Anda di halaman 1dari 22

HUBUNGAN BUDAYA DAN GIZI

Disusun oleh :

KELOMPOK IV

RISKA POTABUGA

ROSLIYANTI MISAALA

NURHIJASSIA

SHERINA DG MANGAWI

SANDRINA ABDUL GANDI

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES GORONTALO

DIPLOMA III GIZI


TAHUN AJARAN 2019/2020

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat tuhan yang maha esa atas rahmatnya kami dapat menyelesaikan makalah
yang berjudul ”HUBUNGAN BUDAYA DAN GIZI” dengan tepat waktu. Kami menyadari
bahwa masih banyak kekurangan dari penyajian laporan ini. oleh karena itu kritik dan saran dari
pembaca untuk laporan ini kami butuhkan untuk memperbaiki kekurangan kami. Kami
mengucapkan kepada semua pihak yang telah membantu sehingga laporan ini selesai tepat pada
waktunya. Kami harap laporan ini dapat memberikan informasi bagi pembaca dan manfaat untuk
membangun wawasan dan pengikat ilmu pengetahuan bagi kita semua.

Gorontalo , April 2020

PENULIS
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………………………………………………………..........................

DAFTAR ISI…………………………………………………………………........................

BAB 1 PENDAHULUAN

A. Latar belakang……………………………………………………...............................
B. Identifikasi Masalah……………………………………………...…..........................
C. Tujuan......................……………………………………………….............................

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Budaya dan Konsumsi………………....……..............................................


B. Pola konsumsi Pangan.....................................................................................................
C. Perubahan sosial dan kebudayaan berkaitan dengan pola konsumsi pangan
dan gizi penduduk.......................................................................................

BAB III PENUTUP

A. Kesimpilan…………………………………………….................................................
B. Saran…………………………………………………..................................................

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………............................
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Dalam catatan antropologi, peradaban manusia dibedakan berdasarkan mata


pencaharian masyarakat. Tahap pertama (gelombang hidup pertama) ditandai
dengan adanya peradaban manusia yang didominasi oleh tradisi memburu dan
meramu. Pola konsumsi manusia pada masa itu dengan makan makanan hasil
ramuan bahan tumbuhan yang dikumpulkan dari hutan dan memakan hasil hutan
(hewan atau tumbuhan) yang diburu kemudian dimakan.
Setelah terjadi revolusi atau gelombang peradaban yang pertama, manusia beranjak
pada tahapan agrikultur. Mata pencaharian manusia sudah bukan lagi berburu dan
meramu, melainkan sudah pada tahap bercocok tanam. Pada tahap ini pola dan
jenis makanan yang dikonsumsi pun adalah makanan hasil olahan.
Setiap masyarakat memiliki persepsi yang berbeda mengenai benda yang
dikonsumsi. Perbedaan persepsi ini sangat dipengaruhi oleh nilai dan norma
budaya yang berlaku di masyarakat. Oleh karena itu, bila bertemu beberapa orang
dengan latar belakang budaya berbeda akan menunjukkan persepsi ini terhadap
makanan yang berbeda.
Semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, pola makan dan gaya
hidup masyarakat menjadi semakin modern. Hal tersebut juga merubah stuktur
sosial dan kebudayaan masyarakat. Perubahan tersebut berkaitan dengan
perubahan pola konsumsi, produksi, dan distribusi pangan.
Pola makan masyarakat modern cenderung mengonsumsi makanan cepat saji (fast
food). Hal ini mereka lakukan karena tingginya jam kerja atau tingginya kompetisi
hidup yang membutuhkan kerja keras. Padahal, dibalik pola makan tersebut,
misalnya hasil olahan siap santap, memiliki kandungan garam yang sangat tinggi.
Kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya
terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan
kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota masyarakat.
Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh
manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang
bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi
sosial, religi, seni, dan lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk membantu
manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat.
Budaya berkembang karena kita hidup bersama orang lain di masyarakat. Hidup
dengan orang lain menimbulkan kebutuhan untuk menentukan perilaku apa saja
yang dapat diterima semua anggota kelompok. Norma budaya dilandasi oleh nilai-
nilai, keyakinan dan sikap yang dipegang oleh anggota kelompok masyarakat
tertentu. Sistem nilai mempunyai dampak dalam perilaku membeli, misalnya orang
yang memperhatikan masalah kesehatan akan membeli makanan yang tidak
mengandung bahan yang merugikan kesehatannya.

