Anda di halaman 1dari 20

Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Indonesia

Vol. 17 No. 1 Juli 2016: 28-43


p-ISSN 1411-5212; e-ISSN 2406-9280
28 DOI: http://dx.doi.org/10.21002/jepi.v17i1.605

Analisis Anggaran Pemerintah (APBN dan APBN-P) dalam Perspektif


Demokrasi Multipartai dan Koalisi
Government Budget Analysis in Perspective Democracy Multiparty and
Coalition
a,
Badikenita Sitepu
a Swiss German University

[diterima: 18 Maret 2016 — disetujui: 8 Mei 2017 — terbit daring: 29 Mei 2017]

Abstract
Democratic system change in Indonesia resulted in a change of political system and economy of Indonesia.
Changes in the political system was also followed by the country’s financial sector reform (or budget) in the
process of change towards prosperity residents better. Using time series data from 1982 to 2011, this study
found that the coalition is formed to have a positive and significant e ect on the level of budget revenues in the
state budget approval and the state budget, as well as the approval of the budget at the level of state budget.
The Coalition does not have influence on the level of approval signifkan budget on state budget. The number of
political parties only a ect the level of budget revenues in the state budget approval. The level of tax agreements
have a significant impact on the level of state budget approval and the state budget. Revenue budget approval
rate has a significant influence on the level of approval of both the state budget expenditures and state budget.
Keywords: State Budget; Multiparty System; Coalition; Political Party; Level Tax Agreement

Abstrak
Perubahan sistem demokrasi di Indonesia berdampak terhadap perubahan sistem politik dan ekonomi
Indonesia. Perubahan sistem politik juga diikuti dengan reformasi di bidang keuangan negara (atau
anggaran) dalam proses perubahan menuju kemakmuran penduduk yang lebih baik. Dengan
menggunakan data time series tahun 1982–2011, penelitian ini menemukan bahwa koalisi yang terbentuk
berpengaruh positif dan signifikan terhadap tingkat persetujuan anggaran pendapatan pada APBN dan
APBN-P, serta tingkat persetujuan anggaran belanja pada APBN-P. Koalisi tidak berpengaruh signifikan
terhadap tingkat persetujuan anggaran belanja pada APBN-P. Jumlah partai politik hanya berpengaruh
pada tingkat persetujuan anggaran pendapatan pada APBN. Tingkat persetujuan pajak berpengaruh
signifikan terhadap tingkat persetujuan anggaran pada APBN dan APBN-P. Tingkat persetujuan anggaran
pendapatan berpengaruh signifikan terhadap tingkat persetujuan anggaran belanja, baik pada APBN
maupun APBN-P. Kata kunci: APBN; Sistem Multipartai; Koalisi; Parpol; Tingkat Persetujuan Pajak

Kode Klasifikasi JEL: H60; D72

JEPI Vol. 17 No. 1 Juli 2016, hlm. 28–43

Pendahuluan
Demokrasi merupakan sebuah sistem pemerintah-
an suatu negara sebagai upaya mewujudkan kedau-
latan rakyat atas negara untuk dijalankan peme-
rintah negara tersebut. Salah satu pilar demokrasi
adalah prinsip trias politica yang membagi ketiga

% Alamat Korespondensi: Swiss German University. The Pro-


minence Tower Lantai 3, Jln. Jalur Sutera Tim No. 7 Kunciran,
Tangerang, Banten 15143. E-mail: nitaputries@gmail.com.
kekuasaan politik negara yaitu eksekutif,
yudikatif, dan legislatif yang selanjutnya
diwujudkan dalam tiga jenis lembaga negara
yang berhubungan dan sejajar satu sama lain.

Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 Pasal 1 Ayat


(3) menyatakan bahwa Indonesia merupakan nega-
ra berdasarkan hukum, sehingga memberikan gam-
baran bahwa Indonesia adalah negara demokrasi.
Dalam ketatanegaraan, presiden sebagai pemimpin
pemerintahan harus bertanggung jawab kepada
Sitepu, B.

Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) sebagai dalam proses perubahan menuju kemakmuran pen-
perwakilan dari rakyat. Demokrasi ini adalah hasil duduk yang lebih baik. Hal ini ditandai dengan
dari reformasi yang terjadi di tahun 1998. Refor-masi terbitnya paket UU Keuangan Negara, yaitu UU No.
tersebut membuat berakhirnya pemerintahan 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara; UU No.
Presiden Soeharto (Orde Baru) dan berubahnya for- 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Nega-ra; UU
mat politik dua partai dan satu golongan menjadi No. 15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan dan
sistem multipartai. Reformasi juga turut memba-wa Pertanggungjawaban Keuangan Negara; dan
perubahan UUD 1945 (Amandemen UUD 1945) UU No. 25 Tahun 2004 tentang Perencanaan
yang menyebabkan terjadinya perubahan sistem Pemba-ngunan Nasional, yang membuat pemerintah
ketatanegaraan Indonesia yang berdampak pada untuk mengejar target realisasi anggaran yang lebih
perubahan sistem politik dan ekonomi Indonesia. baik. Dengan penyerapan anggaran menjadi lebih
Pada masa reformasi, Indonesia telah menganut cepat dan lebih baik, maka eksekutif diharapkan
sistem demokrasi multipartai dan bersifat presi- akan dapat menjamin keberlangsungan kebijakan
1 atau program kerja yang hendak dicapai.
densial , namun pada kenyataannya, hubungan
yang terbentuk antara eksekutif dengan legisla-tif Sistem multipartai akan menciptakan koalisi par-
2 tai politik (parpol) di legislatif sebagai pendukung
masih sangat kuat . Hal ini tercermin dalam Undang-
eksekutif. Koalisi terbentuk karena adanya satu ke-
Undang (UU) No. 32 Tahun 2004 tentang
samaan pandangan dalam melaksanakan sistem
Pemerintahan Daerah yang menyatakan bahwa
pemerintahan yang baik dan stabil. Koalisi yang
kemungkinan suatu partai dapat mencalonkan seo-
rang kandidat kepala daerah jika minimal memiliki terbentuk di Indonesia dimaksudkan untuk mem-
15% suara atau kursi di legislatif (Romli, 2008). Koa- permudah proses pembahasan dan persetujuan
lisi ini disadari sebagai salah satu cara untuk mem- Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) dan
perkecil beberapa masalah yang mungkin terjadi Anggaran Pendapatan Belanja Negara Perubahan
dalam sistem presidensial, terutama ketika dikom- (APBN-P) menjadi efektif dan efisien. Berdasar pa-
binasikan dengan sistem multipartai. Di samping itu, da latar belakang tersebut maka muncul beberapa
koalisi juga dapat digunakan untuk memini-malkan pertanyaan penelitian sebagai berikut (i) apakah
kemungkinan terjadinya deadlock dalam dampak koalisi parpol di legislatif mampu men-
pengambilan suatu kebijakan. dorong persetujuan pendapatan pada APBN dan
Bagaimanapun, intervensi legislatif dalam kegi- APBN-P?; dan (ii) apakah dampak koalisi parpol di
atan ekonomi akan turut memengaruhi keputusan legislatif mampu mendorong persetujuan belanja
ekonomi yang diambil pemerintah. Dengan kata lain, pada APBN dan APBN-P?
motif ekonomi legislatif juga akan turut meme- Penelitian ini memfokuskan pada (i) analisis dam-pak
ngaruhi kondisi perekonomian secara tidak lang- jumlah partai dan koalisi yang terbentuk di Dewan
sung, terutama terkait dengan penyediaan barang Perwakilan Rakyat (DPR) terhadap tingkat persetujuan
dan jasa publik (Joyce Mitchell dalam Budiardjo, anggaran pendapatan dan belanja nega-ra (APBN dan
2006). Di sisi lain, pilihan pemerintah dalam ke- APBN-P) di Indonesia pada periode tahun 1982–2011;
giatan ekonomi juga akan turut dipengaruhi oleh (ii) koalisi yang dibangun dilihat dari koalisi yang
pilihan publik, terutama preferensi-preferensi indi- dibentuk pada awal pemerintahan, yaitu pada saat
vidual para pemberi suara. Hal ini kemudian akan pembentukan kabinet di tingkat ek-sekutif di tingkat
berdampak pada stabilitas demokrasi dalam sistem nasional; (iii) tingkat persetujuan anggaran dibatasi
demokrasi politik multipartai yang dianut. hanya pada sisi pendapatan dan belanja; serta (iv)
Perubahan sistem politik juga diikuti dengan re- belanja atau pengeluaran peme-rintah dilihat dari total
formasi di bidang keuangan negara (atau anggaran) belanja atau pengeluaran rutin dan pembangunan
pemerintah.

