoperfusi jaringan serebral dan berakhir pada iskemia
jaringan otak, karena otak sangat sensitif terhadap oksigen dan glukosa.
Cedera kepala diakibatkan dari kekuatan yang ditransmisikan ke kranium.
Cedera dapat mengakibatkan kerusakan pada tengkorak tanpa cedera otak,
kerusakan otak tanpa kerusakan tengkorak, kerusakan tengkorak dan otak.
Cedera kepala fatal terjadi lebih dari 30% kasus sebelum tiba di rumah sakit
karena keseriusan cedera. Sebagian orang meninggal karena cedera kepala
sekunder yang meliputi iskemia akibat hipoksia dan hipotensi, hemoragi
sekunder, dan edema serebral (Nurachmah dan Sudarsono, 2000).
Trauma sumsum tulang belakang paling sering terjadi pada daerah torakal
atau pada daerah batas torakal dan lumbal, lebih jarang pada daerah servikal
ataupun daerah lumbal (Muttaqin, 2008). Cedera medula spinalis (spinal cord
and back injury) adalah cedera yang mengenai servikalis, vertebralis, dan
lumbalis akibat dari suatu trauma yang mengenai tulang belakang. Semua
trauma tulang belakang harus dianggap suatu trauma yang hebat sehingga
sejak awal pertolongan pertama dan transportasi ke rumah sakit penderita
harus diperlakukan secara hati-hati.
Trauma pada tulang belakang dapat mengenai jaringan lunak pada tulang
belakang yaitu ligamen dan diskus, tulang belakang, medula spinalis.
Sebagian besar trauma tulang belakang yang mengenai tulang tidak disertai
kelainan pada medula spinalis (80%) dan hanya sebagian (20%) yang disertai
kelainan pada medula spinalis. Trauma pada tulang belakang ini dapat
disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas, kecelakaan olahraga, jatuh, luka
tusuk, luka tembak, kejatuhan benda keras. Mekanisme cedera pada motor
vehicle accident atau kecelakaan lalu lintas umum melibatkan cedera daerah
servikal akibat hiperekstensi dan hiperfleksi.
Cedera medula spinalis dan tulang belakang seringkali mengalami cedera
secara bersamaan. Kerusakan minor dari kolumna vertebralis umumnya tidak
menyebabkan defisit neurologis. Cedera pada medula spinalis dan kolumna
vertebralis dapat diklasifikasikan menjadi fraktur dislokasi, fraktur murni,
dislokasi murni dengan perbandingan 3:1:1. Ketiga tipe tersebut terjadi
melalui mekanisme yang serupa antara lain kompresi vertikal dengan
anterofleksi (cedera fleksi) atau dengan retrofleksi (cedera hiperekstensi).
Pada cedera fleksi, kepala tertunduk tajam ketika gaya diberikan. Kedua
vertebra servika yang bersangkutan mengalami stres dan batas anteroinferior
dari korpus vertebra yang berada di atas akan terdorong ke bawah (kadang
terbelah menjadi dua). Fragmen posterior dari korpus vertebra yang
mengalami fraktur akan terdorong ke belakang dan memberikan kompresi
pada medula spinalis (tear drop fracture).
Mekanisme cedera ini merupakan jenis yang paling sering pada daerah
servikal dan umumnya melibatkan daerah C5/C6 (terjadi
subluksasi/dislokasi). Seringkali terdapat robekan dari interspinous dan
posterior longitudinal ligamen sehingga menyebabkan cedera ini tidak stabil.
Cedera yang lebih ringan dari mekanisme fleksi hanya menyebabkan
dislokasi. Cedera medulla spinalis terjadi akibat kompresi atau traksi dan
menyebabkan adanya kerusakan langsung atau vaskular (Ropper, Samuels
MA., 2009
Mekanisme cedera lainnya akibat kecelakaan ialah cedera kompresi. Pada
cedera dengan mekanisme ini, korpus vertebra mengalami pemendekkan dan
mungkin terjadi wedge compresion fracture atau burst fracture dengan aspek
posterior dari korpus masuk ke dalam kanal spinalis. Wedge fracture
umumnya stabil karena ligamentum intak, namun apabila terdapat fragmen
yang masuk ke dalam kanal spinalis dan biasanya terdapat kerusakan ligamen
sehingga tergolong tidak stabil. Apabila terjadi kombinasi gaya rotasi, dapat
terjadi tear drop fracture (digolongkan tidak stabil) (Kaye, AH. 2005).
Tulang belakang yang mengalami gangguan trauma (kecelakaan mobil,
jatuh dari ketinggian, cedera olahraga, dll) atau penyakit (Transverse
Myelitis, Polio, Spina Bifida, Friedreich dari ataxia, dll) dapat menyebabkan
kerusakan pada medulla spinalis, tetapi lesi traumatic pada medulla spinalis
tidak selalu terjadi karena fraktur dan dislokasi. Efek trauma yang tidak
langsung tetapi dapat menimbulkan lesi pada medulla spinalis disebut
whiplash/trauma indirek. Whiplash adalah gerakan dorsapleksi dan
anterofleksi berlebihan dari tulang belakang secara cepat dan mendadak.
Trauma whiplash terjadi pada tulang belakang bagian servikalis bawah
maupun torakalis bawah misal; pada waktu duduk dikendaraan yang sedang
berjalan cepat kemudian berhenti secara mendadak, atau pada waktu terjun
dari jarak tinggi, menyelam yang dapat mengakibatkan paraplegia.
Whiplash injury adalah nyeri leher setelah terjadi cedera pada jaringan
lunak leher (terutama pada otot dan persendian leher). Cedera ini terjadi
karena paksaan pergerakan pada leher yang melampaui batas. Cedera ini
dikenal sebagai cedera hiperekstensi atau tegang otot leher. Hal ini dapat
terjadi pada kecelakaan kendaraan bermotor, cedera pada olahraga, kepala
tertimpa benda yang jatuh, cedera fisik misalnya mengguncang-guncangkan
tubuh bayi, ketegangan kronis pada otot leher misalnya menjepit telepon pada
leher. Gejala cedera ini meliputi sakit leher, bengkak pada leher, nyeri
sepanjang punggung, tegang otot di sisi atau belakang leher, susah
menggerakkan leher (Ropper, 2009).
6. Pathway
7. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik pada klien Multiple Vehicle Accident, tergantung
deri cedera yang dialami klien. Menurut Satyanegara (2010), kecelakaan lalu
lintas adalah penyebab tersering (49%) seseorang mengalami cedera kepala.
Maka pemeriksaan diagnostiknya meliputi (Muttaqin 2008):
a. Pemeriksaan Sken Komputer Tomografi Otak (CT scan)
b. Pemeriksaan ini merupakan metode diagnostic standar terpilih (gold
standard) untuk kasus cedera kepala mengingat selain prosedur ini tidak
invasive (sehingga aman), juga memiliki kehandalan yang tinggi.
Dalamhal ini dapat diperoleh informasi yang lebih jelas tentangkondisi
lokasi dan adanya perdarahan intrakranial, edema, kontusi, udara, benda
asing intracranial, serta pergeseran struktur di dalam rongga tengkorak.
a. Pemeriksaan MRI (Magnetic Resonance Imaging)
c. MRI memiliki keunggulan untuk melihat perdarahan kronis maupun
kerusakan otak yang kronis.
a. Angiografi serebral.
b. EEG berkala.
c. Foto rontgen, mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur) perubahan
struktur garis (perdarahan/edema), fragmen tulang.
d. PET, mendeteksi perubahan aktivitas metabolic otak.
e. Pemeriksaan CFS, lumbal pungsi: dapat dilakukan jika diduga terjadi
perdarahan subarachnoid.
f. Kadar elektrolit, untuk mengoreksi keseimbangan elektrolit sebagai
peningkatan tekanan intrakranial.
g. Skrining toksikologi, untuk mendeteksi pengaruh obat sehingga
menyebabkan penurunan kesadaran.
h. Analisa Gas Darah (AGD), adalah salah satu tes diagnostik untuk
menentukan status respirasi. Status respirasi yang dapat digambarkan
melalui pemeriksaan AGD ini adalah status oksigenasi dan status asam
basa.

