Anda di halaman 1dari 13

CRTITICAL JOURNAL REVIEW

Dosen Pengampu : Pebri Hastuti, S.Pd, M.Pd

Dra. Aryeni, M. Pd

Disusun Oleh
1. DANIEL TINGKOS SIAHAAN : 4213530017
2. DEWI OKTAVIANA SITUMEANG : 4212230001
3. GRACE SINAGA : 4213230016
4. RINDHI PITALOKA KIRANA MARBUN : 4212530001
5. YUNI SARAH SIREGAR : 4212530002
6. GRACE SINAGA : 4213230016

PROGRAM STUDI S1 MATEMATIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

2022
Kata Pengantar

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
rahmat dan juga hidayahnya dan karena berkat dan karunia-Nya lah kami dapat
menyelesaikan tugas Critical Journal Review tanpa kendala dan tepat waktu.

Kami mengucapkan banyak terimakasih kepada Ibu Pebri Hastuti, S.Pd, M.Pd dan ibu
Dra. Aryeni, M. Pd yang telah membantu dan membimbing kami sehingga kami dapat
menyelesaikan tugas Critical Journal Review yang diberikan kepada kami. Adapun tujuan
dari Critical Journal Review ini bertujuan untuk meningkatkan pola pikir kritis mahasiswa/i
dalam membaca sebuah artikel dengan berfokus pada pengembangan dari yang digunakan
oleh penulis artikel.

Kami sadar bahwasanya Critical Journal Review ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu, kami mengharapkan kritik maupun saran dari semua pihak untuk membantu kami
menyempurnakan tugas ini kedepannya.

Akhir kata, kami berharap tugas Critical Journal Review ini bermanfaat bagi penulis
maupun juga bagi seluruh pembaca pada umumnya.
Daftar Isi

Kata Pengantar

Daftar Isi

Bab I Pendahuluan

1.1 Latar Belakang


1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan

Bab II Pembahasan

2.1 Identitas Jurnal


2.2 Ringkasan Jurnal Utama
2.3 Ringkasan Jurnal Pembanding

Bab III Kelebihan dan Kekurangan Jurnal

3.1 Kelebihan Jurnal


3.2 Kekurangan Jurnal

Bab IV Kesimpulan

Daftar Pustaka
Bab I Pendahuluan

1.1 Latar Belakang


Hak Asasi Manusia (HAM) adalah hak yang melekat pada diri setiap manusia
sejak awal dilahirkan yang berlaku seumur hidup dan tidak dapat diganggu-gugat oleh
siapapun. Setiap warga memiliki kewajiban untuk menjunjung tinggi nilai hak asasi
manusia tanpa membeda-bedakan status, golongan, keturunan, jabatan dan lain
sebagainya. Setiap hak akan dibatasi oleh hak orang lain. Jika dalam melaksanakan hak,
kita tidak memperhatikan hak orang lain, maka yang terjadi adalah benturan hak atau
kepentingan dalam hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Hak asasi manusia merupakan hak setiap warga negara Indonesia yang telah
dilindungi oleh negara. Setiap orang memiliki hak dan kewajiban yang sama dimata
hukum. Karena hukum tidak membeda-bedakan warga negara yang satu dengan yang
lain untuk menciptakan keadilan dan rasa aman pada seluruh warga negara. Ketentuan
perundangan-undangan dalam hukum publik seringkali disorot rawan melanggar Hak
Asasi Manusia, sehingga dalam hal penerapannya harus hati-hati, ketentuan hukum
publik yang dimaksud adalah hukum pidana.
1.2 Rumusan Masalah
 Apa identitas dari journal yang di review ?
 Bagaimana isi dari journal yang di review ?
 Bagaimana pendapat dari journal review tentang HAM ?
 Apa hasil dari review pada journal ?

