Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH

(PERENCANAAN PENGELOLAAN LABORATORIUM SERTA MENYUSUN


ORGANIGRAM LABORATORIUM PRATAMA)

oleh :
1. ANIA SUCI MARINI NPM E522017
2. DESI SETIAWATI NPM E522044
3. INDRA HERYADI NPM E622002
4. RISMA PUTRI M NPM E622022
5. ABDUL

PROGRAM STUDI D IV TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIK ALIH JENJANG


INSTITUT KESEHATAN RAJAWALI
BANDUNG
2022
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Laboratorium kesehatan merupakan salah satu sarana kesehatan yang diharapkan
mampu memberikan pelayanan terbaik terhadap kebutuhan individu dan masyarakat dalam
rangka mewujudkan Indonesia Sehat 2010 yang berperan sebagai pendukung maupun
penegak dari sebuah diagnosis penyakit dalam upaya peningkatan kesehatan yang optimal.
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan No.943/Menkes/SK/VIII/2002 yang
dimaksud dengan Laboratorium Kesehatan adalah sarana kesehatan yang melaksanakan
pengukuran, penetapan dan pengujian terhadap bahan yang berasal dari manusia atau bahan
bukan berasal manusia untuk penentuan jenis penyakit, kondisi kesehatan atau faktor yang
dapat berpengaruh pada kesehatan perorangan dan masyarakat. Sebagai bagian yang integral
dari pelayanan kesehatan, pelayanan laboratorium sangat dibutuhkan dalam pelaksanaan
berbagai program dan upaya kesehatan, dan dimanfaatkan untuk keperluan penegakan
diagnosis, pemberian dan evaluasi hasil pengobatan serta pengambilan keputusan lainnya.
Oleh karena itu mutu pelayanan laboratorium kesehatan haruslah baik dan bermutu
agar dapat memberikan hasil pemeriksaan laboratorium yang tepat, teliti, benar, dapat
dipercaya dan memuaskan pengguna jasa. Dalam penatalaksanaan penyakit secara umum
kita mengenal proses penanganan pasien yang diawali dengan: anamnesa pasien dan
pemeriksaan fisik. Dalam kasus ringan mungkin dokter atau pengguna jasa lain dapat segera
menentukan diagnosa sehingga langsung dapat memberikan terapi. Namun pada kasus-kasus
yang lebih serius, pemeriksaan laboratorium menjadi sangat dibutuhkan dalam penentuan
diagnosa, prediksi, terapi dan pemantauan suatu penyakit. Maka sebagai konsekuensi, hasil
pemeriksaan laboratorium yang berkualitas/bermutu sangat diperlukan oleh dokter atau
pengguna jasa lainnya agar diagnosa dapat ditegakkan dan terapi yang diberikan menjadi
lebih tepat dan efisien. Pemberian pelayanan Laboratorium Kesehatan di masyarakat dapat
kita jumpai dalam bentuk pelayanan terintegrasi dengan pelayananan kesehatan lainnya
(misalnya; laboratorium di rumah sakit dan puskesmas), dan dalam bentuk pelayanan
tersendiri atau mandiri (Balai Laboratorium Kesehatan, Balai Teknik Kesehatan Lingkungan
& Laboratorium Kesehatan Swasta/ LKS).
Pengelolaan Laboratorium (Laboratory Management) adalah usaha untuk mengelola
Laboratorium. Bagaimana suatu Laboratorium dapat dikelola dengan baik sangat ditentukan
oleh faktor – faktor yang saling berkaitan satu dengan yang lainnya. Beberapa alat-alat lab
yang canggih, dengan staf propesional yang terampil belum tentu dapat beroperasi dengan
baik, jika tidak didukung oleh adanya mana jemen laboratorium yang baik.
Oleh karena itu manajemen lab adalah suatu bagian yang tidak dapat dipisahkan dari
kegiatan Laboratorium. Suatu manajemen laboratorium yang baik memiliki sistem
organisasi yang baik, uraian kerja (job description) yang jelas, pemanfaatan fasilitas yang
efektif, efisien, disiplin, dan administrasi laboratorium yang baik pula.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana perencanaan pengelolaan laboratorium serta menyusun organigram


laboratorium pratama ?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui bagaimana perencanaan pengelolaan laboratorium serta menyusun


organigram laboratorium pratama ?
BAB II
PEMBAHASAN

1.1 Alur Pelayanan Laboratorium


1.2 Organigram Laboratorium Pratama

Struktur organisasi adalah rangka, peran, tanggung jawab, wewenang dan


hubungan komunikasi yang sengaja dirancang untuk menyelesaikan tugas organisasi dan
mencapai tujuannya. Struktur organisasi disebut juga bagan / organigram organisasi.
Didalam struktur organisasi tentunya yang berperan penting adalah sumber daya manusia
(SDM).

Sumber daya manusia (SDM) yang bekerja didalam pelayanan laboratorium


klinik memiliki tugas dan tanggung jawab sesuai keahlian, profesi dan Pendidikan.
Jumlah SDM pada laboratorium klinik disesuaikan dengan tempat dan fasilitas. Dalam
hal ini, berdasarkan pedoman Menetri Kesehatan Nomor 411 tahun 2010 tentang
Laboratorium Klinik, laboratorium klinik pratama harus memenuhi ketentuan ketenagaan
meliputi:

1. Penanggung jawab teknis sekurang-sekurangnya seorang dokter dengan sertifikat


pelatihan teknis dan manajemen laboratorium Kesehatan sekurang-kurangnya tiga
(3) bulan, yang dilaksanakan oleh organisasi profesi patologi klinik dan institusi
Pendidikan Kesehatan bekerjasama dengan Kementrian Kesehatan
2. Tenaga teknis dan administrasi, sekurang-kurangnya dua (2) orang analis
Kesehatan serta satu (1) orang tenaga administrasi .