8. Penatalaksanaan
Berikut tindakan kedaruratan pada klien korban multiple vehicle accident
(Hidayat 2008):
a. Bebaskan jalan nafas (airway)
1) Memeriksa respon klien denagn menepuk-nepuk pundak pundak/
memanggil dengan suara keras.
2) Berteriak untuk meminta bantuan, jika penolong kedua tersedia, minta
orang untuk meminta bantuan 118.
3) Telentangkan korban, topang kepala dan leher jika diperlukan (4-10
detik).
4) Tengadahkan/ ektensikan kepala atau dorong dagu. Angkat rahang,
jika ada benda asing, ambil dengan jari.
b. Berikan dan bantu pernafasan (breathing)
1) Tempatkan telinga di atas mulut. Amati dada, lihat, dengar, dan
rasakan adanya nafas (3-5) detik.
2) Jaga agar jalan nafas tetap terbuka.
3) Rapatkan mulut ke mulut.
4) Berikan 2 kali napas secara perlahan, amati meningginya dada
5) Masing-masing napas dilakukan selama 1 sampai 1,5 detik.
6) Reposisi penderita dan coba beri napas bantuan.
7) Minta bantuan 118.
8) Lakukan 5 dorongan/ sentakan abdominal subdiafragmatik (maneuver
Heimich).
9) Angkat rahang, bila ada benda asing ambil dengan jari.
10) Jika tidak berhasil, ulangi langkah di atas sampai berhasil.
c. Berikan sirkulasi (circulation)
1) Rasakan nadi karotis dengan satu tangan dan pertahankan kepala
tengadah dengan tanagn kurang lebih 5-10 detik.
2) Tekan sedalam 2,5-3,75 cm 100 per menit.
3) 2 kali napas setiap 30 kompresi.
4) Jumlah siklus adalah 5 kali (kira-kira 2 menit).
5) Rasakan denyut nadi karotis.
6) Jika nadi tidak teraba, ulangi RJP dimulai dengan kompresi, panggil
118.
7) Jika nadi ada tetapi napas tidak ada, ulangi pemberian napas buatan

