Anda di halaman 1dari 19

DAFTAR ISI

BAB 1 PENDAHULUAN1
I. DASAR TEORI2
II. RUMUSAN MASALAH5
III. TUJUAN5
IV. MANFAAT5

BAB II PEMBAHASAN6
I. ALAT DAN BAHAN6
II. PROSEDUR KERJA6
III. BAGAN ALIR7
IV. DATA PENGAMATAN8
V. GRAFIK9
VI. PEMBAHASAN10

BAB III PENUTUP14


I. KESIMPULAN14
II. SARAN14

LAMPIRAN17

DAFTAR PUSTAKA16

1
BAB I

PENDAHULUAN
I. DASAR TEORI

Enzim atau biokatalisator adalah katalisator organik yang dihasilkan oleh sel. Enzim
sangat penting dalam kehidupan, karena semua reaksi metabolisme dikatalis oleh enzim. Jika
tidak ada enzim, atau aktivitas enzim terganggu maka reaksi metabolisme sel akan terhambat
hingga pertumbuhan sel juga terganggu. Reaksi-reaksi enzimatik dibutuhkan agar bakteri dapat
memperoleh makanan/ nutrient dalam keadaan terlarut yang dapat diserap ke dalam sel,
memperoleh energi kimia yang digunakan untuk biosintesis, perkembangbiakan, pergerakan, dan
lain-lain. (Poedjiadi, 2006).
Faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan reaksi enzim antara lain, perubahan suhu dan
pH mempunyai pengaruh besar terhadap kerja enzim. Kecepatan reaksi enzim juga dipengaruhi
oleh konsentrasi enzim dan konsentrasi substrat. Pengaruh aktivator, inhibitor, koenzim dan
konsentrasi elektrolit dalam beberapa keadaan juga merupakan faktor-faktor yang penting.
Berikut penjelasannya:
a) Pengaruh Suhu
Suhu rendah mendekati titik beku tidak merusak enzim, namun enzim tidak dapat bekerja.
Dengan kenaikan suhu lingkungan, enzim mulai bekerja sebagian dan mencapai suhu maksimum
pada suhu tertentu. Bila suhu ditingkatkan terus, jumlah enzim yang aktif akan berkurang karena
mengalami denaturasi. Kecepatan reaksi enzimatik mencapai puncaknya pada suhu optimum.
Enzim dalam tubuh manusia mempunyai suhu optimum sekitar 37° C. Sebagian besar enzim
menjadi tidak aktif pada pemanasan sampai ± 60° C, karena terjadi denaturasi. ( Hafiz Soewoto,
2000)
 
b) Pengaruh pH
Enzim bekerja pada kisaran pH tertentu. Jika dilakukan pengukuran aktivitas enzim pada
beberapa macam pH yang berlainan, sebagian besar enzim di dalam tubuh akan menunjukkan
aktivitas maksimum antara pH 5,0 sampai 9,0. Kecepatan reaksi enzimatik mencapai puncaknya
pada pH optimum. Ada enzim yang mempunyai pH optimum yang sangat rendah, seperti pepsin,
yang mempunyai pH optimum 2. pada pH yang jauh di luar pH optimum, enzim akan
terdenaturasi. Selain itu pada keaadan ini baik enzim maupun substrat dapat mengalami
perubahan muatan listrik yang mengakibatkan enzim tidak dapat berikatan dengan substrat.