1.3 Tujuan
 Untuk mengetahui identitas journal di review.
 Untuk mengetahui isi dari journal yang di review.
 Untuk mengetahui bagaimana pendapat journal tentang HAM.
 Untuk mengtahui hasil review pada journal.
Bab II Pembahasan

2.1 Identitas Journal


A. Identitas Journal Utama

Nama Journal : Hak Atas Air dan Kewajiban Negara dalam Pemenuhan Akses

Tehadap Air

Nama Penulis : Arianto Nurcahyono


Husni Syam
Yuhka Sundaya
Volume : Vol. 31, No. 2
Tahun : 2015
Halaman : 10
ISSN : 2303 - 2499

B. Identitas Journal Pembanding


Nama Journal : Pemenuhan Hak atas Air Bersih dan Sehat, Serta Hak
Menggugat Masyarakat
Nama Penulis : Josiana Augustina Yvone Wattimena
Volume : Vol. 1, No. 1
Tahun : 2021
Halaman : 16
ISSN : 2775 – 6149
2.2 Ringkasan Journal Utama
Air dalam sejarah kehidupan manusia memiliki posisi sentral dan merupakan
jaminan keberlangsungan kehidupan manusia di muka bumi. Air berhubungan
dengan hak hidup sesesorang sehingga air tidak bisa dilepaskan dalam kerangka hak
asasi manusia. Pengakuan air sebagai hak asasi manusia mengindikasikan dua hal; di
satu pihak adalah pengakuan terhadap kenyataan bahwa air merupakan kebutuhan
yang demikian penting bagi hidup manusia, di pihak lain perlunya perlindungan
kepada setiap orang atas akses untuk mendapatkan air. Demi perlindungan tersebut
perlu diposisikan hak atas air menjadi hak yang tertinggi dalam bidang hukum yaitu
hak asasi manusia.
Diawali pada tahun 1948, ketika Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia
(DUHAM) dideklarasikan dan dilanjutkan pada tahun 1966, dengan pemberlakuan
International Covenants on Economic, Social and Cultural Rights (ICESCR) dan
International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR), dan disana air tidak
disebut eksplisit sebagai hak asasi tetapi disebutkan sebagai bagian tidak terpisahkan
dari hak asasi yang telah disepakati yaitu hak untuk hidup, hak untuk kehidupan
yang layak, hak untuk kesehatan, hak untuk perumahan dan hak untuk makanan.
Setelah itu, barulah disebutkan secara lebih eksplisit walaupun masih sebagai
bagian dari suatu konvensi dengan tema lain seperti misalnya yang tertuang dalam
pasal 14, ayat (2), huruf h, Th Convention on the Elimination all of Forms
Discrimination Against Women-(CEDAW 1979), bahwa negara pihak harus
mengambil langkah-langkah yang terukur untuk menghapuskan berbagai bentuk
diskriminasi terhadap perempuan, khususnya menjamin hak-hak perempuan untuk
menikmati standar kehidupan yang layak atas sanitasi dan air minum yang sehat.
Hak asasi manusia atas air memberikan hak kepada setiap orang atas air yang
memadai, aman, bisa diterima, bisa diakses secara fisik dan mudah didapatkan untuk
penggunaan personal dan domestik. Jumlah air bersih yang memadai diperlukan
untuk mencegah kematian karena dehidrasi, untuk mengurangi risiko penyakit yang
berkaitan dengan air, serta digunakan untuk konsumsi, memasak, dan kebutuhan
higienis personal dan domestik. Hak atas air secara jelas masuk dalam kategori
jaminan mutlak untuk memenuhi standar kehidupan yang layak, khususnya karena
hak ini adalah salah satu kondisi yang paling fundamental untuk bertahan hidup.
bahwa air adalah suatu hak asasi manusia yang termuat dalam pasal 11, paragraf 1.
(Komentar Umum No.6, 1995). Hak atas air juga merupakan tak bisa dilepaskan dari
hak untuk mendapatkan standar kesehatan tertinggi. Menjamin kepada perempuan
hak untuk “menikmati kondisi hidup yang layak, terutama dalam kaitan dengan [...]
suplai air” (CEDAW, 1979). Berkaitan dengan Hak Anak, negara berkewajiban
untuk memerangi penyakit dan kekurangan gizi “melalui pengaturan tentang