9. Pencegahan
Sebagian besar kecelakaan dapat dicegah. Pencegahan kecelakaan di jalan
raya dapat dijalankan dengan meningkatkan keterampilan pengguna jalan,
kedisiplinan, kendaraan yang layak jalan serta sarana jalan yang
aman.Disamping itu penggunaan alat pelindung seperti pelindung kepala
(helm) dan sabuk pengaman perlu menjadi kebiasaan sehari-hari yang tak
tergantung pada pengawasan petugas (Djauzi 2009).Selain hal diatas, apapun
kendaraan yang dikemudikan, keamanan memang faktor paling penting.
Berikut beberapa strategi keamanan dasar yang dapat menjauhkan dari
bahaya ketika mengemudi di jalan raya (Polda metro jaya 2010):
a. Pertama dan yang paling penting adalah menemukan posisi mengemudi
yang baik. Atur kursi sehingga anda dapat meletakkan pergelangan tangan
di atas roda kemudi dengan tangan terentang. Anda mungkin perlu
mengatur kemiringan sandaran kursi untuk menemukan posisi ideal yang
benar-benar nyaman dan tidak melelahkan.
b. Atur sandaran kepala sehingga pas berada di belakang namun tidak
menyentuh kepala anda. Pegang kemudi dengan kedua tangan sejajar pada
posisi jarum jam angka sembilan (tangan kiri) dan angka tiga (tangan
kanan), agar anda dapat memutar roda kemudi ke kiri atau kanan dengan
cepat dan tepat.
c. Bila kurang nyaman, dapat memilih posisi jarum jam angka 10 dan 2.
Jangan membiasakan meletakkan tangan pada bagian atas roda kemudi,
terutama pada mobil-mobil baru, karena air bag dapat mematahkan tangan
atau mendorongnya ke muka anda bila sampai terkembang.
d. Meskipun pemerintah belum memberlakukan peraturannya, biasakanlah
untuk menggunakan sabuk pengaman (safety belt) sebelum menghidupkan
mesin. Mintalah agar penumpang di kursi depan juga mengenakan sabuk
pengaman. Sabuk ini telah terbukti berhasil menyelamatkan jiwa.
e. Ikuti arus lalu lintas. Atur kecepatan yang sama dengan kendaraan sekitar
anda bila memungkinkan.
f. Perbedaan besar antara kecepatan anda dengan kendaraan lain dapat
membahayakan.
g. Bersikaplah Mandiri. Jangan ikuti kumpulan kendaraan di jalan tol agar
dapat menghindari tabrakan yang menimpa kendaraan lain.
h. Awasi lalu lintas. Lihatlah jauh ke depan dan perhatikan adanya masalah
sebelum anda sampai di tempat itu.
i. Sering periksa kaca spion.
j. Antisipasi. Selalu Antisipasi keadaan darurat yang mungkin terjadi, dan
rencanakan jalan keluarnya.
k. Jangan berdiam di jalur paling kanan. Jalur kanan adalah untuk
mendahului, bukannya jalur cepat, apalagi bila kecepatan anda di bawah
80 km/jam. Inilah sebab mengapa banyak pengemudi yang nekad
mendahului dari jalur paling kiri. Jadi jangan salahkan dulu mereka yang
mungkin sedang terburu-buru namun ada pengemudi "keras kepala" yang
tidak bersedia memberi jalan di jalur paling kanan.
l. Tetaplah di jalur sebelah kiri, kecuali bila akan mendahului. Jangan
mencoba memblokir pengemudi yang ngebut. Biarkan pak Polisi yang
melakukannya.
m. Beri tanda! Beri tanda bila anda akan pindah jalur, begitu pula bila akan
membelok.
n. Tunggu sebelum membelok ke kanan. Bila anda berhenti di jalan yang
ramai sambil menunggu untuk belok ke kanan, biarkan kemudi dalam
posisi lurus sampai mendapat giliran. Bila anda menunggu dengan posisi
kemudi ke arah kanan dan anda tertabrak dari belakang, mobil anda dapat
terdorong ke arah kendaraan dari depan.
o. Bantu mereka untuk masuk tol. Bila anda berada di jalur kiri pada jalan tol
yang lebar, anda dapat membantu kendaraan yang akan memasuki tol dari
arah kiri secara aman dan mulus dengan berpindah jalur sebentar, tentu
saja bila situasi memungkinkan.
p. Gunakan rem pada saat yang tepat. Kurangi kecepatan sebelum memasuki
tikungan. Mengerem saat anda berada di tengah-tengah tikungan dapat
mengurangi keseimbangan kendaraan. Begitu pula, turunkan gigi transmisi
sebelum memasuki tikungan.
q. Coba dulu sistem anti-lock brake (ABS) kendaraan anda. Bila mobil anda
dilengkapi ABS, anda mungkin dikejutkan dengan getaran dan suara aneh
dari pedal rem ketika mendadak diinjak. Jangan tunggu sampai terjadi
keadaan darurat. Pada saat hujan, carilah jalan yang licin dan benar-benar
kosong atau pelataran parkir yang kosong dan injaklah rem sekuat-kuatnya
sampai ABS bekerja, jadi anda tahu bagaimana rasanya. Anda juga dapat
melakukan hal ini dengan sistem rem biasa untuk memeriksa apakah
pengereman cukup seimbang dan tidak menarik ke satu sisi.
r. Jangan menggunakan ponsel ketika mengemudi. Penelitian menemukan
bahwa penggunaan ponsel ketika mengemudi menaikkan risiko kecelakaan
sampai empat kali lipat. Risikonya tidak berubah walaupun menggunakan
hands-free.
s. Jagalah penglihatan malam hari anda. Jangan menatap lampu-lampu mobil
dari arah berlawanan. Bila merasa terganggu, fokuskan pandangan pada
bahu kiri jalan.
t. Usahakan cukup tidur. Jangan mengemudi bila anda mengantuk. Bila mata
anda cenderung terpaku pada satu titik, ini adalah tanda bahaya. Segera
hentikan kendaraan begitu anda menemukan tempat yang aman dan
cobalah beristirahat selama beberapa menit
B. Konsep dasar keperawatan
1. Contoh Kasus
Nn.A (25 tahun) mengalami kecelekaan lalu lintas saat hendak
berangkat kerja. Saat itu Nn.A mengendarai motor melewati lampu merah
di perempatan dari arah selatan ke utara, tiba-tiba dari arah barat muncul
tangki dengan kecepatan tinggi melaju dan belum sempat injak rem
akhirnya menabrak motor Nn.A. Motor beserta pengendara terseret sejauh
10 meter. Kaki kanan Nn.A sempat ditindih oleh ban tangki. Banyak darah
yang keluar dari kaki kanan dan tampak tulang femur terpisah dari
fragmennya. Kondisi Nn.A tidak sadarkan diri ditempat kejadian. Nn.A
kemudian langsung dibawa ke UGD rumah sakit terdekat. Kondisi Nn.A
setibanya di rumah sakit didapatkan data RR : 30 x/menit, TD : 140/90
mmHg, N : 130 x/menit, suhu 37,5oCakral dingin dan basah, CRT 3 detik,
pucat pada wajah, GCS 111, luka lecet tersebar luas di muka, tangan, dan
punggung. Hasil pemeriksaan gas darah menunjukkanpH 7,10; BE -1;
HCO3 22, PaO2 45 mmHg, PaCO2 50 mmHg, pemeriksaan darah lengkap
dihasilkan leukosit 7.000, trombosit 100.000, Hb 10, albumin 4, BUN 45
& Cr serum 3.