Tugas dan Fungsi:

A. Penanggung Jawab Teknis


1. Dokter penanggung jawab teknis laboratorium klinik umum pratama hanya
diperbolehkan menjadi pennaggung jawab teknis satu (1) laboratorium klinik
2. Penanggung jawab teknis dapat merangkap sebagai tenaga teknis pada
laboratororium yang dipimpinnya
3. Menyusun rencana kerja dan kebijaksanaan teknis laboratorium
4. Menentukan pola dan tata cara kerja
5. Memimpin pelaksanaan kegiatan teknis laboratorium
6. Melaksanakan pengawasan, pengendalian dan evaluasi kegiatan laboratorium
7. Merencanakan, melaksanakan dan mengawasi kegiatan pemantapan mutu
8. Memberikan pendapat terhadap hasil pemeriksaan laboratorium
9. Memberikan masukan kepada manajemen laboratorium mengenai pelaksanaan
kegiatan laboratorium

B. Dokter Spesialis dan/atau dokter selaku tenaga teknis laboratorium klinik:


1. Melaksanakan kegiatan teknis dan pembinaan tenaga analis Kesehatan sesuai
dengan kompetensinya
2. Mengkoordinir kegiatan pemantapan mutu, pencatatan dan pelaporan
3. Mengkoordinir dan melaksanakan kegiatan keamanan dan keselamatan kerja
laboratorium
4. Melakukan komunikasi / konsultasi medis dengan tenaga medis lain

C. Tenaga Analis Kesehatan


1. Melaksanakan pengambilan dan penanganan bahan pemeriksaan laboratorium
sesuai standar pelayanan dan standar operasional prosedur
2. Melaksanakan kegiatan pemantapan mutu, pencatatan dan pelaporan
3. Melaksanakan kegiatan keamanan dan keselamatan kerja laboratorium
4. Melakukan konsultasi dengan penanggung jawab teknis laboratorium atau tenaga
teknis lain
D. Kualifikasi dan syarat SDM klinik pada Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia NOMOR 028/MENKES/PER/I/2011/ tentang klinik adalah pasal 18 dan
19. Pasal 18

1. Setiap tenaga medis yang berpraktik di klinik harus mempunyai Surat Tanda
Registrasi dan Surat Izin Praktik (SIP) sesuai ketentuan peraturan
perundangundangan.
2. Setiap tenaga kesehatan lain yang bekerja di klinik harus mempunyai surat izin
sebagai tanda registrasi/Surat Tanda Registrasi dan Surat Izin Kerja (SIK) atau Surat
Izin Praktik Apoteker (SIPA) sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan

1.3 Bangunan, Prasarana, Peralatan dan Kemampuan Pemeriksaan

(1) Laboratorium klinik harus mempunyai persyaratan minimal yang meliputi bangunan,
prasarana, peralatan, dan kemampuan pemeriksaan spesimen klinik sesuai dengan
klasifikasinya.
(2) Ketentuan persyaratan minimal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam
Lampiran I sampai dengan Lampiran IV Peraturan ini.
PERSYARATAN MINIMAL

BANGUNAN DAN PRASARANA, PERALATAN DAN KEMAMPUAN PEMERIKSAAN


LABORATORIUM KLINIK UMUM PRATAMA.

I. PERSYARATAN MINIMAL BANGUNAN DAN PRASARANA


NO JENIS KELENGKAPAN LABORATORIUM KLINIK UMUM
PRATAMA
1 Gedung Permanen
2 Ventilasi 1/3 x luas lantai
3 Penerangan (lampu) 5 Watt/m²
4 Air mengalir, bersih 50 liter/pekerja/hari
5 Daya listrik sesuai kebutuhan
6 Tata ruang
a. Ruang tunggu 6 m²
b. Ruang ganti ada
c. Ruang pengambilan spesimen 6 m²
d. Ruang administrasi 6 m²
e. Ruang pemeriksaan 15 m²
f. Ruang sterilisasi ada
g. Ruang makan/minim ada
h. WC untuk pasien ada
i. WC untuk pegawai ada
7 Tempat penampungan pengolahan sesuai ketentuan
sederhana limbah cair
8 Tempat penampungan pengolahan sesuai ketentuan
sederhana limbah padat

II. PERSYARATAN MINIMAL PERALATAN


LABORATORIUM KLINIK
JENIS PERALATAN
UMUM PRATAMA
Antibiotik disc dispenser -
Autoclave 1 buah
Blood cell counter -
Botol tetes sesuai kebutuhan
Bottle wash polyethylene 2 buah
Bunsen burner 1 buah
Differential cell counter 1 buah
Electrolyte analyzer -
Freezer-20°C -
Gelas pengaduk sesuai kebutuhan
Incubator -
Inspisator -
Kaca obyek sesuai kebutuhan
Kaca penutup sesuai kebutuhan
Kamar hitung lengkap 3 buah
Kapiler hematokrit sesuai kebutuhan
Koagulometer Lancet/Vaccinostel -
Loop/ose sesuai kebutuhan
Mikrodiluter 25, 50 ul 2 buah
Mikroskop binokuler 6 buah
Mikropipet 5, 25, 50 ul 1 buah
Mikroplate U/V 2 buah
Mikroplate mixer -
Mikroplate washer -
Peralatan Elisa -
Peralatan gelas sesuai kebutuhan
Petridish diameter 10 cm -
pH meter -
Rak pengecatan 1 buah
Rak tabung reaksi 1 buah
Refrigerator 1 buah
Rotator -
Sentrifus elektrik 1 buah
Sentrifus hematokrit 1 buah
Semprit dengan jarum sesuai kebutuhan
Slide holder disposable 1 buah
Spektrofotometer/Fotometer 1 buah

LABORATORIUM KLINIK UMUM


JENIS PERALATAN
PRATAMA
Sterilisator 1 buah
Stopwatch 1 buah
Tabung reaksi sesuai kebutuhan
Tabung sentrifus kaca atau plastik
berskala/polos sesuai kebutuhan
Tally counter 1 buah
Tensimeter dan stetoskop 1 set
Tempat tidur pasien 1 buah
Termometer 10°C s/d 100°C 1 buah
Timer 1 buah
Timbangan Analitik -
Tips pipet sesuai kebutuhan
Tourniquet 1 buah
Urinometer -
Vortex mixer -
Waterbath 1 buah
Westergreen 1 set
PERLENGKAPAN KESELAMATAN
DAN KEAMANAN LABORATORIUM
Alat bantu pipet/ rubber bulb 2 buah
Alat Pemadam Api Ringan sesuai kebutuhan
Desinfektan sesuai kebutuhan
Klem tabung (Tube holder) 1 buah
Wadah khusus untuk sesuai kebutuhan sesuai
kebutuhan sesuai kebutuhan insenerasi jarum,
lancet sesuai kebutuhan
Pemancur air (emergency shower) -
Pemotong jarum & wadah pembuangan 1 buah
Perlengkapan PPPK sesuai kebutuhan
Tip habis pakai sesuai kebutuhan
Sarung tangan Masker sesuai kebutuhan
Jas laboratorium kancing belakang, lengan
Panjang dengan elastik pada pergelangan
tangan: sesuai jumlah petugas