2
( Hafiz Soewoto, 2000) . Sebagian besar enzim bekerja aktif dalam trayek pH yang sempit
umumnya 5 - 9. Ini adalah hasil merupakan hasilpengaruh dari pH atas kombinasi faktor ( 1 )
ikatan dari substrat ke enzim ( 2 ) aktivitas katalik dari enzim ( 3 ) ionisasi substrat dan ( 4 )
variasi struktur protein ( biasanya signifikan hanya pada pH yang cukup tinggi ) ( M.T.
Simanjuntak, 2003)
Ada juga yang berpendapat bahwa Ph optimum sering dalam kisaran antara Ph 6 sampai Ph 8. 
(Lakitan, 1993). Dan pendapatPoedjiadi (2005), saliva mempunyai pH antara5,75 sampai 7,05.
Pada umumnya pH saliva adalah sedikit dibawah 7. Enzimptialin dalam saliva adalah suatu enzim
amilase. Enzim ptialin bekerja secaraoptimal pada pH 6,6.

c) Pengaruh Konsentrasi Enzim


Peningkatan konsentrasi enzim akan meningkatkan kecepatan reaksi enzimatik. Dapat
dikatakan bahwa kecepatan reaksi enzimatik (v) berbanding lurus dengan konsentrasi enzim [E].
Makin besar konsentrasi enzim, reaksi makin cepat (Hafiz Soewoto,  2000)
Semakin  besar konsentrasi enzim maka makin banyak pula produk yang terbentuk dalam tiap
waktu pengamatan. Dari pengamatan tersebut dapat dikatakan bahwa konsentrasi enzim
berbanding lurus dengan kecepatan enzim. Dengan bertambahnya waktu, pada tiap konsentrasi
enzim pertambahan jumlah produk akan menunjukkan defleksi, tidak lagi berbanding lurus
sejalan dengan berlalunya waktu tersebut. Fenomena itu tentu mudah dimaklumi, karena setelah
selang beberapa waktu, jumlah substrat yang tersedia sudah mulai berkurang, sehingga dengan
sendirinya produk olahan enzim juga akan berkurang. (Sadikin,  2002 )

d) Pengaruh Konsentrasi Substrat


Pada suatu reaksi enzimatik bila konsentrasi substrat diperbesar, sedangkan kondisi lainnya
tetap, maka kecepatan reaksi (v) akan meningkat sampai suatu batas kecepatan maksimum (V).
Pada titik maksimum ini enzim telah jenuh dengan substrat.
Dalam suatu reaksi enzimatik, enzim akan mengikat substrat membentuk kompleks
enzim-substrat [ES], kemudian kompleks ini akan terurai menjadi [E] dan produk [P]. Makin
banyak kompleks [ES] terbentuk, makin cepat reaksi berlangsung sampai batas kejenuhan [ES].
Pada konsentrasi substrat [S] melampaui batas kejenuhan kecepatan reaksi akan konstan. Dalam
keadaan itu seluruh enzim sudah berada dalam bentuk kompleks E-S. Penambahan jumlah
substrat tidak menambah jumlah kompleks E-S.

