Anda di halaman 1dari 33

PERAWATAN LUKA OPERASI

(Guna memenuhi tugas kelompok Mata Kuliah Keterampilan Dasar Klinik Kebidanan)

Dosen Pengampu :
Ugi Sugiarsih, SKM., MM

Penyusun :
P17324422010 Artanti Sezena Salsabila
P17324422011 Aulia Mega Sholihah
P17324422012 Aulia Putri
P17324422013 Aura Silvanayla
P17324422036 Lia Rahmawati

Kelas :
Tingkat 1 A

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES BANDUNG


PROGRAM STUDI KEBIDANAN KARAWANG
2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah dengan
judul “Perawatan Luka Operasi” meskipun banyak kekurangan didalamnya. Dan juga
kami berterima kasih pada Ibu Ugi Sugiarsih, SKM., MM selaku Dosen Pengampu mata
kuliah Keterampilan Dasar Klinik Kebidanan yang telah memberikan tugas ini kepada
kami. Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan perawatan luka operasi. Kami juga menyadari sepenuhnya
bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab
itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah
kami buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa
saran yang membangun. Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun
yang membacanya dan dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang
membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang
kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan
di masa depan.

Karawang, 15 Maret 2023

Kelompok 5

2
DAFTAR ISI

Kata Pengantar………………...………….…………………………………………...…2

Daftar Isi…………………….………………..………..………………………...…...….3

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang…...……………………………………...……………….…...….4

1.2 Rumusan Masalah………………….………………………….……………....…5

1.3 Tujuan…………..…..………………………………………….………….……..5

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Konsep Dasar Perawatan Luka………………………..………………………….6-12

2.2 Tindakan Perawatan Luka ……………………….…………………..……….…12-16

2.3 Perawatan Luka Pada Bedah Kebidanan................………….............………..…16-17

2.4 Klasifikasi Luka Bedah Kebidanan ………….……………...………………..…17-26

2.5 Tindakan Perawatan Luka Bedah ….…………...……………………...………..26-31

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan……………………………………………………………………...….32

3.2 Saran………………………………………………..………………...…………….32

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………..…....33

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Luka operasi merupakan luka akut yang terjadi mendadak dilakukan pada daerah
kulit serta penyembuhan sesuai dengan waktu yang di perkirakan serta dapat
disembuhkan dengan baik bila terjadi komplikasi (Putra dalam Marsoaly,
2016).Luka operasi terjadi akibat insisi pada kulit abdomen dan uterus yang dibuat
untuk melahirkan bayi.Sehingga ibu memerlukan pengawasan intensif untuk
mengurangi komplikasi akibat pembedahan. Penyembuhan luka dimulai sejak
terjadinya cedera pada tubuh, kulit yang utuh merupakan garis depan perlawanan
terhadap masuknya organisme (Johnson dalam Pradika, 2015).
Mobilisasi dini merupakan suatu tindakan rehabilitative (pemulihan) yang
dilakukan setelah pasien sadar dari pengaruh anestesi dan sesudah
operasi.Mobilisasi berguna untuk membantu dalam jalannya penyembuhan
luka.Mobilisasi atau bergerak adalah kemampuan seseorang untuk bergerak secara
bebas dengan menggunakan koordinasi sistem saraf dan muskuloskeletal
(Sarwono, 2010).
Mobilisasi dini merupakan faktor yang menonjol dalam mempercepat pemulihan
pasca bedah dan dapat mencegah komplikasi pasca bedah.Banyak keuntungan bisa
diraih dari latihanditempat tidur dan berjalan pada periode dini pasca bedah.
Mobilisasi akan sangat berguna bagi semua sistem tubuh, terutama fungsi usus,
kandung kemih, sirkulasi dan paru-paru. Hal tersebut juga membantu mencegah
pembentukan bekuan darah (trombosis) pada pembuluh darah tungkai dan
membantu kemajuan ibu dari ketergantungan peran sakit menjadi peran sehat dan
tidak tergantung namun sebagian pasien enggan untuk melakukan mobilisasi dini
setelah beberapa jam melahirkan (Morgan & Hamilton, 2011).
Persalinan dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu pervaginam dan pelahiran
sectio caesarea (SC). Persalinan pervaginam adalah keluarnya hasil konsepsi
melewati jalan lahir yang dapat dilakukan tanpa bantuan alat (persalinan spontan)
dan dengan bantuan alat (obstetrik operatif). Pelahiran sectio caesarea adalah
persalinan buatan dimana janin dilahirkan melalui insisi pada dinding perut dan

4
dinding rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh dan berat janin diatas 500
gram yang sering disebut dengan sectio caesarea (Mitayani, 2011).
1.2. Rumusan Masalah
1) Apa konsep dari perawatan luka?
2) Bagaimana tindakan/cara perawatan luka
3) Bagaimana perawatan pada luka bedah kebidanan?
2.2. Tujuan
1) Tujuan umum
Mengetahui implementasi perawatan luka post operasi
2) Tujuan khusus
a) Mengetahui kesesuaian tahap kerja perawat dalam melakukan
perawatan luka post operasi berdasarkan karakteristik perawat.
b) Mengetahui kesesuain alat dan bahan yang digunakan dalam
perawatan luka berdasarkan karakteristik perawat.

5
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Konsep Dasar Perawatan Luka


1. Luka
a. Pengertian Luka
1) Menurut R. Sjamsu Hidayat, 1997
Luka adalah hilang atau rusaknya sebagian jaringan tubuh yang
disebabkan oleh trauma benda tajam atau tumpul, perubahan suhu, zat
kimia, ledakan, sengatan listrik atau gigitan hewan.
2) Menurut Koiner dan Taylan
Luka adalah terganggunya (disruption) integritas normal dari kulit dan
jaringan di bawahnya yang terjadi secara tiba-tiba atau disengaja, tertutup
atau terbuka, bersih atau terkontaminasi, superfisial atau dalam.
3) Menurut Mansjoer
Luka adalah keadaan hilang atau terputusnya kontuinuitas jaringan.
4) Menurut Inetna
Luka adalah injury pada jaringan yang mengganggu proses selular
normal.
Disimpulkan luka adalah suatu keadaan terputusnya kontinuitas jaringan
tubuh karena gesekan, tekanan, suhu, infeksi, dan yang lainnya yang dapat
menyebabkan terganggunya fungsi tubuh sehingga mengganggu aktivitas
sehari-hari. Dalam bahasa Indonesia dikenal dengan kata luka, borok, koreng,
dekubitus, dan lain-lain.
b. Klasifikasi Luka
1) Berdasarkan Sifat Kejadian
a) Luka disengaja (intentional traumatic)
Contoh : luka radiasi, luka bedah
b) Luka tidak disengaja (unintentional traumatic)
Contoh : Luka terbuka (abrasi / gesekan, puncture / tusukan,
hautration / akibat alat yang digunakan dalam perawatan luka), luka
tertutup.

