Anda di halaman 1dari 1

Berdamai dengan Keberagaman

Duta Damai Kalimantan Timur

Sejak kecil, kita dilatih untuk melewati perbedaan. Bermain dengan teman sebaya, tak lantas membuat
hati selalu bahagia. Ada momen di mana perkelahian muncul sebab beda pendapat soal bunga mana yang
mau dipetik untuk dijadikan pewarna masak-masakan. Namun, tak semua orang tua mengedepankan
nilai-nilai demikian. Dituntut untuk menuntaskan akademik, sampai yang kita pikir akademik ialah nilai
utama penanda kecerdasan seseorang. Sayangnya, nilai-nilai humanis yang tidak dikenalkan di usia dini
membuat kita berpikir tak perlu mempelajarinya.

Hal di atas menjadi akibat yang dapat kita rasakan kini. Kita tak pernah disibukkan dengan persoalan
sosial, tentang bagaimana memperlakukan orang dengan baik lewat komunikasi, tentang bagaimana
menghargai orang lain untuk mencintai profesinya, sampai tentang bagaimana mengemukakan pendapat
yang bijak ketika orang lain tak sepaham dengan kita. Padahal, sehari-hari kita bersosialisasi. Intens
berkontak, tentu membuat kemungkinan salah penafsiran jadi tinggi.

Bukankah tanpa membaca tulisan ini pembaca sudah tau? Lantas, mengapa kita masih payah dalam
hubungan sosial?

Mungkin itulah sebab hadirnya kontemplasi. Ketika mengetahui satu wawasan, tampaknya yang butuh
kita pelihara dengan baik ialah pola berpikir sekaligus tindakan kita. Sebab nilai dan norma patutnya
dihayati dengan cara masing-masing, bukan sekadar hafalan pelajaran sosiologi belaka.

Kita bisa menerapkannya dengan sejenak menutup mulut dan berpikir terlebih dulu saat membaca judul
berita provokatif. Bisa memaknai perbedaan dengan banyak membaca dan mengikuti kegiatan sosial.
Membaca meningkatkan wawasan, dan kegiatan sosial menurunkan ego kemanusiaan. Menambah
referensi untuk mempertimbangkan sesuatu.

Pada akhirnya, kita sadari bahwa kita bagian dari relasi utuh dan semua hal di dunia tidak hanya tentang
diri sendiri. Keberagaman adalah contoh paling nyata bahwa stimulus yang ada di otak manusia satu
dengan yang lain bisa saja sama, namun tidak dengan respon yang akan dilakukan. Menemui perbedaan
adalah anugerah yang patut disyukuri. Sebab dengan hal tersebut, menandakan kita masih diberi
kesempatan tuhan berpikir dan menyaring hal di sekeliling.

Pada perspektif komunikasi multikultural, manusia secara tidak langsung telah bertukar simbol-simbol
yang memengaruhi pemaknaan pesan. Ketika seseorang berada dalam lingkup geografis yang berdekatan,
tentu akan muncul kultur yang sama pula karena pertukaran simbol akan dimaknai sama. Namun bisa jadi
berbeda untuk wilayah lain. Dengan munculnya perkembangan teknologi komunikasi, dunia seakan tak
mengenal jarak.

Terciptanya keberagaman membentuk dialek dalam masing masing-masing budaya akan berbeda. Ketika
menyadari ini, tentu perbedaan tidak lagi jadi faktor yang membuat sekat itu semakin nyata bahkan
membuat adanya kesenjangan. Keberagaman lagi-lagi ialah anugerah, agar kita sebagai manusia berakal
dan berbudaya dapat melihat dan menimbang dunia dengan cakrawala yang lebih luas. Tanpa
membedakan suku, agama, bahkan ras.

Anda mungkin juga menyukai