B. IDENTIFIKASI MASALAH

    Sesuai dengan judul makalah ini “Hubungan Budaya dan Gizi”.
Berkaitan dengan judul tersebut, maka masalahnya dapat diidentifikasi sebagai
berikut :

1.    Bagaimana hubungan budaya dengan gizi ?


2.    Apakah pengaruh budaya terhadap gizi berdampak buruk bagi kesehatan

C. TUJUAN

Tujuan penulis menulis makalah ini karena penulis merasa hal ini perlu
diperhatikan. Maka dari itu penulis menulis makalah ini dengan tujuan tak lain
adalah :

1.    Agar masyarakat lebih mengetahui secara spesifik bagaimana budaya


berpengaruh pada gizi.
2.    Supaya masyarakat sadar bahwa tidak semua budaya baik bagi kesehatan.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Budaya dan Komsumsi

1.      Pengertian Budaya
Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta yaitubuddhayah, yang
merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal
yang berkaitan dengan budi dan akal manusia.
Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut culture, yang berasal dari
kata Latin Colere, yaitu mengolah atau mengerjakan. Bisa diartikan juga sebagai
mengolah tanah atau bertani. Kata culture juga kadang diterjemahkan sebagai
"kultur" dalam bahasa Indonesia.
Berikut ini definisi-definisi kebudayaan yang dikemukakan beberapa ahli:
1)      Edward B. Taylor
Kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang didalamnya
terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adapt istiadat, dan
kemampuan-kemampuan lain yang didapat oleh seseorang sebagai anggota
masyarakat.
2)      M. Jacobs dan B.J. Stern
Kebudayaan mencakup keseluruhan yang meliputi bentuk teknologi sosial,
ideologi, religi, dan kesenian serta benda, yang kesemuanya merupakan warisan
sosial.
3)      Koentjaraningrat
Kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia
dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan
belajar.
4)      Dr. K. Kupper
Kebudayaan merupakan sistem gagasan yang menjadi pedoman dan pengarah bagi
manusia dalam bersikap dan berperilaku, baik secara individu maupun kelompok.
5)      William H. Haviland
Kebudayaan adalah seperangkat peraturan dan norma yang dimiliki bersama oleh
para anggota masyarakat, yang jika dilaksanakan oleh para anggotanya akan
melahirkan perilaku yang dipandang layak dan dapat di terima oleh semua
masyarakat.
6)      Ki Hajar Dewantara
Kebudayaan berarti buah budi manusia adalah hasil perjuangan manusia terhadap
dua pengaruh kuat, yakni zaman dan alam yang merupakan bukti kejayaan hidup
manusia untuk mengatasi berbagai rintangan dan kesukaran didalam hidup dan
penghidupannya guna mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang pada lahirnya
bersifat tertib dan damai.

2.      Pengertian Komsumsi
Komsumsi adalah kegiatan manusia yang secara langsung menggunakan barang
dan jasa (baik mengurangi ataupun menghabiskan nilai guna suatu barang/jasa)
untuk memenuhi kebutuhan dan memperoleh kepuasan.
Berikut ini definisi-definisi komsumsi yang dikemukakan beberapa ahli:
a.       Menurut drs. Hananto dan Sukarto T.J
Konsumsi adalah bagian dari penghasilan yang dipergunakan untuk membeli
barang-barang atau jasa-jasa guna memenuhi hidup.
b.      Menurut Albert C Mayers
Konsumsi adalah penggunaan barang-barang dan jasa yang langsung dan terakhir
guna memenuhi kebutuhan hidup manusia
c.       Menurut ilmu ekonomi
Konsumsi adalah setiap kegiatan memanfaatkan, menghabiskan kegunaan barang
maupun jasa untuk memenuhi kebutuhan demi menjaga kelangsungan hidup.

B.     Pola Konsumsi Pangan


Pengukuran konsumsi makanan sangat penting untuk mengetahui kenyataan apa
yang dimakan oleh masyarakat dan hal ini dapat berguna untuk mengatur status
gizi dan menemukan faktor diet yang dapat menyebabkan malnutrisi.

