Anda di halaman 1dari 8

ESSAY

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PUBLIK


Masalah-Masalah Kebijakan Publik di Indonesia
(Studi Kasus: Kontroversi Kebijakan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 2
Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari
Tua)

Disusun untuk melengkapi Tugas I pada Mata Kuliah Implementasi Kebijakan


Publik Semester Genap 2021-2022

Oleh:
Dina Riska Nafisah – 193515516150

PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI PUBLIK


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS NASIONAL
JAKARTA
PENDAHULUAN

Kebijakan publik pada umumnya adalah peraturan/regulasi yang ditetapkan oleh


pemerintah dan partisipasi masyarakat yang berisikan serangkaian langkah-langkah
pemerintah dalam menyelenggarakan negara. Kehadiran kebijakan publik tanpa disadari
sangat dibutuhkan dan mempengaruhi sendi-sendi kehidupan dalam bermasyarakat.
Kebijakan (policy) umumnya digunakan untuk memiliki dan menunjukan pilihan terpenting
untuk mempererat kehidupan, baik dalam kehidupan organisasi kepemerintahan maupun
privat. Kebijakan harus bebas dari konotasi atau nuansa yang dicakup dalam kata politis
(political), yang sering diyakini mengandung kata keberpihakan akibat adanya
kepentingan1. Maka dari itu, kebijakan yang baik wajib diikuti oleh partisipasi publik.

Secara garis besar kebijakan publik mencakup tahapan-tahapan perumusan masalah,


implementasi kebijakan, dan evaluasi kebijakan. Perlu diperhatikan pada tahapan
perumusan masalah yang memerlukan analisis terlebih dahulu. Pertama, fokus utamanya
adalah penjelasan kebijakan, bukan anjuran kebijakan yang “pantas”. Kedua, sebab akan
konsekuensi dari kebijakan publik diselidiki dan diteliti dengan menggunakan metodologi
ilmiah. Ketiga, analisis dilakukuan dalam rangka mengembangkan teori-teori umum yang
dapat diandalkan tentang kebijakan publik dan pembentukannya sehingga dapat diterapkan
di lembaga-lembaga dan bidang-bidang kebijakan yang berbeda 2. Hal tersebut perlu diperlu
diperhatikan agar kebijakan publik yang dihasilkan tidak akan menimbulkan masalah yang
bersifat kontroversi ketika diimplementasi di ranah publik.

Pada beberapa saat terakhir, publik digemparkan oleh pemerintah yang menerbitkan
peraturan baru yang diatur pada Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 2 Tahun 2022
Tentang Tata Cara Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua yang telah
diundangkan pada tanggal 4 Februari 2022. Kebijakan tersebut menuai kontroversi karena
di dalamnya memuat isi bahwa pencairan uang Jaminan Hari Tua (JHT) hanya dapat
dicairkan jika pada usia 56 tahun. Publik merasa keberatan akan peraturan tersebut, karena
pada dasarnya Jaminan Hari Tua merupakan akumulasi dana pekerja/buruh yang setiap

1
Dr. Sahya Anggara, M.Si., Kebijakan Publik (Bandung: Pustaka Setia, 2014), hlm 14.
2
Dr. Sahya Anggara, M.SI., Ibid, hlm 25.
bulan dipotong dari gaji dengan harapan akan dimanfaatkan ketika sudah tidak bekerja atau
di-PHK, Jadi bukan berasal dari uang negara.

Dikutip dari artikel mediaindonesia.com, Peraturan Menteri Ketenagakerjaan


Nomor 2 Tahun 2022 diterbitkan oleh pemerintah dilatarbelakangi oleh tujuan untuk
mengembalikan fungsi JHT sebegai dana yang dipersiapkan agar pekerja pada masa tuanya
memiliki harta sebagai biaya hidup pada masa sudah tidak produktif lagi, sesuai dengan
ketentuan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial
Nasional. Padahal sebelumnya sudah ada kebijakan yang mengatur tentang Jaminan Hari
Tua, yakni Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 19 Tahun 2015 Tentang Tata Cara
dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua sebagimana isi pada Pasal 5 & 6
mneyatakan bahwa Jaminan Hari Tua dapat dicairkan secara tunai dan sekaligus setelah
melewati masa tunggu 1 bulan terhitung sejak pengunduran diri atau PHK.

Hadirnya kebijakan baru tersebut ditolak oleh para buruh karena dirasa
memberatkan para pekerja yang terkena PHK tetapi masih di usia muda. Belum lagi
sebelumnya banyak buruh yang terimbas oleh dampak pandemic Covid-19 yang
menyebabkan banyak terjadinya karyawan buruh yang di PHK. Hal ini perlu diseriusi agar
tidak menimbulkan kerugian kepada publik. Tulisan ini dimaksudkan untuk menjelaskan
bagaimana evaluasi pemerintah dalam upaya menanggapi hal tersebut. Tulisan akan diawali
dengan tinjauan pustaka mengenai teori implementasi dan evaluasi kebijakan publik,
setelah itu pembahasan tentang bagaimana evaluasi pemerintah dalam upaya menanggapi
ketidaksetujuaan publik atas kebijakan tersebut yang menuai kontroversi yang kemudian
akan diakhiri oleh kesimpulan sebagai penutup.