1 Pemerintahan sistem presidensial adalah suatu pemerintah-an yang mana


kedudukan eksekutif tidak bertanggung jawab kepada badan perwakilan rakyat,
dengan kata lain kekuasa-an eksekutif berada di luar pengawasan (langsung)
Tinjauan Literatur
parlemen (Habibie, 2009).
2
Dasar teori yang digunakan dalam penelitian ini
Dikenal dengan coattail e ect, yaitu kecenderungan adalah teori barang publik, yaitu teori yang digu-
pemilih memilih presiden dari partai yang sama sehingga akan
mengha-silkan sistem presidensial yang mempunyai nakan untuk pengambilan keputusan dalam pe-
dukungan politik di parlemen. nyediaan barang publik dan teori keuangan publik
JEPI Vol. 17 No. 1 Juli 2016, hlm. 28–43
30 Analisis Anggaran Pemerintah (APBN dan APBN-P)...

yang digunakan untuk membahas tentang anggar- plus satu dari seluruh peserta pemilihan. Misal-kan
an, dalam hal ini APBN dan APBN-P. Dalam pro-ses anggota legislatif yang mengikuti pemungut-an
pengambilan keputusan tersebut dipengaruhi oleh suara adalah N. Dengan menggunakan metode
dua pertimbangan, yaitu pertimbangan ekono-mi aturan mayoritas sederhana, maka pilihan kepu-
dan non-ekonomi. Pertimbangan non-ekonomi pN

berkaitan dengan teori pilihan publik yang di da- 2 1q


lamnya membahas mengenai koalisi dan sistem tusan yang mampu mengumpulkan N suara
kepartaian. Koalisi digunakan dalam menentukan adalah keputusan yang mendapatkan suara terba-
keputusan keuangan publik, yaitu proses persetu- nyak dan menjadi hasil dari keputusan bersama.
juan APBN. Jika diinginkan keputusan yang bulat, maka di-
Musgrave dan Musgrave (1984) mengidentifikasi N
butuhkan N suara yang mendukung keputusan
tiga fungsi utama dari sektor publik yaitu alokasi, tersebut.
stabilisasi, dan distribusi. Ketiga fungsi tersebut Sehingga aturan mayoritas didefinisikan sebagai
menjadi wewenang dan tanggung jawab pemerin-tah aturan dalam pengambilan keputusan yang dida-
pusat. Namun untuk menuju kepada sistem sarkan pada alternatif pilihan yang memiliki suara
pemerintahan yang efektif dan efisien, sebagian mayoritas, yaitu lebih dari setengah dari total suara.
besar wewenang dan tanggung jawab pemerintah Teori aturan mayoritas ini sebaiknya digunakan pa-
pusat didesentralisasikan kepada pemerintah da- da kondisi tertentu saja. Hal ini disebabkan karena
erah dan tetap menjadi wewenang dan tanggung adanya trade-o nyata antara manfaat kekuasaan
jawab pemerintah pusat, misalnya kebijakan yang mayoritas dan nilai-nilai penting dari masyarakat
mengatur variabel makro ekonomi yang menggu- sehingga dikhawatirkan dapat mengarah pada ”ti-
nakan instrumen kebijakan moneter (pencetakan rani mayoritas”. Antisipasi terhadap kejadian itu
uang, devaluasi), dan kebijakan fiskal (keseragaman dilakukan dengan membuat aturan penggunaan
perpajakan). metode pengambilan keputusan ini dan adanya ba-
Dalam penyediaan barang publik, perlu ada cam- tasan konstitusional dari pemerintah sebagai upaya
pur tangan pemerintah. Masalah utamanya adalah untuk mengurangi efek dari kekuasaan tersebut.
tidak setiap individu mau membayar untuk man-faat Sehingga kelompok minoritas juga menjadi terlin-
yang diterima. Namun karena manfaat yang diterima dungi.
dari barang publik dirasakan oleh banyak orang, Secara lebih jelas, Mueller (2003: 79–80) meng-
maka orang tidak bersedia untuk membayar. gambarkan aturan mayoritas (majority rules) dengan
Masalah akan timbul mengenai jenis dan kualitas Gambar 1. Dengan mengasumsikan terdapat dua
barang, seperti apa yang harus disediakan oleh pe-
titik kepuasan (ordinal utilities) dari dua kelompok
merintah. Masalah lainnya yaitu ketika pemerintah
pemilih (groups of voters), yakni kaya (Ur) dan
akan menetapkan jumlah uang yang harus disum-
miskin (Up). Semua anggota dari kedua grup
bangkan untuk memperoleh barang publik. Sehing-
tersebut juga diasumsikan memiliki fungsi
ga diperlukan proses politik untuk mengungkap
kecenderungan iden-tik (identical preference
preferensi masyarakat tentang jenis/macam barang
function). Tingkat kepuasan (utility level) dari
publik yang perlu disediakan oleh pemerintah. Le-
masing-masing kelompok adalah S dan T. Initial
gislatif dan eksekutif menyediakan sumber-sumber
endowment dari Paretto-Possibility Frontier (PPF)
pembiayaan untuk membayar barang-barang pu-blik
dari produksi barang publik (private goods) adalah di
tersebut. Pada akhirnya, proses pemungutan suara
E, maka ketentuan dari barang pub-lik diasumsikan
dilakukan untuk menetapkan keputusan per-pajakan
dengan kenaikan kepuasan dari kedua individu.
dan pengeluaran publik. Proses pemungut-an suara
Dengan mengasumsikan bahwa barang publik
diharapkan berfungsi sebagai mekanisme yang
efisien dalam mengungkapkan preferensi, se-hingga akan mampu meningkatkan kepuasan semua indi-
proses pemungutan suara harus melibatkan vidu, maka PPF akan melebihi kurva XYZW. Pada
keputusan perpajakan (alat pembiayaan) dengan saat suara mutlak (unanimity rule), masing-masing
keputusan belanja publik. individu dari kedua kelompok seharusnya lebih baik
dari ketentuan barang publik pilihannya sendi-ri.
Dalam melakukan pemungutan suara, dikenal
Sehingga hasil dari suara mutlak adalah jumlah dari
aturan mayoritas sederhana (simple majority rule),
barang publik dan kombinasi dari efek pajak, yang
yaitu pemenang pemungutan suara akan dipero-
berada pada segmen YZ sepanjang PPF untuk
leh bila mampu mengumpulkan minimal setengah
semua kelompok, baik kaya maupun miskin.
JEPI Vol. 17 No. 1 Juli 2016, hlm. 28–43 Namun, tidak ada alasan untuk mengharapkan
Sitepu, B.

Gambar 1: Outcome Berdasarkan Kesamaan Pendapat dan Majority Rule


Sumber: Mueller (2003)

hasil berada di area di bawah aturan mayoritas. lam membuat keputusan yang terkait dengan ke-
Anggota komite koalisi bisa mendapat keuntungan pentingan masyarakat. Samuelson dan Nordhaus
dari mendefinisikan ulang isu untuk meningkatkan (2004) mengatakan bahwa teori pilihan publik me-
keuntungan koalisi pada biaya dari anggota non- nyatakan tentang ”bagaimana, apa, dan untuk si-apa”
koalisi, katakanlah dengan bergesernya efek pajak sektor publik sebagai teori penawaran dan permintaan
yang berpihak pada koalisi. Jika kelompok kaya yang dijelaskan dalam pilihan sektor swasta. Teori
(rich) berada di mayoritas (majority) dan karena pilihan publik memiliki keterkaitan de-ngan ekonomi
kelompok kaya dapat berharap pada kelompoknya politik. Caporaso dan Levine (1993) menyatakan bahwa
untuk usulan barang publik dengan paket pajak yang pilihan publik itu merupakan aplikasi dari metode-
cukup regresif, sehingga outcome akan naik pada metode ekonomi dengan ca-ra politik. Pendapat ini
area XY. Jika kelompok miskin (poor) berada di senada dengan Buchanan (1984) yang mengatakan
mayoritas (majority), pajak akan cukup progresif teori pilihan publik adalah ”the economic study of non
untuk menghasilkan suatu outcome dalam ZW. market decision making”. Ar-tinya, teori ini mempelajari
Demokrasi dapat diartikan sebagai tirani dari ma- mengenai pengambilan keputusan yang tidak
yoritas (the tyranny of the majority) (Baldwin dan Wid- didasarkan pada pasar.
gren,´ 2004). Oleh karena itu, jaminan akan hak dan Sistem demokrasi yang ada di Indonesia baru
keinginan dari minoritas dalam sistem demokrasi akan dimulai tahun 2007, sehingga penerapan pilihan
diproteksi. Riker (1962) dalam Mueller (2003: publik masih sulit untuk dijalankan. Di Indone-sia,
281) menjelaskan bahwa untuk memaksimalkan ou- penerapan pilihan publik dapat dijalankan jika
tcome masing-masing individu dalam proses politik didukung oleh minimal 50% plus 1 suara dari
demokrasi diperlukan adanya koalisi pemenang-an selu-ruh suara yang ada di DPR. Sehingga untuk
minimum (minimum winning coalition). Koalisi yang dapat mencapai sebuah kesepakatan atau
terbentuk sendiri diasumsikan dengan kepu-tusan keputusan, ma-ka ditentukan dari kekuasaan
yang akan dibuat oleh kekuasaan mayoritas suara mayoritas di legislatif.
(majority rule) dan kemudian tercipta politik yang Koalisi adalah pengelompokkan aktor politik yang
3
bersifat zero-sum game. Setidaknya, dalam mem- bersaing bersama, baik melalui persepsi an-caman
bentuk suatu keputusan dalam aturan mayoritas bersama, atau pengakuan bahwa tujuan politisi tidak
(majority rules) akan mempertimbangkan beberapa dapat dicapai dengan bekerja seca-ra terpisah
faktor yaitu waktu (timing), proposal (proposals), ke- (Heywood, 2000: 194). Juga menurut Heywood,
tertarikan (preferences), ruang pemenangan pemerintah koalisi adalah perjanjian for-mal antara
proposal (richness of proposal space), strategi, dan dua pihak atau lebih yang melibatkan distribusi lintas
keseimbang-an (Compte dan Jehiel, 2010). partai pembagian (portofolio) ke-menterian. Koalisi
Teori pilihan publik digunakan pemerintah da- merupakan konsekuensi logis dari berlakunya sistem
multipartai (multi party sys-tem) dalam sebuah
3 Zero sum game adalah situasi yang tidak merugikan pihak-pihak yang sistem politik. Karena dalam sistem multipartai,
bersangkutan. hampir tidak mungkin ada pe-
JEPI Vol. 17 No. 1 Juli 2016, hlm. 28–43
32 Analisis Anggaran Pemerintah (APBN dan APBN-P)...