1.    Refleksi Pola Pangan


Secara sederhana pola makan yang benar dapat kita terjemahkan sebagai upaya
untuk mengatur agar tubuh kita terdiri dari sepertiga padatan (berupa makanan),
seperti cairan dansepertiganya adalah ruangan kosong untuk udara. Prinsip
sepertiga padatan,sepertiga cairan dan sepertiga ruang kosong tersebut
mengajarkan kepada kita suatu pola keseimbangan tubuh melakukan metabolisme
secara wajar.
Dewasa ini berbagai penyakit akibat infeksi dan gizi kurang telah berhasil di tekan
berkat kemajuan ilmu kesehatan,teknologi pangan dan kesejahteraan masyarakat.
Akan tetapi meningkatnya kemakmuran masyarakat Indonesia yang disertai gaya
hidup santai (sedentary life style) dan perubahan pola makan, menyebabkan
meningkatnya berbagai penyakit akibat gizi lebih,dan penyakit degenaratif (seperti
jantung,diabetes,kanker,osteoporosit,dll).
Status gizi adalah keadaan tubuh yang merupakan refleksi dari apa yang kita
makan sehari-hari,  status gizi dikatakan baik apabila pola makan kita seimbang,
artinya banyak dan jenis makanan yang nkita maakan sesuai dengan yang
dibutuhkan tubuh. Apabila yang dimakan melebihi kebutuhan tubuh maka tubuh
akan kegemukan, sebaliknya bila yang dimakan kurang dari yang dibutuhkan maka
tubuh akan kurus dan sakit-sakitan. Kedua keadaan tersebut sama tidak baiknya
sehingga disebut gizi salah.
Status gizi seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain tingkat
pendapatan, pengetahuan gizi dan budaya setempat. Tingginya pendapatan yang
tidak diimbangi pengetahuan gizi yang cukup, akan menyebabkan seseorang jadi
konsumtif dalam pola makanya sehari-hari. Dapat dipastikan bahwa pemilihan
suatu bahan makanan lebih didasarkan kepada pertimbangan selera ketimbang gizi.
Dewasa ini meningkatnya arus globalisasi, termasuk globalisasi pola konsumsi
makanan, tidak dapat dibendung, kecenderungan untuk mengkonsumsi makanan
impor, terutama jenis siap santap (fast food) seperti ayam goreng, pizza,
hamburger dan lain-lain, telah meningkatkan tajam terutama dikalangan generasi
muda dan kelompok masyarakat ekonomi menengah keatas dikota-kota besar,
dipihak lain, kecintaan masyarakat terhadap makanan tradisional Indonesia mulai
menurun.
Meningkatnya taraf hidup (kesejahteraan) masyarakaat, pengaruh promosi melalui
iklan, serta kemudahan informasi, dapat menyebabkan perubahan gaya hidup dan
timbulnya kebutuhan psikogenik baru dikalangan masyarakat ekonomi menengah
keatas. Kebutuhan psikogenik (semata-mata timbul karena faktor psikogenik) ini
ditandai dengan pemilihan bahan-baahan mkanan yang terlalu mewah, padat kalori
dan protein, serta berharga mahaal,yang sesungguhnyantidak diperlukan tubuh
untuk hidup sehat.
The national Academy of Sciences menyatakan, faktor makanan bertanggung
jawab atas 60% kasus kanker pada wanita dan 40% pada pria. Beberapa cara untuk
mencegah kanker yang dapat disarankan adalah ; menghindari obesitas;
mengurangi berlemak; meningkatkan makanan berserat, meningkatkan konsumsi
anti oksidan berupa vitamin A, C, dan E, menghindari penggunaan alkohol, serta
membatasi makanan yang diawetkan dengan garam, asap dan nitrat.

2.    Variasi Makanan


Didunia ini tidak ada satupun bahan  pangan yang mengandung sekaligus semua
unsur gizi yang kita perlukan, dalam jumlah yang cukup. Dengan demikian bila
kita ingin memenuhi kebutuhan semua zat gizi, baik macam maupun jumlahnya,
maka tidak ada cara lain kecuali menambah keragaman bahan pangan yang
dikonsumsi sehari-hari.
Dengan kombinasi konsumsi yang beragam, maka unsur-unsur gizi dari bahan
pangan tersebut akan saling melengkapi satu sama lain, kekurangan zat gizi dari
bahan pangan satu, akan ditutupi oleh bahan pangan lainnya. Dengan demikian
maka konsumsi pangan yang beragam akan lebih baik bagi  kesehataan tubuh,
dibandingkan dengan pola konsumsi yang hanya mengandalkan kepada bahan
pangan tunggal tertentu.
Contoh diversifikasi konsumsi pangan adalah mengkombinasikan sumber
karbohidrat yang berupa jagung,umbi dan sagu dengan ikan dan kacang-kacangan
sebagai sumber protein dan sayuran sebagai sumber vitamin dan mineral. Supaya
suatu bahan menarik perhatian maka harus diolah dan divariasikan, sehingga
diperoleh produk pangan denagn penampilan bentuk, tekstur, warna, aroma, dan
cita rasa yang memikat.

3.    Pola Pangan 4 Sehat 5 Sempurna


Pola pangan 4 sehat 5 sempurna diciptakan pada tahun 1950-an oleh Prof. Poerwo
Soedarmo yang sering disebut juga sebagai bapak gizi Indonesia. slogan  “Empat
sehat lima sempurna’’  berisikan lima kelompok makanan yaitu :
1)    Makana pokok
2)    Lauk pauk
3)    Sayur-sayuran
4)    Buah-buahan dan
5)    Susu.
Kelima kelompok makanan ini dituangkan dalam suatu logo berbentuk lingkaran
yang menempatkan makanan satu sampai empat disisi dalam lingkaran
mengelilingi kelompok ke-5 yaitu susu dibagian tengah. Karena ada kesan
perbedaan mengenai susu, maka kemudian ada upaya untuk merubah kesan
tersebut, sehingga pada tahun 1991 Departemen Kesehatan menerbitkan buku
pedoman menyusun menu nsehat bergizi untuk keluarga. 4 sehat sempurna dengan
logo yang telah mengalami perubahan , jadi golongan makanan disusun dalam
lingkaran dan terdiri dari lima belahan (menurut arah putaran jarum jam); 1)
makanan pokok, 2)sayur-sayuran, 3) susu, 4) buah-buahan dan yang 5) lauk-pauk.