6
2) Berdasarkan Penyebab
a) Luka mekanik
- Vulnus scissum (luka sayat / luka insisi / incised wounds) 
karakteristik : pinggiran luka rapi
- Vulnus contusum (luka memar / contusion wound)  karakterisitik
: cedera pada jaringan bawah kulit akibat benturan benda tumpul
- Vulnus laceratum (luka robek)  karakteristik : terdapat robekan
jaringan yang menyebabkan jaringan rusak
- Vulnus puncture (luka tusuk / puncture wound)  karakteristik :
luka luar tampak kecil namun bagian dalam besar
- Vulnus sclopetorum (luka tembak)
- Vulnus morsum (luka gigitan)  karakteristik : tidak jelas
bentuknya
- Vulnus abrasio (luka terkikis / abraced wound)  karakteristik :
tidak sampai ke pembuluh darah
b) Luka non mekanik
Contoh : sengatan listrik, obat.
3) Berdasarkan Lamanya Proses Penyembuhan
a) Luka akut
Adalah luka yang sembuh sesuai dengan waktu proses penyembuhan
luka (21 hari sesuai dengan proses menutupnya luka).
Contoh : luka operasi, luka kecelakaan dan luka bakar
b) Luka kronik
Adalah luka yang sulit sembuh dan fase penyembuhan lukanya
mengalami pemanjangan.
Contoh : luka tekan (dekubitus), luka karena diabetes, luka karena
pembuluh darah vena maupun arteri, luka kanker, luka dehiscene dan
abses.
4) Berdasarkan Tingkat Kontaminasi
a) Luka bersih (clean wounds)
Yaitu luka bedah yang tidak terinfeksi dan tidak terjadi proses
peradangan (inflamasi). Biasanya menghasilkan luka yang tertutup.

7
Luka tidak mengenai sistem gastrointestinal, pernapasan dan
genitourinaria.
b) Luka bersih terkontaminasi (clean-contamined wounds)
Yaitu luka pembedahan dimana sistem (sistem gastrointestinal,
pernapasan dan genitourinaria) sekitar luka terkontaminasi atau
terinfeksi.
c) Luka kontaminasi (contamined wounds)
Contoh : luka traumatik, luka terbuka, luka bedah dengan asepsis
yang buruk.
d) Luka infeksi (infected wounds)
Yaitu luka dimana area luka terdapat patogen dan disertai tanda-tanda
infeksi.
5) Berdasarkan Kedalaman Jaringan
a) Superficial : hanya jaringan epidermis
b) Partial thickness : luka yang meluas sampai ke dermis
c) Full thickness : luka meluas hingga ke lapisan yang paling dalam dari
jaringan subkutan hingga ke pascia dan struktur di bawahnya seperti
oto, tendon atau tulang.
6) Berdasarkan Stadium
a) Stadium I
Lapisan epidermis utuh, namun terdapat eritema atau perubahan
warna.
b) Stadium II
Kehilangan kulit superfisial dengan kerusakan lapisan epidermis dan
dermis. Eritema di jaringan sekitar yang nyeri, paas dan oedema.
Exudate (nanah) sedikit sampai sedang.
c) Stadium III
Kehilangan jaringan sampai dengan jaringan subkutan, dengan
terbentuknya rongga (cavity). Exudate sedang sampai banyak.

8
d) Stadium IV
Kehilangan jaringan subkutan dengan terbentuknya rongga (cavity)
yang melibatkan otot, tendon dan tulang. Exudate sedang sampai
banyak.
7) Berdasarkan Penampilan Klinis
a) Nekrotik (hitam) : eschar (jaringan parut) yang mengeras dan
mengering atau lembab.
b) Sloughy (kuning) : jaringan mati yang fibrous (tidak elastis)
c) Terinfeksi (kehijauan) : terdapat tanda-tanda klinis adanya infeksi
seperti nyeri, panas, bengkak, kemerahan dan peningkatan eksudat
d) Granulasi (merah) : jaringan granulasi yang sehat
e) Epitelisasi (merah muda) : terjadi epitelisasi.
c. Proses Penyembuhan Luka
Luka akan sembuh sesuai dengan tahapan yang spesifik dimana bisa terjadi
tumpang tindih (overlap). Proses penyembuhan luka tergantung pada jenis
jaringan yang rusak serta penyebab luka tersebut. Fase penyembuhan luka
meliputi :
1) Fase Inflamasi
Fase ini muncul segera setelah injury dan dapat berlanjut sampai 5 hari.
Dimulai saat terjadinya luka dan terjadi proses hemostatis yang ditandai
dengan pelepasan histamin dan mediator lain lebih dari sel-sel yang rusak,
disertai proses peradangan dan migrasi sel darah putih ke daerah yang
rusak. Tanda-tanda inflamasi disekitar luka antara lain : kemerahan
(rubor), hangat (kalor), bengkak (tumor), nyeri (dolor) dan hilangnya
fungsi (fungsi laesa).
2) Fase Proliferasi / Epitelisasi
Fase ini berlangsung dari hari ke 6 sampai dengan 3 minggu. Fibroblast
(sel jaringan penyambung) memiliki peran yang besar dalam proses
proliferasi. Pembuluh darah baru diperkuat oleh jaringan ikat dan
menginfiltrasi luka. Penampilan klinisnya antara lain dasar luka merah
cerah (granulasi dengan vaskularisasi baik), kadang ditemukan bekuan
darah, adanya kulit baru (epitelisasi) bewarna merah muda pada tepi luka.