e) Pengaruh Inhibitor
Enzim dapat dihambat sementara atau tetap oleh inhibitor berupa zat kimia tertentu. Zat kimia
tersebut merupakan senyawa selain substrat yang biasa terikat pada sisi aktif enzim (substrat
normal) sehingga antara substrat dan inhibitor terjadi persaingan untuk mendapatkan sisi aktif.
3
Persaingan tersebut terjadi karena inhibitor biasanya mempunyai kemiripan kimiawi dengan
substrat normal. Pada konsentrasi substrat yang rendah akan terlihat dampak inhibitor terhadap
laju reaksi, kondisi tersebut berbalik bila konsentrasi substrat naik.
Sebagai suatu protein, suatu enzim mempunyai kondisi tertentu dimana enzim tersebut dapat
bekerja secara optimal, karena lingkungan tersebut mendukung konformasi yang paling aktif bagi
molekul enzim tersebut. Suhu merupakan salah satu faktor lingkungan penting dalam aktivitas
suatu enzim ,sampai pada suatu titik kecepatan suatu reaksi enzimatik meningkat sejalan dengan
meningkatnya suhu, sebagian disebabkan karena substrat akan bertubrukan dengan tempat aktif
lebih sering ketika molekul itu bergerak lebih cepat.  (Campbel, 2000)
Ada dua macam inhibitor, yang pertama adalah inhibitor yang bersifat irreversible dan yang
kediua adalah inhibitor yang bersifat reversible. Untuk yang reversible dibagi lagi menjadi dua,
yaitu yang kompetitif dan yang non kompetitif. Mekanisme kerja inhibitor irreversible adalah
beriakatan kovalen dengan sisi aktif enzim sehingga sulit untuk putus/lepas dan substrat tidak
dapat masuk ke sisi aktif enzimnya. Sedangkan yang reversible ikatannya lemah, seperti ikatan
hydrogen, mudah diputus. Inhibitor reversible yang kompetitif memiliki prinsip saling
berkompetisi dengan substrat untuk dapat menempel/berikatan dengan sisi aktif enzim sehingga
substrat akan kalah jika konsentrasi substrat sedikit. Solusinya adalah penambahan konsentrasi
substrat sehingga tidak banyak inhibitor yang dapat berikatan dengan sisi aktif enzim. Inhibitor
reversible yang bersifat non kompetitif memiliki prinsip tidak saling berkompetisi dengan
substrat, namun inhibitor ini dapat mengubah sisi aktif enzim dan menempel atau berikatan
dengan enzim pada sisi lainnya, bukan pada sisi aktif enzimnya. Perubahan sisi aktif enzim yang
disebabkan oleh inhibitor jenis ini menyebabkan substrat tidak dapat berikatan dengan enzim dan
tidak dapat membuat produk baru, dalam hal ini salivary amylase tidak dapat menghidrolisis
amilum yang ada. Jika ada inhibitor reversible non kompetitif ini di dalam larutan maka
penambahan substrat pun tidak dapat berguna untuk membalikkan  keadaan.
Pada praktikum  ini, enzim yang digunakan adalah enzim salivary amylase atau ptyalin. Pada
enzim amilase dapat memecah ikatan pada amilum hingga terbentuk maltosa. Ada tiga macam
enzim amilase, yaitu α amilase, β amilase dan γ amilase. Yang terdapat dalam saliva (ludah) dan
pankreas adalah α amilase. Enzim ini memecah ikatan 1-4 yang terdapat dalam amilum dan
disebut endoamilase sebab enzim ini bagian dalam atau bagian tengah molekul amilum.
(Poedjiadi, 2006)
Saliva mempunyai pH antara5,75 sampai 7,05. Pada umumnya pH saliva adalah sedikit
dibawah 7. Enzimptialin dalam saliva adalah suatu enzim amilase. Enzim ptialin bekerja
secaraoptimal pada pH 6,6 (Poedjiadi, 2005). Uji yang digunakan pada praktikum ini, antara lain
uji Iodine. Di mana Iodine merupakan uji yang dilakukan untuk mengetahui ada atau tidaknya
amilum.
II. RUMUSAN MASALAH
4
1. Apa fungsi penambahan dapar pada praktikum ini?
2. Apa fungsi penambahan larutan NaCl0.9%?
3. Apakan pengaruh PH terhadap reaksi enzimatik?

III. TUJUAN PRAKTIKUM


Pada praktikum kali ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh PH lingkungan
terhadap kinrja enzim yang terkandung dalam saliva.

IV. MANFAAT
● Bagi pembaca
Dengan adanya praktikum ini pembaca dapat mengetahui engaruh PH terhadap
reaksi enzimatik yang pada dasarnya terjadi pada tubuh manusi serta daat digunakan untuk
menambah wawasan pembaca mengenai reaksi enzimatik yang terjadi pada tubuh.
● Bagi penulis
Penulis dapat mmbuktikan bahwa adanya pengaruh PH tehadap suat reaksi
enzimatik.