4.    Pedoman Umum Gizi Seimbang


Pada tahun 1992 di Roman, Italia diadakan kongres gizi internasional yang
merekomendasikan agar setiap negara menyusun Pedoman Umum Gizi Seimbang
(PUGS) untuk menghasilkan sumber tenaga manusia yang handal. Oleh karena itu
indonesia melalui Direktorat Bina Gizi masyarakat, Departemen Kesehatan
(Depkes) membuat pedoman umum gizi seimbangdengan logo yang berbentuk
kerucut atau tumpeng yang berbentuk dari 3 tngkat,yaitu :
1)    Tingkat dasar menggambarkan zat tenaga, yaitu padi-padian, umbi-umbian,
dan tepung-tepungan
2)    Diisi dengan kelompok makanan zat pengatur, yaitu sayur-sayuran dan buah-
buahan
3)    Kelompok makanan zat pembangun, yaitu gabungan makanan hewani
(termasuk susu) dan nabati.
Dangan melihat perkembangan yang ada pada tahun 2002 Depkes telah
merampungkan revisi terhadap PUGS tahun 1994. Bentuk logo PUGS sama
dengan tahun 1994, yaitu kerucut  atau tumpeng tetapi menjadi terdiri dari 4
bagian, refisi tersebut adalah :
·         Pertama jumlah tingkat kerucut yang sebelumnya tiga menjadi empat tingkat
yaitu : tingkat dasar bahan makanan sumber tenaga, karbohidrat, tingkat kedua
sayur dan buah, tingkat ketiga protein hewani dan nabati dan ke empat golongan
lemak dan minyak
·         Kedua terdapat tingkat tiga yang berisi makanan sumber zat
pembangun/protein, terbuat secara terpisah antara hewani dan nabati (sebelum
digabungkan)
·         Ketiga penempatan lemak dan minyak pada puncak tertinggi  tumpeng yang
sebelumnya tidak ada
·         Keempat adanya petunjuk penggunaan masing-masing golongan makanan
tersebut dalam bentuk porsi.
Di indonesia PUGS tersebut dijabarkan sebagai 13 pesan dasar yang dapat
dijadikan pedoman bagi setiap penduduk, adalah sebagai berikut :
a)      Makanlah aneka ragam makanan, yaitu makanan sumber zat tenaga
(kerbohidrat), zat pembangun (protein), serta zat pengangkut (vitamin dan
mineral).
b)      Makanlah makanan untuk memenuhi kebutuhan energi, kebutuhan tersebut
dapat dipenuhi dari tiga sumber utama, yaitu karbohidrat, protein, dan lemak.
c)      Makanlah makanan sumber karbohidrat setengah dari kebutuhan energi.
Konsumsi gula sebaiknya dibatasi 5% dari jumlah kecukupan energi atau sekitar 3-
4 sendok perhari, 50-60% kebutuhan energi diperoleh dari karbohidrat kompleks,
setara dengan 3-4 piring nasi.
d)     Batasi konsumsi lemak dan minyak sampai seperempat dari kecukupan
energi. Mengkonsumsi lemak hewani secara berlebihan dapat menyebabkan
penyempitan pembuluh darah arteri dan penyakit jantung karoner.
e)      Gunakan garam beryodium,untuk mencegah timbulnya gangguan akibat
kekurangan iodium (GAKI).
f)       Makanlah makanan sumber zat besi, untuk mencegah anemia besi.
g)      Pemberian ASI saja pada bayi sampai 6 bulan. Pemberian ASI secara
eksklusif ini sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan gizi bayi.
h)      Biasakan makan pagi, untuk memelihara ketahanan fisik dan meningkatkan
produktifitas kerja
i)        Minumlah air bersih aman dan cukup jumlahnya, yaitu minimal 2 Liter atau
setara dengan 8 gelas perhari.
j)        Lakukan kegiatan fisik dan olah raga secara teratur, untuk mencapai berat
badan normal dan mengimbangi konsumsi energi yang berlebihan.
k)      Hindari minum-minuman berakhohol
l)        Makanlah makanan yang aman bagi kesehatan, yaitu bebas dari cemaran
bahan kimia dan mikroba berbahaya yang dapat menyebabkan sakit.
m)    Bacalah label pada makanan yang dikemas, untuk mengetahui komposisi
bahan penyusun (ingridien), komposisi gizi serta kadarluasanya.
                          
