A. Latar Belakang
Pelayanan pasien gawat darurat di rumah sakit difokuskan pada
Instalasi Gawat Darurat (IGD). IGD merupakan fasilitas rumah sakit yang
memberikan pertolongan pertama pada pasien yang mengalami kondisi gawat
darurat pada rumah sakit. Waktu pelayanan di IGD harus diperhatikan karena
setiap keterlambatan dapat mengakibatkan konsekuensi serius dan berkaitan
kehilangan nyawa. Oleh karena itu, pemerintah sebagai penyelenggara
pelayanan publik khususnya bidang kesehatan harus mampu memberikan
pelayanan yang sebaik-baiknya. Sehingga pelayanan yang diperoleh dapat di
apresiasikan menjadi pelayanan yang cepat dan tepat untuk menjamin
keselamatan dan meminimalisir resiko hilangnya nyawa seseorang maupun
kecacatan permanen. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 47 Tahun 2018 tentang pelayanan kegawatdaruratan disebutkan
bahwa penanganan gawat darurat harus diberikan sesuai kompetensi dan
kemampuan dengan respon time yang cepat dan penanganan yang tepat.
Senada dengan hal tersebut, standar akreditasi juga mensyaratkan waktu
tunggu pasien masuk ruang perawatan dari IGD maksimal adalah 2 jam
dengan target capaian adalah sebesar 80%.
Hal ini sangat berbeda dari fakta yang terjadi yaitu masih diketahui
lamanya waktu tunggu pasien di IGD sampai pasien masuk ruang perawatan
masih diatas 2 jam. Berdasarkan data yang diperoleh dari Komite Mutu dan
Keselamatan Pasien RSUD Sanjiwani Gianyar didapatkan data bahwa
ketepatan emergency boarding time di IGD RSUD Sanjiwani Gianyar pada
bulan Januari sampai september 2022 adalah rata-rata sebesar 37,96% dengan
rata-rata waktu emergency boarding time adalah sebesar 6 jam 2 menit.
Waktu tunggu pasien di IGD sampai masuk ruang perawatan adalah salah
satu parameter untuk mengukur tingkat kekroditan pelayanan pasien di IGD
yang tercantum pada aflikasi NEDOCS (Nationaly Emergency Department
Overcrowded Score). Semakin lama waktu tunggu pasien di IGD untuk
masuk ruangan, maka tingkat overcrowded di IGD. Over crowded di IGD
dapat disebabkan oleh 3 hal utama, yaitu mulai dari layanan pre hospital yang
berkaitan dengan SPGDT dan komunikasi pra rujukan, layanan di emergency
care yang meliputi proses triage, penanganan awal, pemeriksaan penunjang,
dan konsulen, serta layanan pasca emergency care yang meliputi proses
transfer ke ruang perawatan ataupun proses rujukan.
Berdasarkan hal tersebut, maka perlu adanya monitoring yang ketat
terhadap ketepatan waktu emergency boarding time di IGD yang masih
belum mencapai target dibawah 2 jam dengan capaian kurang 80%, sekaligus
mencari penyebabnya.
B. Tujuan
Mengidentifikasi penyebab ketidaktepatan waktu emergency
boarding time di IGD yang masih belum mencapai target dibawah 2 jam
dengan capaian kurang dari 80%,
C. Manfaat
Daily emergency boarding time monitoring diharapkan dapat
menjadi dasar pembuatan SPO dalam mengurangi waktu tunggu pasien IGD
yang akan opname dan mengurangi kekroditan IGD yang pada akhirnya akan
berimbas pada peningkatan kepuasan pasien dan keluarga yang dilayani di
IGD RSUD Sanjiwani Gianyar
BAB II
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Simpulan
1. Rata-rata emergency boarding time selama bulan januari sampai
September 2022 adalah 6 jam 2 menit dengan target capaian sebesar
37,96% dengan penyebabnya adalah DPJP konsulen sebesar 78%, kamar
yang penuh sebesar 17% dan penyebab lain sebesar 4,5%.
2. Rata-rata emergency boarding time selama bulan oktober 202s setelah
dilakukan intervensi berdasarkan Emergency boarding time monitoring
adalah 5 jam 30 menit denga capaian target sebesar 70,5% dengan
penyebabnya adalah kamar yang masih penuh sebesar 75% dan
menunggu jawaban konsul sebesar 21 %.
3. Emergency boarding time monitoring sangat efektif dipergunakan sebagai
data obyektif penyebab dari lamanya waktu tunggu pasien masuk ke
ruang perawatan
B. Saran
1. Pemantauan masih bersifat manual, sehingga perlu dilakukan digitalisasi
monitoring agar hasil nya bisa lebih valid melalui pengintegrasian di
rekam medis elektronik.
2. Perubahan stigma dari yang sebelumnya karena menunggu jawaban
konsul menjadi akibat kamar yang penuh, maka perlu dipertimbangkan
untuk membuka ruang perawatan yang sudah ada baik ruang rawat inap,
maupun ruang high care unit (HCU) serta menambah tenaga keperawatan
maupun medis.
Lampiran dokumentasi kegiatan :
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Henti jantung (Cardiac arrest) tidak bisa lepas dari penyakit
jantung dan pembuluh darah, karena penyebab tersering dari cardiac arrest
adalah penyakit jantung koroner. Data Organisasi Kesehatan Dunia
(WHO) menyebutkan, lebih dari 17 juta orang di dunia meninggal akibat
penyakit jantung dan pembuluh darah dan salah satu spectrum penyakit
jantung adalah penyakit jantung koroner.