5
BAB II
PEMBAHASAN

A. ALAT DAN BAHAN


➢ ALAT
▪ Pipet (5 buah)
▪ Bejana Erlenmeyer (2 buah)
▪ Gelas ukur 10ml (1 buah)
▪ Gelas ukur 25ml (1 buah)
▪ Beaker glass 50ml (2 buah)
▪ Tabung reaksi (6 buah)
▪ Stopwatch
▪ Label
▪ Aluminium foil
▪ Washing bottle

➢ REAGENSIA
▪ Larutan enzim “E” → di buat dengan mengencerkan saliva 3 ml dalam 27 ml air suling
▪ Larutan NaCl 0,9%
▪ Larutan dapar (buffer) dengan 6,2
▪ Larutan substrat “S” → Larutan Amilum Solani 2%
▪ Larutan KI-I2
▪ Larutan HCL 0,05 N

B. PROSEDUR KERJA
1. Menentukan ph percobaan ( pada praktikum ini menggunakan pH 6,2)
2. Menyiapkan Erlenmeyer, pipet dan 6 tabung reaksi (berilah tanda 0’, 5’, 10’, 15’, 20’ dan
blanko),
3. Isilah masing-masing tabung reaksi yang tersedia dengan 10 ml larutan HCL 0,05 N
4. Mengambil 15 ml larutan dapar 6.2, 10 ml larutan “S” dan 6 ml larutan NaCl 0,9% dan
masukkan dalam Erlenmeyer. Goyangkan Erlenmeyer beberapa detik dengan gerakan
memutar agar isinya tercampur rata.
5. Ambil 1 ml larutan campuran dan masukkan ke dalam tabung reaksi yang bertanda 0’,
campurlah isinya dengan membalikkan tabung yang di sumbat ibujari tangan.
6. Siapkan stopwatch

6
7. Ambil dengan pipet 1 ml enzim dan tambahkan ke dalam campuran larutan yang berada
dalam erlenmeyer. Jalankan stopwatch tepat pada saat enzim di masukkan ke dalam
Erlenmeyer. Goyangkan Erlenmeyer dengan gerakan memutar agar tercampur rata di
dalam larutan.
8. Kira-kira setengah menit menjelang menit ke 5 ambillah dengan pipet 1 ml larutan dari
labu Erlenmeyer dengan menggunakan pipet dan tepat pada menit ke 5 masukkan cairan
dalam pipet tersebut ke dalam tabung reaksi bertanda 5’, campurlah dengan membalikkan
tabung yang di sumbat ibujari tangan.
9. Lakukan prosedur seperti tahap 9 sekitar menit ke 10’, 15’ dan 20’
10. Setelah semua selesai, 5 menit sebelum pembacaan absorbansi pada spektrofotometer
tambahkan 1 ml larutan KI-I2 ke dalam masing-masing tabung reaksi. Campur merata
dengan membalikan beberapa kali tabung yang di sumbat ibu jari tangan.
11. Kira-kira 5 menit setelah penambahan KI-I2, bacalah absorbance larutan dalam
masing-masing tabung reaksi dengan spektrofotometer. Catat hasil absorbansi.
12. Dari nilai absorbance yang terbaca, hitunglah persen substrat yang tercerna pada menit ke
0,5,10,15, dan 20 dengan rumus :
13. Menghitung presentase substrat yang dicerna pada menit t dengan rumus

▪ PEMBUATAN LARUTAN BLANKO


1. Menyiapka labu Erlenmeyer
2. Mengambil larutan dapar PH 6,2 sebanyak 5ml
3. Mengambil larutan NaCl 0.9% sebanyak 2ml
4. Mengambil aquades sebanyak 3,5ml
5. Masukkan semua bahan trsebuut kedalam labu Erlenmeyer.
6. Kocok homogen.

7
BAGAN ALIR

Menentukan PH percobaan

Menyiapkan 6 tabung reaksi dan beri tanda

Mengisi masing-masing tabung reaksi dengan 10ml HCl 0.05N

Mengmbil 15ml larutan dapar ph 6.2 ,10ml larutan “S” dan 6ml larutan NaCl 0.9%, masukkan
erlenmeyeer, kocok homogen

Ambil 1ml campuran, masukkan tabung aksi 0’. Campur d homogen

Siapkan stopwatch

Ambil dengan pipet 1 ml enzim dan tambahkan ke dalam campuran larutan yang berada dalam
erlenmeyer. Jalankan stopwatch.Goyangkan Erlenmeyer dengan gerakan memutar.