5.    Konsumsi Energi dan Protein
Berdasarkan hasil Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (WKNPG) VI, 1998,
terjadi perubahan tingkat kecukupan konsumsi energi dan protein menjadi 2200
Kalori/kapita/hari (AKE) dan 48 gram/kapita/hari (AKP). Mengacu pada standar
anjuran tersebut dan data pada Tabel 3, terlihat tingkat konsumsi energi rumah
tangga di Indonesia termasuk di propinsi Jawa Barat masih dibawah standar yang
dianjurkan. Sebaliknya tingkat konsumsi protein rumah tangga sudah melebihi
anjuran bahkan sejak sebelum krisis ekonomi.
Terdapat kecenderungan tingkat konsumsi energi di desa lebih tinggi daripada di
kota dan sebaliknya tingkat konsumsi protein di desa lebih rendah daripada kota.
Fenomena ini menunjukkan bahwa pada tingkat pendapatan tertentu, rumah tangga
akan memprioritaskan pada pangan dengan harga murah seperti pangan sumber
energi, kemudian dengan semakin meningkatnya pendapatan, akan terjadi
perubahan preferensi konsumsi yaitu dari pangan dengan harga murah beralih ke
pangan yang harganya mahal seperti pangan sumber protein.
Dalam konsumsi pangan, selain kuantitas juga harus diperhatikan masalah kualitas
pangan. Walaupun secara kuantitas terpenuhi namun pangan yang dikonsumsi
kurang beraneka ragam dapat berdampak negatif terhadap pertumbuhan fisik dan
kecerdasan manusia. Permasalah ini yang masih serius dihadapi oleh masyarakat
Indonesia
Di negara maju, sudah banyak orang yang mengubah pola konsumsi pangan
hewaninya, dari red meat (daging-dagingan) kewhite meat (ikan-ikanan), karena
makan ikan lebih menyehatkan daripada makan daging. Namun kondisi di
Indonesia, tingkat partisipasi konsumsi daging masih tinggi dan cenderung
meningkat, apalagi untuk daging ayam. Konsumsi daging sapi masih rendah
karena harga daging relatif mahal sehingga tidak semua lapisan masyarakat
mampu membelinya.
Indonesia adalah negara maritim yang merupakan negara penghasil berbagai jenis
ikan, justru masyarakatnya cenderung meninggalkan ikan dan menyenangi daging
yang bahan baku pakan ternaknya masih diimpor. Kecenderungan ini perlu
mendapat perhatian dari semua pihak terutama dari pemerintah. Orientasi
kebijakan ekspor ikan untuk memperoleh devisa jangan sampai menyebabkan
harga ikan domestik menjadi mahal, sehingga sulit dijangkau oleh masyarakat luas.
Padahal peranan ikan dalam peningkatan kualitas sumberdaya sangat erat, karena
asam amino yang diperlukan untuk kecerdasan pada ikan lebih lengkap dan juga
efek sampingnya lebih sedikit. Mengkonsumsi ikan dapat terhindar dari penyakit
jantung dan penyakit degeneratif lainnya.
Sebenarnya konsumsi ikan masih bisa ditingkatkan mengingat potensi sumberdaya
perikanan cukup besar baik dari perikanan tangkap (terutama untuk daerah pesisir)
maupun hasil budidaya terutama ikan tawar. Selain itu pangan dari ikan tersedia di
pasar dengan berbagai kualitas mulai dengan harga yang murah sampai harga
mahal, sehingga masyarakat dapat memilih sesuai dengan daya beli yang
bersangkutan, mungkin perlu penyuluhan pentingnya mengkonsumsi ikan dan hasil
olahannya.

C.    Perubahan sosial dan kebudayaan berkaitan dengan pola konsumsi pangan dan
gizi penduduk

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengaruh budaya antara lain sikap terhadap
makanan, penyebab penyakit, kelahiran anak, dan produksi pangan. Dalam hal
sikap terhadap makanan, masih banyak terdapat pantangan, tahyul, tabu dalam
masyarakat yang menyebabkan konsumsi makanan menjadi rendah. Konsumsi
makanan yang rendah juga disebabkan oleh adanya penyakit, terutama penyakit
infeksi saluran pencernaan. Disamping itu jarak kelahiran anak yang terlalu dekat
dan jumlah anak yang terlalu banyak akan mempengaruhi asupan zat gizi dalam
keluarga. Konsumsi zat gizi keluarga yang rendah, juga dipengaruhi oleh produksi
pangan. Rendahnya produksi pangan disebabkan karena para petani masih
menggunakan teknologi yang bersifat tradisional.
Perubahan sosial dan kebudayaan berkaitan dengan pola konsumsi pangan dan gizi
penduduk

