Anda di halaman 1dari 5

DRAMA DAN METODE PENGAJARANNYA DI SEKOLAH

¹Asrilyanto Djafar, 2Ambarwati Pahu


Universitas Negeri Gorontalo, Fakultas Sastra & Budaya

A. Drama
Drama adalah karya sastra yang berupa percakapan antar tokoh yang terdapat di
dalamnya. Meskipun ada yang menyebut bahwa drama adalah bagian dari prosa, tetapi
tidak sedikit pula para ahli yang berpendapat bahwa drama adalah jenis sastra tersendiri
(Amidong, 2016). Drama merupakan salah satu genre sastra yang juga diajarkan baik pada
sekolah lanjutan maupun perguruan tinggi. Pengajaran drama di sekolah dan perguruan
tinggi di Indonesia, selama ini disinyalir masih kurang memuaskan. Berbagai persoalan
yang mempengaruhi kondisi tersebut masih berkaitan dengan masalah lemahnya strategi
atau metode pembelajaran. Padahal kita ketahui bahwa, pembelajaran drama, sebagaimana
juga genre sastra lainnya tidak semata-mata bertujuan agar anak didik menjadi sastrawan
atau dramawan yang handal, melainkan lebih untuk memberi kemampuan mengapresiasi
drama.
Secara umum, terkait pembelajaran drama di sekolah banyak mengarah pada
strategi pembelajaran di kelas, model pembelajaran sastra yang diterapkan di sekolah
masih belum menyebutkan ekskul teater sekolah sebagai wadah pembelajaran drama
secara langsung, padahal teater sekolah keberadaannya jelas ada (bagi sekolah yang ada
ekskul seni). Pengajaran drama di sekolah sangat penting karena dengan bermain drama
beberapa kemampuan siswa dapat dikembangkan seperti kemampuan berkomunikasi,
kemampuan menghafal, dan kemampuan mengaktualisasikan diri ke dalam situasi yang
dihadapi. Selain itu dengan bermain drama beberapa sikap dapat ditumbuhkan, misalnya
percaya diri, berani menghadapi orang banyak, bertanggung jawab terhadap tugas, dan
memiliki jiwa artistik yang merupakan salah satu sendi kehidupan manusia.
B. Metode Pengajaran Drama di Sekolah
Strategi pembelajaran drama berkaitan dengan dua hal yaitu: (1) strategi
pembelajaran teks drama dan (2) strategi pembelajaran drama pentas. Strategi
pembelajaran teks drama yang diuraikan meliputi: (a) strategi stratta, (b) strategi analisis,
(c) role playing(bermain peran), (d) sosio drama dan (e) simulasi. Strategi pembelajaran
drama pentas meliputi: (a) pementasan drama di kelas dan, (b) pementasan drama oleh
teater sekolah (Herman J. Waluyo, 2008: 186). Strategi yang digunakan dalam
pembelajaran apresiasi drama disini adalah salah satu strategi pembelajaran teks drama,
yaitu metode role playing bermain peran. Bermain peran dalam pembelajaran merupakan
usaha untuk memecahkan masalah melalui peragaan, serta langkah-langkah identifikasi
masalah,analisis, pemeranan, dan diskusi. Untuk kepentingan tersebut, sejumlah peserta
didik bertindak sebagai pemeran dan yang lainnya sebagai pengamat. Seorang pemeran
harusmampu menghayati peran yang dimainkannya. Melalui peran, peserta didik
berinteraksi dengan orang lain yang juga membawakan peran tertentu sesuai dengan tema
yang dipilih.
metode Role Playing (bermain peran) termasuk metode pementasan drama yang sangat
sederhana dan cocok digunakan dalam pengajaran drama di sekolah. Peran diambil dari
kisah kehidupan nyata sehari-hari (bukanimajinatif). Role Playing dan sosiodrama
merupakan langkah awal dalam pengajarandrama. Dalam Role playing dan sosiodrama ini