makanan bergizi dan air minum yang layak”. (CRC, 1979). Air dibutuhkan untuk
tujuan yang berbeda-beda, selain penggunaan personal dan domestik,untuk
merealisasikan bermacammacam hak yang ada dalam Kovenan. Misalnya, air
dibutuhkan untuk memproduksi makanan (hak atas bahan pangan yang layak) serta
menjamin hieginitas lingkungan (hak atas kesehatan). Air sangat dibutuhkan untuk
menjamin standar kehidupan (hak untuk mandapatkan nafkah dengan bekerja) dan
untuk menikmati praktik-praktik budaya tetentu (hak untuk mengambil bagian
dalam kehidupan budaya). Meski demikian, prioritas alokasi air harus diberikan
kepada hak atas air untuk penggunaan personal dan domestik.
Meskipun kelayakan air tersebut bisa berbeda-beda sesuai dengan situasinya,
faktor-faktor berikut ini berlaku di semua kesempatan (Catarina de Albuquerque,
2014:29-32):
Persediaan. Suplai air untuk setiap orang harus memadai dan kontinyu untuk
penggunaan per sonal dan domestik . Penggunaan-penggunaan ini biasanya
termasuk minum, sanitasi personal, cuci pakaian, penyiapan makanan, kebersihan
personal dan rumah tangga.
Kualitas. Air yang dibutuhkan untuk penggunaan personal dan domestik harus
aman, oleh karena itu harus bebas dari mikro organisme, substansi kimia, dan
bahaya radiologis yang membahayakan kesehatan manusia. Lebih lanjut, air tersebut
harus mempunyai warna, bau dan rasa yang bisa diterima bagi penggunaan personal
dan domestik. Aksesibilitas. Air serta fasilitas dan layanan pengairan harus bisa
diakses oleh setiap orang tanpa diskriminasi, di seluruh wilayah negara
penandatangan.
Aksesibilitas fisik; air, dan fasilitas dan layanan pengairan yang memadai,
harus berada dalam jangkauan fisik yang aman bagi semua bagian masyarakat. Air
yang memadai, aman dan bisa diterima harus bisa diakses dari, atau berada di
sekitar, setiap rumah tangga, lembaga pendidikan atau tempat kerja. Seluruh fasilitas
dan layanan pengairan harus mempunyai kualitas memadai, layak secara budaya,
sensitif terhadap gender, daur ulang dan kebutuhan privasi. Keamanan fisik tidak
boleh diganggu selama akses kepada fasilitas dan layanan pengairan.
Aksesibilitas Ekonomis: Air, dan fasilitas serta layanan pengairan, harus
terjangkau (biayanya) oleh setiap orang. Biaya langsung maupun tak langsung serta
tagihan yang berkaitan dengan jaminan pengairan harus terjangkau, dan tidak boleh
membahayakan realisasi hak-hak lain yang diatur dalam Kovenan.
Non Diskriminasi : Air, dan fasilitas serta layanan pengairan harus bisa
diakses oleh semua orang, termasuk pihak-pihak yang paling rentan atau
termarjinalisasi dalam masyarakat, secara hukum dan secara nyata, tanpa
diskriminasi atas dasar-dasar yang terlarang; dan
Aksesibilitas informasi : Aksesibilitas termasuk hak untuk mencari, menerima
dan memberikan informasi mengenai masalah air.
Manfaat dari ditetapkannya hak atas air sebagai hak asasi. Seperti misalnya (i)
air menjadi hak yang legal, lebih dari pada sekedar layanan yang diberikan berdasar
belas kasihan; (ii) pencapaian akses dasar harus dipercepat; (iii) mereka yang
terabaikan menjadi lebih diperhatikan sehingga kesenjangan dapat berkurang; (iv)
masyarakat dan warga yang termarjinalkan akan diberdayakan untuk berperan dalam
proses peng ambilan keputusan; (v) negara menjadi lebih fokus pada pemenuhan
kewajibannya karena dipantau secara internasional (Majalah Percik, Edisi III, 2010).
Kondisi air yang tidak memadai meningkatkan peluang anak-anak menderita
penyakit. Sistem kekebalan mereka belum sepenuhnya terbangun. Anak-anak juga
seringkali berbagi tugas dengan kaum perempuan sebagai pengumpul air.