1.    Makanan Sebagai Identitas Kelompok


Nasi adalah satu komoditas makanan utama bagi masyarakat Sunda-Jawa.
Semantara jagung menjadi komoditas makanan utama masyarakat Madura. Bagi
orang barat mereka tidak membutuhkan nasi setelah mengkonsumsi roti karena roti
merupakan makanan utama dalam budaya barat. Persepsi dan penilaian seperti ini
merupakan makna makanan sebagai budaya utama sebuah masyarakat, oleh karena
itu tidak menghjerankan bila orang sunda, kendati sudah makan roti kadang kala
masih berkata belum makan kerena dirinya belum makan nasi.
Karena ada kesangsian terhadap makanan hasil olahan atau makanan instan,
banyak di antara masyarakat kota yang sudah mulai pidah ketradisi vegetarian.
Bagi kelompok “gang’’, meenghirup ganja, narkoba, dan merokok merupakan ciri
kelompoknya. Kacang diidentikan sebagai makan yang biasa menemani orang
menonton sepak bola, merokok menjadi teman untuk menghadirkan inspirasi atau
kreativitas. Pemahaman dan persepsi inilah lebih merupakan sebuah persepsi
budaya tandingan (counter-cultulre) terhadap budaya domuinan.
Selain mengandung budaya dominan dan budaya tandingan, makanan pun menjadi
bagian dari budaya populer. Bakso merupakan makanan populer bagi perempua.
Trakhir makanan sebagai makanan khusus untuk kelompok tertentu. Makanan sub
kultural misalnya daging babi bagi kalangan nasrani, ketupat bagi kalangan muslim
di hari lebaran, dodol bagi Cina dihari imlek, coklat menjadi icon budaya dalam
menunjukan rasa cinta dan kasih.
Berdasarkan talaahan ini, makanan mengandung makna sebagai:
a)    Identitas arus budaya utama (dominan culture), artinya harus ada dan menjadi
kebutuhan utama masyarakat.
b)    Budaya tandingan (counterculture), yaitu menghindari arus utama akibat
adanya kesangsian atau ketidak sepakatan dengan budaya arus utama, dan
c)    Makanan sebagai identitas budaya bagi suatu kelompok tertentu (subculture)

2.    Makanan sebagai keunggulan etnik


Bila orang mendengar kata gudek, maka akan terbayang kota Yogyakarta,
mendengar kata pizzahat akan terbayang Italia, mendengar kata dodol dan jeruk
terbayang kota Garut, tetapi bila mendengar jeruk bangkok atau ayam bangkok
sudah tentu akan terbayang Bangkok-Thailand.
Contoh tersebut menunjukan bahwa makanan merupakan unsur budaya yang
membawa makna budaya komunitasnya. Di dalam makanan itu, orang tidak hanya
mengkonsumsi material makananya melainkan mengkonsumsi kretivitas dan
keagungan budaya. Tidak ada yang heran bila ada orang yang makan tahu
sumedang terasa hampa makna bila tahu itu dibeli diluar sumedang dan dirinya
pun tidak pegi kesumedang. Begitu pula sebaliknya, masyarakat akan memiliki
kebanggaan tertentu bila mengkonsumsi moci  yang dibeli asli dari Cianjur.
Makanan adalah icon keunggulan budaya masyarakat. Semakin variatif makanan
itu dikenal publik semakin tinggi apresiasinya masyarakat daerah itu, semakin luas
distribusi wilayah pasar dari makanan tersebut, menunjukan kualitas makanan
tersebut diakui oleh masyarakat.
3.    Perubahan Produksi pangan
Secara tradisional, makanan diperoleh melalui pertanian. Dengan meningkatnya
perhatian dalam agribisnis atas perusahaan-perusahaan multinasional yang
memiliki pasokan makanan dunia melalui paten pada makanan yang dimodifikasi
secara genetis, telah terjadi tren yang sedang berkembang menuju pertanian
berkelanjutan praktek. Pendekatan ini, sebagian didorong oleh permintaan
konsumen, mendorong keanekaragaman hayati , daerah kemandirian dan pertanian
organik metode.
Peralatan yang digunakan dalam proses produksi pangan secara  tradisional adalah
alat yang sederhana. Contohnya adalah kompor tungku, pemanggang yang
menggunakan bara api, piring yang terbuat dari tanah, dan sebagainya. Sedangkan
produksi secara modern menggunakan teknologi yang canggih. Kelebihan
menggunakan teknologi adalah dapat mempermudah dan mempecepat proses
produksi pangan. Contohnya adalah oven, kompor listrik, mikrowave, dan
sebagainya.
Dalam budaya populer, produksi massal produksi pangan, khususnya daging
seperti ayam dan daging sapi, mendapat kecaman dari berbagai dokumenter
mendokumentasikan pembunuhan massal dan perlakuan buruk terhadap binatang,
terutama padaperusahaan-perusahaan besar. Produksi serealia pun dilakukan secara
massal dan menggunakan peralatan modern.
Produksi pangan yang dilakukan secara modern dapat mempermudah proses
produksi. Hal tersebut juga dapat mempengaruhi perubahan sosial dan kebudayaan.
Contohnya adalah jika produksi pangan dilakukan secara tradisional maka
masyarakat akan saling bekerja sama dan saling bergotong-royong, dan  dapat
meningkatkan hubungan sosial antar masyarakat. Sedangkan produksi pangan yang
dilakukan secara modern menggunakan alat-alat canggih dapat meregangkan
hubungan antar masyarakat. Karena dalam proses produksi hanya dibutuhkan
tenaga kerja dengan jumlah yang relatif sedikit.