menang mutlak (50%+1). Dengan kata lain, tidak menjadi minoritas. Karenanya, suatu minimal koa-
ada partai yang bisa membentuk pemerintahan lisi menang (minimum winning coalition) akan
(kabinet) tunggal tanpa ”gangguan” partai lain di terdiri dari jumlah terkecil dari kursi keseluruhan
parlemen. untuk memenangkan suatu kebijakan.
Riker (1962) menyatakan teori koalisi politik Taagepera (1999) mengingatkan bahwa koalisi
ber-gantung pada zero-sum game theory. Untuk yang efektif itu akan terbentuk dengan efektif apabi-
gagasan dasar, maka politisi akan mencari koalisi la tidak ada satu partai yang memiliki suara mayo-
peme-nang dengan minimum risiko dan biaya. ritas (dominan), artinya koalisi akan terbentuk apa-
Model spasial tidak sepenuhnya menggabungkan bila dalam parlemen seharusnya memiliki sistem
pene-muan mendasar dari pilihan sosial, yaitu multipartai. Dalam prakteknya, suatu kebijakan
ketika masalah menjadi multidimensi dan teorema kembali disyaratkan harus disetujui oleh sejumlah
pemi-lih rata-rata tidak berlaku, sehingga Riker kursi di parlemen (legislatif) atau disebut kuota.
(1962) menekankan pentingnya prinsip ukuran Fuad et al. (2009) dalam dasar-dasar ekonomi
(minimal winning coalitions). Koalisi ini tidak pub-lik menjelaskan bahwa keuangan publik
mementing-kan persamaan ideologi ataupun mempela-jari proses pengambilan keputusan oleh
kebijakan, tetapi bagaimana membentuk koalisi pemerin-tah, karena setiap keputusan mempunyai
yang dapat meme-nangkan. pengaruh pada ekonomi dan keuangan rumah
Sementara Axelrod (1970) menekankan prinsip tangga dan swasta. Sehingga, penting untuk
kedekatan preferensi kebijakan minimal untuk men- mengembangkan model-model ekonomi yang
capai kemenangan (minimal connected winning) da- membantu menjelas-kan arti alokasi sumber daya
lam menentukan koalisi. Dalam konsep ”connected”, yang efisien atau op-timal, arti keadilan, dan
berarti bukan hanya minimal dalam ukuran koalisi antisipasi akibat finansial maupun ekonomi atas
tetapi ada kedekatan kebijakan, misalkan kedekat- suatu keputusan publik. Ke-uangan publik juga
an ideologi. Koalisi ini lebih sering terjadi dan lebih mencakup masalah-masalah dalam memperoleh
bertahan lama dibanding koalisi lainnya. Hipotesa ini pendapatan yang dilakukan oleh pemerintah.
sudah diuji di Italia dan terbukti berhasil. Per- Sumber pendapatan pemerintah dapat mencakup
samaan ideologi sangat penting untuk koalisi ini pajak dan non-pajak, dan dalam keuangan publik,
karena lebih rasional daripada kepentingan sendiri. sumber-sumber tersebut akan dihubungkan
Semakin kecil perbedaan ideologi, maka semakin dengan aspek keadilan dan distribusi pendapatan.
rendah biaya tawar-menawar. Peacock dan Wiseman (1961) menggambarkan
Sartori (1976) menjelaskan bahwa pembentukan bahwa terdapat hubungan antara pertumbuhan
koalisi itu ditentukan oleh dua faktor. Pertama, ke- ekonomi dengan tarif pajak. Pertumbuhan ekonomi
samaan atau jarak ideologi yang berarti tidak terlalu akan semakin tinggi sebagai konsekuensi kenaik-an
jauh antar-partai pembentuk koalisi (ideologically- pajak, hal ini dihubungkan melalui pendapatan
connected coalition). Partai-partai ini bersepakat me- pemerintah. Secara logika, jika tidak ada perubah-an
rebut kekuasaan untuk merealisasikan ideologinya basis, maka kenaikan tarif dapat meningkatkan
dalam kehidupan bernegara. Kedua, keharusan penerimaan pemerintah. Sehingga pada akhirnya
untuk memenangkan pertarungan politik (minimal- berdampak pada peningkatan pengeluaran peme-
winning coalition). Pemilihan mitra koalisi ini diten- rintah. Sebaliknya bagi swasta, kenaikan tarif dapat
tukan berdasarkan kemungkinan perolehan suara berdampak pada penurunan investasi dan konsum-
atau jumlah kursi di parlemen. Oleh karena itu, 4
si atau dikenal dengan displacement e ect .
parpol akan berhenti mencari mitra ketika sudah
Sementara Wagner (1893) mengemukakan suatu
mencapai kemenangan minimal 50% plus 1 (sya-rat
teori mengenai perkembangan pengeluaran peme-
minimal-winning coalition dalam pemungutan suara).
rintah yang semakin besar dalam prosentase ter-
hadap PDB. Wagner mengemukakan pendapatnya
Mueller (2003) menyatakan bahwa koalisi yang
bahwa dalam suatu perekonomian apabila pen-
disyaratkan sebagai pemenang koalisi (winning co-
dapatan per kapita meningkat, maka secara relatif
alition) merupakan suatu bentuk gabungan dari
pengeluaran pemerintah pun akan meningkat. Wag-
beberapa partai yang ada dalam suatu parlemen,
yang apabila salah satu anggotanya berpaling maka
hasil yang dapat dihasilkan dari koalisi tersebut akan
4 Displacement e ect yaitu adanya gangguan sosial menyebab-kan
berubah dari koalisi yang bersifat mayoritas aktivitas swasta dialihkan pada aktivitas pemerintah.

JEPI Vol. 17 No. 1 Juli 2016, hlm. 28–43


Sitepu, B.

