NIM : 2110847001
Mata Kuliah : Formulasi Kebijakan Publik dan Legal Drafting
Dosen Pengampu : Dr. Hendri Koeswara, S.IP, M.Soc,sc
Perusahaan industri padat karya tertentu berorientasi ekspor yang terdampak perubahan
ekonomi global dapat melakukan penyesuaian waktu kerja, yakni waktu kerja dapat kurang
dari 7 jam perhari dan 40 jam perminggu untuk waktu kerja 6 hari kerja dalam seminggu.
Sedangkan untuk waktu kerja 5 hari dalam seminggu, maka waktu kerja dapat kurang dari 8
jam perhari dan 40 jam perminggu. Pengurangan waktu kerja tersebut, lanjutnya tidak dapat
diperhitungkan sebagai kekurangan untuk waktu kerja yang akan diterapkan setelah
berakhirnya penyesuaian waktu kerja.
Sementara terkait penyesuaian upah, ketentuan Upah yang dibayarkan kepada Pekerja/Buruh
paling sedikit 75% dari Upah yang biasa diterima. Penyesuaian upah tersebut hanya berlaku
selama 6 bulan sejak Permenaker Nomor 5 Tahun 2023 berlaku, serta harus dilakukan
berdasarkan kesepakatan bersama antara pengusaha dan pekerja/buruh.
Pendekatan dalam implementasi kebijakan publik ini adalah pendekatan secara top-down,
yaitu pendekatan secara satu pihak dari atas ke bawah. Dalam proses implementasi peranan
pemerintah sangat besar, pada pendekatan ini asumsi yang terjadi adalah para pembuat
keputusan merupakan aktor kunci dalam keberhasilan implementasi, sedangkan pihak-pihak
lain yang terlibat dalam proses implementasi dianggap menghambat, sehingga para pembuat
keputusan meremehkan inisiatif strategi yang berasal dari level birokrasi rendah maupun
subsistem-subsistem kebijaksanaan yang lain.
Buruh menolak Permenaker Nomor 5 Tahun 2023 yang memperbolehkan pemotongan upah
industri padat karya orientasi ekspor hingga 25 persen. Setidaknya ada 4 (empat) alasan,
mengapa Permenaker No 5 Tahun 2023 ditolak buruh. Pertama, Menaker telah melawan
Presiden. Partai Buruh dan organisasi serikat buruh berkeyakinan, Menaker tidak
berkonsultasi terlebih dahulu dengan Presiden ketika mengeluarkan Permenaker No 5 Tahun
2023.
Alasan kedua, menurunkan daya beli. Dilihat dari sudut pandang buruh, jika upahnya murah,
daya beli turun. Daya beli turun, konsumsi berkurang. Kalau konsumsi berkurang,
pertumbuhan ekonomi tidak akan tercapai. Di tengah kondisi ekonomi saat ini, industri padat
karya disebut mengalami kesulitan. Tetapi kalau kebijakannya memotong upah, jadi
bertambah kesulitannya.
alasan ketiga, terjadi diskriminasi upah. Artinya, jelas akan merugikan perusahaan orientasi
dalam negeri. Karena harus tetap membayar upah buruh secara penuh, dan saat yang sama
buruh di perusahaan orientasi ekspor upahnya hanya 75 persen Akibatnya produk perusahaan
orientasi pasar dalam negeri tidak laku, karena ada penurunan daya beli. Keempat,
Perusahaam Padat Karya Sudah Mendapatkan Beragam Konpensasi. Menurutnya, industri
padat karya orientasi ekspor akan tetap untung sekalipun oder produksinya berkurang. Karena
perusahaan orientasi ekspor tukang jahit, di mana setiap pcs produknya sudah dihitung
keuntungannya.
Di sisi lain, perusahaan sudah menerima tax holiday, menerima keringanan bunga bank, tax
amnesty, dan berbagai kemudahan yang lain. Sudah mendapat beragam kemudahan, sekarang
upah buruh pun dipotong. Seharusnya Pemerintah memberi keringanan insentif bagi
perusahaan padat karya maupun padat modal yang mengalami kesulitan. Bukan potong sana
potong sini seperti HRD, yang memotong upah ketika buruh tidak masuk dan telat datang ke
perusahaan.
Oleh karena itu, Partai Buruh dan organisasi serikat buruh akan diambil langkah-langkah
penolakan dengan melakukan strategi perlawanan melalui hukum meliputi PTUN. Kedua,
melakukan kampanye baik internasional maupun internasional.
Apakah kebijakannya sendiri sudah tepat? Ketepatan kebijakan dinilai dari sejauh mana
kebijakan yang ada telah bermuatan hal-hal yang memang memecahkan masalah yang
hendak dipecahkan.
2. Ketepatan target implementasi. Menurut saya ketepatan targetnya sudah tepat karna
berorientasi ekspor yang terdampak perubahan ekonomi global. Aturan ini
dimaksudkan untuk mencegah Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di industri padat
karya berbasis ekspor di tengah kondisi ekonomi global yang tidak menentu. Namun
ada hal hal yang bertentangan dengan publik.
3. Apakah lingkungan implementasi sudah tepat? lingkungan kebijakan atau interaksi
antara lembaga perumus kebijakan dan pelaksana kebijakan kurang terjalin, kebijakan
ini tentu sangat memengaruhi opini publik sebab kebijakan ini banyak menimbulkan
pro dan kontra terkhusus bagi buruh.
4. Tepat proses. Proses dalam perumusan kebijakan ini kurang tepat karena Menaker
tidak berkonsultasi terlebih dahulu dengan Presiden ketika mengeluarkan Permenaker
No 5 Tahun 2023.