9
3) Fase maturasi / Remodelling
Tahap ini berlangsung mulai pada hari ke 21 dan dapat berlangsung
sampai berbulan-bulan dan berakhir bila tanda radang sudah hilang. Pada
fase ini terjadi repitelisasi, kontruksi luka, dan organisasi jaringan ikat.
Dimana luka sudah menutup sempurna pada hari ke-21 dan akan muncul
bekas luka (scar) atau keloid (scar yang menebal) selama proses maturasi
berlangsung. Dalam fase ini terdapat remodeling luka yang merupakan
hasil dari peningkatan jaringan kolagen, pemecahan kolagen yang
berlebih dan regresi vaskularitas luka.
d. Faktor yang Mempengaruhi Penyembuhan Luka
Proses penyembuhan luka dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu:
1) Vaskularisasi
Mempengaruhi luka karena luka membutuhkan keadaan peredaran darah
yang baik utnuk pertumbuhan atau perbaikan sel.
2) Anemia
Memperlambat proses penyembuhan luka mengingat perbaikan sel
membutuhkan kadar protein yang cukup.
3) Usia
Kecepatan perbaikan sel berlangsung sejalan dengan pertumbuhan atau
kematangan usia seseorang. Namun selanjutnya proses penuaan dapat
menurunkan sistem perbaikan sel sehingga dapat memperlambat proses
penyembuhan luka.
4) Penyakit lain
Mempengaruhi proses penyembuhan luka. Seperti diabetes dan ginjal
dapat memperlambat proses penyembuhan luka.
5) Nutrisi
Merupakan unsur pertama dalam membantu perbaikan sel, terutama
karena kandungan zat gizi yang terdapat didalamnya, sebagai contoh
vitamin A untuk membantu proses epitelisasi/penutupan luka dan sintesis
kolagen, vitamin B kompleks sebagai kofaktor pada sistem enzim yang
mengatur metabolisme protein, karbohidrat dan lainnya.
6) Kegemukan, obat-obatan, merokok dan stres

10
7) Tehnik penanganan luka yang tidak tepat
8) Lokasi luka (mobilitas pasien)
9) Status imunologi
10) Kadar gula darah (impaired white cell function) dan Kadar albumin darah
(‘building blocks’ for repair, colloid osmotic pressure – oedema)
e. Tipe Penyembuhan Luka
1) Primary intention healing
Jaringan yang hilang minimal, tepi luka dapat kembali melalui jahitan,
klip atau plester
2) Delayed primary intention healing
Terjadi ketika luka terinfeksi atau terdapat benda asing yang menghambat
penyembuhan.
3) Secondary healing
Proses penyembuhan tertunda dan hanya bisa terjadi melalui proses
granulasi, kontraksi dan epitelisasi. Pada tipe ni menghasilkan scar.
2. Perawatan Luka
a. Pengertian Perawatan Luka
Perawatan luka merupakan tindakan untuk merawat luka dengan tujuan
meningkatkan proses penyembuhan jaringan dan mencegah infeksi.
Perawatan luka operasi adalah Perawatan luka yang dilakukan pada pasien
operasi dengan tujuan mencegah infeksi dan merasa aman.
b. Tujuan Perawatan Luka
1) Memberikan lingkungan yang memadai untuk penyembuhan luka.
2) Absorbsi drainase.
3) Menekan dan imobilisasi luka.
4) Mencegah jaringan epitel baru dari cedera mekanis.
5) Menghambat atau membunuh mikroorganisme.
6) Mencegah perdarahan.
7) Mencegah luka dari kontaminasi.
8) Meningkatkan hemostasis dengan menekan dressing.
9) Memberikan rasa nyaman mental dan fisik pada pasien.

11
c. Indikasi Perawatan Luka
1) Balutan kotor dan basah akibat eksternal
2) Terdapat rembesan eksudat
3) Mengkaji keadaan luka
4) Untuk mempercepat debridement (pengangkatan) jaringan nekrotik

2.2 Tindakan Perawatan Luka


1. Tipe Tindakan Perawatan Luka
a. Perawatan Luka Bersih
Prosedur perawatan yang dilakukan pada luka bersih (tanpa ada pus dan
necrose), termasuk didalamnya mengganti balutan.
b. Perawatan Luka Kotor
Perawatan pada luka yang terjadi karena tekanan terus menerus pada bagian
tubuh tertentu sehingga sirkulasi darah ke daerah tersebut terganggu.
Ciri – ciri :
Luka + serum
Luka + pus
Luka + nekrose

12
2. Bahan yang Digunakan dalam Tindakan Perawatan Luka
a. Sodium Klorida 0,9 %
Sodium klorida adalah larutan fisiologis yang ada di seluruh tubuh karena
antikseptik ini tidak ada reaksi hipersensitivitas dari sodium klorida. Normal
saline aman digunakan muntuk kondisi apapun (Lilley & Aucker, 1999).
Sodium klorida atau natrium klorida mempunyai Na dan Cl yang sama seperti
plasma. Larutan ini tidak mempengaruhi sel darah merah (Handerson, 1992).
Sodium klorida tersedia dalam beberapa konsentrasi, yang paling sering
adalah sodium klorida 0,9 %. Ini adalah konsentrasi normal dari sodium
klorida dan untuk antiseptik ini sodium klorida disebut juga normal saline
(Lilley & Aucker, 1999). Merupakan larutan isotonis aman untuk tubuh, tidak
iritan, melindungi granulasi jaringan dari kondisi kering, menjaga
kelembaban sekitar luka dan membantu luka menjalani proses penyembuhan
serta mudah didapat dan harga antiseptik lebih murah
b. Larutan povodine-iodine.
Iodine adalah element non metalik yang tersedia dalam bentuk garam yang
dikombinasi dengan bahan lain, walaupun iodine bahan non metalik iodine
berwarna hitam kebiru-biruan, kilau metalik dan bau yang khas. Iodine hanya
larut sedikit di air, tetapi dapat larut secara keseluruhan dalam antiseptik dan
larutan sodium iodide encer. Iodide antiseptik dan solution keduanya aktif
melawan spora tergantung konsentrasi dan waktu pelaksanaan (Lilley &
Aucker, 1999).
c. Larutan iodium anorganik
Larutan ini akan melepaskan iodium anorganik bila kontak dengan kulit atau
selaput antiseptik, sehingga cocok untuk luka kotor dan terinfeksi bakteri.
Bahan ini agak iritan dan antiseptik serta meninggalkan residu (Sodikin,
2002). Studi menunjukan bahwa antiseptic seperti povodine iodine toxic
terhadap sel (Thompson. J, 2000). Iodine dengan konsentrasi > 3 % dapat
memberi rasa panas pada kulit. Rasa terbakar akan nampak dengan iodine