ner mengemukakan pendapatnya dalam bentuk Penelitian yang dijadikan dasar untuk membuk-
suatu hukum Wagner sebagai berikut: tikan dampak koalisi parpol dalam mendorong
persetujuan anggaran dikembangkan dari model
”Dalam suatu perekonomian, apabila penelitian Balassone dan Giordano (2001). Pihak
pen-dapatan per kapita meningkat, yang memenangkan koalisi harus mencapai ke-
secara re-latif pengeluaran pemerintah sepakatan untuk mengimplikasikan keputusan di
pun akan meningkat” legislatif terkait dengan tingkat pajak dan penge-
luaran. Model penelitian Balassone dan Giordano
Hukum Wagner dikenal dengan ”The Law of membatasi persetujuan untuk tingkat pajak dan
Expanding State Expenditure”, yakni peranan pengeluaran yang mana hasil dari setiap partai ada-
peme-rintah menjadi semakin besar, terutama lah tidak negatif. Hasil penelitiannya menemukan
disebabkan karena pemerintah harus mengatur bahwa koefisien korelasi antara defisit APBN dan
hubungan tim-bal balik dalam masyarakat. jumlah partai dalam pemerintahan adalah signifi-kan
Berbeda dengan model Leviathan yang berpan- dan sama dengan 0,48.
dangan bahwa peningkatan penerimaan pajak tidak
Model yang digunakan untuk menjawab hipo-
harus dicapai dengan mengenakan tarif pajak yang
tesis penelitian adalah model regresi linier yang
terlalu tinggi, tetapi dengan pengenaan tarif pa-jak
menyatakan bahwa koalisi parpol berpengaruh
yang lebih rendah, kemudian dikombinasikan
ter-hadap rasio anggaran yang disetujui terhadap
dengan struktur pajak yang meminimalkan peng-
ang-garan yang diajukan. Dalam penelitian ini
hindaran pajak, respons harga, dan kuantitas ba-
diasum-sikan bahwa: (i) sebelum reformasi,
rang terhadap pengenaan pajak sedemikian rupa,
semua parpol mendukung pemerintah (koalisi
sehingga akan dicapai total penerimaan maksimum
hampir 100%); (ii) koalisi yang terbentuk adalah
(Gi ord dan Kenney, 1984).
koalisi yang terjadi setelah terpilihnya presiden
Anggaran dengan pendekatan kinerja menekan-
dan pembentukan kabi-net; dan (iii) jumlah partai
kan konsep nilai uang dan pengawasan atas ki-nerja
yang digunakan adalah partai yang mempunyai
output. Dominasi pemerintah dapat diawasi dan
kursi di DPR RI. Model yang akan digunakan
dikendalikan melalui pengawasan biaya inter-nal
dalam melakukan estimasi dampak koalisi partai
(internal cost awareness), audit keuangan dan
politik terhadap tingkat per-setujuan anggaran
kinerja, serta evaluasi kinerja eksternal. Sistem ang-
pendapatan pada APBN adalah sebagai berikut:
garan kinerja merupakan sistem yang mencakup
penyusunan program dan tolok ukur kinerja seba-gai
APBN pend s
instrumen untuk mencapai tujuan dan sasaran.
Perbandingan antara anggaran tradisional dan ang- f ; N; Txa(1)
garan kinerja atau berbasis new public management
RAPBN pend q
(NPM) terlihat pada Tabel 1.
Dalam kerangka penganggaran berbasis kinerja,
dalam model ekonometrika, dapat dinyatakan da-
penyerapan anggaran bukan merupakan target alo-
lam bentuk:
kasi anggaran. Kinerja berdasarkan anggaran lebih
menitikberatkan pada kinerja, ketimbang penyerap- APBN pend s
an itu sendiri. Hanya saja, kondisi perekonomian N
saat ini dengan variabel dominan pendorong per- RAPBN pend t 0 1
q t 2 t (2)
tumbuhannya adalah faktor konsumsi. dengan: 3Txat et

RAPBN pend

Metode % APBN pend


: anggaran pendapatan disetujui ter-
t

Kerangka dasar penelitian yang digunakan dalam hadap anggaran yang diajukan pada APBN
penelitian ini adalah perhitungan dampak koalisi pada tahun t;
s
: koalisi yang terbentuk pada tahun t;
terhadap tingkat persetujuan anggaran dan q t
realisasi anggaran belanja terhadap pertumbuhan Nt : jumlah partai yang duduk di legislatif pada
ekonomi. Secara umum, kerangka dasar tahun t;
penelitian dapat dilihat pada Gambar 2. Txat : tingkat persetujuan pajak pada APBN ter-
hadap Rancangan Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara (RAPBN) pada tahun t.
JEPI Vol. 17 No. 1 Juli 2016, hlm. 28–43
34 Analisis Anggaran Pemerintah (APBN dan APBN-P)...

Tabel 1: Perbandingan Anggaran Tradisional dan Anggaran Kinerja

Anggaran Tradisional Anggaran Kinerja


Sentralistis Desentralisasi dan devolved management
Tidak berorientasi pada input Berorientasi pada input, output, dan outcome (value for money)
Tak terkait dengan perencanaan jangka panjang Utuh dan komprehensif dengan perencanaan jangka panjang
Line-item and incremental Berdasarkan sasaran kinerja
Rigid department Cross department
Gunakan aturan klasik: vote accounting Zero Based Budgeting, Planning, Progamming, dan Budgeting System
Prinsip anggaran bruto Sistematik dan rasional
Bersifat tahunan Bottom-up budgeting
Spesifik -
Sumber: Mardiasmo (2002)

Gambar 2: Kerangka Dasar Penelitian


Sumber: Hasil Pengolahan Penulis

JEPI Vol. 17 No. 1 Juli 2016, hlm. 28–43


Sitepu, B. 35
APBNP pend

1. Estimasi Dampak Koalisi Parpol ter- : anggaran pendapatan disetujui ter-


RAPBNP pend t
hadap Tingkat Persetujuan Anggaran Be- hadap anggaran diajukan pada APBN-P pada
lanja pada APBN tahun t;
s

: koalisi yang terbentuk pada tahun t;


Model yang akan digunakan dalam melakukan q t
estimasi pada kasus ini adalah sebagai berikut: Nt : jumlah partai yang duduk di legislatif pada
tahun t;
APBN bel s Txapt : tingkat persetujuan pajak pada APBN-P ter-

RAPBN bel f q ; N; Pov; hadap Rancangan Anggaran Pendapatan dan


(3)
APBN pend Belanja Negara Perubahan (RAPBN-P) pada

tahun t.
RAPBN pend

dalam bentuk empiris, model dapat dinyatakan


3. Estimasi Dampak Koalisi Parpol ter-
sebagai berikut:
hadap Tingkat Persetujuan Anggaran Be-
APBN bel s lanja pada APBN-P

RAPBN bel t 01 qt 2Nt


Model yang akan digunakan dalam melakukan
3Povt1 (4) estimasi dalam hal ini adalah sebagai berikut:
APBN pend

4 et APBNP bel s

RAPBN pend t RAPBNP bel f q ; N; Pov;


(7)
dengan: APBNP pend

APBN bel

: anggaran belanja disetujui terhadap RAPBNP pend


RAPBN bel t
anggaran belanja yang diajukan pada APBN dalam bentuk empiris, model dapat dinyatakan
pada tahun t; sebagai berikut:
s

: koalisi yang terbentuk pada tahun t;


q t APBNP bel s
Nt : jumlah partai yang duduk di legislatif pada RAPBNP bel t 0 1 q t 2Nt
tahun t;
3Povt1
Povt1 : tingkat kemiskinan pada tahun t 1; (8)
APBN pend APBNP pend

RAPBN pend : anggaran pendapatan yang dise- 4

t RAPBNP pend t
tujui terhadap anggaran yang diajukan pada
APBN pada tahun t. et
dengan:
2. Estimasi Dampak Koalisi Parpol APBNP bel

terha-dap Tingkat Persetujuan : anggaran belanja disetujui terhadap


RAPBNP bel
Anggaran Pen-dapatan pada APBN-P
t
Model yang akan digunakan dalam melakukan anggaran diajukan pada APBN-P pada tahun
estimasi model empiris adalah sebagai berikut: t;
s
APBNP pend s : koalisi yang terbentuk pada tahun t;
q t
f ; N; Txap (5)
Nt : jumlah partai yang duduk di legislatif pada
RAPBNP pend q tahun t;
dalam bentuk empiris, model dapat dinyatakan Povt1 : tingkat kemiskinan pada tahun t 1;
APBNP pend

sebagai berikut: RAPBNP pend t : anggaran pendapatan disetujui ter-


APBNP pend hadap anggaran yang diajukan pada APBN-
s
N P pada tahun t.
RAPBNP pend t 0 1 q t 2 t (6)
3Txapt et
Metode Pengujian
dengan:
Penelitian ini menggunakan data time series yang
diperoleh dari Kementerian Dalam Negeri, Kemen-
terian Keuangan, dan Badan Pusat Statistik (BPS),
JEPI Vol. 17 No. 1 Juli 2016, hlm. 28–43
36 Analisis Anggaran Pemerintah (APBN dan APBN-P)...