2. Pengkajian
a. Anamnesa
1) Identitas Klien
Nama : Nn.A
Umur : 25 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Bangsa / suku : Indonesia / Jawa
Pendidikan : S1
Pekerjaan : Swasta
Status Perkawinan : lajang
Alamat : Jl. Anggrek, Surabaya
No. RM : 690415
2) Keluhan Utama :Klien tidak sadarkan diri dan terbaring
lemas
3) Riwayat Penyakit Sekarang : Nn.A mengalami kecelakaan lalu lintas
saat akan menuju ke kantor tempat kerjanya dengan mengendarai
motor. Nn.A ditabrak oleh tangki pembawa BBM. Motor beserta
pengendara terseret sejauh 10 meter. Kaki kanan Nn.A sempat
ditindih oleh ban tangki. Banyak darah yang keluar dari kaki kanan
dan tampak tulang femur terpisah dari fragmennya. Kondisi Nn.A
tidak sadarkan diri ditempat kejadian lalu segera dibawa ke UGD.
4) Riwayat Penyakit Dahulu: Klien tidak memiliki riwayat penyakit
5) Riwayat Penyakit Keluarga: Ayah dari klien menderita hipertensi
dan punya riwayat stroke ringan, sedangkan ibunya menderita
diabetes tipe 2.