ada hal-hal yang perlu diperhatikan. Ada sepuluh hal yang dikemukakan oleh Torrance,
1976 (dalam Herman J. Waluyo, 2008:189), yaitu sebagai berikut: 1) Jika mengadakan role
playing, hendaknya dapat mencobaperanan dari situasi, jadi orangnya. Aktivitas ini jangan
digunakan sebagai terapi. 2)Tujuannya harus bersifat pendidikan, bukan memiliki hiburan.
3) Jangan buru-buru,siswa harus mempunyai kesempatan untuk mengikuti peranannya dan
situasi kedalamandan meliputi beberapa aspek. 4) Problem dan konflik hendaknya
berhubungan denganhal yang akan digunakan siswa, dan berkenaan dengan hal yang akan
digunakan siswa.5) Situasi hendaknya tepat dengan tingkat daya tarik siswa dan
kematangannya. 6)Perasaan yang kompleks tidak boleh secara mudah diubah. 7) Fokus
dari usahakelompok ditujukan untuk mencoba cara yang dapat ditempuh untuk
mengelolakelakuan seefektif mungkin. 8) Situasi hendaknya bersifat open ended. 9)
Tekanan jugaditujukan untuk membantu siswa belajar berfikir untuk mereka sendiri.
10)Situasi danrespon dari actor berkembang. Jangan bicara terlalu banyak untuk diri
sendiri. Shaffel dan Shaffel, 1967 (dalam Herman J. Waluyo, 2008: 196) menyebutkan ada
Sembilanlangkah dalam role playin, yaitu: (1) memotivasi kelompok; (2) memilih
pemeran (casting ) ; (3) menyiapkan pengamat; (4) menyiapkan tahap-tahap peran; (5)
pemeranan(pentas di depan kelas); (6) diskusi dan evaluasi I (spontanitas) ; (7) pemeranan
(pentas)ulang; (8) diskusi dan evaluasi II, pemecahan masalah, dan (9) membagi
pengalamandan menarik generalisasi. Dari role playing dapat dicapai aspek perasaan,
sikap, nilai,persepsi, keterampilan pemecahan masalah, dan pemahaman terhadap
pokok permasalahan. Unsur sampingan yang dapat dicapai melalui role playing adalah:
(1)analisis nilai dan perilaku pribadi, (2) pemecahan masalah, (3) empati terhadap
oranglain, (4) masalah social dan nilai; dan (5) kemampuan mengemukakan pendapat
danmenghargai pendapat orang lain. Selama pembelajaran berlangsung, setiap
pemeranandapat melatih sikap empati, simpati, rasa benci, marah, senang, dan peran
lainnya.Pemeranan tenggelam dalam peran yang dimainkannya sedangkan pengamat
melibatkandirinya secara emosional dan berusaha mengidentifikasikan perasaan dengan
perasaanyang tengah bergejolak dan menguasai pemeranan. Pada pembelajaran bermain
peran,pemeranan tidak dilakukan secara tuntas sampai masalah dapat dipecahkan. Hal
inidimaksudkan untuk mengundang rasa kepenasaran peserta didik yang menjadipengamat
agar turut aktif mendiskusikan dan mencari jalan ke luar. Dengan demikian,diskusi setelah
bermain peran akan berlangsung hidup dan menggairahkan peserta didik.Hakekat
pembelajaran bermain peran terletak pada keterlibatan emosional pemeran danpengamat
dalam situasi masalah yang secara nyata dihadapi. Melalui bermain perandalam
pembelajaran, diharapkan para peserta didik dapat (1) mengeksplorasiperasaannya; (2)
memperoleh wawasan tentang sikap, nilai, dan persepsinya; (3)mengembangkan
keterampilan dan sikap dalam memecahkan masalah yang dihadapi;dan (4)
mengeksplorasi inti permasalahan yang diperankan melaluiberbagai cara. Pembelajaran
partisipatif memiliki prinsip tersendiri dalam kegiatanbelajar dan kegiatan pembelajaran.
Prinsip dalam kegiatan belajar adalah bahwa pesertadidik memiliki kebutuhan belajar,
memahami teknik belajar, dan berperilaku belajar.Prinsip dalam kegiatan membelajarkan