EVALUASI KEBIJAKAN PUBLIK

Menurut William N. Dunn, secara umum kerangka analisis kebijakan dapat


mengandung prosedur-prosedur sebagai berikut:

1. Perumusan masalah, yaitu prosedur yang menghasilkan informasi mengenai


kondisi-kondisi yang menimbulkan masalah kebijakan.
2. Peramalan, yaitu prosedur yang menyediakan informasi mengenai konsekuensi di
masa mendatang dari penerapan alternatif kebijakan.
3. Rekomendasi, yaitu prosedur yang menyediakan informasi mengenai nilai atau
kegunaan relatif dari konseksuensi di masa depan dari suatu pemecahan masalah.
4. Pemantauan, yaitu prosedur yang menghasilkan informasi tentang konsekuensi
sekarang dan masa lalu dari diterapkannya alternatif kebijakan.
5. Evaluasi, yaitu prosedur yang menyediakan informasi mengenai niali atau kegunaan
dari konsekuensi pemecahan masalah.

Evaluasi kebijakan publik secara sederhana dapat diartikan sebagai upaya analisis
nilai dari fakta-fakta kebijakan. Menurut Muhadjir dalam Joko Widodo yang dikutip oleh
Rusmini, evaluasi kebijakan publik merupakan suatu proses untuk menilai seberapa jauh
suatu kebijakan publik dapat membuahkan hasil, yaitu dengan membandingkan antara hasil
yang diperoleh dengan tujuan atau target kebijakan publik yang ditentukan. Evaluasi
kebijakan publik diselenggarakan bukan hanya untuk melihat hasil (outcomes) atau dampak
(impacts), akan tetapi untuk melihat bagaimana proses pelaksanaan suatu kebijakan telah
dilaksanakan. Singkatnya evaluasi dapat digunakan untuk melihat apakah proses
pelaksanaan suatu kebijakan telah dilaksanakan sesuai dengan petunjuk teknis yang telah
ditentukan.

Jadi dalam arti yang spesifik, evaluasi menyangkut dengan produksi informasi
mengenai nilai ataupun manfaat pada hasil kebijakan. Evaluasi dilakukan karena tidak
semua regulasi kebijakan publik mencapai hasil sesuai dengan apa yang sudah
direncanakan. Kebijakan publik seringkali terjadi kegagalan dalam meraih maksud dan
tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Dengan demikian evaluasi menghasilkan tuntutan
yang bersifat evaluatif. Oleh karena itu, evaluasi kebijakan mempunyai sejumlah
karakteristik sebagai berikut:

1. Fokus nilai, yakni evaluasi yang berfokus pada nilai yang mana usaha untuk
menentukan atau kegunaan sosial kebijakan atau program, bukan sekedar usaha
mengumpulkan informasi mengenai hasil aksi kebijakan yang terantisipasi dan tidak
terantisipasi.
2. Interdependensi fakta-nilai, yakni tuntutan evaluatif yang bergantung pada fakta dan
nilai untuk menyatakan bahwa kebjakan atau program tertentu telah mencapai
tingkat kinerja yang tertinggi diperlukan fakta-fakta secara factual hasil kebijakan
berharga bagi individu-individu, kelompok, dan seluruh masyarakat.
3. Orientasi masa kini dan masa lampau, yakni tuntutan evaluatif berbeda dengan
tuntutan advokatif, diarahkan pada hasil sekarang dan masa lalu, daripada hasil di
masa depan,
4. Dualitas nilai, yakni nilai-nilai yang mendasari tuntutan evaluasi mempunyai
kualitas ganda karena dipandang sebagai tujuan dan sekaligus cara. Evaluasi sama
dengan rekomendasi sejauh berkenaan dengan nilai yang ada dapat dianggap
sebagai intrinsik ataupun ekstrinsik.

PEMBAHASAN

Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 2 Tahun 2022 Tentang Tata Cara


Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua yang diundangkan tanggal 4 Februari
2022 menimbang 3 hal penting. Pertama, bahwa manfaat Jaminan Hari Tua diberikan
dengan tujuan untuk menjamin agar peserta menerima uang tunai jika memasuki masa
pension, mengalami cacat total tetap, atau meninggal dunia. Kedua, Peraturan Menteri
Ketenagakerjaan Nomor 19 Tahun 2015 Tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran
Manfaat Jaminan Hari Tua yang merupakan amanat Pasal 26 Ayat 5 Peraturan Pemerintah
Nomor 60 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun
2015 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Hari Tua, sudah tidak sesuai dengan
perkembangan kebutuhan pelindungan peserta jaminan hari tua sehingga perlu dicabut atau
diganti. Ketiga, berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf
b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan tentang Tata Cara dan Persyaratan
Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua.