4.    Perubahan Konsumsi Pangan


Pola konsumsi pangan masyarakat di setiap daerah berbeda-beda, yaitu perbedaan
pola konsumsi pada masa  pra-ASI, balita, anak-anak, remaja, dewasa, ibu hamil,
dan lanjut usia.
Pada masa sebelum adanya pengetahuan masyarakat tentang gizi, para orang tua
mengambil peran penting dalam memperhatikan kebutuhan gizi keluarganya.
Pengetahuan orang tua yang minim dapat mempengaruhi status gizi keluarganya.
Sebelum adanya panduan tentang gizi, makanan pra-ASI yang dikonsumsi bayi
dibawah 6 bulan adalah madu, air tajin, pisang, air kelapa, dan kopi. Masyarakat
belum mengetahui bahwa bayi berumur dibawah 6 bulan tidak boleh diberi
makanan lain kecuali ASI. Setelah adanya panduan ilmu gizi yang menyebar di
masyarakat,  pemberian makanan pra-ASI yang salah semakin berkurang.
Pada kalangan anak-anak dan remaja, pola konsumsi makanan dipengaruhi oleh
budaya masyarakat yang menganggap bahwa makanan memiliki pantangan atau
tabu untuk dimakan. Contohnya bagi anak-anak dan balita dilarang memakan
makanan yang asam, pedas, anyir, karena dapat mengakibatkan perut menjadi
panas bahkan sakit perut. Di era globalisasi, pola konsumsi anak-anak dan remaja
beralih ke makanan cepat saji (fast food), snack, dan konsumsi gula yang
berlebihan. Hal tersebut dapat memperburuk status gizi dan kesehatan.
Masyarakat beralih pada tempat-tempat yang menjual makanan cepat saji, yaitu
restoran, cafe, pizza hut, dan outlet-outlet lainnya. Kepercayaan masyarakat
terhadap makanan tertentu dapat mempengaruhi pola konsumsi pangan pada setiap
kalangan. Perubahan pola konsumsi pangan tersebut dapat menjadikan status gizi 
lebih baik ataupun menjadi semakin buruk.