yang dikumpulkan langsung dari data di lembaga yang ada, yaitu sebanyak 48 parpol. Jumlah par-
tersebut untuk periode tahun 1982–2011. Tahap-an pol mempunyai peranan yang cukup besar dalam
penelitian yang akan dilakukan adalah seba-gai berikut: proses berjalannya suatu pemerintahan. Dampak
(i) pengambilan data sekunder dari sumber-sumber positif dari banyaknya parpol adalah dapat
data dan penyaringan sampel; (ii) pengolahan untuk membe-rikan keterbukaan, demokrasi berjalan
mendapatkan statistik deskriptif dan estimasi model dengan baik, adanya kebebasan untuk
menggunakan ordinary least squ-are (OLS); (iii) mengeluarkan pendapat, serta adanya kontrol
melakukan uji asumsi klasik untuk mendeteksi adanya terhadap jalannya pemerin-tahan.
multikolinieritas, heteroskedas-tisitas, dan autokorelasi; Hasil penelitian ini bertentangan dengan peneli-
(iv) melakukan treatment jika hasil regresi tidak tian yang dilakukan oleh Mainwaring (1999) yang
memenuhi asumsi Best Linear Unbiased Estimator menyatakan bahwa sistem dua partai lebih meng-
(BLUE); serta (v) analisis kriteria ekonomi dan uji untungkan sistem presidensial yang stabil diban-
statistik. dingkan sistem multipartai. Secara teoritis, eksisten-
si parpol sebagai salah satu pilar demokrasi tetap
memegang peranan penting dalam sistem penye-
Hasil dan Analisis lenggaraan pemerintahan. Parpol yang masuk da-
lam parlemen akan menentukan persetujuan sistem
Pada bagian ini, penulis menyajikan mengenai hasil penyelenggaraan anggaran, termasuk persetujuan
estimasi model dan deskripsi data. Bagian perta-ma anggaran pendapatan dalam APBN.
akan menjelaskan analisis deskripsi data dari Variabel koalisi menggambarkan dukungan par-
sampel penelitian dan variabel-variabel yang di- pol di DPR terhadap presiden terpilih. Sehingga
gunakan dalam penelitian ini. Bagian kedua dan semakin banyak dukungan parpol, maka koalisi
ketiga akan menjelaskan hasil estimasi model re- yang terbentuk semakin besar. Dalam sistem mul-
gresi dampak koalisi parpol terhadap persetujuan tipartai, presiden dan wakil presiden diusulkan
anggaran pendapatan dan belanja pada APBN dan oleh parpol atau gabungan parpol. Sehingga se-
APBN-P. Data yang digunakan dalam penelitian ini makin banyak parpol yang mendukung presiden
dimulai dari tahun 1982 hingga 2011 sehingga atau pemerintah, maka keberlangsungan
jumlah observasi yang digunakan sebanyak 30 data. pemerin-tahan atau program-program yang
diajukan oleh pemerintah kemungkinan besar
Analisis Hasil Estimasi Dampak Koali- akan mendapat dukungan dari DPR.
Dalam menjalankan fungsi anggaran, DPR me-
si Parpol terhadap Persetujuan
nerima dan membahas RAPBN yang diajukan oleh
Anggaran Pendapatan pada APBN presiden untuk disetujui menjadi APBN. Pemerin-tah
Hipotesa yang ingin dibuktikan dalam penelitian ini baru dapat menjalankan APBN setelah men-dapat
adalah koalisi yang terbentuk di legislatif dapat persetujuan anggaran pendapatan dari DPR dalam
berpengaruh terhadap tingkat persetujuan anggar-an bentuk UU. Di sinilah koalisi berperan un-tuk
pendapatan pada APBN. Hasil estimasi disajikan mendukung dan menyetujui program-program atau
pada Tabel 3 yang menjelaskan bahwa jumlah par- kebijakan yang akan pemerintah lakukan. Ha-sil
tai yang ada di suatu negara mempunyai pengaruh estimasi menunjukan bahwa koalisi yang ter-bentuk
yang positif dan signifikan terhadap tingkat per- di DPR mempunyai pengaruh positif dan signifikan
setujuan anggaran pendapatan pada APBN. Nilai terhadap tingkat persetujuan anggaran pendapatan
koefisien sebesar 0,175 menunjukkan bahwa setiap pada APBN dengan tingkat signifikansi sebesar 5%.
bertambahnya 1 parpol akan menyebabkan tingkat Koefisien koalisi adalah 0,0053, artinya setiap
persetujuan anggaran pendapatan pada APBN me- bertambahnya 1% koalisi maka akan mening-katkan
ningkat sebesar 0,175%. Jumlah parpol yang ada di tingkat persetujuan anggaran pendapatan pada
suatu negara dapat menggambarkan sistem po-litik APBN sebesar 0,0053%.
demokrasi yang dianut oleh negara tersebut. Penelitian ini menunjukkan hasil yang sejalan
Indonesia menganut sistem 2 partai dan 1 golongan dengan hasil penelitian dari Ballasone dan Fran-co
pada masa sebelum reformasi. (1999) yang menemukan bahwa pemerintahan
Setelah reformasi, sistem kepartaian di Indonesia partai tunggal akan memengaruhi persetujuan ang-
berubah menjadi sistem multipartai. Sistem multi- garan jika setiap ideologi merepresentasikan partai
partai ini tercermin dari banyaknya jumlah partai tunggal. Jika bukan aturan mayoritas memaksa
JEPI Vol. 17 No. 1 Juli 2016, hlm. 28–43
Sitepu, B. 37

Tabel 2: Deskripsi Statistik

Variabel Observasi Mean Standar Deviasi Minimal Maksimal


Persetujuan anggaran pendapatan pada APBN 30 1,0140320 0,0452561 0,8770185 1,1590550
Persetujuan anggaran belanja pada APBN 30 1,4413890 0,3871962 0,8618303 2,2770080
Koalisi 30 0,8513333 0,1838803 0,5400000 1,0000000
Jumlah partai politik 30 8,9333330 7,5472460 3,0000000 21,0000000
Persetujuan pajak pada APBN/RAPBN 30 1,0041790 0,0144121 0,9697483 1,0373910
Tingkat kemiskinan tahun sebelumnya 30 0,1840764 0,0400393 0,1333000 0,2700000
Persetujuan anggaran pendapatan pada APBN-P 30 1,0047990 0,0248326 0,9538539 1,0987390
Persetujuan anggaran belanja pada APBN-P 30 1,0073050 0,0225271 0,9932418 1,1038290
Persetujuan pajak pada APBN-P/RAPBN-P 30 1,0047260 0,0128842 0,9997438 1,0608760
Sumber: Hasil Pengolahan Penulis

Tabel 3: Hasil Estimasi Dampak Koalisi Parpol terhadap Tingkat Persetujuan Anggaran Pendapatan pada APBN

Variabel Terikat: Persetujuan anggaran pendapatan pada APBN

Variabel Bebas Koefisien Standard Error


Jumlah Partai (N) 0,1751524 0,0932901*
Koalisi (SQ) 0,0053619 0,0023252**
Persetujuan Pajak 2,3554810 0,3075502***
Konstanta -1,5483050 0,3038374***
2
R 0,7975
2
Adj. R 0,7742
Prob.¡F 0,0000
Sumber: Hasil Pengolahan Penulis
Keterangan: * signifikan pada taraf 10%
* signifikan pada taraf 5%
* signifikan pada taraf 1%
tai ini akhirnya membuat koalisi menjadi sangat
penting, karena pemerintahan tidak dapat dise-
pihak untuk membentuk koalisi sebelum pemilu,
maka masing-masing pihak akan terdiri dari ide-
ologi yang berbeda-beda dan tawar-menawar di
dalam partai daripada antar-partai. Dengan sema-
kin besarnya koalisi, maka pemerintah mempunyai
kekuatan besar di legislatif dan akan menjadi suara
mayoritas dalam meminta persetujuan dari DPR.
Koalisi terjadi karena ingin mendapatkan du-
kungan mayoritas dari parlemen, dan untuk menda-
pat dukungan ini tidak mudah. Koalisi di Indonesia
dibangun dalam sistem presidensil yang tidak bersi-
fat mengikat dan permanen. Parpol yang tergabung
dalam sebuah koalisi mendukung pemerintah bisa
menarik dukungannya ketika ada kebijakan yang
diusulkan tidak sesuai dengan keinginan partai,
sehingga tidak ada jaminan bahwa koalisi terikat
untuk mendukung pemerintah sampai dengan ber-
akhirnya masa kerja presiden.
Dari sini dapat dianalisis bahwa keharmonisan
dalam koalisi sangat penting dalam proses pemerin-
tah. Untuk itu, pemerintah, dalam hal ini presiden
dan partai pengusungnya, akan selalu menjaga
hubungan koalisi. Sehingga dalam sistem multipar-
lenggarakan dengan efektif jika lembaga eksekutif
(presiden) dan parlemen (DPR) tidak sejalan
dalam berbagai isu pembangunan domestik dan
interna-sional yang dikelola pemerintah.

Variabel lain yang dianggap mempunyai peranan


dalam menentukan tingkat persetujuan anggaran
pendapatan pada APBN adalah tingkat persetujuan
pajak pada APBN terhadap RAPBN. Hasil estimasi
menemukan bahwa tingkat persetujuan pajak pa-da
APBN terhadap RAPBN mempunyai pengaruh
positif dan signifikan terhadap tingkat persetujuan
anggaran pendapatan pada APBN dengan tingkat
signifikansi sebesar 1%. Koefisien pajak sebesar
2,355481, artinya setiap bertambahnya penerimaan
pajak sebesar 1% akan meningkatkan tingkat perse-
tujuan anggaran pendapatan pada APBN sebesar
2,355%. Besarnya koefisien dari tingkat persetujuan
pajak ini menunjukan bahwa tingkat persetujuan
pajak mempunyai peranan penting dalam menen-
tukan tingkat persetujuan anggaran pendapatan
pada APBN.
JEPI Vol. 17 No. 1 Juli 2016, hlm. 28–43
38 Analisis Anggaran Pemerintah (APBN dan APBN-P)...