LABORATORIUM KLINIK
JENIS PERALATAN
UMUM PRATAMA
Alas kaki sepatu tertutup sesuai kebutuhan
Wastafel dilengkapi dengan sabun (skin desinfektan)
dan air mengalir 1 buah

LABORATORIUM KLINIK
JENIS PEMERIKSAAN UMUM
PRATAMA
URINALISIS
Makroskopis +
PH +
Berat Jenis +
Glukosa +
Protein +
Urobilinogen +
Bilirubin +
Darah Samar +
Benda Keton +
Sedimen +
Oval fat bodies -
Hemosidenn -
NAPZA (skrining) -

TINJA
Makroskopis +
Mikroskopis, Telur
Cacing +
Mikroskopis, Amoeba +
Mikroskopis, Sisa
Makanan +
Mikroskopis. Protozoa
Usus dan Jaringan
lainnya -
Darah Samar +

HEMATOLOGI
Kadar Hemoglobin +
Nilai Hematokrit +
Hitung Lekosit +
Hitung Eritrosit +
Hitung Eosinofil +
LABORATORIUM
JENIS PEMERIKSAAN KLINIK UMUM
PRATAMA
Daya tahan osmotik eritrosit -
Pemeriksaan sediaan apusdan hitung jenis
lekosit +
Laju Endap Darah +
Hitung Retikulosit +
Morfologi sel darah -
Hitung Trombosit +
Pemeriksaan Sediaan Apus dengan
pewarnaan Khusus (PAS,Peroksidae,NAP dll)

HEMOSTASIS
Masa perdarahan +
Masa pembekuan +
Masa protrombin plasma -
Masa tromboplastin partial teraktivasi -
Masa thrombin -
Percobaan pembendungan +
Golongan darah ABO, Rh +

KIMIA KLINIK
Protein total +
Albumin +
Globulin +
Bilirubin +
SGOT +
SGPT +
Fosfatase lindi (Alkali) -
Fosfatase asam -
Ureum +
Kreatinin +
Asam Urat +
Trigliserida +
Kholesterol Total +
HDL -
LDL -
Glukosa +
Pemeriksaan elektrolit -
LDH -

LABORATORIUM
JENIS PEMERIKSAAN KLINIK UMUM
PRATAMA
Gamma GT -
Cholinesterase -
CK-MB -
G6 PD -
Amilase -
Lipase -
HBA1C -
S1/TIBC -
Analisa Sperma -

IMUNOLOGI
Widal -
VDRL & TPHA -
Tes Kehamilan +
ASTO HBs Ag -
Anti HBs -
CRP -
RF -
Chlamydia -
Toxoplasma -
Rubella -
Herpes Simplex -
Dengue Blot Anti Hbc -
Anti Hbe Hbe Ag -
Anti HAV IgM -
Anti HIV -
NS1 (Non Structure antigen)
Dengue -
T3/T4 -
TSH -

MIKROBIOLOGI
Mikroskopis
- Malaria +
- Filaria +
- Jamur +
-Corynebacterium sp +
- BTA +

1.4 Pengendalian Mutu Internal

Pemantapan Mutu Internal (PMI) Laboratorium Klinik


Pemantapan Mutu Internal adalah kegiatan pencegahan dan pengawasan yang dilaksanakan
oleh masing-masing laboratorium secara terus menerus agar tidak terjadi atau mengurangi
kejadian penyimpangan sehingga diperoleh hasil pemeriksaan yang tepat.

Pemantapan Mutu Internal (PMI) Laboratorium Klinik. Pemantapan mutu (quality


assurance) laboratorium kesehatan adalah semua kegiatan yang ditunjukkan untuk menjamin
ketelitian dan ketepatan hasil pemeriksaan laboratorium.

Pemantapan mutu internal adalah kegiatan pencegahan dan pengawasan yang dilaksanakan
oleh masing-masing laboratorium secara terus menerus agar tidak terjadi atau mengurangi
kejadian eror/ penyimpangan sehingga diperoleh hasil pemeriksaan yang tepat. Pemantapan
mutu internal laboratorium (PMI) dilakukan untuk mengendalikan hasil pemeriksaan
laboratorium setiap hari dan untuk mengetahui penyimpangan hasil laboratorium agar segera
diperbaiki. Cakupan objek pemantapan mutu internal meliputi aktivitas: tahap pra-analitik, tahap
analitik dan tahap pasca-analitik (Siregar, 2018).

Tahap pra analitik, yaitu tahap mulai mempersiapkan pasien, menerima sampel,
penanganan dan penyimpanan sampel termasuk memberi label pada sampel. Tahap analitik yaitu
tahap mulai mengkalibrasi alat, mengolah sampel sampai menguji ketelitian ketepatan. Petugas
laboratorium lebih mudah mengendalikan faktor analitik yang umumnya sangat dipengaruhi oleh
alat, reagen dan manusianya sendiri. Program pemantapan mutu berperan dengan baik disini
untuk meminimalkan kesalahan-kesalahan yang ada. Tahap pasca analitik yaitu tahap mulai dari
pemeriksaan, interpretasi hasil sampai dengan pelaporan (PERMENKES RI, 2013). Adapun
tujuan Pemantapan Mutu Internal dalam Siregar (2018), yaitu:

a. Pemantapan dan penyempurnaan metode pemeriksaan dengan mempertimbangkan


aspek analitik dan klinis.
b. Mempertinggi kesiagaan tenaga, sehingga pengeluaran hasil yang salah tidak terjadi dan
perbaikan penyimpangan dapat dilakukan segera.
c. Memastikan bahwa semua proses mulai dari persiapan pasien, pengambilan,
pengiriman, penyimpanan dan pengolahan spesimen sampai dengan pencatatan dan
pelaporan telah dilakukan dengan benar
d. Mendeteksi penyimpangan dan mengetahui sumbernya.
e. Membantu perbaikan pelayanan kepada pelanggan (customer)

Faktor-Faktor yang Berpengaruh Pada Pemantapan Mutu Internal (PMI)

Beberapa faktor yang mempengaruhi pemantapan mutu internal antara lain komitmen untuk
mencapai hasil yang bermutu, fasilitas, dana, petugas yang kompeten, tindakan kontrol terhadap
faktor pra analitik, analitik dan pasca analitik, monitoring kontrol dengan statistik serta adanya
mekanisme pemecahan masalah.