b. Pemeriksaan Fisik
1) Primary Survey
a) Airway
L = Look/Pergerakan dada simetris, adanya penggunaan otot
bantu pernafasan
L = Listen/Bernapas dengan cepat
F = Feel/ Aliran udara (hembusan) terasa lemah
b) Breathing : RR 30x/menit
c) Circulation
TD: 140/90, Suhu: 37,5,RR: 30 x/mnt, Nadi 130 x/mnt regular,
CRT 3 detik, akral dingin dan basah, wajah pucat.
d) Disability
A (Allert) :Klien tidak sadar
Total Skor GCS dari klien adalah 3 dimana E1 – tidak ada
respon,M1 – Tidak ada respon,V1– Tidak ada respon
e) Exposure of extermitas : Luka lecet tersebar luas di muka, tangan,
dan punggung. OF femur dextra.
2) Secondary survey
A: Klien tidak memiliki riwayat Alergi
M: Klien tidak mengkonsumsi obat-obatan
P: Klien tidak pernah menderita penyakit sebelumnya.
L:Sebelum kejadian, sempat sarapan bubur ayam dan tidak
mengkonsumsi obat-obatan. Saat ini klien sedang menstruasi hari
ke 4.
E: Klien akan berangkat ke kantor tempat kerjanya dan mengalami
kecelakaan saat melewati lampu merah perempatan jalan.
3) Pemeriksaan Review of System (ROS)
a) B1 (breathing): RR 30x/menit, tidak ada tanda sesak, pergerakan
dada simetris, adanya penggunaan otot bantu pernafasan
b) B2 (blood) : TD: 140/90, Suhu: 37,5, RR: 30 x/mnt, Nadi 130
x/mnt regular, CRT 3 detik, akral dingin dan basah, wajah pucat,
klien menstruasi hari ke-4.
c) B3 (brain) : Penurunan kesadaran, GCS 3.
d) B4 (bladder) : Perut simetris, tidak ada jejas, warna urine kuning,
keluaran urin sedikit 200cc/8 jam
e) B5 (bowel) : bising usus +, tidak ada benjolan, perabaan massa
tidak ada, asites ( - ).
f) B6 (bone) : Luka lecet tersebar luas di muka, tangan, dan
punggung OF femur dextra.

c. Pemeriksaan Laboratorium
1) BGA menunjukkan pH 7,10; BE -1; HCO3 22, PaO2 45 mmHg,
PaCO2 50 mmHg
2) Pemeriksaan darah lengkap dihasilkan leukosit 7.000, trombosit
100.000, Hb 10, albumin 4, BUN 45 & Cr serum 3.

d. Analisa Data
Masalah
No. Data Etiologi Keperawatan
1. DS:- Perdarahan banyak Ketidakefektifan
DO:RR 30x/menit, tidak ada ↓ pola napas
tanda sesak, pergerakan dada CO menurun
simetris, adanya penggunaan ↓
otot bantu pernafasan Suplai darah dan O2 ke otak
BGA menunjukkan pH 7,10; BE menurun
-1; HCO3 22, PaO2 45 mmHg, ↓
PaCO2 50 mmHg Kerusakan sel otak