5.    Perubahan Distribusi Pangan


Secara sederhana, proses distribusi pangan hanya menggunakan alat transportasi
sederhana, yaitu gerobak sapi, angkutan umum, truk, dan sebagainya. Di era
modern, peralatan yang digunakan adalah teknologi canggih yang dapat
mempermudah proses distribusi pangan. Bahkan, proses distribusi dapat
melibatkan hubungan kerja antar negara. Alat transportasi yang digunakan pun
semakin modern, seperti pesawat, helikopter, paket kilat, dan sebagainya.
Pemasaran Makanan menyatukan produsen dan konsumen. Ini adalah rangkaian
kegiatan yang membawa makanan dari petani ke piring. Pemasaran bahkan produk
makanan tunggal dapat menjadi proses rumit yang melibatkan banyak produsen
dan perusahaan. Sebagai contoh, lima puluh enam perusahaan yang terlibat dalam
pembuatan satu dapat dari mie sup ayam. Usaha ini meliputi tidak hanya ayam dan
prosesor sayuran tetapi juga perusahaan-perusahaan yang mengangkut bahan dan
orang-orang yang mencetak label dan pembuatan kaleng. Sistem pemasaran
pangan adalah tidak langsung terbesar langsung dan non-pemerintah majikan di
Amerika Serikat.
Di era pra-modern, penjualan makanan surplus berlangsung seminggu sekali saat
petani mengambil barang-barang mereka pada hari pasar, ke pasar desa setempat.
Berikut makanan dijual kegrosir untuk dijual di toko-toko lokal mereka untuk
membeli oleh konsumen lokal. Dengan terjadinya industrialisasi, dan
pengembangan industri pengolahan makanan, yang lebih luas makanan dapat
dijual dan didistribusikan di jauh lokasi. Biasanya toko-toko kelontong awal
akan kontra didasarkan toko di mana pembeli kepada toko-penjaga apa yang
mereka inginkan, sehingga toko-penjaga bisa mendapatkannya untuk mereka.
Pada abad ke-20 supermarket lahir. Supermarket membawa mereka self
service pendekatan untuk belanja menggunakanshopping cart, dan mampu
menawarkan makanan berkualitas dengan biaya yang lebih rendah melalui skala
ekonomi dan mengurangi biaya staf. Di bagian akhir abad ke-20, ini telah lebih
jauh merevolusi oleh perkembangan luas gudang berukuran, luar kota
supermarket-, menjual berbagai macam makanan dari seluruh dunia.
Tidak seperti pengolahan makanan, ritel makanan adalah pasar lapis dua di mana
sejumlah kecil sangat besar perusahaanmengendalikan sebagian besar supermarket.
Raksasa supermarket menggunakan daya beli yang besar atas petani dan prosesor,
dan pengaruh yang kuat atas konsumen. Namun demikian, kurang dari sepuluh
persen dari belanja konsumen pada makanan pergi ke petani, dengan persentase
lebih besar akan iklan , transportasi, dan perusahaan menengah.
BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan  
Setiap masyarakat memiliki persepsi yang berbeda mengenai benda yang
dikonsumsi. Perbedaan persepsi ini sangat dipengaruhi oleh nilai dan norma
budaya yang berlaku di masyarakat.
Pola konsumsi pangan berupa variasi makanan, pola 4 sehat 5 sempurna, pola
menu seimbang, konsumsi energi dan protein sangat mempengaruhi status gizi
seseorang.
Perubahan sosial dan kebudayaan berkaitan dengan pola konsumsi pangan dan gizi
penduduk yaitu berupa perubahan produksi pangan, perubahan konsumsi pangan,
dan perubahan distribusi pangan.
Perubahan status gizi di Indonesia dapat terjadi karena adanya pengaruh
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Perubahan pola produksi,
konsumsi, dan distribusi pangan juga dapat mempengaruhi terjadinya perubahan
status gizi di Indonesia.
Pada era sebelum berkembangnya ilmu pengetahuan, pola pangan masyarakat
masih dipengaruhi oleh persepsi yang berkembang di masyarakat. Setiap
masyarakat memiliki persepsi yang berbeda mengenai benda yang dikonsumsi.
Perbedaan persepsi ini sangat dipengaruhi oleh nilai dan norma budaya yang
berlaku di masyarakat.
Di era globalisasi dan semakin berkembangnya mobilitas membuat pola pangan
masyarakat menjadi berubah. Perubahan pola pangan tersebut dipengaruhi oleh
gaya hidup dan lingkungan sekitar. Semakin menjamurnya restoran, cafe, pizzahut,
KFC, dan tempat makan cepat saji lain membuat masyarakat semakin sering
mengonsumsi makanan cepat saji. Makanan cepat saji yang mengandung banyak
lemak dan kolesterol  dapat memperburuk status gizi dan resiko terhadap penyakit
semakin tinggi.
Perubahan sosial dan kebudayaan yang berkembang di masyarakat tidak hanya
mengubah pola pangan tetapi juga dapat mengubah status gizi, resiko terhadap
penyakit, dan gaya hidup tidak sehat yang semakin merugikan.
Oleh karena itu, kita sebagai masyarakat yang mengonsumsi, memproduksi, dan
mendistribusikan pangan harus pintar dalam menjaga asupan makanan yang masuk
ke dalam tubuh, menjaga status gizi dan melakukan gaya hidup sehat disertai
dengan aktifitas fisik secara teratur.

B.     Saran
Semoga dapat makalah ini dapat bermanfaat bagi saya maupun orang lain yang
membaca serta yang menjadikan makalah ini sebagai referensi.
Kita ada diera modern, namun kita jangan sampai diperbudak oleh teknologi yang
semakin maju. Makan yang ita konsumsi juga harus kita pelajari yang mana sehat
dan bermanfaat bagi tubuh kita konsumsi.
Daftar Pustaka

Anonim.2012.Obesitas.http://www.susukolostrum.com/data-penyakit/gangguan- n
utrisi-danmetabolisme/obesitas.html.Di akses 28 Oktober 2012.
Anonim.2012.Pengaruh badan dan hormon.http://meetdoctor.com/article/pengaruh
-berat- badan-dan-hormon.Di akses 28 Oktober 2012.
Colby, S Diane. 1988. Ringkasan Biokimia Harper. EGC : Jakarta.
Harianto,Yudika. 2011. Oksidasi Asam Lemak. 
Mulligan, K dkk.2009. The effects of recombinant human leptin on visceral fat, 

Anda mungkin juga menyukai