Menjelang mnit ke-5 ambil 1ml campuran.tepat pada menit ke-5 masukkan cairan dalam
tabung reaksi bertanda 5’. Campur ad homogen.

Lakukan prosedur seperti tahap 9 sekitar menit ke 10’, 15’ dan 20’

5 menit sebelum pembacaan absorbansi pada spektrofotometer tambahkan 1 ml larutan KI-I2


8
ke dalam masing-masing tabung reaksi

bacalah absorbance larutan dalam masing-masing tabung reaksi dengan spektrofotometer

Menghitung presentase substrat yang dicerna pada menit t dengan rumus

PEMBUATAN BLANKO

Menyiapkan labu Erlenmeyer

Mengambil larutan dapar PH 6,2 sebanyak 5ml,larutan NaCl 0.9% sebanyak


2ml,aquades sebanyak 3,5ml

Masukkan semua bahan trsebuut kedalam labu Erlenmeyer.

Kocok homogen.
C. DATA TABEL DAN GRAFIK
● Tabel Absorbansi
Menit Absorbansi K* Absorrbansi
0ꞌ 2,107 2,1072
5ꞌ 0,092 0,0924
10ꞌ 0,021 0,0205
15ꞌ 0,006 0,0059
20ꞌ 0,017 0,0167

● Perhitungan persentase substrat yang dicerna pada menit t

(Presentase substrat semula)-(Presentase substrat yang tersisa pada menit t)

Keterangan : ATt = absorbance larutan pada menit ke t

9
ATo = absorbance larutan pada menit ke 0

0ꞌ = 100 - 2,107 x 100% = 0 %


2,107
5ꞌ = 100 – 0,092 x 100% = 95,63
2,107
10ꞌ = 100 – 0,021 x 100% = 99,00%
2,107
15ꞌ = 100 – 0,006 x 100% = 99,72%
2,107
20ꞌ = 100 – 0,017 x 100% = 99,20%
2,107

● Grafik hubungan antara persentase substrat tercerna dan waktu

10
11
D. PEMBAHASAN
Enzim adalah katalis protein yang berfungsi mempercepat laju reaksi biokimia dengan
cara mengurangi energi aktivasi sehingga membuat berbagai jenis reaksi kimia lebih mudah
terjdi. Dengan energi aktivasi lebih rendah, reaksi kimia juga akan berlangsung lebih cepat.
Kineja enzim tergantung pada berbagai faktor, salah satunya yaitu PH. Setiap bahan memiliki PH
optimum untuk melakukan aktivitas enzimnya.PH optimum adalah PH yang dipelukan enzim
agar kegiatannya berada daam keadaan maksimum. Pngaruh PH ini dapat dilihat dari nilai
absobansi.

Pada paktikum kali ini, menggunakan substrat larutan amilum solani 2%, enzim amilase
yang diperoleh dengan mengencerkan 3ml saliva dalam 27ml air, Nacl 0,9% sebagai aktivator
yang memiliki kadar isotonis dengan cairan tubuh, larutan HCl 0.05N untuk mengetahui pengaruh
keadaan asam terhadap kerja enzim. Atau untuk menciptakan susana asam karena pada larutan
tersebut akan ditambahkan KI-I2 yang berfungsi sebagai indikator warna. KI-I2 pada suasana
asam akan melepaskan iodium dan akan memberikan warna pada larutan,larutan dapar dengan PH
6,2 untuk menjaga aktivasi enzim agar tidak rusak dan mengalami aktivasi saat penambahan ph,
serta larutan KI-I2 untuk bereaksi dngan amilum pada sampel.