Akibatnya, di banyak negara anak-anak banyak yang tidak bersekolah. Pada suatu
masyarakat tradisional sebenarnya masyarakat aslilah yang memanfaatkan sumber
air tradisional. Namun, dengan berkembangnya suatu daerah, sumber air tersebut
kemudian banyak yang tercemar atau dimanfaatkan melebihi kapasitasnya. Kondisi
ini kemudian menjadikan mereka tidak dapat memenuhi kebutuhannya akan air.
Terlebih lagi dalam konferensi air dan lingkungan internasional yang
diselenggarakan tahun 1992 di Dublin, Irlandia, melahirkan The Dublin Statement
on Water and Sustainable Development (yang lebih dikenal de ngan Dublin
Principles). Dublin Principles berisi empat prinsip yang harus dikedepankan dalam
kebijakan dan pembangunan di sektor sumber daya air. Salah satu dari prinsip
tersebut adalah Water has an economic value in all its competing uses and should be
recognized as an economic good. (Miguel Solanes and Fernando Gonzalez-
Villarreal, 1999:6).
Lebih lanjut penguasaan negara atas air sebagai bagian dari kebutuhan yang
paling mendasar dan hak asasi manusia semakin dipertegas dalam Undang Undang
Dasar 1945 Pasal 28A: “Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak
mempertahankan hidup dan kehidupannya”, Pasal 28D Ayat (1) Setiap orang berhak
atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta
perlakuan yang sama di hadapan hukum dan pasal 28I ayat (4) yang menyatakan
bahwa ”perlindungan, pemajuan, penegakan dan pemenuhan hak asasi manusia
adalah tanggung jawab negara terutama pemerintah. Permasalahannya tidak
dijelaskan secara lebih lanjut tentang apa yang dimaksud sebagai kemakmuran
rakyat, sehingga dimensi inilah yang didalam praktik sering diterjemahkan terlalu
luas atau terlalu sempit oleh pembuat kebijakan, sehingga rentan menimbulkan
konflik.
Sebagai sebuah layanan publik yang sangat mendasar, penyediaan air bagi
masyarakat harus menjadi tanggung jawab negara sehingga harus dikuasai oleh
negara, sesuai dengan pasal 33 UUD 1945. Pemenuhan hak atas air sebagai layanan
publik dan tidak didominasi oleh swasta sekaligus menguatkan konsep
pembangunan yang berkelanjutan juga sering dijabarkan dengan daya dukung
lingkungan (carrying capacity). Secara umum, keberlanjutan diartikan sebagai
contuining without lessening yang berarti melanjutkan tanpa aktivitas
menguranginya. (Akhmad Fauzi dan Alex Oktavianus, 2014: 43). Dalam hal ini
dapat dikatakan bahwa penguasaan negara atas air akan memberikan jaminan
ketersediaan air bagi generasi mendatang. Privatisasi air meniscayakan adanya
antitesa dari pembangunan berkelanjutan karena air didekati sebagai barang
ekonomi. Pemenuhan hak a tas air dengan berorien tasikan kepentingan masyarakat
dan melibatkan masyarakat dapat dijadikan modal sosial. Modal sosial yang
merupakan norma dan jaringan kerja yang memungkinkan orang melakukan sesuatu
secara bersama-sama. (Nasution, 2014:139).
2.3 Ringkasan Journal Pembanding
Air merupakan komponen alam dan lingkungan hidup yang merupakan rahmat
Tuhan Yang Maha Esa. Air merupakan hak asasi manusia yang menjadi pokok
kesejahteraan hidupnya. Air merupakan material yang membuat kehidupan terjadi di
bumi, sebagaimana dinyatakan oleh Enger dan Smith: “semua organisme yang hidup
tersusun dari sel-sel yang berisi air sedikitnya 60% dan aktivitas metaboliknya
mengambil tempat di larutan air.” Dalam ulasannya WHO sebagai organisasi
kesehatan dunia di bawah naungan PBB memberikan argumentasi pentingnya terkait
hak atas air sebagai berikut: “water is the essence of life, without water, human