13
ketika daerah yang dirawat ditutup dengan balutan oklusif kulit dapat ternoda
dan menyebabkan iritasi dan nyeri pada sisi luka. (Lilley & Aucker, 1999).
d. Larutan alkohol
Luka insisi dibersihkan dengan alkohol dan larutan suci hama (larutan
betadine dan sebagainya), lalu ditutup dengan kain penutup luka, secara
penodik pembalut luka diganti dan luka dibersihkan. Dibuat pula catatan
kapan benang / orave kapan dicabut atau dilonggarkan. Diperhatikan pula
apakah luka sembuh perprinum atau dibawah luka terdapat eksudat.
3. Persiapan Alat dan Bahan
a. Pinset anatomi
b. Pinset cirurghi
c. Gunting steril
d. Kapas sublimat / savlon dalam tempatnya
e. Larutan H2O2
f. Larutan boorwater
g. NaCl 0,9%
h. Gunting perban (gunting tidak steril)
i. Plester / pembalut
j. Bengkok
k. Kasa steril
l. Mangkok kecil
m. Handskon steril
4. Tahapan Tindakan Perawatan Luka
Dalam manajemen perawatan luka ada beberapa tahap yang dilakukan yaitu
evaluasi luka, tindakan antiseptik, pembersihan luka, penjahitan luka, penutupan
luka, pembalutan, pemberian antiboitik dan pengangkatan jahitan.
a. Evaluasi luka
meliputi anamnesis dan pemeriksaan fisik (lokasi dan eksplorasi).
b. Tindakan Antiseptik
Prinsipnya untuk mensucihamakan kulit. Tujuan untuk melakukan pencucian
/ pembersihan luka biasanya digunakan cairan atau larutan antiseptik.
c. Pembersihan Luka

14
Tujuan dilakukannya pembersihan luka adalah meningkatkan, memperbaiki
dan mempercepat proses penyembuhan luka serta menghindari terjadinya
infeksi.
Beberapa langkah yang harus diperhatikan dalam pembersihan luka yaitu :
1) Irigasi dengan sebanyak-banyaknya dengan tujuan untuk membuang
jaringan mati dan benda asing
2) Hilangkan semua benda asing dan eksisi semua jaringan mati.
3) Berikan antiseptik.
4) Bila diperlukan tindakan ini dapat dilakukan dengan pemberian anastesi
lokal.
5) Bila perlu lakukan penutupan luka.
d. Penjahitan luka
Luka bersih dan diyakini tidak mengalami infeksi serta berumur kurang dari
8 jam boleh dijahit primer, sedangkan luka yang terkontaminasi berat dan atau
tidak berbatas tegas sebaiknya dibiarkan sembuh.
e. Penutupan luka
Penutupan luka adalah mengupayakan kondisi lingkungan yang baik pada
luka sehingga proses penyembuhan berlangsung optimal.
f. Pembalutan
Pertimbangan dalam menutup dan membalut luka sangat tergantung pada
penilaian kondisi luka. Pembalutan berfungsi sebagai pelindung terhadap
penguapan, infeksi, mengupayakan lingkungan yang baik bagi luka dalam
proses penyembuhan, sebagai fiksasi dan efek penekanan yang mencegah
berkumpulnya rembesan darah yang menyebabkan hematom.
g. Pemberian Antibiotik
Prinsipnya pada luka bersih tidak perlu diberikan antibiotik dan pada luka
terkontaminasi atau kotor maka perlu diberikan antibiotik.
h. Pengangkatan Jahitan
Jahitan diangkat bila fungsinya sudah tidak diperlukan lagi. Waktu
pengangkatan jahitan tergantung dari berbagai faktor seperti, lokasi, jenis
pengangkatan luka, usia, kesehatan, sikap penderita dan adanya infeksi.

15
2.3. Perawatan Luka Pada Bedah Kebidanan
1. Pengertian
Adalah Perawatan luka yang dilakukan pada pasien post operasi
2. Tujuan
a. Mencegah infeksi
b. Mempercepat proses penyembuhan luka
c. Merasa nyaman
d. Pemulihan kesehatan fisiologi dan psikologi
3. Masalah yang Terjadi pada Luka Bedah Kebidanan
a. Perdarahan
Ditandai dengan adanya perdarahan yang disertai perubahan tanda vital
seperti adanya peningkatan denyut nadi, kenaikan pernapasan, penurunan
tekanan darah, melemahnya kondisi tubuh, kehausan, serta keadaan kulit
yang dingin dan lembap.
b. Infeksi
Dapat terjadi bila terdapat tanda-tanda seperti kulit kemerahan, demam atau
panas, rasa nyeri dan timbul bengkak, jaringan disekitar luka mengeras, serta
adanya kenaikan leukosit.
c. Dehiscene
Merupakan pecahnya luka secara sebagian atau seluruhnya yang dapat
dipengaruhi oleh faktor, seperti kegemukan, kekurangan nutrisi, terjadinya
trauma, dan lain-lain. Sering ditandai dengan kenaikan suhu tubuh (demam),
dan rasa nyeri pada daerah luka.

2.4. Klasifikasi Luka Bedah Kebidanan


1. Episiotomi / Laserasi Episiotomi
a. Pengertian
Episiotomi adalah insisi pada perineum untuk memperbesar mulut vagina.
Episiotomi adalah sebuah irisan bedah pada perineum untuk memperbesar
muara vagina yang dilakukan tepat sebelum keluarnya kepala bayi
(Eisenberg, A., 1996).
Episiotomi adalah suatu tindakan insisi pada perineum yang menyebabkan

16
terpotongnya selaput lendir vagina, cincin selaput dara, jaringan pada septum
rektovaginal, otot-otot dan fasia perineum dan kulit sebelah depan perineum.
(Wiknjosastro, 2008).
Episiotomi adalah suatu tindakan yang disengaja pada perineum dan vagina
yang sedang dalam keadaan meregang.
b. Klasifikasi
1) Episiotomi medial
Paling sering dilakukan. Episiotomi ini efektif, mudah diperbaiki, dan
biasanya nyeri yang timbul lebih ringan. Kadang-kadang dapat terjadi
perluasan melalui sfingter rectum (laserasi derajat ketiga) atau bahkan ke
kanal ani (laserasi derajat keempat).
2) Episiotomi mediolateral
Dilakukan pada persalinan dengan tindakan jika ada kemungkinan terjadi
perluasan kearah posterior. Meskipun dengan demikian robekan derajat
empat dapat dihindari, tetapi robekan derajat tiga dapat terjadi. Selain itu,
Jika dibandingkan dengan episiotomi medial, kehilangan darah akan lebih
banyak dan perbaikan lebih sulit serta lebih nyeri.