Depresi pusat pernapasan di
batang otak

Pola napas tidak efektif
2. DS:- Open fraktur tulang femur Defisit volume
DO:Darah banyak keluar dari ↓ cairan
arteri femoralis, TD: 140/90, Trauma jaringan disekitar
Suhu: 37,5, RR: 30 x/mnt, Nadi ↓
130 x/mnt regular, CRT 3 detik, Kerusakan vaskuler (arteri
akral dingin dan basah, wajah femoralis)
pucat,keluaran urin sedikit ↓
200cc/8 jam, Hb 4 Perdarahan banyak

Volume cairan dalam tubuh
menurun
3. DS:- Perdarahan banyak Gangguan
DO: penurunan kesadaran, GCS ↓ perfusi jaringan
3. CO menurun serebral
Pemeriksaan darah lengkap ↓
dihasilkan, Hb 10. Suplai darah dan O2 ke otak
menurun

Gangguan metabolisme

Produksi asam laktat
meningkat

Edema serebral

Resiko ketidakefektifan
perfusi jaringan serebral
4. DS:- Kerusakan fragmen tulang Kerusakan
DO: Tampak tulang femur ↓ mobilitas fisik
terpisah dari fragmennya (OF Pergeseran tulang
femur dextra) ↓
Deformitas

Ekstremitas tidak dapat
berfungsi dengan baik

Kerusakan mobilitas fisik
5. DS:- Open fraktur tulang femur Resiko infeksi
DO:Luka lecet tersebar luas di ↓
muka, tangan, dan punggung, Diskontinuitas jaringan
terdapat open fraktur femur ↓
dextra Port de entry kuman

Resiko Infeksi

3. Diagnosa
a. Ketidakefektifan pola napas b/ddepresi pusat pernafasan
b. Defisit volume cairanb/dkehilangan volume cairan aktif
c. Gangguan perfusi jaringan serebralb/db/d edema cerebral
d. Hambatan mobilitas fisik b.d keterbatasan pergerakan fragmen tulang,
respon nyeri/ ketidaknyamanan dan penurunan kekuatan/tahanan
e. Risiko Infeksi b.d luka/ kerusakan kulit
4. Intervensi
a. Ketidakefektifan pola napas b/ddepresi pusat pernafasan
NOC NIC
Setelah dilakukan tindakan Respiratory monitoring
keperawatan selama 1x24 jam 1. Monitor frekuensi, ritme, dan kedalaman
klien menunjukkan pola napas nafas pasien
adekuat dengan kriteria hasil: 2. Catat pergerakan dada, keasimetrisan
Respiratory status: ventilation dada, penggunaan otot bantu nafas
(0403) 3. Monitor saturasi oksigen
1. Ritme pernapasan: 5 4. Pertahankan jalan napas paten
2. RR: 5 5. Posisikan klien untuk memaksimalkan
3. Suara perkusi: 5 ventilasi yaitu semifowler450
4. Volume tidal: 5 6. Auskultasi suara nafas, catat adanya
5. Penggunaan otot bantu nafas: suara tambahan
5 7. Kolaborasi pemberian oksigenasi simple
6. Pursed lip breathing: 5 mask
7. Retraksi dada: 5 8. Monitor RR, status O2, dan vital sign
Vital sign status () 9. Observasi adanya tanda-tanda
Tanda-tanda vital dalam batas hipoventilasi
normal (RR 16-20x/menit, TD 10. Informasikan pada klien dan keluarga
100-139/60-89 mmHg, T 36,5- tentang teknik relaksasi untuk
37,5 C, N 80-100x/menit memperbaiki pola napas
Oxygen therapy
1. Jaga patensi jalan nafas
2. Set up oxygen equipment
3. Monitor aliran oksigen yang diberikan
kepasien
4. Monitar BGA untuk melihat kefektifan
terapi oksigen
5. Monitor adanya kecemasan klien
terhadap oksigenasi

