1. Pendahuluan
PT Astra International Tbk (PT AI), akan terus melakukan pengembangan
usaha dari perusahaannya. PT AI sejak berdirinya terus melakukan ekspansi, yang
semula bergerak dalam distribusi kendaraan bermotor dan berkembang menjadi
agen tunggal pemegang merek (ATPM). Pada awalnya sebagai ATPM adalah
hasil bekerja sama dengan mendirikan anak perusahaan yang berbentuk joint
venture antara PT AI dengan perusahaan Toyota Jepang. Nama anak perusahaan
yang dibentuk itu adalah PT Toyota Astra Motor (TAM). PT TAM telah
menghasilkan beberapa mobil seperti Toyota Kijang dan Toyota Avanza.
Dalam industri otomotif PT Al mengembangkan anak perusahaan lainnya
seperti PT Astra Daihatsu Motor dan PT Astra Honda Motor (AHM). PT AHM
bergerak dalam industri sepeda motor merek Honda. Perusahaan PT Al terus
mengadakan perluasan ke berbagai bidang usaha. Bidang usaha yang dicakup dan
dijalankan PT AI pada awalnya adalah produksi dan distribusi otomotif.
Kemudian PT AI mengembangkan usahanya dengan memasuki jasa keuangan,
industri berat, perkebunan dan industri jasa lainnya. Dengan pengembangan usaha
yang terus dilakukan perusahaan, maka PT AI telah menjadi perusahaan yang
tumbuh dan berkembang sampai sekarang, sehingga saat ini perusahaan menjadi
salah satu perusahaan terbesar di Indonesia.
Pengembangan usaha yang dilakukan PT AI menimbulkan permasalahan
dalam pengelolaan perusahaan, terutama yang terkait dengan manajemen stratejik.
Permasalahan yang dihadapi PT Al dalam ekspansi usahanya antara lain akuisisi,
merger, dan restrukturisasi. Pemecahan masalah atas apa yang dihadapi haruslah
mempertimbangkan proses pengambilan keputusan. Dalam proses pemecahan
masalah harus mempertimbangkan risiko dari keputusan yang diambil, karena
terdapat risiko keputusan investasi yang berdampak pada performa perusahaan
dan nilai pemegang saham.
2. Sejarah dan Perkembangan PT Astra International Tbk
PT Astra International didirikan pada tahun 1957 dengan nama semula PT
Astra International Corporated. Pada tahun 1990 perusahaan ini berubah namanya
menjadi PT Astra International. Pada awal berdirinya, PT Astra International
bergerak dalam bidang usaha jasa perdagangan umum yang berkaitan dengan
hasil bumi. Dalam perkembangannya, perusahaan melakukan perluasan usaha ke
berbagai bidang usaha lain, yang meliputi distribusi dan produksi kendaraan
bermotor, alat-alat berat dan komponen.
Sebagai perusahaan induk dari grup Astra, PT Astra International Tbk
hergerak dalam bidang usaha utamanya sebagai distributor kendaraan bermotor,
baik yang dihasilkan oleh anak perusahaan maupun yang dihasilkan oleh
perusahaan afiliasi. PT AI dalam melakukan pengembangan usaha menjalankan
diversifikasi usaha. Diversifikasi usaha dilakukan dengan penyertaan anak usaha
yang bergerak dalam berbagai bidang usaha, yaitu produksi kendaraan bermotor
dan suku cadang usaha pembiayaan, produksi dan distribusi alat-alat berat, usaha
perkebunan dan usaha lainnya seperti perkayuan, produk atau barang konsumsi,
teknologi informasi dan telekomunikasi.
Pada awal tahun 1999, struktur organisasi perusahaan disusun berdasarkan
pengelompokan divisional sesuai dengan bidang kegiatan usaha perusahaan pada
saat itu. Divisi perusahaan yang dikembangkan adalah divisi otomotif (yang
membawahi kelompok atau grup mobil, grup sepeda motor dan grup komponen),
divisi jasa keuangan, divisi industri berat (yang membawahi PT United Tractors
dan PT Traktor Nusantara), divisi perkebunan yang membawahi PT Astra Argo
Lestari dan divisi industri lain-lain yang membawahi PT Astra Grafia.