17
c. Perawatan Luka Episiotomi
Merupakan pemenuhan kebutuhan untuk menyehatkan luka akibat insisi pada
perineum yang dalam masa antara kelahiran plasenta sampai dengan
kembalinya organ genetik seperti pada waktu sebelum hamil. Tujuan
perawatan adalah untuk mencegah infeksi perineum, untuk penyembuhan
luka dan kebersihan perineum.
d. Waktu Perawatan Luka Episiotomi
1) Saat mandi
2) Setelah buang air kecil
3) Setelah buang air besar
e. Cara Perawatan Luka Episiotomi
Perawatan dapat mengurangi kemungkinan terjadinya infeksi dengan cara
menjaga kebersihan perineum caranya sebagai berikut:
1) Persiapan :
a) Siapkan air hangat
b) Sabun dan washlap
c) Handuk kering dan bersih
d) Pembalut ganti yang secukupnya
e) Celana dalam yang bersih
2) Cara merawatnya :
a) Lepas semua pembalut dan cebok dari arah depan ke belakang
b) Washlap dibasahi dan buat busa sabun lalu gosokkan perlahan
washlap yang sudah ada busa sabun tersebut ke seluruh lokasi luka
jahitan. Jangan takut dengan rasa nyeri, bila tidak dibersihkan dengan
benar maka darah kotor akan menempel pada luka jahittan dan
menjadi tempat kuman berkembang biak.
c) Bilas dengan air hangat dan ulangi sekali lagi sampai yakin bahwa
luka benar – benar bersih. Bila perlu lihat dengan cermin kecil.
d) Setelah luka bersih boleh berendam dalam air hangat dengan
menggunakan tempat rendam khusus. Atau bila tidak bisa melakukan
perendaman dengan air hangat cukup di siram dengan air hangat.

18
e) Kenakan pembalut baru yang bersih dan nyaman dan celana dalam
yang bersih dari bahan katun. Jangan mengenakan celana dalam yang
bisa menimbulkan reaksi alergi.
f) Segera mengganti pembalut jika terasa darah penuh, semakin bersih
luka jahitan maka akan semakin cepat sembuh dan kering.
g) Konsumsi makanan bergizi dan berprotein tinggi agar luka jahitan
cepat sembuh. Makanan berprotein ini bisa diperoleh dari telur, ikan,
ayam dan daging, tahu, tempe. Jangan pantang makanan, ibu boleh
makan semua makanan kecuali bila ada riwayat alergi.
h) Luka tidak perlu dikompres obat antiseptik cair tanpa seizin dokter
atau bidan.
i) Lamanya jahitan mengering
j) Luka jahitan rata-rata akan kering dan baik dalam waktu kurang dari
satu minggu. Bila keluar darah kotor bau busuk dari jalan lahir, ibu
panas, dan luka jahitan bengkak kemerahan terasa sangat nyeri atau
luka jahitan bernanah. Ada beberapa catatan yang perlu diketahui:
c) Luka jahitan terasa sedikit nyeri
Jangan cemas, rasa nyeri ini akibat terputusnya jaringan syaraf
dan jaringan otot , namun semakin sering di gerakkan maka nyeri
akan berkurang. Bila ibu hanya berbaring terus menerus dan takut
bergerak karena nyeri akan menghambat proses penyembuhan.
Sirkulasi darah pada luka menjadi tidak lancar.
d) Luka terlihat sedikit bengkak dan merah
Pada proses penyembuhan luka tubuh secara alami akan
memproduksi zat-zat yang merupakan reaksi perlawanan terhadap
kuman. Sehingga dalam proses penyembuhan luka kadang terjadi
sedikit pembengkakan dan kemerahan. Asalkan luka bersih ibu
tak perlu cemas. Bengkak dan merah ini bersifat sementara.
2. Abses Payudara
a. Pengertian
Abses adalah pengumpulan eksudat purulen yang terjebak di dalam jaringan
yang kemudian membentuk rongga yang secara anatomis sebelumnya tidak

19
ada dengan jaringan fibrotik disekitarnya sebagai respon tubuh terhadap
adanya infeksi.
Abses Payudara adalah suatu kondisi medis yang ditandai dengan kumpulan
nanah yang terbentuk di bawah kulit payudara sebagai akibat dari infeksi
bakteri. Kondisi ini menyebabkan payudara membengkak, merah, dan nyeri
bila disentuh.

b. Gejala
3) Tanda-tanda inflamasi pada payudara (merah dan kulit terlihat mengkilap,
panas jika disentuh, membengkak dan adanya nyeri tekan)
4) Teraba massa
Suatu abses yang terbentuk tepat di bawah kulit biasanya tampak sebagai
suatu benjolan yang teraba fluktuatif (lunak) atau edema keras. Jika abses
akan pecah, maka daerah pusat benjolan akan lebih putih karena kulit di
atasnya menipis.
5) Gejala sistematik berupa demam tinggi, menggigil dan malaise (lesu atau
tidak enak badan)
6) Nipple discharge )keluar cairan dari puting susu, biasanya mengandung
nanah)
7) Gatal-gatal
8) Pembesaran kelenjar getah bening ketiak pada sisi yang sama denan
payudara yang terkena
c. Etiologi
Infeksi pada payudara biasanya disebabkan oleh bakteri yang umum
ditemukan pada kulit normal (staphylococcus aureus). Infeksi terjadi
khususnya pada saat ibu menyusui. Bakteri masuk ke tubuh melalui kulit

20
yang rusak, biasanya pada puting susu yang rusak pada masa awal menyusui.
Area yang terinfeksi akan terisi dengan nanah. Adapun patogenesis dari abses
payudara ini adalah luka atau lesi pada puting sehingga terjadi peradangan
kumudian organisme berupa bakteri atau kuman masuk kedalam payudara
sehingga pengeluaran susu terhambat akibat penyumbatan duktus kemudian
terjadi infeksi yang tidak tertangani yang mengakibatkan terjadinya abses.
d. Diagnosa
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik. Jika
tidak sedang menyusui, bisa dilakukan mammografi atau biopsi payudara.
e. Penanganan
1) Teknik menyusui yang benar
2) Perawatan payudara
3) Hentikan menyusui pada payudara yang mengalami abses, tetapi ASI
harus tetap dikeluarkan.
4) Apabila abses bertambah parah dan mengeluarkan nanah (insisi dan
drainase), berikan antibiotik. Caranya :
a) Jika abses telah pecah, maka mulai painting dari arah luar ke dalam
(bagian yang kotor diusap terakhir)
b) Drepping (pemakaina duk steril)
c) Anastesi dengan chlor ethyl topical (dengan disemprot)
d) Siapkan bengkok dan kassa untuk menampung eksudat)
e) Insisi bagian yang fluktuatif dan dinding yang paling tipis dengan
pisau no. 11 kemudian lebarkan