b. Defisit volume cairanb/dkehilangan volume cairan aktif


NOC NIC
Setelah dilakukan tindakan Fluid Management
keperawatan selama 2x24 jam 1. Kolaborasi pemberian cairan iv
kekurangan volume cairan 2. Pertahankan catatan intake output yang akurat
teratasi dengan kriteria hasil : 3. Kolaborasi pemasangan kateter urin
Fluid Balance (0601) 4. Monitor hasil lab yang sesuai dengan retensi
1. BP: 5 cairan (BUN, Hct, osmolalitas urin, albumin,
2. HR: 5 total protein)
3. Turgor kulit: 5 5. Monitot vital sign setiap 15 menit-1 jam
4. Kelembapan membarn 6. Monitor status nutrisi
mukosa: 5 7. Kolaborasi dokter jika tanda cairan berlebih
5. 24 jam intake dan output muncul memburuk
seimbang: 5 8. Kolaborasi tindakan transfusi darah
6. Serum elektrolit: 5 9. Persiapkan kondisi klien untuk transfusi seperti
7. Hematocrit: 5 suhu klien harus pada batas normal.
Fluid monitoring
1. Tentukan riwayat jumlah dan tipe intake cairan
dan eliminasi
2. Tentukan kemungkinan factor resiko dari
ketidak seimbangan cairan (hipertermia, terapi
diuretik, kelainan renal, gagal jantung,
diaporesis, disfungsi hati)
3. Monitor berat badan
4. Monitor serum dan elektrolit urine
5. Monitor serum dan osmolaritas urine
6. Monitor BP, HR, RR
7. Monitor tekanan darah orthostatic dan
perubahan irama jantung
8. Monitor parameter hemodinamik invasif
9. Catat secara akurat intake dan output
10. Monitor membrane mukosa dan turgor kulit,
serta rasa haus
11. Monitor warna dan jumlah urin

c. Gangguan perfusi jaringan serebral b/d edema cerebral


NOC NIC
Setelah dilakukan tindakan Monitoring tekanan intrakranium:
keperawatan selama 2x24 jam 1. Kaji, observasi, evaluasi tanda-tanda
klien menunjukan status sirkulasi penurunan perfusi serebral: gangguan
dan perfusi jaringan serebral yang mental, pingsan, reaksi pupil,
membaik dengan kriteria hasil: penglihatan kabur, nyeri kepala, gerakan
Tissue perfusion: cerebral bola mata.
1. Tekanan intrakranial (5) 2. Hindari tindakan valsava manufer
2. Tekanan darah sistol dan (suction lama, mengedan, batuk terus
diastol (5) menerus).
3. MAP (5) 3. Berikan oksigen sesuai instruksi dokter
4. Level kesadaran (5) 4. Lakukan tindakan bedrest total
5. Sakit kepala dan kelelahan 5. Minimalkan stimulasi dari luar.
(5) 6. Monitor Vital Sign serta tingkat
6. Gangguan refleks neurologi kesadaran
(5) 7. Monitor tanda-tanda TIK
8. Batasi gerakan leher dan kepala
9. Kolaborasi pemberian obat-obatan untuk
meningkatkan volume intravaskuler
Manitol dengan dosis 1 gram/kg BB
bolus IV dan Furosemid dengan dosis 0,3
– 0,5 mg/kg BB IV
Hemodynamic Regulation
1. Kaji status hemodinamik secara
komprehensif
2. Kaji status cairan
3. Kaji CRT
4. Monitoring TTV secara berkala (4 jam
sekali)
5. Periksa adanya edema perifer atau
pitting edema
6. Monitoring tanda dan gejala gangguan
perfusi jaringan perifer dengan
mengecek JVP; kaji status perfusi
7. Auskultasi suara napas

d. Hambatan mobilitas fisik b.d keterbatasan pergerakan fragmen


tulang, respon nyeri/ ketidaknyamanan dan penurunan
kekuatan/tahanan
NOC NIC
Setelah dilakukan tindakan Exercise Therapy: Ambulation
keperawatan klien menunjukan 1. Monitoring vital sign sebelum/sesudah
kemampuan menggerakkan latihan dan lihat respon pasien saat
ekstremitasnya tanpa terkendala latihan
Mobility 2. Konsultasikan dengan terapi fisik
1. Bisa Berjalan tentang rencana ambulasi sesuai dengan
2. Berpindah dengan mudah kebutuhan pasien
3. Pergerakan sendi 3. Bantu klien untuk menggunakan tongkat
4. Mampu menggunakan alat saat berjalan dan cegah terhadap cedera
bantu untuk mobilisasi 4. Ajarkan pasien tentang teknik ambulasi
5. Latih pasien dalam pemenuhan
kebutuhan ADLs secara mandiri sesuai
kemampuan
6. Dampingi dan bantu pasien saat
mobilisasi dan bantu penuhi kebutuhan
ADLs pasien.
7. Berikan alat bantu jika klien
memerlukan.
8. Ajarkan pasien bagaimana merubah
posisi dan berikan bantuan jika
diperlukan
Exercise Therapy: Joint Mobility
1. Tentukan batasan gerakan
2. Kolaborasi dengan fisioterapis dalam
mengembangkan dan menentukan
program latihan
3. Tentukan level gerakan pasien
4. Jelaskan pada keluarga/pasien tujuan
dan rencana latihan
5. Monitor lokasi ketidaknyamanan atau
nyeri selama gerakan atau aktivitas
6. Lindungi pasien dari trauma selama
latihan
7. Bantu pasien untuk mengoptimalkan
posisi tubuh untuk gerakan pasif atau
aktif
8. Dorong ROM aktif
9. Instruksikan pada pasien atau keluarga
tentang ROM pasif dan aktif
10. Bantu pasien untuk mengembangkan
rencana latihan ROM aktif