PT AI telah bertahun-tahun menggeluti bisnis otomotif dan perakitannya,
namun sampai kini Astra hanya membesarkan nama-nama produk Jepang, yang
menjadi prinsipalnya. Astra terus menekuni dan mendalami industri otomotif
secara nasional yang dilakukan oleh anak perusahaan, yaitu PT Astra Otoparts.
Dengan demikian, Astra dapat memiliki kontribusi yang lebih besar bagi
pengembangan industri otomotif nasional. Sebenarnya sampai kini Astra mampu
memproduksi dan menjual kendaraan sendiri, karena Astra berpengalaman di
industri perakitan dan pemasaran otomotif.
Namun untuk menjual kendaraan dengan merek sendiri dibutuhkan
investasi yang sangat besar bagi pengembangannya, terutama untuk pusat
penelitian dan pengembangan.Menghadapi biaya yang sangat besar, Astra
melakukannya dengan tetap bekerja sama dengan merek yang sudah ada, lalu
diproduksi di dalam negeri, seperti halnya dengan Toyota Astra, dalam
memproduksi Toyota Avanza dan Toyota Kijang Inova.
Kedua mobil itu hanya diproduksi di Indonesia untuk pasar dalam negeri
dan global. Astra sebenarnya mempunyai kemampuan untuk merakit mobil
dengan standar internasional. PT Gaya Motor, anak perusahaan Astra misalnya
mampu merakit tiga merek mobil global, diantaranya Isuzu, Geely (China) dan
BMW. Astra sebenarnya telah memiliki kompetensi membangun industri
berstandar internasional, dan memproduksi produk-produk unggulan. Undonesia
Finance Today, 6 Juni 2011).
Perkembangan kemajuan usaha PT AI terus berlanjut baik dalam bisnis
inti maupun bisnis non-inti seperti dapat dilihat pada Gambar 5.1. Bisnis inti PT
AI adalah otomotif dan bisnis non-inti adalah jasa keuangan, agribisnis, industri
alat berat dan pertambangan, dan teknologi informasi. PT Al merupakan suatu
perusahaan yang terbaik dalam pengelolaan usahanya. Kondisi ini dimungkinkan
karena Astra telah membangun dan menjalankan usahanya dengan sistem yang
baik, sehingga seluruh strategi dan program dapat berjalan baik, yang pada
akhirnya mampu memberi imbal nilai yang tinggi kepada pemangku kepentingan,
khususnya pemegang saham. (Majalah SWA 13/XXVII/23 Juni-6 Juli 2011).
Fada tahun 2010, pendapatan PT AI mencapai Rp 129,9 triliun, dengan
laba bersih Rp 14,3 triliun. Angka pendapatan itu merupakan sebuah peningkatan
kinerja, karena pendapatan pada tahun 2009 adalah sebesar Rp 98,5 triliun, dan
laba bersili adalah sebesar Rp 10 triliun. Kinerja keuangan pada tahun 2011 juga
baik, dengan pendapatan bersih kuartal 1/2011 telah mencapai 38.6 triliun, naik
30% dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, yaitu sebesar Rp 29,6
triliun. Laba bersih kuartal 1/2011 mencapai Rp 4,3 triliun, naik 43%
dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.
Kontribusi pendapatan terbesar Astra pada tahun 2010 adalah dari sektor
otomotif sebesar 53%, sedangkan dari alat berat dan pertambangan sebesar 28%,
dan sisanya adalah dari agribisnis sebesar 7%, infrastruktur dan logistik 3%, dan
teknologi informasi sebesar 1%, seperti dapat dilihat pada Gambar 5.2. Dari porsi
tersebut, 75%-80% adalah impor, baik completely built-up, maupun completely
knocked- down, kecuali sepeda motor.