f) Tekan sampai pus atau eksudat minimal

21
g) Lakukan debridement (pengangkatan) jaringan nekrotik dengan kuret
atau kassa

h) Irigasi dengan NaCl 9 % sampai jernih


i) Bilas dengan H2O2
j) Cuci dengan antiseptik poviden iodine (betadin), chlorhexidin
(savlon)
k) Jika kemingkinan eksudat masih ada atau diperkirakan masih
produktif sebaiknya dipasang drain (dengan penroos drai atau
potongan karet handscoon steril)
l) Rawat sebagai luka terbuka (tidak dijahit)
f. Pencegahan
1) Hoffman exercises
Dilakukan pada ibu yang memiliki puting susu yang rata. Latihan ini
dimulai sejak usia kehamilan 38 minggu. cara melakukannya adalah
dengan menggunakan pelicin (contoh : vaselin, baby oil) pada areola,
kemudian dua ruas jari (jari telunjuk dan ibu jari) diletakkan sepanjang
sisi puting susu dan kulit lalu menarik dengan lembut arah horizontal
(dilakukan beberapa kali). Selain itu bisa juga dengan menarik puting
dengan spuit.
2) Bersihkan puting susu dan payudara sebelum dan sesudah menyusui
3) Hindari pakaian yang menyebabkan iritasi pada payudara

22
4) Menyusui secara bergantian pada masing-masing payudara. Bila dirasa
masih penuh namun bayi sudah tidak mau menyusui maka dipompa.
5) Gunakan teknik menyusui yang benar
6) Perawatan payudara
3. Sectio Caesarea
a. Pengertian
Sectio Caesaria secara umum adalah operasi yang dilakukan untuk
mengeluarkan janin dan plasenta dengan membuka dinding perut dan uterus
(Wiknjosastro, 2005).
Sectio Caesarea berasal dari bahasa Latin, Caedere, artinya memotong.
Sectio Caesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat sayatan
pada dinding rahim. Pada pasien yang dilakukan operasi pembedahan untuk
tindakan sectio cesarea ini memerlukan beberapa perhatian karena ibu nifas
yang melahirkan dengan operasi caesarea agar dapat melewati fase
penyembuhan pasca operasi tanpa komplikasi.
b. Klasifikasi
Menurut Wiknjosastro (2005), luka Sectio Caesaria dapat diklasifikasikan
menjadi 3 jenis yaitu:
1) Sectio Caesaria Transperitonealis Profunda
Merupakan pembedahan yang paling banyak dilakukan dengan insisi di
segmen bawah uterus. Keunggulan pembedahan ini adalah perdarahan
luka insisi tidak seberapa banyak. Bahaya peritonitis tidak besar. Parut
pada uterus umumnya kuat sehingga bahaya rupture uteri dikemudian hari
tidak besar karena dalam masa nifas segmen bawah uterus tidak seberapa
banyak mengalami kontraksi seperti korpus uteri, sehingga luka dapat
sembuh lebih sempurna.
2) Sectio Caesaria Klasik atau Sectio Caesaria Corporal
Merupakan pembuatan insisi pada bagian tengah korpus uteri sepanjang
10-12 cm dengan ujung bawah di atas batas plika vesiko uterine. Insisi ini
dibuat hanya diselenggarakan apabila ada halangan untuk melakukan
Sectio Caesaria transperitonealis profunda (misalnya melekat eratnya
uterus pada dinding perut karena Sectio Caesaria yang dahulu, insisi di

23
segmen bawah uterus mengandung bahaya perdarahan banyak
berhubungan dengan letaknya plasenta pada plasenta previa). Kekurangan
pembedahan ini disebabkan oleh lebih besarnya bahaya peritonitis, dan
kira-kira 4 kali lebih bahaya rupture uteri pada kehamilan yang akan
datang. Sesudah Sectio Caesaria klasik sebaiknya dilakukan sterilisasi
atau histerektomi.
3) Sectio Caesaria Ekstraperitoneal
Sectio Caesaria ini dilakukan untuk mengurangi bahaya infeksi puerperal,
akan tetapi dengan kemajuan pengobatan terhadap infeksi, pembedahan
Sectio Caesaria ini sekarang tidak banyak lagi dilakukan. Pembedahan
tersebut sulit dalam tehniknya.
c. Penatalaksanaan Medis Pasca Sectio Caesarea
Penatalaksanaan medis dan perawatan setelah dilakukan sectio caesarea
(Prawirohardjo, 2007), yaitu :
1) Perdarahan dari vagina harus dipantau dengan cermat
2) Fundus uteri harus sering dipalpasi untuk memastikan bahwa uterus tetap
berkontraksi dengan kuat
3) Pemberian analgetik dan antibiotik
4) Periksa aliran darah uterus paling sedikit 30 ml/jam
5) Pemberian cairan intra vaskuler, 3 liter cairan biasanya memadai untuk 24
jam pertama setelah pembedahan
6) Ambulasi satu hari setelah pembedahan klien dapat turun sebentar dari
tempat tidur dengan bantuan orang lain
7) Perawatan luka : insisi diperiksa setiap hari, jahitan kulit (klip) diangkat
pada hari ke empat setelah pembedahan
8) Pemeriksaan laboratorium : hematokrit diukur pagi hari setelah
pembedahan untuk memastikan perdarahan pasca operasi atau
mengisyaratkan hipovolemia.
4. Infeksi Luka Operasi
a. Pengertian
Infeksi adalah proses invasif oleh mikroorganisme dan berpoliferasi di dalam
tubuh yang menyebabkan sakit sehabis tindakan bedah.