Sesuai dengan prosedur yang telah ditentukan dalam praktikum diperoleh hasil sebagai
berikut:

1. Pengamatan pada menit ke-0

Setelah tabung reaksi diberi larutan HCl 0.05N sebanyak 10ml, kemudian pada
tabung ditambahkan dengan larutan campuran dalam Erlenmeyer sebanyak 1ml tanpa
penambahan enzim. Kemudian setelah penambahan KI-I2 diperoleh perubahan warna
menjadi biru kehitaman yang berarti bahwa dalam larutan substrat mengandung amilum
karena belum adanya enzim yang menghidrolisis substrat(amilum), sehingga amilum
berikatan dengan iodium. Kemudian dilihat absorbansinya pada spekrofotometer pada
panjang gelombang 620nm dan diperoleh absorbansinya sebesar 2.107.

2. Pengamatan pada menit ke-5

Tabung reaksi diberi larutan HCl 0.05N sebanyak 10ml, kemudian pada tabung
ditambahkan dengan larutan campuran dalam erlenmeyer sebanyak 1ml yang telah diberi
penambahan enzim 1mlpada menit ke-5 setelah penambahan. Kemudian diberi larutan
KI-I2 diperoleh perubahan warna menjadi kuning pekat yang berarti bahwa enzim telah
bereaksi yaitu sebagai katalisator sehingga jika dibandingkan dengan tabung pada menit
12
ke 0 yang berwarna biru tua tabung menit ke 5 mengalami perubahan warna.Selanjutnya
dilihat absorbansinya pada spekrofotometer pada panjang gelombang 620nm dan
diperoleh absorbansinya sebesar 0,092.

3. Pengamatan pada menit ke-10

Tabung reaksi diberi larutan HCl 0.05N sebanyak 10ml, kemudian pada tabung
ditambahkan dengan larutan campuran dalam erlenmeyer sebanyak 1ml yang telah diberi
penambahan enzim 1ml pada menit ke-10 setelah penambahan. Kemudian diberi larutan
KI-I2 diperoleh perubahan warna menjadi kuning yang disebabkan pada kondisi tersebut
enzim bekerja dengan menguraikan amilum menjadi maltosa, sehingga hanya sedikit
iodine yang diabsorbsi oleh amilum. Pada keadaan ini enzim telah berikatan sepenuhnya
dengan substrat yaitu amilum sehingga iodium tidak mempunyai tempat lagi untuk
bereaksi dengan enzim yaitu amilase. Sehingga menghailkan larutan yang berwarna
kuning. Selain itu,enzim pada menit ke 10 mengalami percepatan reaksi karena persen
substrat yang tercerna meningkat dari 95,63% menjadi 99,00%. Selanjutnya dilihat
absorbansinya pada spekrofotometer pada panjang gelombang 620nm dan diperoleh
absorbansinya sebesar 0,021.

4. Pengamatan pada menit ke-15

Tabung reaksi diberi larutan HCl 0.05N sebanyak 10ml, kemudian pada tabung
ditambahkan dengan larutan campuran dalam erlenmeyer sebanyak 1ml yang telah diberi
penambahan enzim 1ml pada menit ke-15 setelah penambahan. Kemudian diberi larutan
KI-I2 diperoleh perubahan warna menjadi kuning yang disebabkan pada kondisi tersebut
enzim bekerja dengan menguraikan amilum menjadi maltosa, sehingga hanya sedikit
iodine yang diabsorbsi oleh amilum. Pada keadaan ini enzim telah berikatan sepenuhnya
dengan substrat yaitu amilum sehingga iodium tidak mempunyai tempat lagi untuk
bereaksi dengan enzim yaitu amilase. Sehingga menghailkan larutan yang berwarna
kuning. Selanjutnya dilihat absorbansinya pada spekrofotometer pada panjang gelombang
620nm dan diperoleh absorbansinya sebesar 0,006.