Saat ini penyakit jantung koroner masih berkontribusi sebagai
spektrum penyakit jantung terbanyak di seluruh dunia dan menyebabkan
tingkat morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Diperkirakan bahwa
diseluruh dunia, PJK pada tahun 2020 menjadi pembunuh pertama tersering
yakni sebesar 36% dari seluruh kematian, angka ini dua kali lebih tinggi
dari angka kematian akibat kanker. (PERKI, 2019). Berdasarkan data Riset
Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018, setidaknya 15 dari 1000 orang,
atau sekitar 2.784.064 individu di Indonesia menderita penyakit jantung
(PERKI, 2019). Sedangkan berdasarkan data dari SIMRS RSUD Sanjiani
Ginayr, didapatkan data bahwa kunjungan pasien denga penyakit di IGD
RSUD Sanjiwani Gianyar pada bulan oktober 2020 adalah 48 orang, bulan
nopember 57 orang dan di bulan desember 2020 sebanyak 51 orang.
Cardiac arrest adalah berhentinya fungsi jantung secara tiba-tiba
pada seseorang yang telah atau belum diketahui menderita penyakit
jantung. Waktu dan kejadiannya tidak terduga, yakni segera setelah timbul
keluhan. Kematian otak dan kematian permanen terjadi dalam jangka
waktu 8 sampai 10 menit setelah seseorang mengalami cardiac arrest.
Cardiac arrest dapat dipulihkan jika tertangani segera dengan melakukan
CardioPulmonary Resusitation (CPR) dan defibrilasi untuk mengembalikan
denyut jantung normal. Kesempatan pasien untuk bisa bertahan hidup
berkurang 7 sampai 10 persen pada tiap menit yang berjalan tanpa CPR dan
defibrilasi (Pro Emergency, 2020)
Inti dari penangan cardiac arrest adalah kemampuan untuk bisa
mendeteksi dan bereaksi secara cepat dan benar untuk sesegera mungkin
mengembalikan denyut jantung ke kondisi normal untuk mencegah
terjadinya kematian otak dan kematian permanen (Pro Emergency, 2020).
Perawat yang merupakan petugas kesehatan yang berada di garda terdepan
dalam penanganan pasien memiliki peranan yang sangat penting dalam
memberikan pertolongan yang cepat dan tepat demi keselamatan pasien
serta mampu berkolaborasi secara professional dengan profesi medis
sehingga pelayanan pada kegawatdaruratan kardio dan vascular dapat
berjalan selaras dengan output meningkatnya survival pasien.
Berdasarkan data hasil wawancara dan study dokumentasi
terhadap matriks kompetensi tenaga keperawatan di IGD RSUD Sanjiwani
Gianyar pada bulan Agustus 2022, diketahui bahwa dari 28 orang tenaga
perawat yang bertugas di IGD RSUD Sanjiwani Gianyar semuanya
(100%) sudah memiliki sertifikat BTCLS (Basic Trauma dan
Cardiovascular Life Support) dan baru 7 orang (25%) yang memiliki
sertifikat keahlian advance cardiovascular life support for nurse (ACLS
For Nurse). Walaupun demikian, para perawat juga merasa belum begitu
percaya diri untuk melakukan tindakan life saving dan menjadi tim yang
proaktif dalam penanganan cardiac arrest yang terjadi
Berdasarkan uraian latar belakang dan sumber daya keperawatan
yang ada di IGD RSUD Sanjiwani Gianyar, maka penulis berkeinginan
mengembangkan kemampuan staf keperawatan dalam penanganan
kegawatdaruratan cardiovascular melalui program inovasi Friscals For
Nurse (Friday Cardiovascular Life Support For Nurse.
B. Tujuan
Terjadi peningkatan pengetahuan dan kompetensi perawat IGD
RSUD Sanjiwani Gianyar menolong korban dengan henti jantung atau
kegawat daruratan jantung melalui kerjasama tim (Team Dynamic).
C. Manfaat
1. Manajemen
Sebagai acuan dalam mengembangkan program diklat SDM
keperawatan sehingga dihasilkan perawat emergency dengan
kompetensi sesuai standar keperawatan emergency
2. Perawat
Program ini akan dapat meningkatkan kemampuan perawat
gawat darurat baik secara keilmuan maupun kompetensi dalam
penanganan kegawatdaruratan jantung dan pembuluh darah
3. Masyarakat
Masyarakat khususnya pasien yang mengalami gangguan kardio
dan vascular akan mendapatkan pelayanan yang bermutu tinggi serta
dapat dipertanggungjawabkan.
BAB II
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Simpulan :
1. Sebelum dilakukan kegiatan Fricals, rasa percaya diri perawat dalam
penanganan kondisi gawat darurat khususnya gawat darurat di bidang
cardiovascular masih kurang, walaupun 100% perawat sudah teralatih
dengan pelatihan basic Trauma dan cardiovascular life support ( BTCLS)
2. Kegiatan Fricals dilakukan setiap hari jumat dan di fasilitasi oleh
fasilitator perawat IGD yang sudah memiliki sertifikat TOT dan sudah
menjadi trainer pelatihan gawat darurat
3. Fricals memberikan efek yang positif dalam meningkatkan rasa percaya
diri perawat dalam penanganan kondisi gawat darurat.
B. Saran
1. Kegiatan ini perlu ditularkan ke unit-unit lain di lingkungan RSUD
Sanjiwani Gianyar, karena kondisi gawat darurat bidang kardiovaskular
bisa terjadi dimana saja, kapan saja dan pada siapa saja
2. Perlu adanya update keilmuan gawat darurat kardiovaskular secara
berkelanjutan melalui kegiatan pelatihan, symposium, workshop maupun
seminar, baik formal maupum informal.
Lampiran Dokumentasi