24
Infeksi Luka Operasi (ILO) atau Infeksi Tempat Pembedahan (ITP) / Surgical
Site Infection (SSI) adalah infeksi pada luka operasi atau organ/ruang yang
terjadi dalam 30 hari paska operasi atau dalam kurun 1 tahun apabila terdapat
implan. Sumber bakteri pada ILO dapat berasal dari pasien, dokter dan tim,
lingkungan, dan termasuk juga instrumentasi
b. Tanda-tanda Infeksi
1) Kalor (Panas)
Daerah peradangan pada kulit menjadi lebih luas panas dari
sekelilinginya, sebab terdapat lebih banyak darah yang disalurkan ke area
terkena infeksi/ fenomena panas lokal karena jaringan-jaringan tersebut
sudah mempunyai suhu inti dan hiperemia lokal tidak menimbulkan
perubahan.
2) Dolor (Rasa Sakit)
Dolor dapat ditimbulkan oleh perubahan PH lokal atau konsentrasi lokal
ion-ion tertentu dapat merangsang ujung saraf. pengeluaran zat kimia
tertentu seperti histamin atau zat kimia bioaktif lainnya dapat merangsang
saraf nyeri, selain itu pembengkakan jaringan yang meradang
mengakibatkan peningkatan tekanan lokal dan menimbulkan rasa sakit.
3) Sopor (Kemerahan)
Merupakan hal pertama yang terlihat didaerah yang mengalami
peradangan. Waktu reaksi peradangan mulai timbul maka arteriol yang
mensuplai daerah tersebut melebar, dengan demikian lebih banyak darah
yang mengalir kedalam mikro sirkulasi lokal. Kapiler-kapiler yang
sebelumnya kosong atau sebagian saja meregang, dengan cepat penuh
terisi darah. Keadaan ini yang dinamakan hiperemia atau kongesti.
4) Tumor (Pembengkakan)
Pembengkakan ditimbulkan oleh karena pengiriman cairan dan sel-sel
dari sirkulasi darah kejaringan interstisial. Campuran cairan dan sel yang
tertimbun di daerah peradangan disebut eksudat.
5) Fungsiolaesa
Adanya perubahan fungsi secara superficial bagian yang bengkak dan
sakit disrtai sirkulasi dan lingkungan kimiawi lokal yang abnormal,

25
sehingga organ tersebut terganggu dalam menjalankan fungsinya secara
normal.
c. Faktor yang Mempengaruhi Infeksi Luka Operasi
1) Environment
a) Lamanya waktu tunggu pre operasi di RS
b) Teknik septik antiseptik
c) Ventilasi ruang operasi
2) Pasien
a) Umur
b) Nutrisi dan berat badan
c) Penyakit
d) Obat-obat yang digunakan
d. Prinsip Pencegahan Infeksi Luka Operasi
1) Mengurangi resiko infeksi dari pasien
2) Mencegah transmisi mikroorganisme dari petugas, lingkungan, instrumen
dan pasien itu sendiri
e. Perawatan Infeksi Luka Operasi
1) Pembersihan luka
2) Pembalutan
3) Kondisi pasien stabil
4) Sterilisasi

2.5. Tindakan Perawatan Luka Bedah


1. Ganti Balutan

a. Pengertian Mengganti Balutan


Melakukan perawatan pada luka dengan cara mamantau keadaan luka,
melakukan penggatian balutan (ganti verban) dan mencegah terjadinya

26
infeksi,yiatu dengan cara mengganti balutan yang kotor dengan balutan yang
bersih.
b. Tujuan
1) Meningkatkan penyembuhan luka dengan mengabsorbsi cairan dan dapat
menjaga kebersihan luka
2) Melindungi luka dari kontaminasi
3) Dapat menolong hemostatis (bila menggunakan elastis verband)
4) Membantu menutupnya tepi luka secara sempurna
5) Menurunkan pergerakan dan trauma
6) Menutupi keadaan luka yang tidak menyenangkan
c. Indikasi
Pada balutan yang sudah kotor
d. Kontra Indikasi
1) Pembalut dapat menimbulkan situasi gelap, hangat dan lembab sehingga
mikroorganisme dapat hidup
2) Pembalut dapat menyebabkan iritasi pada luka melalui gesekan-gesekan
pembalut.
e. Persiapan Alat
1) Alat-alat steril
a) Pinset anatomis 1 buah
b) Pinset sirugis 1 buah
c) Gunting bedah/jaringan 1 buah
d) Kassa kering dalam kom tertutup secukupnya
e) Kassa desinfektan dalam kom tertutup
f) Sarung tangan 1 pasang
g) Korentang/forcep
2) Alat-alat tidak steril
a) Gunting verban 1 buah
b) Plester
c) Pengalas
d) Kom kecil 2 buah (bila dibutuhkan)
e) Nierbeken 2 buah

27
f) Kapas alkohol
g) Aceton/bensin
h) Sabun cair anti septik
i) NaCl 9 %
j) Cairan antiseptic (bila dibutuhkan)
k) Sarung tangan 1 pasang
l) Masker
m) Air hangat (bila dibutuhkan)
n) Kantong plastik/baskom untuk tempat sampah
f. Pelaksanaan
1) Jelaskan kepada pasien tentang tindakan yang akan dilakukan
2) Dekatkan alat-alat ke pasien
3) Pasang sampiran
4) Bidan cuci tangan
5) Pasang masker dan sarung tangan yang tidak steril
6) Atur posisi pasien sesuai dengan kebutuhan
7) Letakkan pengalas dibawah area luka
8) Letakkan nierbeken didekat pasien
9) Buka balutan lama (hati-hati jangan sampai menyentuh luka) dengan
menggunakan pinset anatomi, buang balutan bekas kedalam nierbeken.
10) Jika menggunakan plester lepaskan plester dengan cara melepaskan
ujungnya dan menahan kulit dibawahnya, setelah itu tarik secara perlahan
sejajar dengan kulit dan kearah balutan. (Bila masih terdapat sisa perekat
dikulit, dapat dihilangkan dengan aceton/ bensin)
11) Bila balutan melekat pada jaringan dibawah, jangan dibasahi, tapi angkat
balutan dengan berlahan
12) Letakkan balutan kotor ke neirbeken lalu buang kekantong plastic, hindari
kontaminasi dengan permukaan luar wadah
13) Kaji lokasi, tipe, jumlah jahitan atau bau dari luka
14) Membuka set balutan steril dan menyiapkan larutan pencuci luka dan obat
luka dengan memperhatikan tehnik aseptic
15) Buka sarung tangan ganti dengan sarung tangan steril