Menurut Prijono, Presiden Direktur PT AI, kontribusi laba bersih divisi
otomotif tumbuh 28% menjadi Rp 2,1 triliun. Laba bersih divisi keuangan naik
25% menjadi Rp 797 miliar, divisi alat berat dan pertambangan melonjak 43%
menjadi Rp 785 miliar, dan sektor agribisnis meroket 140% menjadi Rp 521
miliar. Sedangkan divisi infrastruktur dan logistik juga mencatat laba bersih Rp
221 miliar, ini berarti meningkat 163% dibandingkan dengan periode yang sama
tahun lalu. Astra merestrukturisasi dan mengembangkan organisasinya agar dapat
menangkap peluang di industri alat berat dan pertambangan, yang akhir akhir ini
menjadi salah satu primadona baru.
PT Toyota Astra Motor (TAM)
PT Toyota Astra Motor (TAM) berdiri pada tahun 1971, dengan status
perusahaan joint venture antara PT Astra International Tbk dan Toyota Motor
Corporation, dengan kepemilikan masing-masing 51% dan 49%. Sebagai salah
satu anak perusahaan PT Astra International Tbk, PT TAM berada di divisi
otomotif dengan grup Toyota, yang terdiri dari PT Toyota Astra Motor, Auto
2000 (PT Toyota Astra International Tbk-Toyota Sales Operation). Toyota Rent
Car dan Mobil 88. PT TAM selaku Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM)
Toyota di Indonesia. Aktivitas PT Toyota Astra Motor meliputi importer, perakit,
distributor bagi produk-produk mobil Toyota. Kegiatan lainnya meliputi pabrikasi
mesin, jig, dies dan komponen permobilan lainnya. Perusahaan melakukan
pengembangan produk secara terus menerus, baik untuk modifikasi produk lini,
maupun ekstensi produk lini dalam kendaraan sedan (passenger car) dan
kendaraan niaga (commercial vehicle).
Divisi Agribisnis
Setiap makhluk pasti mengalami daur hidup dari bayi, remaja, dewasa,
uzur hingga tutup usia. Siklus serupa dihadapi PT Astra Agro Lestari Tbk, terkait
dengan tanaman sawitnya, yang mesti diantisipasi. Seperti halnya manusia, usia
tua menyebabkan tanaman tidak lagi produktif. Unit Grup Astra ini mencatat 65%
total tanamannya berumur di atas 15 tahun. Itu artinya profil usia tanaman yang
uzur membatasi pertumbuhan produksi tandan buah segar (TBS). Profil usia itu
relatif lebih tinggi dibandingkan dengan usia rerata sektor tersebut yang rata-rata
sekitar 12 tahun. Jadi pertumbuhan produksi perseroan berisiko lebihrendah dari
perusahaan lain, seperti B.W. Plantation Tbk dan PT Sampoerna Agro Tbk.
Karena itu, tidaklah heran jika pertumbuhan pembelian TBS perseroan dari pihak
ketiga terus naik. Saat ini, porsi pembelian TBS pihak ketiga mencapai 14,4%
don total TBS perseroan, naik hampir dua kali lipat dari 7,4% pada tahun 2007.
Kenaikan itu membuat margin laba kotor perseroan tergerus. Jika pada
tahun 2007 margin laba kotornya mencapai 53,5%, posisi tersebut per 31
Desember 2011 tinggal 36,52% Analis PT Samuel Sekuritas Indonesia, Joseph
Pangaribuan memperkirakan pembelian TRS dari pihak ketiga masih naik, untuk
mengkompensasi terbatasnya pertumbuhan produksi TBS emiten berkode AALI
itu. Terlebih lagi,. perseroan gencar mendongkrak kapasitas pabrik dari 865 ton
TBS per jam pada 2007 menjadi 1.050 ton TBS per jam.
Kapasitas produksi juga ditingkatkan sebanyak 45 ton TBS per jam
menjadi 1.095 ton TBS per jam. Menurut kami, hal ini mengindikasikan akan
terjadi kenaikan pembelian TBS dari pihak ketiga. Banyaknya kelapa sawit yang
memasuki usia tanam diatas 15 tahun lanjutnya akan mengakibatkan imbal hasil
(yield) dari kebun inti dan plasma hanya 3,7 juta per ton, lebih rendah dari rerata
industri, sebesar 4,3 juta per ton.