e. Risiko Infeksi b.d luka/ kerusakan kulit


NOC NIC
Setelah dilakukan tindakan Infection Control
keperawatan selama 1x24 jam 1. Bersihkan lingkungan setelah dipakai
klien terhindar dari risiko infeksi oleh pasien lain.
dengan kriteria hasil: 2. Instruksikan pada pengunjung untuk
Risk Control: infection process mencuci tangan saatberkunjung dan
1. Dapat mengidentifikasi faktor setelahberkunjungmeninggalkanpasien
risiko infeksi 3. Gunakan sabun antimikrobia untuk cuci
2. Mempertahankan kebersihan tangan
sekitar 4. Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah
3. Mempraktikkan strategi tindakan perawatan
kontrol risiko 5. Gunakan baju, sarung tangan sebagai
4. Mencari pelayanan pada alat pelindung
petugas kesehatan terkait 6. Pertahankan lingkungan aseptik selama
risiko yang dirasakan pemasangan alat
Knowledge: Infection 7. Monitor tanda dan gejala infeksi
management sistemik dan lokal
1. Mengetahui pentingnya 8. Monitor hitung granulosit, WBC
kepatuhan dalam regimen 9. Monitor kerentanan terhadap infeksi
pengobatan 10. Instruksikan pasien untuk minum
2. Mengetahui tanda dan gejala antibiotik sesuai resep
infeksi 11. Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan
3. Menjaga kebersihan tangan: 5 gejala infeksi
4. Mempraktikkan cara 12. Ajarkan cara menghindari infeksi
pengurangan transmisi 13. Dorong masukkan nutrisi yang cukup.
mikroorganisme Infection protection
1. Pantau tanda tanda dan gejala infeksi
sistemik dan local
2. Monitor kerentanan terhadap infeksi
3. Lakukan tindakan pencegahan
neutropenia
4. Isolasi semua pengunjung untuk penyakit
menular
5. Pertahankan asepsis untuk pasien
berisiko
6. Periksa kondisi setiap sayatan bedah atau
luka
7. Pantau perubahan tingkat energi atau
malaise
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kecelakaan adalah serangkaian peristiwa dari kejadian-kejadian yang tidak
terduga sebelumnya, dan selalu mengakibatkan kerusakan pada benda, luka,
atau kematian. Secara umum ada tiga faktor utama penyebab kecelakaan;
Faktor Pengemudi (Road User), Faktor Kendaraan (Vehicle), Faktor
Lingkungan Jalan (Road Environment).
Kecelakaan yang terjadi pada umumnya tidak hanya disebabkan oleh satu
faktor saja, melainkan hasil interaksi antar faktor lain. Tindakan kedaruratan
yang dapat dilakukan ketika terjadi kecelakaan yaitu melakukan pengecekan
ABC (Airway, Breathing, Circulation). Selain melakukan ABC hal penting
lainnya yaitumengevakuasi korban ke rumah sakit terdekat untuk dilakukan
tindakan lebih lanjut.

B. Saran
Dengan mempelajari materi ini mahasiswa keperawatan yang nantinya
menjadi seorang perawat professional agar dapat lebih terampil ketika
menemukan pasien yang mengalami kecelakaan dan dapat melakukan
pertolongan segera dan juga dapat melakukan tindakan-tindakan emergency
untuk melakukan pertolongan segera kepada pasien yang mengalami
kecelakaan lalu lintas.
DAFTAR PUSTAKA

Kusuma Hardhi.2015.Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnose Medis Dan NANDA


NIC NOC.Jogjakarta:Mediaction Jogja.

https://www.academia.edu/35875746/ASUHAN_KEPERAWATAN_MULTIPLE_VEHI
CLE_TRAUMA_dan_AMBULANCE.docx

Anda mungkin juga menyukai