Kegiatan pada Pemantapan Mutu Internal di Laboratorium Klinik

a. Kontrol pra-analitik
1. Persiapan specimen
Sebelum spesimen diambil, pasien harus dipersiapkan terlebih dahulu dengan baik
sesuai dengan persyaratan pengambilan spesimen untuk itu perlu dibuat petunjuk
tertulis untuk persiapan pasien pada setiap pemeriksaan laboratorium.
2. Pengambilan dan penanganan specimen
Spesimen harus diambil secara benar dengan memperhatikan waktu, lokasi, volume,
cara, peralatan, wadah spesimen, pengawet/antikoagulan, sesuai dengan persyaratan
pengambilan specimen.
3. Penyimpanan dan transportasi specimen
Metode transportasi spesimen, separasi dan penyimpanan harus sesuai dengan
ketentuan yang berlaku sehingga tidak berpengaruh terhadap hasil pemeriksaan.
4. Identifikasi dan pencatatan pasien
Sebelum melakukan pemeriksaan perlu diperhatikan identifikasi dan pencatatan data
pasien dengan benar.
5. Kalibrasi peralatan
Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi hasul pemeriksaan laboratorium adalah
peralatan laboratorium, oleh karena itu alat perlu dipelihara dan dikalibrasi secara
berkala sesuai dengan petunjuk pabrikan. Kalibarasi peralatan untuk alat yang
dikeluarkan oleh pabrik tertentu dapat dilakukan oleh pabrik yang memproduksi alat
tersebut. Untuk alat-alat yang tidak dikeluarkan oleh pabrik tertentu dapat dilakukan
oleh badan/institusi yang berwenang.
Kalibrasi dilakukan dengan kalibrator, dilakukan pada pertama kali alat dioperasikan,
secara berkala, bila kontrol tidak memenuhi syarat atau pada saat setelah perbaikan
alat. Dapat dikerjakan sendiri atau dengan bantuan pemasok (vendor).
6. Pemilihan metode pemeriksaan
Menggunakan metode pemeriksaan yang sudah baku, dan dianjurkan oleh
Badan/Lembaga Internasional, menggunakan reagensia yang stabil, reagen
mempunyai nilai sensitivitas spesivitas yang baik, sebaiknya digunakan metode yang
mudah dilakukan dan periksa adanya kesinambungan dari reagen.
7. Pemilihan larutan standar, kalibrator dan bahan control
Ketelusuran hasil pemeriksaan sering tergantung pada kualitas bahan kontrol dan
kalibrasi yang dikeluarkan oleh pabrik yang memproduksi. Mutu bahan kontrol dan
kalibrator yang baik dan metode yang tetap digunakan untuk validasi metode dan
reagen yang digunakan.
8. Dokumentasi metode kerja
Langkah-langkah metode pemeriksaan (SOP) penting didokumentasikan untuk
menjaga konsistensi mutu hasil pemeriksaan jika digunakan oleh ATLM (Ahli
Teknologi Laboratorium Medik) yang berbeda. SOP wajib dikaji ulang dan
diperbaharui secara berkala.
9. Kompetensi petugas pemeriksa
Petugas yang berperan dalam proses pemeriksaan di laboratorium harus memiliki
tingkat pendidikan dan keterampilan yang memadai untuk menjalankan proses
pemeriksaan denan benar. Pendidikan sangat diperlukan disamping pelatihan dan
lokakarya yang diselenggarakan oleh organisasi profesi secara berkala;
b. Kontrol analitik
Monitoring proses analitik yaitu dengan melakukan uji ketelitian dan ketepatan
dengan menggunakan bahan kontrol. Dalam penggunaan bahan kontrol, pelaksanaannya
harus diperlakukan sama dengan bahan pemeriksaan spesimen, tanpa perlakukan khusus
baik alat, metode pemeriksaan, reagen maupun tenaga pemeriksa.
Dalam melaksanakan uji ketelitian dan ketepatan ini digunakan bahan
kontrol assayed, sekurang-kurangnya digunakan 2 bahan kontrol dengan kadar yang
berbeda (normal dan abnormal).
Untuk menilai hasil pemeriksaan yang dilakukan terkontrol atau tidak, digunakan
Control Chard Levey-jennings dan aturan Westgard. Sistem ini bertujuan untuk
memonitor variasi yang timbul selama pemeriksaan, baik variasi sistem ataupun random.

Kegiatan yang harus dilakukan pada pengujian ini adalah :

1. Periode Pendahuluan
Pada periode ini ditentukan nilai dasar yang merupakan nilai rujukan untuk
pemeriksaan selanjutnya. Caranya adalah sebagai berikut : 
 Periksa bahan kontrol bersamaan dengan pemeriksaan spesimen setiap hari kerja
diperiksa sampai mencapai 25 hari kerja. Apabila belum diperoleh, dapat
menggunakan nilai kontrol dari pabrik. 
 Catat setiap nilai yang diperoleh tiap hari kerja tersebut dalam formulir periode
pendahuluan.
 Setelah diperoleh 25 nilai pemeriksaan, hitung nilai rata-ratanya (mean), standar
daeviasi (SD), Koefisien Variasi (CV), batas peringatan (Mean +- 2 SD) dan
batas kontrol (Mean +- 3 SD).
 Teliti kembali apakah ada nilai yang melebihi batas mean +- 3 SD. Bila ada
maka nilai tersebut dihilangkan dan tulis kembali nilai pemeriksaan yang masih
ada kedalam formulir A periode pendahuluan, kemudian hitung kembali nilai
mean, SD, CV, mean +-2SD, dan mean +-3SD. Nilai mean dan SD yang
diperoleh ini dipakai sebagai nilai rujukan pada periode kontrol. 
2. Periode control
Periode kontrol merupakan periode untuk menentukan baik atau tidaknya
pemeriksaan pada hari :
 Periksa bahan kontrol setiap hari kerja atau pada hari parameter tersebut
diperiksa.
 Catat nilai yang diperoleh pada formulir periode kontrol.
 Hitung penyimpangan nya terhadap nilai rujukan dalam satuan SD (Standar
Deviasi Indeks) dengan rumus : Satuan SD = (X1 - Mean) / SD.  Satuan SD
yang diperoleh di plot pada kertas grafik kontrol. Sumbu X dalam grafik kontrol
menunjukan hari/tanggal pemeriksaan, sedangkan sumbu Y menunjukkan satuan
SD yang diperoleh.
3. Evaluasi hasil uji ketelitian adalah sebagai berikut :
Apabila hasil pemeriksaan tertelak didalam batas perhitungan (mean +- 2SD),
maka hasil pemeriksaan bahan kontrol dinyatakan terkontrol baik sehingga seluruh
pemeriksaan spesimen pada hari pemeriksaan tersebut dianggap dapat diterima
hasilnya.
Apabila hasil pemeriksaan terletak didaerah peringatan (mean +-2SD sampai
mean +-3SD), maka kemungkinan  terjadi penyimpangan hasil pemeriksaan bahan
kontrol sehingga perlu diteliti prosedur pemeriksaannya tetapi belum perlu dilakukan
pemeriksaan ulang.