bahwa pendidik menguasai metode dan teknik pembelajaran, memaham materi atau bahan
belajar yang cocok dengan kebutuhanbelajar, dan berperilaku membelajarkan peserta
didik. Prinsip-prinsip tersebutdijabarkan dalam langkah operasional kegiatan
pembelajaran, sebagai wujud interaksidukasi antara pendidik dengan peserta didik dan/atau
antar peserta didik. Pendidik berperan untuk memotivasi, menunjukkan, dan membimbing
peserta didik supayapeserta didik melakukan kegiatan belajar. Seangkan peserta didik
berperan untuk mempelajari, mempelajari kembali, memecahkan masalah guna
meningkatkan taraf hidup dengan berpikir dan berbuat di dalam dan terhadap dunia
kehidupannya.Penerapan metode role palaying (bermain peran) adalah metode yang cocok
untuk pembelajaran apresiasi drama. Karena dengan metode role playing (bermain
peran),pembelajaran apresiasi drama akan dapat dilaksanakan dengan baik.
C. Langkah-langkah penerapan bermain peran ( role playing) dalam
pembelajaranapresiasi drama
1) Guru menyusun/ menyiapkan skenario yang akan ditampilkan
2) Menunjuk beberapa siswa untuk mempelajari skenario dua hari sebelum KBM
3) Guru membentuk kelompok siswa yang anggotanya 5 orang;
4) Memberikan penjelasan tentang kompetensi yang ingin dicapai;
5) Memanggil para siswa yang sudah ditunjuk untuk melakonkan skenario yangsudah
dipersiapkan;
6) Masing-masing siswa duduk di kelompoknya, masing-masing sambilmemperhatikan
mengamati skenario yang sedang diperagakan;
7) Setelah selesai dipentaskan, masing-masing siswa diberikan kertas sebagailembar kerja
untuk membahas;
8) Masing-masing kelompok menyampaikan hasil kesimpulannya;
9) Guru memberikan kesimpulan secara umum;
10) Evaluasi;
11) Penutup
D. Kendala-kendala dalam pelaksanaan pembelajaran apresiasi drama dengan metode
bermain peran ( role playing) dan cara mengatasinya
1) Segi waktu
Waktu yang dibutuhkan dalam pembelajarn apresiasi drama dengan strategi ini
lebihlama dibandingkan dengan pembelajaran lainnya. Apalagi bagi siswa yang masih
awamtentang bermain peran/ drama. Mereka membutuhkan waktu untuk
menghafalkandialog-dialog teks drama yang akan diperankan;
2) Materi
Bahan materi yang dibutuhkan dalam pembelajaran ini masih sangat terbatas. Di
perpustakaansekolah buku-buku, majalah, yang ada hubungannya dengan
pembelajaran apresiasidrama masih sedikit. Hal ini sangat menghambat kelancaran
proses pembelajaranapresiasi drama;
3) Guru
Kurangnya pengetahuan guru tentang drama, sehingga pembelajarandrama menjadi
tidak menarik. Bahkan cenderung terkesan diabaikan, hanyasekedar teori. Sedangkan
pelaksanaan/ praktek bermain drama masih sangatkurang;
4) Siswa
Siswa kurang memahami tentang bermain drama. Kurangnya keberaniandalam
memerankan seorang tokoh. Mereka masih cenderung menghafalkan saja,sehingga
penjiwaannya kurang.Kendala-kendala tersebut bias diatasi dengan cara: (1) dengan
menambah alokasi waktudi luar jam pelajaran, sehingga menjadi kegiatan
ekstrakurikuler; (2) denganmelengkapi koleksi buku-buku, majalah, teks drama, di
perpustakaan; (3) denganmengadakan pelatihan-pelatihan bagi guru tentang
pembelajaran apresiasi drama yangkreatif dan menyenangkan; (4) dengan melatih
keberanian siswa dengan cara seringmengadakan pentas drama meskipun paling
sederhana, misalnya tiap akhir semesteratau tiap akhir tahun pelajaran.

Anda mungkin juga menyukai