13
5. Pengamatan pada menit ke-20

Tabung reaksi diberi larutan HCl 0.05N sebanyak 10ml, kemudian pada tabung
ditambahkan dengan larutan campuran dalam erlenmeyer sebanyak 1ml yang telah diberi
penambahan enzim 1ml pada menit ke-20 setelah penambahan. Kemudian diberi larutan
KI-I2 diperoleh perubahan warna menjadi kuning yang disebabkan pada kondisi tersebut
enzim bekerja dengan menguraikan amilum menjadi maltosa, sehingga hanya sedikit
iodine yang diabsorbsi oleh amilum. Pada keadaan ini enzim telah berikatan sepenuhnya
dengan substrat yaitu amilum sehingga iodium tidak mempunyai tempat lagi untuk
bereaksi dengan enzim yaitu amilase. Sehingga menghailkan larutan yang berwarna
kuning. Selanjutnya dilihat absorbansinya pada spekrofotometer pada panjang gelombang
620nm dan diperoleh absorbansinya sebesar 0,017.

Dari data absorbansi semua sampel dapat dilihat bahwa terdapat penurunan
absorbansi pada setiap menit pengamatan. Terlihat pada nilai absorbansi dari menit ke-0
dengan menit ke-5. Hal ini dikarenakan pada menit ke-0 tidak diberikan penambahan
enzim sehingga substrat tidak dikatalis oleh enzim yang menyebabkan reaksi berjalan
lambat. Oleh sebab itu dengan penambahan enzim menyebabkan reaksi berjalan lebih
cepat sehingga terdapat perubahan warna menjadi kuning pekat. Namun pada menit ke-5
reaksi belum berjalan sempurna yang ditandai dengan pekatnya warna kuning pada sampel
mnit ke-5.Selain itu juga terdapat penurunan dari menit ke-5 dengan menit ke-10 dan
seterusnya. Hal ini berarti bahwa pada kondisi tersebut enzim bekerja dengan
menguraikan amilum menjadi maltosa, sehingga hanya sedikit iodine yang diabsorbsi oleh
amilum. Pada keadaan ini enzim telah berikatan sepenuhnya dengan substrat yaitu amilum
sehingga iodium tidak mempunyai tempat lagi untuk bereaksi dengan enzim yaitu amilase.
Sehingga menghailkan larutan yang berwarna kuning dan terjadi penururnan nilai
absorbansi.

Dan juga terdapat penurunan nilai absorbansi yang cukup signifikan pada menit
ke-15 dibandingkan dengan menit sebelumnya. Hal ini terjadi karena pada saat preparasi,
pengambilan larutan HCl 0.05N dilakukan dua kali dan pada pengambilan kedua beker
gelas dan pipet yang digunakan berbeda dengan sebelumnya, selain itu wadah yang akan
digunakan dibilas terlebih dahulu dengan air sehingga setelah larutan HCl 0.05N
dimasukkan dalam beker gelas tersebut, air bekas bilasan mempengaruhi konsentrasi ion
hidrogen terlarut. Sehingga jika ditinjau dari raksi kimianya, maka cmpuran pada tabung
reaksi akan mendapatkan tambahan ion H+ yang menyebabkan terjadi peningkatan

14
PH(asam). Seertinya iketahui bahawa PH sangat berpengaruh pada laju reaksi enzimatik,
yang mana apabila terjadi peningkatan PH yang cukup signifikan dapat menyebabakan
denaturasi enzim karena sstruktur pada molekul protein yang aktif secara katalitik
bergantung pada sifat ion rantai samping asam amino.

Setelah mengetahui nilai absorbansi pada sampel dari menit ke menit dapat kita
ketahui persentase substrat yang dicerna pada menit pengamatan dengan menggunakan
rumus. Sehingga diperoleh persentase substrat yang dicerna pada menit ke-0 sebesar 0% ,
menit ke-5 sebesar 95.63% , menit ke-10 sebesar 99.00% , menit ke-15 sebesar 99.72%
menit ke-20 sebesr 99,19%. Dari persentase ini dapat dibuat kurva (progress curve) yang
menunjukkan hubungan antara persentase substrat yang tercerna dengan waktu.