Hasil pemeriksaannya dinyatakan menyimpang bila :

 Ada hasil pemeriksaan bahan kontrol terletak di luar batas kontrol (mean +-3 SD)
 Hasil pemeriksaan bahan kontrol selama 2 kali berturut-turut terletak diluar batas
peringatan (mean +- 2SD) pada pihak yang sama.
 Hasil pemeriksaan bahan kontrol selama 4 kali berturut-turut lebih dari mean +-1SD
dan terletak pada pihak yang sama.
 Hasil pemeriksaan bahan kontrol selama 7 hari berturut-turut cenderung meningkat
atau menurun (disebut TREND).
 Hasil pemeriksaan bahan kontrol selama 7 hari berturut-turut terletak pada pihak
yang sama (disebut SHIFT).

Berikut ini adalah Aturan Westgard (Westgard Rules) :

No Keterangan Simbol Tipe


Kesalahan

1 1 nilai kontrol diluar 3SD 1-3s Random

2 2 nilai kontrol berturut-turut diluar 2SD pada sisi yang sama 2-2S 2-2s Sistemik
3 2 dari 3 nilai berturut-turut diluar 2SD (2 of 3-2S) 2 of 3- Random
2s

4 Rentang antara 2 nilai kontrol berturut-turut diluar 2SD pada sisi 4-1s Sistemik
yang berlawanan (R-4S)

5 4 nilai kontrol berturut-turut diluar 1SD pada sisi yang sama (4- 4-1s Sistemik
1S)

6 10 nilai kontrol berturut-turut berada pada sisi yang sama dari 10-X Sistemik
nilai rerata (10-x)

Dibawah ini adalah petunjuk umum mengenai tindakan yang diambil apabila grafik
pemantapan mutu tidak terkontrol :

1. Amati sumber kesalahan yang mungkin dilihat, misalnya perhitungan, pipet, probe
tersumbat.
2. Ulangi pemeriksaan serum kontrol.
3. Apabila hasil pengulangan masih buruk, pakai serum kontrol yang baru.
4. Apabila tidak ada perbaikan, amati instrumen yang dipakai, apakah pemeliharaan telah
dilakukan atau tidak.
5. Pakai serum kontrol yang diketahui nilainya. Apabila hasil pemeriksaan menunjukkan
perbaikan, berarti terdapat kerusakan serum kontrol.
6. Apabila ada keraguan, pakai serum kontrol yang mempunyai nilai yang berbeda.
7. Gunakan standar baru.
8. Ganti reagen.
9. Cek peralatan.
c. Kontrol Pasca Analitik
Faktor yang mempengaruhi antara lain pencatatan data pasien, hasil pemeriksaan dan
penyampaian hasil pada klinisi. Kesalahan-kesalahan pada pelaporan data dapat
dikurangi dengan pencatatan data yang diteliti dengna menggunakan komputer. 

1.5 Perizinan Laboratorium

Setiap penyelenggaraan laboratorium klinik harus memiliki izin. lzin


penyelenggaraan diberikan kepada laboratorium klinik yang memenuhi persyaratan
sesuai ketentuan. Dalam rangka tertib administrasi, pemohon izin dan instansi pemberi
izin harus melakukan tata laksana persuratan dalam proses perizinan yang sesuai.

Izin penyelenggaraan laboratorium klinik umum pratama diberikan oleh Kepala


Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.lzin penyelenggaraan diberikan untuk jangka waktu 5
(lima) tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu 5 (lima) tahun berikutnya
dengan ketentuan sepanjang memenuhi persyaratan. Instansi pemberi izin harus
melakukan evaluasi penyelenggaraan laboratorium klinik setiap tahun.Dalam hal hasil
evaluasi yaitu laboratorium klinik yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan
dalam Peraturan ini dapat dikenakan tindakan administratif mulai dari teguran lisan
sampai denganpencabutan izin.

Tata Cara Perizinan

1. Permohonan izin laboratorium klinik disampaikan secara tertulis.


2. Setelah menerima permohonan, instansi pemberi izin melakukan pemeriksaan
terhadap kelengkapan persyaratan perizinan ke laboratorium klinik yang
bersangkutan.
3. Pemeriksaan dilakukan oleh tim yang dibentuk oleh instansi pemberi izin dengan
melibatkan tenaga teknis laboratorium kesehatan dari institusi dan organisasi profesi
terkait.
4. Hasil pemeriksaan yang dilaksanakan oleh tim disampaikan kepada instansi pemberi
izin selambat-lambatnya 14 (empatbelas) hari kerja dengan melampirkan berita acara
pemeriksaan.

Dalam hal persyaratan untuk memperoleh izin telah dipenuhi,instansi pemberi


izin menerbitkan surat izin. Jika persyaratan untuk memperoleh izin belum
dipenuhi,pemohon lzin harus melengkapi persyaratan sesuai ketentuan . Apabila dalam
waktu 60 (enam puluh) hari kerja sejak pemberitahuan lisan atau tulisan disampaikan
kepada pemohon izin untuk melengkapi persyaratan masih belum dapat dipenuhi,instansi
pemberi izin mengeluarkan surat penolakan terhadap permohonan izin. Apabila setetah
jangka waktu 60 (enam puluh) hari kerja sejak permohonanditerima dan seluruh
persyaratan sesuai ketentuan telah dipenuhi. Instansi pemberi izin belum memberikan
jawaban maka permohonan dianggap diterma dan pemohon dapat membuat surat
pemberitahuan kepada instansi pemberi izin bahwa pemohon siap melakukan kegiatan
laboratorium.