beings cannot life for more than a few days. It plays a vital role in nearly every
function of the body, ptotecting the immune system-the body natural defence-and
helping remove waste matter”.
Komite hak Ekosob ini dengan tegas telah memberikan pernyataannya
mengenai hak atas air dengan merefleksikan tiga aspek penting sebagai elemen dasar
hak atas air yang wajib dipenuhi oeleh Negara yakni a): ketersediaan (availability),
b) : kualitas (quality) dan c): mudah dicapai (accessibility); termasuk di dalamnya
(1) mudah dicapai secara fisik (physical accessibility); (2) kemampuan pengadaan
(affordability or economic accessibility); (3) nondiskriminasi (Non–discrimination)
dan (4) kemudahan informasi (information accessibility). Begitu esensialnya
kebutuhan akan air bagi manusia sehingga melalui Konferensi Rio de Janeiro di
tahun 1992 telah dicetuskan untuk setiap tanggal 22 Maret diperingati sebagai “ hari
air sedunia”. Diangkatnya permasalahan air sebagai masalah global tidak terlepas
dari ditemukannya fakta-fakta yang jika dipaparkan akan terlihat secara jelas sebagai
berikut: Dari semua air yang tersedia di bumi, kurang dari 1% yang tersedia untuk
dikonsumsi oleh tanaman, manusia dan hewan; Saat ini, 630 juta penduduk dunia
tidak memiliki akses ke air bersih; Di Afrika dan Asia, perempuan dan anak-anak
berjalan rata-rata 3,7 mil per hari hanya untuk mengumpulkan air; Setiap 90 detik
seorang anak meninggal karena penyakit yang berkorelasi dengan air; Setiap 1 dollar
AS yang diinvestasikan untuk perbaikan akses air dan sanitasi memberi keuntungan
4 dollar AS; Sekitar 1,5 miliar orang di dunia bekerja di sektor yang terkait dengan
air; 159 juta orang masih minum air yang belum terolah dan memiliki risiko
kesehatan yang serius dari sumber air permukaan, seperti sungai atau danau; Krisis
Air berada pada posisi nomor satu sebagai tantangan global yang akan dihadapi
dalam satu dekade mendatang (Global Economi Forum).
Data dua tahun terakhir yang dirilis oleh oleh Direktorat Jenderal
Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Kementerian Lingkungan
Hidup dan Kehutanan (KLHK), di tahun 2015 hampir 68 persen atau mayoritas
mutu air sungai di 33 provinsi di Indonesia dalam status tercemar berat. Penilaian
status mutu air sungai itu didasarkan pada Kriteria Mutu Air (KMA) kelas II yang
terdapat pada lampiran Peraturan Pemerintah mengenai Pengelolaan Kualitas Air
dan Pengendalian Pencemaran Air atau PP 82/2001. Berdasarkan kriteria tersebut
sekitar 24 persen sungai dalam status tercemar sedang, 6 persen tercemar ringan dan
hanya sekitar 2 persen yang masih memenuhi baku mutu air.
Data empiris ini tentunya memberikan pertanyaan kritis bagi pemerintah dan
masyarakat tentang langkah-langkah konkrit apa yang telah dilakukan, mengingat
hak atas air bersih dan sehat ini merupakan tanggung jawab Negara yang harus
dipenuhi. Di Indonesia secara formal legalistic ketentuan tentang hak atas air yang
bersih dan sehat memang tidak secara tegas dan eksplisit disebutkan, akan tetapi
secara implist telah termaktub di dalam Pasal 28 H UUD NRI 1945 yang
menetapkan: “setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal,
mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh
pelayanan kesehatan”. Pasal ini menjadi landasan yuridis bagi Negara dalam
melakukan pemenuhannya terhadap hak-hak dari setiap orang yang menjadi
tanggung jawab Negara. Menyoal hak atas air yang bersih dan sehat maka di
Indonesia berdasarkan hasil laporan dari Oxfam International yang merupakan
sekelompok organisasi independen nonpemerintah memprediksi pada tahun 2025
akan ada sebanyak 321 juta jiwa penduduk Indonesia yang kesulitan mengakses air