28
16) Membersihkan luka dengan sabun anti septic atau NaCl 9 %
17) Memberikan obat atau antikbiotik pada area luka (disesuaikan dengan
terapi)
18) Menutup luka dengan cara:
a) Balutan kering
e) Lapisan pertama kassa kering steril untuk menutupi daerah insisi
dan bagian sekeliling kulit
f) Lapisan kedua adalah kassa kering steril yang dapat menyerap
g) Lapisan ketiga kassa steril yang tebal pada bagian luar
b) Balutan basah – kering
h) Lapisan pertama kassa steril yang telah diberi dengan cairan
fisiologik untuk menutupi area luka
i) Lapisan kedua kasa steril yang lebab yang sifatnya menyerap
j) Lapisan ketiga kassa steril yang tebal pada bagian luar
c) Balutan basah – basah
k) Lapisan pertama kassa steril yang telah diberi dengan cairan fisiologik
untuk menutupi luka
l) Lapisan kedua kassa kering steril yang bersifat menyerap
m) Lapisan ketiga (paling luar) kassa steril yang sudah dilembabkan
dengan cairan fisiologik
19) Plester dengan rapi
20) Buka sarung tangan dan masukan ke dalam nierbeken
21) Lepaskan masker
22) Atur dan rapikan posisi pasien
23) Buka sampiran
24) Evaluasi keadaan umum pasien
25) Rapikan peralatan dan kembalikan ketempatnya dalam keadaan bersih,
kering dan rapi
26) Cuci tangan
27) Dokumentasikan tindakan dalam catatan kebidanan

29
2. Angkat Jahitan

a. Pengertian
Mengangkat atau membuka benang jahitan pada luka yang dijahit. Gunanya
untuk menjegah timbulnya infeksi dan tertinggalnya benang.
Operasional dilakukan pada :
1) Luka operasi yang sudah waktunya diangkat jahitannya
2) Luka pasca bedah yang sudah sembuh
3) Luka infeksi oleh karena jahitan
b. Persiapan
1) Persiapan Klien
a) Cek perencanaan Kebidanan klien
b) Klien diberi penjelasan tentang prosedur yang akan dilakukan
2) Persiapan Alat
a) Set angkat jahitan seteril
b) Kapas bulat / lidi kapas
c) Bengkok
d) Gunting dan plester
e) Alkohol 70 % / wash bensin
f) Kantong balutan kotor
g) Kassa / tufer dalam tromol
h) Bethadine 10 %
c. Pelaksanaan
1) Bidan cuci tangan
2) Memasang sampiran disekeliling tempat tidur
3) Atur posisi klien sesuai kebutuhan

30
4) Meletakan set angkat jahitan didekat klien atau didaerah yang mudah
dijangkau
5) Membuka set angkat jahitan seteril
6) Membuka balutan dengan hati-hati dan balutan dimasukan kedalam
kantong balutan kotor, bekas-bekas plester dibersihkan dengan kapas
bensin
7) Mendisinfeksi sekitar luka operasi dengan kapas alkohol 70 % dan
mengolesi luka operasi dengan bethadine 10 %
8) Melepaskan jahitan satu persatu selang seling, dengan cara :
9) Menjepit simpul jahitan dengan pinset anatomis dan ditarik sedikit keatas
kemudian menggunting benang dibawah simpul yang berdekatan dengan
kulit atau pada sisi yang lain yang tidak simpul
10) Mengolesi luka dan sekitarnya dengan bethadine
11) Menutup luka dengan kassa kering dan diplester
12) Merapihkan klien dan alat – alat dibereskan
13) Bidan cuci tangan
14) Perhatikan dan catat reaksi klien setelah melakukan tindakan
d. Evaluasi
Perhatikan respon klien dan hasil tindakan
e. Dokumentasi
Mencatat tindakan yang telah dilakukan (waktu pelaksanaan, respon klien,
hasil tindakan, Kondisi luka, bidan yang melakukan ) pada catatan kebidanan

31
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Luka adalah suatu keadaan terputusnya kontinuitas jaringan tubuh karena
gesekan, tekanan, suhu, infeksi, dan yang lainnya yang dapat menyebabkan
terganggunya fungsi tubuh sehingga mengganggu aktivitas sehari-hari. Dalam
bahasa Indonesia dikenal dengan kata luka, borok, koreng, dekubitus, dan lain-
lain.
Luka akan sembuh sesuai dengan tahapan yang spesifik dimana bisa
terjadi tumpang tindih (overlap). Proses penyembuhan luka tergantung pada
jenis jaringan yang rusak serta penyebab luka tersebut. Perawatan luka
merupakan tindakan untuk merawat luka dengan tujuan meningkatkan proses
penyembuhan jaringan dan mencegah infeksi.
Perawatan luka operasi adalah Perawatan luka yang dilakukan pada pasien
operasi dengan tujuan mencegah infeksi dan merasa aman.

3.2. Saran
Dengan membaca makalah ini diharapkan penyusun dapat memahami dan
mengaplikasikan perawatan luka operasi. Bagi tenaga pelayan kesehatan
terutama bidan.

32
DAFTAR PUSTAKA
1. Johnson R. Taylor W. (2000). Skill For Midwifery Practice
2. Smith S. Duell D. (1985). Clinical Nursing Skill
3. Varney. (1997). Varney’s Midwifery
4. Hotma R. dkk. (2000). Pemeriksaan Fisik
5. Carcio H.A. (1999)., Advanced Health Assesment Of Woman
6. Asmadi. 2008. Teknik Prosedural Keperawatan: Konsep dan Aplikasi Kebutuhan
Dasar Klien. Jakarta: Salemba Medika
7. Bobak, K. Jensen. 2005. Perawatan Maternitas. Jakarta: EGC.
8. Dudley HAF, Eckersley JRT, Paterson-Brown S. 2000. Pedoman Tindakan Medik
dan Bedah. Jakarta: EGC.
9. Effendy, Christantie dan Ag. Sri Oktri Hastuti. 2005. Kiat Sukses menghadapi
Operasi. Yogyakarta: Sahabat Setia.
10. Potter & Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta: EGC
11. Maryunani, A. (2002). Keterampilan Dasar Praktik Klinik Kebidanan
12. Hidayat, A. Aziz Aimul. (2008). Keterampilan Dasar Praktik Klinik Kebidanan.
Penerbit Salemba Medika, Jakarta
13. Uliyah, M., dkk, (2012), Keterampilan Dasar Kebidanan (KDK) I, Surabaya, Health
Book Publishing
14. Suriadi, 2007. Manajemen Luka. STIKEP Muhammadiyah. Pontianak.
15. David S. 2007. Anatomi Fisiologi dan Penyembuhan Luka. Short Course Wound
Care Update. JW Marriot. Surabaya

33

Anda mungkin juga menyukai