Syarat izin jika laboatorium melakukan perubahan terhadap lokasi, perubahan


nama laboratorium, atau perubahan kepemilikan harus mengajukan permohonan izin
yang baru disampaikan secara tertulis kepada instansi pemberi izinsesuai dengan jenis
dan klasifikasinya dengan melampirkan:

1. Surat permyataan penggantian nama laboratorium yang ditanda tangani oleh pemilk:
2. Surat pernyataan pemindahan kepemilikan yang ditanda tangani oleh pemilik lama
dan pemilik baru dengan diketahui penanggung jawab teknis.
3. Surat pernyataan pengunduran dini dari penanggung jawab teknis lama dan surat
pernyataan kesanggupan bekerja dari penanggung jawab teknis baru.

Cara memperpanjang izin :

1. Permohonan perpanjangan izin disampaikan secara tertulis kepada instansi pemberi


izin sesuai dengan jenis dan klasifkasinya dengan melampirkan surat pernyataan
kelengkapan persyaratan dan kesamaan nama laboratorium, nama pemilik,
penanggung jawab, lokasi, dan klasifkasi selambat-lambatnya 6 (enam) bulan
sebelum berakhimya izin laboratorium yang bersangkutan.
2. Jawaban atas permohonan perpanjangan izin diterbitkan oleh instansi pemberi izin
dalam waktu selambat-lambatnya 30 (tigapuluh) hari kerja sejak diterimanya surat
permohonan.
3. Sebelum memberikan jawaban permohonan , instansi pemberi izin melakukan
penilaian terhadap hasil evaluasi tahunan penyelenggaraan laboratorium klinik yang
bersangkutan.
4. Apabila datam waktu 60 (enam puluh) hari kerja, instansi pemberi izin belum
memberikan jawaban maka permohonan perpanjangan izin dianggap disetujui.
5. Jika permohonan perpanjangan izin ditolak karena tidak memenuhi
persyaratan.laboratorium klink yang bersangkutan harus menghentikan seluruh
kegiatannya

Izin Penanaman Modal

Pendirian laboratorium klinik yang dibiayai sebagian atau seluruhnya dari penanaman modal
asing harus mendapat persetujuan penanaman modal dari Badan Koordinasi Penanaman
Modal sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan dengan berdasarkan rekomendasi
Menteri.
1. Permohonan untuk mendapatkan rekomendasi Menteri diajukan secara tertulis kepada
Menteri dengan melampirkan data-data:
a) Studi kelayakan (feasibility study).dan
b) Formulir isian pendirian laboratorium yang telah dilengkapi.
2. Menteri mengeluarkan rekomendasi jika permohonan memenuhi persyaratan.
3. Berdasarkan rekomendasi pemohon mengajukan persetujuan penanaman modal ke
Badan Koordinasi Penanaman Modal
4. Setelah diterbitkannya persetujuan,maka pemohon wajb mengajukan izin
penyelenggaraan sesuai ketentuan .

1.6 Kesehatan dan Keselamatan Kerja Di Laboratorium Klinik

Sebagai teknisi atau laboran yang bekerja di laboratorium klinik, tentu harus memahami
risiko-risiko kecelakaan yang mungkin terjadi Ketika bekerja dilaboratorium. Pemahaman dan
kesadaran mengenai k3 sangat diperlukan untuk mencegah dan mengurangi risiko kecelakaan
kerja di laboratorium.

Bahan kimia adalah salah satu risiko paling berbahaya dalam pekerjaan di laboratorium.
Hamper semua bahan kimia mudah terbakar. Zat-zat pada bahan kimia dapat menimbulkan
aracun dan bersifat reaktif jika terjadi kombinasi dengan bahan kimia lain. Selain bahan kimia
terdapat bahan hayati. Salah satu masalah di laboratorium adalah menangani mikrooganisme.
Bahan atau petugas laboratorium yang terkontaminasi dapat menjadi masalah besar di
laboratorium. Kontaminasi mikrooganisme dapat merusak bahan atau benda lain pada proses
pengujian. Laboran yang terkontaminasi mikrooganisme dapat menderita penyakit yang
ditimbulkan oleh mikroorganisme tersebut.

Pelaksanaan K3 merupakan salah satu bentuk upaya dalam menciptakan tempat kerja
yang aman, sehat, bebas dari pencemaran lingkungan, sehingga dapat mengurangi dan atau bebas
dari kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang pada akhirnya dapat meningkatkan efisiensi
dan produktivitas kerja di laboratorium. Berikut adalah syarat minimal dalam melaksanakan K3
di laboratoium menurut PERMENKES No. 411 tahun 2010.

No Keterangan Kategori Laboratorium Klinik


Pratama
1 Alat bantu pipet/rubber hub 2 buah
2 Alat pemadam api ringan (APAR) Sesuai kebutuhan
3 Desinfektan Sesuai kebutuhan
4 Klem tabung (Tube holder) 1 buah
5 Wadah khusus untuk insenerasi jamur, lancet Sesuai kebutuhan
6 Pemotong jarum dan wadah pembuangan 1 buah
7 Perlengkapan PPPK 1 set
8 Tip habis pakai Sesuai kebutuhan
9 Sarung tangan / handscun Sesuai kebutuhan
10 Masker medis Sesuai kebutuhan
11 Jas laboratoriumkancing belakang lengan Panjang Sesuai jumlah petugas
dengan elastic pada pergelangan tangan
12 Alas kaki sepatu tertutup Sesuai kebutuhan
13 Wastafel dilengkapi dengan sabun (skin desinfektan) 1 buah
dan air mengalir

Petugas yang bekerja di laboratroium selain menerapkan K3 yang terdapat pada aturan,
juga perlu memperhatikan sikap disiplin dalam bekerja. Hal-hal yang berkaitan dengan
kedisplinan dalam bekerja di laboratroium meliputi:

1. Laboran/petugas tidak diizinkan untuk melakukan aktivitas yang tidak stamdar seperti
berlari, melompat, makan di are laboratorium
2. Laboran/petugas tidak boleh bekerja sendiri di laboratorium atau tempat penyimpanan
bahan kimka untuk melakukan tugas yang dianggap berbahaya oleh supervisor atau
petugas keselamatan laboratorium
3. Semua tumpahan cairan meskipun dalam jumlah sedikit harus segera untuk menghindari
kontak dengan kulit atau pakaian
4. Pengangkatan barang berat harus dilakukan dengan cara yang benar
5. Setiap orang harus memastikan secara menyeluruh mengenai kebersihan laboratorium.