Berdasarkan teori, enzim stabil dan bekerja pada PH 5-9. dan untuk enzim saliva
sendiri memiliki aktivitas kerja optimum pada Ph 5.57-7.05. pada umumnya PH saliva
adalah sedikit dibawah 7 (poedjiadi,2005). Pada tingkat PH optimum, enzim mampu
mengkatalisis reaksi pada tingkat tercepat dibandingkan pada tingkat pH lainnya. Namun
dalam suatu reaksi kimia, Ph untuk suatu enzim tidak boleh terlalu asam maupun terlalu
basa karena akan menurunkan kecepatan reaksi dengan terjadinya denaturasi. PH larutan
dapar yag digunakan pada praktikum kali ini sudah memasuki rentang PH optimum suatu
enzim bekerja secara stabil yaitu 6.2, serta didukung dengan data hasil pengamatan yang
menunjukan bahwa pada PH tersebut substrat yang dicerna mendekati 100%.

BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Adapun kesimpulan yang diperoleh dari praktikum kali ini :

● Enzim merupakan katalisator reaksi kimia dalam tubuh yang kinerjanya dipengaruhi pH.
Penurunan atau kenaikan pHmempengaruhi aktivitas enzim. Perubahan pH dapat
mempengaruhi perubahan asam amino kunci pada sisi aktif enzim, sehingga menghalangi
sisi aktif terhadap substratnya.

15
● Enzim memiliki aktivitas maksimal pada pH optimumnya, pH optimum enzim amilase
saliva adalah ph 7. Pada tingkat pH optimum, enzim mampu mengkatalisis reaksi pada
tingkat tercepat dibandingkan pada tingkat pH lainnya.
● pH untuk suatu enzim tidak boleh terlalu asam maupun terlalu basa karena akan
menurunkan kecepatan reaksi dengan terjadinya denaturasi.
● Perubahan warna pada setiap tabung menandakan bahwa enzim pada setiap tabung
tersebut bekerja. Perubahan warna menjadi kuning disebabkan pada kondisi tersebut
enzim bekerja dengan menguraikan amilum nmenjadi maltosa, sehingga hanya sedikit
iodine yang diabsorbsi oleh amilum. Pada keadaan ini enzim telah berikatan sepenuhnya
dengan substrat yaitu amilum sehingga iodium tidak mempunyai tempat lagi untuk
bereaksi dengan enzim yaitu amilase yang dihasilkan kuning.
● Nilai absorbansi pada praktikum ini menunjukkan nilai aktivitas enzim yang dipengaruhi
oleh pH.
B. SARAN
Dalam melakukan preparasi sudah seharusnya seorang praktikan harus bekerja
teliti dan kuanti dalam membuat sampel. Agar hasil yang diperoleh akurat sesuai yang
diharapkan serta harus melakukan sesuai prosedur yang sudah ditetapkan.

16
LAMPIRAN

Gambar sebelum penambahan laruutan KI-I2

Gambar setelah penambahan larutan KI-I2

17
18
DAFTAR PUSTAKA
 
Campbell.2000.Kimia Kehidupan.Jakarta: Erlangga

Lakitan, Benyamin.1993.Dasar- dasar Fisiologi Tumbuhan.Jakarta: Grafindo

Sadikin, Mohamad.2002.Biokimia Enzim. Jakarta : Widya Medika.

Soewoto, Hafiz, dkk.2000.Biokimia Eksperimen Laboratorium.Jakarta: Widya Medika.

Poedjiadi, Anna.2006.Dasar – Dasar Biokimia.Jakarta: UI Press

Fersht A: Structure and mechanism in Protein Science:  A Guide to Enzyme Catalys and Protein
Folding. Freeman, 1999

19

Anda mungkin juga menyukai