Analisis Hasil Estimasi Dampak Koali- pai dari masing-masing jenis pendapatan. Semakin
si Parpol terhadap Persetujuan besar sasaran yang dapat dicapai dari pendapatan
akan dapat meningkatkan kemungkinan belanja
Anggaran Belanja pada APBN
disetujui oleh DPR. Di samping itu, rencana penda-
Hasil estimasi dampak koalisi parpol terhadap per- patan juga mempertimbangkan berbagai kebijakan
setujuan anggaran belanja pada APBN disajikan yang akan ditempuh pemerintah. Perkembangan
pada Tabel 4 yang menjelaskan bahwa variabel indikator ekonomi tercermin pada asumsi dasar
yang signifikan memengaruhi tingkat persetuju-an ekonomi makro, seperti laju pertumbuhan ekono-mi,
anggaran belanja pada APBN adalah koalisi dan tingkat inflasi, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS,
persetujuan anggaran pendapatan pada APBN, dan indikator makro lainnya. Tujuan dari opti-
sedangkan variabel jumlah partai dan tingkat ke- malisasi pendapatan negara adalah meningkatkan
miskinan tahun sebelumnya tidak mempunyai pe- kemandirian dalam pendanaan pembangunan. Hal
ngaruh yang signifikan. ini dilakukan dengan melihat perkembangan dan
Variabel koalisi menunjukkan bahwa koalisi yang dinamika kebutuhan masyarakat dalam kehidup-an
terbentuk di DPR mempunyai pengaruh yang signi- berbangsa dan bernegara, sehingga menuntut
fikan terhadap tingkat persetujuan anggaran belan-ja adanya ketersediaan anggaran yang semakin me-
pada APBN dengan tingkat signifikansi sebesar ningkat.
10%. Koefisien koalisi sebesar 0,1472 menunjuk-kan
bahwa setiap bertambahnya 1% koalisi, maka
tingkat persetujuan anggaran belanja APBN akan Analisis Hasil Estimasi Dampak Koali-
meningkat sebesar 0,1472%. Hasil ini menunjukkan si Parpol terhadap Tingkat Persetujuan
bahwa semakin besar koalisi parpol pendukung Anggaran Pendapatan pada APBN-P
pemerintah/presiden, maka akan semakin memper-
lancar proses persetujuan anggaran belanja pada Hasil estimasi untuk permasalahan ini dapat di-lihat
APBN. pada Tabel 5 yang menunjukkan bahwa va-riabel
Variabel yang juga menjadi faktor penentu dalam koalisi dan tingkat persetujuan pajak pada APBN-P
persetujuan anggaran belanja pada APBN adalah mempunyai pengaruh yang signifikan ter-hadap
persentase persetujuan anggaran pendapatan pada tingkat persetujuan anggaran pendapatan pada
APBN terhadap rancangan anggaran pendapatan APBN-P, sedangkan jumlah partai tidak ber-
pada RAPBN. Variabel ini mempunyai pengaruh pengaruh terhadap tingkat persetujuan anggaran
yang signifikan terhadap tingkat persetujuan ang- pendapatan pada APBN-P. Variabel koalisi mem-
garan belanja pada APBN dengan tingkat signifi- punyai pengaruh yang signifikan terhadap persetu-
kansi sebesar 1%. Koefisien persetujuan anggaran juan anggaran pendapatan pada APBN-P dengan
pendapatan pada APBN sebesar 0,829, artinya seti- tingkat signifikansi sebesar 10% dan nilai koefisien
ap bertambahnya 1% persetujuan anggaran penda- sebesar 0,1559616. Hasil ini menunjukkan bahwa
patan pada APBN, maka akan meningkatkan per- dengan tingkat keyakinan sebesar 90% setiap ber-
setujuan anggaran belanja APBN sebesar 0,829%. tambahnya 1% koalisi, maka dapat meningkatkan
Hasil ini menunjukkan bahwa semakin besar per- persetujuan anggaran pendapatan pada APBN-P
sentase persetujuan anggaran pendapatan pada sebesar 0,155%.
APBN, maka akan semakin memperlancar proses Koalisi yang terbentuk mempunyai pengaruh yang
persetujuan anggaran belanja pada APBN, karena cukup besar terhadap persetujuan anggaran
jika pendapatan meningkat, maka pemerintah akan pendapatan APBN-P. Pada saat pemerintahan men-
mempunyai anggaran lebih untuk belanja. Hal ini dapat dukungan yang besar dari anggota parlemen
juga diperjelas dengan adanya Panitia Kerja (Panja) (DPR), maka kemungkinan terjadinyanya tingkat
B (yaitu Panja Kebijakan Belanja Pemerintah Pu-sat) persetujuan anggaran pendapatan pada APBN-P
yang akan melaksanakan kegiatannya setelah Panja akan semakin besar dan efektif. Begitu sebaliknya,
A (yaitu Panja Asumsi Dasar, Kebijakan Fis-kal, jika pemerintahan tidak didukung oleh partai yang
Pendapatan, Defisit, dan Pembiayaan) selesai ada di parlemen (tidak ada koalisi), maka tingkat
membahas dan menetapkan cakupan kerjanya. persetujuan anggaran pendapatan pada APBN-P
Pendapatan merupakan sumber utama dari pen- tidak akan efektif.
danaan APBN yang besarnya rencana pendapatan Penelitian empiris dari para ahli menunjukkan
negara tergantung pada sasaran yang dapat dica- bahwa koalisi dalam sistem presidensial merupa-
JEPI Vol. 17 No. 1 Juli 2016, hlm. 28–43
Sitepu, B.

Tabel 4: Hasil Estimasi Dampak Koalisi Parpol terhadap Tingkat Persetujuan Anggaran Belanja pada APBN

Variabel Terikat: Persetujuan Anggaran Belanja pada APBN

Variabel Bebas Koefisien Standard Error


Jumlah Partai 0,0032823 0,0020783
Koalisi 0,1471696 0,0811816*
Tingkat kemiskinan tahun sebelumnya -0,1115405 0,0830169
Persetujuan anggaran pendapatan pada APBN 0,8290593 0,0898959**
Konstanta 0,0355104 0,1000998
2
R 0,8494
2
Adj. R 0,8253
Prob.¡F 0,0000
Sumber: Hasil Pengolahan Penulis
Keterangan: * signifikan pada taraf 10%
** signifikan pada taraf 5%

Tabel 5: Hasil Estimasi Dampak Koalisi Parpol terhadap Tingkat Persetujuan Anggaran Pendapatan pada APBN-P

Variabel Terikat: Persetujuan Anggaran Pendapatan pada APBN-P

Variabel Bebas Koefisien Standard Error


Jumlah Partai 0,0033400 0,0022012
Koalisi 0,1559616 0,0883544*
Persetujuan Pajak 1,0727390 0,3304112***
Konstanta -0,2356223 0,3282234
2
R 0,3899
2
Adj. R 0,3195
Prob.¡F 0,0045
Sumber: Hasil Pengolahan Penulis
Keterangan: * signifikan pada taraf 10%
*** signifikan pada taraf 1%