Pengertian Limbah Laboratorium


Limbah adalah sisa atau produk dari suatu proses usaha atau kegiatan yang
terbuang dan tidak terpakai yang dapat menimbulkan dampak buruk terhadap makhluk
hidup dan lingkungan. Menurut PP No 12 tahun 1995, limbah atau sampah adalah bahan
sisa suatu kegiatan dan atau proses produksi, dari segi bentuknya limbah dapat
digolongkan menjadi tiga bagian yaitu limbah padat, limbah cair dan limbah gas.
Limbah laboratorium adalah limbah yang dihasilkan dari kegiatan di dalam laboratorium.
1. Dari mana limbah laboratorium berasal?
a) Bahan baku kadaluarsa
b) Bahan habis pakai (media perbenihan tidak terpakai)
c) Produk proses laboratorium (sisa spesimen)
d) Produk penanganan limbah (jarum setelah di autoklaf)
2. Jenis-Jenis Limbah Di Laboratorium
 Limbah non infeksius (limbah domestik)
 Limbah infeksius (limbah medis)
 Limbah infeksius cair
 Limbah infeksius padat
 Limbah infeksius tajam
 Limbah bahan pengujian laboratorium kadaluarsa
 Limbah Covid-19
A. Limbah Non Infekisus (Limbah Domestik)
Limbah domestik yang dikategorikan sebagai limbah non medis, yaitu limbah
yang dihasilkan dari kegiatan memasak (instalasi gizi), kegiatan administrasi,
pembersihan lingkungan termasuk taman dan halaman, dan unit lainnya yang ratarata
menghasilkan limbah limbah kertas. limbah yang dihasilkan dari kegiatan rumah sakit di
luar pelayanan medis dan penunjang medis. Limbah non infeksius di laboratorium
contohnya kertas, kardus, tisu, sisa makanan/minuman, tisu, kaleng minuman, botol
minuman
a) Cara penanganan limbah non infeksius di laboratorium
Upaya penanganan limbah termasuk limbah non infeksius dilakukan dengan
melakukan pemilahan, pengumpulan, pengangkutan, pengolahan dan pemrosesan akhir.
Upaya pemilahan dapat dilakukan sesuai dengan kategori limbah yang ada, berlabel dan
memiliki warna pewadahan yang berbeda untuk memudahkan pengelolaan selanjutnya.
Sesuai ketentuan untuk limbah padat non medis menggunakan kantok plastik hitam.
Pengumpulan limbah non infeksius dilakukan dengan menggunakan kantong plastik
hitam dan/atau wadah (bak sampah) yang harus terpisah dengan limbah padat medis.
Wadah harus tertutup dan dari bahan yang mudah dibersihkan. Diupayakan pewadahan
tidak memungkinkan adanya kontak tangan langsung dengan bagian dalam bak sampah
(diupayakan bak sampah injak). Setelah dikumpulkan di masing-masing penghasil
limbah, maka pengumpulan selanjutnya dilakukan di Tempat Penampungan Sementara
(TPS).
Pengangkutan dilakukan mulai dari laboratorium dengan menggunakan alat
angkut (troli) limbah yang tertutup, dibedakan atau dipisah dengan troli yang digunakan
untuk mengangkut limbah medis, mudah dibersihkan. Pengangkutan dari sumber limbah
minimal dilakukan 2 (dua) kali sehari ke TPS. Hal ini dilakukan agar menghindari
penumpukan limbah yang akan mengganggu estetika, kenyamanan pasien dan mencegah
terjadinya tempat perkembang biakan vektor dan gangguan serangga serta binatang
pengganggu seperti tikus dan kucing. Setelah limbah non infeksius diangkut ke TPS,
maka upaya pengangkutan selanjutnya akan dilakukan dengan menggunakan alat angkut
baik menggunakan kendaraan roda tiga, pick up, maupun truk sesuai dengan kebutuhan/
kapasitas limbah padat yang diangkut. Pengangkutan dilakukan setiap hari ke TPA.
Pengolahan limbah non infeksius bisa saja dilakukan di rumah sakit jika ada tenaga dan
teknologi yang mendukung. Upaya pengolahan tersebut meliputi “kegiatan pemadatan,
pengomposan, daur ulang materi maupun daur ulang energi”. Pemrosesan akhir limbah
non infeksius dilakukan di Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Pemerintah kabupaten/
kota sebagai pelaksana dalam pemrosesan akhir.
B. Limbah Infeksius.
Limbah infeksius adalah limbah yang terkontaminasi organisme patogen yang
tidak secara rutin ada di lingkungan dan organisme tersebut dalam jumlah dan virulensi
yang cukup untuk menularkan penyakit pada manusia rentan. Limbah Infeksius berkaitan
dengan pasien yang memerlukan isolasi penyakit menular ataupun limbah laboratorium
yang berkaitan dengan pemeriksaan mikrobiologi dari poliklinik dan ruang
perawatan/isolasi penyakit menular.
C. Limbah Infeksius Cair
Limbah cair yang dihasilkan rumah sakit mempunyai karakteristik tertentu baik
fisik, kimia dan biologi. Limbah rumah sakit bisa mengandung bermacam-macam
mikroorganisme, tergantung pada jenis rumah sakit, tingkat pengolahan yang dilakukan
sebelum dibuang dan jenis sarana yang ada (laboratorium, klinik dll). Limbah cair adalah
semua air buangan termasuk tinja yang berasal dari kegiatan rumah sakit yang
kemungkinan mengandung mikroorganisme, bahan kimia beracun dan radioaktif yang
berbahaya bagi kesehatan Limbah cair di laboratorium contohnya darah, urin, cairan
tubuh, limbah yang dihasilkan alat pengujian, sisa-sisa bahan pemeriksaan, cat untuk
pemeriksaan mikroskopis, dan air bekas pencucian alat.
D. Cara Penanganan Limbah Infeksius cair
Pemilahan Kegiatan pemilahan dalam pengelolaan limbah cair ini dimaksudkan
untuk memastikan tidak adanya limbah padat yang ikut termasuk ke dalam saluran
pembuangan limbah cair dan yang diolah adalah limbah yang berbentuk cair. Kegiatan
pemilahan ini dapat dilakukan dengan adanya bar screen atau penyaring di muara
pembuangan atau sumber limbah cair sebelum masuk ke saluran pembuangan air limbah.
Di laboratorium disediakan wastafel khusus pembuangan limbah cair (spoolhock) yang
aliranya langsung ke bak penampungan sementara. Selain itu upaya pemilahan juga
dilakukan terhadap limbah cair dengan karakteristik tertentu, misalnya pada limbah cair
bahan kimia tertentu perlu adanya pengenceran, penetralan dan atau perlakukan tertentu
sebelum dibuang ke saluran pembuangan air limbah.
Pengumpulan Pengumpulan limbah cair di rumah sakit dibantu dengan sistem
perpipaan yang menghubungkan antara muara pembuangan yang berasal dari sumber
limbah dengan bak penampung sementara. Limbah cair yang telah dikumpulkan di bak
penampung sementara akan dialirkan ke bak penampung utama baik secara automatis
maupun dengan pendistribusian pompa manual. Kegiatan pengumpulan mulai dari
pendistribusian dan penampungan harus melalui saluran yang tertutup dan kedap air.
Setelah terkumpul di bak penampung utama baru akan dialirkan ke bak pengolahan untuk
diproses selanjutnya. 3. Pengolahan Berbagai teknologi banyak dilakukan dalam
pengolahan limbah, namun pada dasarnya pengolahan limbah cair dilakukan secara
fisika, biologi, kimia atau kombinasi dari ketiga proses pengolahan tersebut. Proses fisika
meliputi screening treatment, ekualisasi, sedimentasi, dan floatasi.
Pada limbah cair laboratorium, dapat dilakukan pretreatment dengan
memanfaatkan proses pengolahan kimia misalnya menetralisir dan mereduksi kandungan
logam berat yang ada dalam limbah cair sehingga tidak mengganggu pada unit IPAL
utama. 4. Pembuangan Limbah cair yang telah melalui tahap pengolahan akan dibuang ke
lingkungan. Air buangan limbah cair harus memenuhi baku mutu yang telah ditentukan
sesuai dengan “Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 5
Tahun 2014 tentang Baku Mutu Air Limbah” dan atau peraturan daerah setempat.
Pengukuran kualitas sesuai dengan baku mutu yang telah ditentukan tersebut wajib
dilakukan minimal sebulan sekali dan dilaporan ke dinas lingkungan hidup setempat.