bersih6. Jumlah ini akan terus meningkat seiring pertumbuhan penduduk. Apa yang
terjadi bila hal tersebut terus semakin bertambah parah puluhan tahun yang akan
datang? Fakta menunjukkan tidak ada manusia yang bisa memperoleh kualitas hidup
sehat tanpa air bersih.
Hak atas air bersih dan sehat memiliki dimensi yang sangat luas, dua
diantaranya mengandung dimensi kesehatan tetapi juga dimensi lingkungan hidup.
Masalah air bersih dan sehat merupakan hakikat bagi eksistensi kehidupan manusia
dan oleh karena itu membutuhkan secara tepat dan tegas ketentuan-ketentuan hukum
sehingga memiliki daya mengikat bagi setiap pihak untuk wajib serta harus untuk
melakukan tindakan lanjut untuk merealisasikan. Hak atas air bersih dan sehat
sebagaimana telah dijelaskan pada bab sebelumnya dikatagorikan sebagai “positive
rights”. Oleh Franzs Magnis Suseno hak asasi positif mendasarkan diri pada
pandangannya tentang tugas dan kewajiban negara. Hak asasi positif merupakan
kebalikan dari hak negatif. Hak asasi positif merupakan hak yang menuntut prestasi
tertentu dari negara. Pada hakikatnya negara bertugas untuk melayani masyarakat.
Oleh karena itu, masyarakat mempunyai hak untuk mendapatkan pelayanan dari
negara. Contoh hak asasi positif antara lain hak untuk memperoleh keadilan di muka
hukum, hak atas perlindungan keamanan, hak atas perlindungan hukum, hak atas
kesehatan, dan hak atas kewarganegaraan.
Faktanya bahwa ketersediaan air bersih dan sehat untuk kondisi dewasa ini
sudah sangat minim. Minimnya ketersediaan air bersih dan sehat ini dipicu oleh
berbagai faktor dan hal ini tentu saja sangat mengkuatirkan. Pertumbuhan jumlah
penduduk yang semakin tinggi ditandai dengan meningkatnya kebutuhan akan air
bersih, aktivitas perekonomian yang membutuhkan ketersediaan air, hal ini
diperingatkan oleh Kevin Watkins Direktur UN Human Development Report Office
dengan mengungkapkan bahwa hampir seperenam penduduk dunia mengkomsumsi
air kotor setiap hari, seribu anak usia lima tahun mati setiap hari akibat diare karena
buruknya ketersediaan air bersih.
Kondisi ini sangat dipengaruhi oleh kebijakan Negara untuk mengambil
langkahlangkah penting dalam melakukan pemenuhan terhadap kewajibannya,
karena hak untuk menikmati air bersih ini merupakan tanggung jawab yang harus
dilakukan oleh Negara sebagai sesuatu hak yang positive rights sifatnya. Dalam
realitasnya banyak Negara yang gagal mengendalikan perlindungan dan pemenuhan
air dengan baik. Disinyalir bahwa gagalnya Negara untuk melakukan tanggung
jawab dan kewajibannya lebih banyak dipengaruhi oleh aspek implementasi,
pemantauan dan penegakan HAM atas air. Padahal dengan diakomodirnya
ketentuan-ketentuan hukum HAM ke dalam konstitusi suatu Negara mencerminkan
adanya pengakuan dan perlindungan serta jaminan terhadap hak asasi manusia, yang
secara prinsipil mendeskripsikan ciri khas dari suatu Negara yang menganut konsep
Negara hukum.
Tidak dapat dipungkiri gagalnya Negara untuk melakukan tanggung jawab
dan kewajibannya untuk melaksanakan pemenuhan HAM atas air bersih dan sehat,
mendorong adanya tekanan dari organisasi-organsisasi dunia seperti WHO, Komite
Hak EKOSOB, Dewan Air Sedunia, untuk melakukan peringatan, himbauan bahkan
gambaran-gambaran adanya ancaman yang serius terkait dengan ketersediaan air
untuk waktu-waktu ke depan. Konteks inilah yang menjadi ratio legis untuk setiap
Negara bergerak maju dan menetapkan secara normatif yuridis persoalan mengenai
air bersih dan sehat termasuk berbagai variabel yang mempengaruhi dan
dipengaruhi.

Anda mungkin juga menyukai