JEPI Vol. 17 No. 1 Juli 2016, hlm. 28–43


40 Analisis Anggaran Pemerintah (APBN dan APBN-P)...

kan fenomena yang sama lazimnya dengan sistem patan pada APBN-P mempunyai pengaruh yang
parlementer. Cheibub (2007) menganalisis semua signifikan terhadap tingkat persetujuan anggaran
negara demokratis antara tahun 1970–2004 dan me- belanja pada APBN-P dengan tingkat signifikansi
nemukan bahwa pemerintahan koalisi dalam sistem sebesar 1% dan nilai koefisien 0,793. Hasil ini me-
parlementer terjadi sebanyak 39%, sementara da-lam nunjukkan bahwa semakin besar persentase perse-
sistem presidensilal 36,3%. Cheibub et al. (2004) tujuan anggaran pendapatan pada APBN-P, maka
melakukan hal yang sama dengan menggunakan data akan semakin memperlancar proses persetujuan
tahun 1949–1999 dan menemukan bahwa di kedua anggaran belanja pada APBN-P. Setiap kenaikan
sistem, koalisi terjadi sebanyak lebih dari 50% ketika 1% persetujuan anggaran pendapatan pada APBN-
partai presiden tidak memiliki mayori-tas di lembaga P akan meningkatkan persetujuan anggaran belanja
legislatif. Sehingga dapat disimpul-kan bahwa ada pada APBN-P sebesar 0,793%.
tidaknya koalisi bukanlah pembeda sistem presidensial Pada pembahasan dan persetujuan APBN-P, ting-
dan parlementer (Hanan, 2011). kat persetujuan anggaran pendapatan pada APBN-P
Di dalam sistem presidensial, presiden dari sangat menentukan tingkat persetujuan anggaran
partai minoritas dapat membentuk pemerintahan belanja pada APBN-P. Adanya perubahan pada
tanpa koalisi. Tetapi akan menghadapi masalah postur APBN akibat perubahan asumsi makro ten-
dalam menjalankan proses pemerintahan karena tunya akan memengaruhi pada belanja pemerintah.
membu-tuhkan dukungan dari legislatif dalam Jika anggaran pendapatan tidak mengalami peru-
persetujuan anggaran, sehingga presiden perlu bahan yang positif, maka dapat berdampak pada
untuk memba-ngun koalisi dengan tujuan untuk peningkatan defisit anggaran. Akibatnya, tingkat
mengamankan jalannya pemerintahan. persetujuan anggaran pendapatan pada APBN-P
Tingkat persetujuan pajak juga mempunyai pe- akan menjadi dasar dalam menyetujui anggaran
ngaruh yang signifikan terhadap tingkat persetu-juan belanja pada APBN-P.
anggaran pendapatan pada APBN-P dengan tingkat Pada pembahasan APBN-P, jumlah parpol dan
signifikansi sebesar 1% dan nilai koefisien sebesar koalisi tidak lagi mempunyai pengaruh yang signifi-
1,072739. Di dalam persetujuan anggaran kan terhadap tingkat persetujuan anggaran belanja
pendapatan pada APBN-P, tingkat persetujuan pa- pada APBN-P. Proses perdebatan dan pembahasan
jak mempunyai peranan yang sangat penting dalam serta persetujuan lebih dititikberatkan pada peru-
mendukung perubahan belanja pemerintah akibat bahan asumsi makro dan upaya-upaya pemerintah
adanya perubahan asumsi makro, pokok-pokok untuk mengatasi perubahan anggaran belanja se-
kebijakan fiskal, dan pergeseran anggaran. Hasil hingga tidak meningkatkan defisit anggaran. Ting-kat
penelitian ini menunjukkan bahwa setiap bertam- kemiskinan tahun sebelumnya juga tidak mem-
bahnya 1% tingkat persetujuan pajak, akan mampu punyai pengaruh yang signifikan terhadap tingkat
meningkatkan tingkat persetujuan anggaran pen- persetujuan anggaran belanja pada APBN-P. Hal ini
dapatan pada APBN-P sebesar 1,0727%. kemungkinan disebabkan program-program pe-
Tingkat pajak di sini mempunyai peranan dan ngentasan kemiskinan lebih banyak dibiayai oleh
pengaruh yang besar terhadap tingkat lembaga-lembaga donor dan dana-dana hibah.
persetujuan anggaran pendapatan pada APBN-P.
Karena dalam pengelolaan APBN maupun APBN-
P, tidak terlepas dari peranan pajak sebagai Kesimpulan
penyumbang terbesar dalam penerimaan negara.
Dengan demikian, se-makin besar target Persetujuan anggaran pendapatan dan belanja pada
penerimaan pajak, maka tingkat persetujuan APBN maupun APBN-P tidak terlepas dari peran
anggaran pendapatan akan semakin besar. parpol dan koalisi yang mendukung pemerintah.
Dalam penelitian ini, jumlah parpol dan koalisi yang
dibangun di legislatif mempunyai peranan dalam
Analisis Hasil Estimasi Dampak Koali- menentukan tingkat persetujuan anggaran belanja
si Parpol terhadap Persetujuan dan pendapatan pada APBN dan APBN-P.
Kesimpulan dari hasil estimasi yang sudah di-
Anggaran Belanja pada APBN-P
lakukan dan dibahas sebelumnya adalah sebagai
Hasil estimasi model dalam hal ini dapat dilihat pada berikut. Pertama, sistem multipartai yang ditunjuk-
Tabel 6. Tingkat persetujuan anggaran penda- kan dengan banyaknya parpol yang ada di legislatif
JEPI Vol. 17 No. 1 Juli 2016, hlm. 28–43
Sitepu, B.

Tabel 6: Hasil Estimasi Dampak Koalisi Parpol terhadap Tingkat Persetujuan Anggaran Belanja pada APBN-P

Variabel Terikat: Persetujuan Anggaran Belanja pada APBN-P

Variabel Bebas Koefisien Standard Error


Jumlah Partai 0,0010510 0,0009637
Koalisi 0,0171633 0,0391900
Persetujuan anggaran pendapatan APBN-P 0,7936891 0,0709840***
Tingkat Kemiskinan 0,1850216 0,0684242
Konstanta 0,0042607 0,0410222*
2
R 0,8801
2
Adj R 0,8609
Prob.¡F 0,0000
Sumber: Hasil Pengolahan Penulis
Keterangan: * signifikan pada taraf 10%
*** signifikan pada taraf 1%

mempunyai peranan dalam menentukan tingkat Ketiga, tingkat persetujuan pajak mempunyai
persetujuan anggaran pendapatan pada APBN, te- per-anan yang besar dalam menentukan tingkat
tapi tidak berpengaruh terhadap persetujuan ang- per-setujuan anggaran pendapatan pada APBN
garan pendapatan pada APBN-P. Dalam persetu- dan APBN-P. Pajak adalah bagian yang sangat
juan anggaran belanja, baik pada APBN maupun penting dari anggaran pendapatan, baik dalam
APBN-P, jumlah parpol yang ada di legislatif tidak APBN dan APBN-P, sehingga besaran
mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap persetujuan pajak yang diajukan pemerintah
persetujuan anggaran belanja. Hasil ini didukung dengan pajak yang disetujui oleh DPR akan
oleh pernyataan maupun pendapat ahli dan pelaku menjadi pertimbangan dalam per-setujuan
dalam persetujuan anggaran di DPR, yang menya- anggaran pendapatan dalam APBN dan APBN-P.
takan bahwa pada dasarnya jumlah partai tidak Keempat, tingkat kemiskinan tahun sebelumnya
terlalu berpengaruh dalam pengambilan keputus-an tidak ikut berperan dalam menentukan tingkat per-
dalam persetujuan anggaran. Namun variabel setujuan anggaran belanja pada APBN dan APBN-P.
jumlah partai adalah menjadi bagian penting dalam Walaupun dalam anggaran belanja target pengu-
pembentukan koalisi. rangan kemiskinan tahun sekarang dihitung dari
tingkat kemiskinan tahun sebelumnya, namun hal ini
Kedua, koalisi parpol pendukung pemerintah tidak terlalu memengaruhi persetujuan ang-garan
mempunyai peranan yang besar dalam menentu-kan belanja dalam APBN dan APBN-P. Kelima,
tingkat persetujuan anggaran pendapatan pada persetujuan anggaran pendapatan dalam APBN dan
APBN maupun APBN-P, dan tingkat persetujuan APBN-P sangat memengaruhi persetujuan ang-
anggaran belanja pada APBN. Koalisi tidak mem- garan belanja, baik pada APBN maupun APBN-P.
punyai pengaruh signifikan terhadap tingkat per-
setujuan anggaran belanja pada APBN-P. Peranan
koalisi dalam penyusunan, pembahasan, dan per- Saran
setujuan anggaran juga tercermin dalam pemben-
tukan alat kelengkapan DPR yang bertugas untuk Beberapa saran kebijakan dapat diberikan dari ha-sil
penyusunan anggaran yang kemudian akan diaju- penelitian ini. Pertama, sistem multipartai yang
kan dan dibawa dalam Panja, selanjutnya dibahas cenderung mengarah pada sistem pemilu propor-
oleh Presiden dengan DPR dengan memperhatikan tional representation menyebabkan sulitnya untuk
pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) membentuk majority government. Koalisi yang di-
yang mana DPR dapat menerima atau menolak ran- bangun hanya didasarkan pada transaksi politik
cangan UU (RUU) APBN tersebut. Di sinilah per-an dalam pengisian jabatan di eksekutif, sehingga pro-
koalisi pendukung pemerintah sangat diperlu-kan fesionalisme yang seharusnya menjadi dasar dalam
untuk persetujuan anggaran (tanpa menyalahi pengisian jabatan dilemahkan oleh pengaruh ke-
asumsi dasar ekonomi makro dalam penyusunan kuatan partai mitra koalisi. Pada akhirnya, hal ini
anggaran yang telah ditetapkan) yang selanjutnya dapat berdampak pada kinerja pemerintah yang
dijadikan UU APBN dan APBN-P. terbentuk dan menyebabkan ketidakstabilan hu-
JEPI Vol. 17 No. 1 Juli 2016, hlm. 28–43
42 Analisis Anggaran Pemerintah (APBN dan APBN-P)...