E. Limbah Infeksius Padat


Limbah medis padat berasal dari limbah yang memiliki karakterisitik infeksius,
patologi, benda tajam, limbah dari farmasi, limbah yang masuk dalam kategori sitotoksik,
limbah tabung gas dengan kandungan logam berat yang tinggi baik itu yang digunakan
dalam rangka memberikan pelayanan medis seperti IGD, perawatan maupun penunjang
medis seperti laboratorium, radiologi, farmasi, dan lain sebagainya.
Limbah infeksius padat di laboratorium seperti sarung tangan sekali pakai, masker, kapas,
kaset rapid test, pot sampel, tabung darah, dan pipet.
Cara Penanganan Limbah Infeksius Padat
1. Pengurangan limbah (“minimasi limbah”)
 Pertimbangkan penggunaan bahan yang minim menghasilkan limbah dalam
pembelian.
 Upayakan penggunaan bahan kimia seminim mungkin
 Utamakan metode pembersihan secara fisik dibandingkan kimia.
 Sebisa mungkin menghindari penggunaan bahan yang dapat menjadi limbah.
 Lakukan monitoring sejak awal pembelian hingga menjadi limbah.
 Lakukan pemesanan sesuai dengan yang dibutuhkan.
 Gunakan bahan dengan masa expired date terdekat.
 Gunakan isi kemasan sampai habis.
 Lakukan pengecekan kadaluarsa dari setiap bahan pada
2. Pemilahan dan pewadahan
 Pemilahan limbah laboratorium wajib dilakukan. Limbah padat infeksius
(Sarung tangan, kapas dan tisue yang terkena darah/cairan tubuh) dimasukkan
ke dalam tempat sampah injak yang telah dilapisi dengan kantong plastik
warna kuning

 Harus disediakan suatu wadah dengan syarat:


a) bahan tidak mudah berkarat,
b) kedap air, terutama untuk menampung sampah basah tertutup rapat
c) mudah dibersihkan
d) mudah dikosongkan atau diangkut
e) tidak menimbulkan bising
f) tempat pengumpul sampah harus mempunyai tutup yang mudah
dibuka dan ditutup tanpa mengotori tangan
g) bertanda infeksius/biohazard 9) dilapisi plastik bewarna kuning
3. Pengumpulan, pengangkutan, dan penyimpanan limbah medis padat
 Pengumpulan dilakukan dalam tempat yang tertutup (tidak boleh
menggunakan tempat sampah terbuka)
 Pengangkutan dilakukan dari laboratorium menggunakan troli tertutup dan
tidak boleh dicampur dengan limbah non infeksius.
 Limbah infeksius padat dapat ditampung dan disimpan di tempat
penyimpanan sementara namun lama penyimpanan harus maksimal “48 jam
pada musim hujan dan maksimal 24 jam pada musim kemarau”.
F. Limbah Infeksius Tajam
Limbah infeksius tajam adalah obyek atau alat yang memiliki sudut tajam, sisi,
ujung atau bagian menonjol yang dapat memotong atau menusuk kulit seperti jarum
hipodermik, perlengkapan intravena, pipet pasteur, pecahan gelas, pisau bedah. Semua
benda tajam tersebut dapat menyebabkan cidera melalui sobekan atau tusukan.
G. Penanganan Limbah Infeksius Tajam
Limbah medis tajam seperti jarum suntik, lanset, objek glass dan yang beresiko
mengalami pecahan harus ditampung dalam tempat khusus yang dikenal dengan sebutan
safety box. Safety box harus sesuai dengan standar agar tidak memungkinkan terjadinya
kebocoran, tumpahan maupun tertusuk bagi petugas.
Syarat wadah limbah infeksius tajam:
• Tahan bocor dan tusukan
• Ada pegangan atau bisa dijunjung
• Ada penutup, kuat dan mudah dibersihkan
• Bila ¾ penuh ditutup dan diganti Penanganan dan pembuangan benda tajam
• Jarum sekali pakai dan langsung dibuang sendiri kedalam wadah tahan tusukan
• Kurangi resiko, misalnya: posisi pasien tepat, cukup cahaya
• Jangan dibengkokkan atau mematahkan jarum
• Wadah tersedia di tiap ruangan
• Lokasi wadah jauh dari jangkauan anak-anak
• Bila ¾ penuh, tutup, jangan sampai terlalu penuh
• Sebaiknnya limbah tajam di insenerasi atau dikubur (kedalam 2,5 m dan lokasi
10m dari sumber air)

Anda mungkin juga menyukai