Berdasarkan pernyataan Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan


Jaminan Sosial Tenaga Kerja di Kementerian Ketenagakerjaan bahwa manfaat JHT tetap
dapat dinikmati peserta yang terdampak PHK, asalkan masa iurannya sudah mencapai 10
tahum. Adapun yang diberikan mencakup 30% dari JHT untuk kepemilikan rumah atau
10% untuk keperluan lain dalam bentuk tunai. Sisa dari manfaat tersebut dapat diambil
pada usia 56 tahun. Akan tetapi banyak masyarakat yang merasa bahwa kebijakan tersebut
menyusahkan karena beranggapan JHT dimanfaatkan untuk keperluan mendesak jika
sewaktu-waktu kehilangan pekerjaan tanpa harus menunggu di usia 56 tahun. Untuk
menolak adanya kebijakan baru tersebut masyarakat beramai-ramai membuat petisi online
untuk menolak dan membatalkan Peraturan Kementerian Ketenagakerjaan Nomor 2 Tahum
2022 tersebut dan sudah ditandangani oleh leih dari 300.000 yang berpartisipasi.

Dalam upaya menangani kontroversi yang terjadi bahwa masyarkat JHT dimanfaat
jika sewaktu-waktu masyarakat kehilangan pekerjaan, pemerintah ternyata telah
menyiapkan Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) kepada pekerja yang
mengalami PHK berupa manfaat uang tunai, akses informasi pasar kerja, dan pelatihan
kerja. Akan tetapi, banyak masyarakat yang belum mengetahui akan informasi program
tersebut karena kurang sosialisasi yang diselenggarakan oleh pemerintah mengenai
program JKP.

Menanggapi maraknya penolakan yang terjadi atas Peraturan Menteri


Ketenagakerjaan Nomor 2 Tahun 2022, pemerintah memutuskan akan melakukan proses
revisi peninjauan ulang terkait ketentuan usia penarikan dana Jaminan Hari Tua (JHT) yang
sempat menuai kontroversi. Peninjauan ulang tersebut akan melibatkan para akademisi dan
membuka pendengaran baik masukan dari semua stakeholder ketenagakerjaan. Proses
tersebut mempunyai target selama 3 (tiga) bulan pengerjaan terhitung sampai dengan bulan
Mei 2022. Akan tetapi berdasarkan terbitan berbagai artikel, banyak pekerja serikat buruh
yang masih mengharapkan bahwa kebijakan aturan tersebut dibatalkan saja bukan direvisi.

KESIMPULAN

Berdasarkan paparan di atas, dapat disimpulkan bahwa kebijakan ketenagakerjaan


yang diatur pada Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 2 Tahun 2022 Tentang Tata
Cara Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua yang diundangkan pada tanggal 4
Februari menuai kontroversi yang menyebabkan banyaknya penolakan pada masyarakat
pekerja serikat buruh yang mengharapkan pemerintah akan mencabut peraturan tersebut.
Penolakan tersebut didasari oleh isi Permenaker yang mengubah pencairan dana Jaminan
Hari Tua yang hanya dapat dicairkan pada usia 56 tahun, yang mana masyarakat merasa
bahwa pemerintah seperti menunda akan hak pekerja yang seharusnya dapat dengan mudah
menerima dana Jaminan Hari Tua. Menyikapi penolakan tersebut, pemerintah memutuskan
untuk melakukan revisi peninjauan ulang dengan membuka masukan dari semua
stakeholder ketenagakerjaan terhitung sampai dengan Mei 2022.

REFERENSI

Anggra, Sahya. (2014). Kebijakan Publik. Bandung: Pustaka Setia.

Sekretariat Website JDIH BPK RI. (2022). Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Tentang
Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua. Diakses pada
25 April 2022, dari https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/197508/permenaker-
no-2-tahun-2022

Administrator. (2022). Bijak, Berpihak kepada Pekerja. Diakses pada 25 April 2022, dari
https://mediaindonesia.com/editorials/detail_editorials/2574-bijak-berpihak-kepada-
pekerja

BBC News Indonesia. (2022). JHT BPJS Ketenagakerjaan Kembali ke aturan lama, boleh
diambil sebelum umur 56 tahun setelah kalangan buruh menolak aturan baru.
Diakses pada 25 April 2022, dari https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-
60365041

Badan Legislasi. (2022). Hergun: JHT Lebih Tepat Diberikan Saat Sudah Tidak Bekerja
Lagi. Diakses pada 25 April 2022, dari https://www.dpr.go.id/berita/detail/id/

Kompas TV. (2022). Kemenaker Akan Merevisi Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 Tentang
JHT. Diakses pada 25 April 2022, dari https://www.kompas.tv/article/265083/

Anda mungkin juga menyukai