bungan eksekutif dan legislatif. Untuk mengatasi industri yang ada. Karena jika tarif pajak terlalu
permasalahan tersebut sebaiknya dilakukan pena- besar, maka akan menjadi beban bagi industri dan
taan kembali sistem kepartaian dan sistem pemilu di akan berdampak pada penurunan pertumbuhan
Indonesia. Kedua, penataan sistem kepartaian dapat ekonomi. Beberapa hal yang dapat dilakukan pe-
dilakukan dengan penyederhanaan jumlah partai merintah untuk meningkatkan penerimaan pajak di
peserta pemilu, yaitu dengan meningkatkan electoral antaranya (1) adanya reformasi dalam admi-nistrasi
threshold dan parliamentary threshold. perpajakan; (2) reformasi peraturan dan perundang-
Ketiga, sistem kepartaian yang dibangun di Indo- udangan perpajakan; serta (3) reformasi
nesia memungkinkan untuk tidak menghasilkan pengawasan dan penggalian potensi-potensi pajak
majority government dan kurang mendorong partai yang dibelum diperoleh.
untuk berintegrasi sehingga menyebabkan bertam- Penelitian ini baik dilakukan karena dapat mem-
bahnya jumlah partai. Untuk mengatasi masalah itu berikan gambaran dan pilihan kebijakan terkait
disarankan untuk mengembangkan sistem mul- dengan sistem politik, dalam hal ini koalisi parpol
tipartai dengan cara demokratis dengan adanya terhadap persetujuan anggaran pendapatan dan
ketentuan parpol yang bisa mengikuti pemilu dan belanja pada APBN dan APBN-P. Penelitian ini dila-
penetapan batas keikutsertaan parpol di parlemen. kukan dalam lingkup nasional, sehingga penelitian
Sehingga parpol dapat berperan aktif dalam pro-ses daerah perlu dilakukan untuk melihat hasil yang
pembahasan anggaran, khususnya persetujuan lebih komprehensif. Dan penulis menyarankan un-
anggaran pendapatan dan belanja pada APBN dan tuk dilakukan penelitian lanjutan terhadap dampak
APBN-P. koalisi multipartai pada APBD dan APBD-P de-ngan
Keempat, sebaiknya koalisi dibangun dengan membagi persetujuan belanja menjadi belanja
mengedepankan kepentingan rakyat bukan hanya investasi dan modal, belanja konsumsi, dan barang.
kepentingan partai semata. Pembentukan koalisi
harus dilakukan melalui serangkaian tahapan ne-
gosiasi formal sehingga pelaksanaan koalisi tidak
hanya didasarkan pada transaksi politik tetapi juga Daftar Pustaka
didasarkan pada platform bersama yang mengako-
[1] Axelrod, R. M. (1970). Conflict of interest: A theory of divergent
modasi kepentingan rakyat. Selain itu, pembentuk- goals with applications to politics. Chicago: Markham
an koalisi juga harus ditunjang dengan etika politik Pub. Co.
untuk mendorong stabilitas politik di Indonesia. [2] Balassone, F., & Giordano, R. (2001). Budget deficits and
coalition governments. Public Choice, 106(3), 327–349. DOI:
Kelima, dalam menjalankan pemerintahan, salah
10.1023/A:1005187827895.
satu yang menjadi tujuannya adalah untuk men- [3] Ballasone, F., & Franco, D. (1999). A New BSC
sejahterakan rakyat. Upaya untuk mensejahtera-kan Architecture for the Public Sector. United Kingdom
rakyat dilakukan pemerintah melalui program- [4] Baldwin, R., & Widgren,´ M. (2004). Winners and Losers
under Various Dual-Majority Voting Rules for the EU’s Council of
program pengentasan kemiskinan maupun pembe- Ministers. CEPS Policy Briefs No. 50. Centre For European Policy
rdayaan masyarakat miskin. Untuk itu, sebaiknya Studies. Diakses dari http://aei.pitt.edu/ 6546/1/1116.pdf. Tanggal
masalah kemiskinan menjadi perhatian pemerintah akses 5 Oktober 2015.
dan DPR dalam proses penyusunan, pembahasan, [5] BPS. [Data Kemiskinan Tahun 1982–2011. Katalog Data
Mikro]. Badan Pusat Statistik.
dan persetujuan anggaran pada APBN maupun [6] Buchanan, J. B. (1984) Sediment Analysis. In N. A. Holme, &
APBN-P. Upaya yang dapat dilakukan pemerintah A. D. McIntyre, (Editors). Methods for the study of marine benthos.
dengan membuat program-program pengentasan Oxford: Blackwell Scientific Publications. pp. 41–65.
kemiskinan yang terkoordinasi dengan pemerintah [7] Budiardjo, M. (2006). Dasar-dasar Ilmu Politik. Jakarta:
Gra-media Pustaka Utama.
daerah, sementara DPR diharapkan dalam proses [8] Caporaso, J. A., & Levine, D. P. (1993). Theories of political
persetujuan anggaran difokuskan pada kebijakan economy. New York: Cambridge University Press.
makro yang mendasari penetapan pos-pos dalam [9] Cheibub, J. A. (2007). Presidentialism, parliamentarism, and
APBN maupun APBN-P dan mengawal agar kebi- democracy. Cambridge: Cambridge University Press.
[10] Cheibub, J. A., Przeworski, A., & Saiegh, S. M. (2004).
jakan tersebut tetap mengedepankan kesejahteraan Government coalitions and legislative success under pre-
rakyat. sidentialism and parliamentarism. British Journal of Poli-tical
Keenam, sektor perpajakan harus dioptimalkan Science, 34(04), 565–587. DOI: https://doi.org/10.1017/
S0007123404000195.
sedemikian rupa sehingga dapat menopang da- [11] Compte, O., & Jehiel, P. (2010). Bargaining and Majority
lam pembangunan. Dalam penentuan tarif pajak Rules: A Collective Search Perspective. Journal of Political
juga perlu mempertimbangkan keberlangsungan Economy, 118(2), 189–221. DOI: 10.1086/653093.

JEPI Vol. 17 No. 1 Juli 2016, hlm. 28–43


Sitepu, B.

[12] Fuad, M., Nurlela, Sugiarto, Christine H., Paulus Y. E. F. (2009). Pengantar Bisnis. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
[13] Gi ord, A., & Kenney, R. W. (1984). Socialism and the Revenue Maximizing Leviathan. Public Choice, 42(1), 101– 106. DOI:
10.1007/BF00124602.
[14] Habibie, M. I. (2009). Pengaruh Konstelasi Politik terhadap Sistem Presidensial Indonesia. Tesis. Semarang: Program
Magister Ilmu Hukum Program Pascasarjana Universitas Diponegoro.
[15] Hanan, D. (2011, 5 Januari). Mengevaluasi Sistem Presiden-sial. Republika, p. 2.
[16] Heywood, A. (2000). Key Concepts in Politics. Palgrave Mac-millan.
[17] Kementerian Dalam Negeri. Data Jumlah Parpol dan Per-sentase Perolehan Parpol Tahun 1982–2011. Tidak dipublika-sikan.
[18] Kementerian Keuangan. Nota Keuangan Negara: Data APBN dan Perolehan Pajak Tahun 1982–2011. Tidak dipubli-kasikan.
[19] Mainwaring, S. P. (1999). Rethinking Party Systems in the Third Wave of Democratization: The Case of Brazil. Stanford
University Press.
[20] Mardiasmo. (2002). Otonomi Daerah sebagai Upaya Mem-perkokoh Basis Perekonomian Daerah. Jurnal Ekonomi Ra-kyat,
I(4).
[21] Mueller, D. C. (2003). Public Choice III. Cambridge: Cambrid-ge University Press.
[22] Musgrave, R. A., & Musgrave, P. B. (1984). Public Finance in Theory and Practice, 4th Edition. New York: McGraw Hill.
[23] Peacock, A. T., & Wiseman, J. (1961). The Growth of Public Expenditure in the United Kingdom. Princeton: Princeton
University Press.
[24] Riker, W. H. (1962). The Theory of Political Coalitions. New Haven: Yale University Press.
[25] Romli, L. (2008). Kecenderungan Pilihan Masyarakat dalam Pilkada. Jurnal Poelitik, 1(1), 1–9.
[26] Samuelson, P. A., & Nordhaus, W. D. (2004). Ilmu Makroeko-nomi. Edisi Ketujuhbelas. Jakarta: Media Global Edukasi.
[27] Sartori, G. (1976). Parties and Party Systems: A Framework for Analysis, Volume I. Cambridge University Press.
[28] Taagepera, R. (1999), Electoral Systems. In C. Boix, & S. C. Stokes (Editors), The Oxford Handbook of Comparative Politics. Oxford
University Press, pp. 679–702.
[29] Wagner, A. (1893). Grundlegung der politischen Oekonomie, Volume 1, Part 1, 3rd Edition. Leipzig: C. F. Winter.

JEPI Vol. 17 No. 1 Juli 2016, hlm. 28–43

Anda mungkin juga menyukai