Sependapat akan hal itu, analis PT Kim Eng Securities, Pandu Anugrah
memandang pertumbuhan produksi TBS perseroan dalam 3 tahun ke depan masih
single digit, terutama untuk perkebunan inti Untuk mengembalikan pertumbuhan
produksi ke level double digit, intensifikasi dinilai tidak cukup. Strategi
intensifikasi perseroan saat ini tetap tidak cukup untuk mengimbangi biaya yang
terus meningkat, jelas Pandu.
Pada tahun 2008, perseroan menjalankan program intensifikasi, guna
menjaga imbal hasi! (yield) TBS pada kisaran 21 ton per hectare-22,1 ton per
hectare selama 3 tahun terakhir. Intensifikasi juga dimaksudkan untuk
mendongkrak efisienri produksi. Namun, strategi itu tidak cukup untuk menutup
pertumbuhan biaya. produksi dalam rangka memelihara tanaman usia yang
jumlahnya sangat banyak Strategi ini hanya sedikit meningkatkan keuntungan
AALI, tidak sebesar pertumbuhan melaini ekspansi land bank. Menurut Kim Eng.
Astra Agro perlu mengakuisisi lahan baru, meski ini tidak mudah dilakukan di
tengah kendala tumpang-tindih status lahan hutan, perjanjian moratorium, hingga
persaingan.
Pada tahun 2011, pertumbuhan volume produksi TBS AALI hanya 15,7%
menjadi 5,2 juta ton, di mana 62% atau 3,5 juta ton berasal dari perkebunan
sendiri. Kontribusi perkebunan sendiri masih lebih rendah dibandingkan dengan
kontribusi 3 tahun terakhir sebesar 69%. Hal ini mencerminkan peningkatan
kontribusi pembelian TBS dari pihak ketiga yang pada tahun 2011 mencapai 15%,
naik dua kali lipat dari tahun 2007, yang hanya 7,4% "Sejalan dengan perkiraan
manajemen, kami memperkirakan pertumbuhan produksi TBS menjadi 7,5% pada
tahun 2012. sebelum rurun menjadi 5,9% dan 4,8% pada tahun 2013 dan 2014",
ujar Pandu.
Permasalahan usia tanam bakal diperburuk dengan tekanan harga jual
CPO yang sepanjang tahun 2012 diperkirakan flat. Berdasarkan hasil konferensi
CPO Indonesia di Bali harga CPO tahun 2011 diperkirakan US $ 1.050 per ton
atau flat dari posisi tahun lalu US $ 1.020 per ton. Level itu turun dibandingkan
dengan rerata harga pada tahun 2011 sebesar US $ 1.076 per ton. Kami
memperkirakan acuan harga CPO pada tahun 2012-2013 sekitar US $ 925 per ton,
turun 13% dari rerata tahun lalo US $ 1.076 per ton", ujar Pandu.
Salah satu katalis yang diharapkan untuk menahan penurunan harga CPO
sepanjang tahun 2012 adalah perkiraan pelambatan pertumbuhan suplai akibat
cuaca buruk. Tahun lalu. Astra Agro meraup laba bersih Rp 2.4 triliun atau naik
19.4% dari tahun sebelumnya Rp 2,01 triliun. Kenaikan laba komprehensif yang
didistribusikan kepada pemilik perusahaan ini ditopang penjualan yang naik
21,83% menjadi Rp 10,77 triliun, naik 21,83% dari sebelumnya Rp 8,84 triliun,
seperti terlihat pada Gambar 5.5.
Dari tol penjualan tahun lalu, operasi di Sumatera menyumbang 43%,
disusul Kalimantan 36% dan Sulawesi 21%. Adapun kontribusi terbesar terhadap
laba komprehensif berasal dari operasi di Kalimantan (38%), disusul Sumatera
(37%) dan Sulawesi (25%). Meski demikian, persentase pertumbuhan laba tahun
2011 itu lebih rendah dari periode 2009-2010. Pada tahun 2010, kenaikan laba
bersih Astra Agro mencapai 21% menjadi Rp 2.01 triliun.
Angka penjualan mencapai Rp 8,84 triliun, naik 19,13% dari penjualan
tahun 2009 sebesar Rp 7,42 triliun. Per Januari 2012, AALI membukukan
produksi CPO sebesar 98.042 ton, naik 6,4% dari 92.116 ton pada Januari 2011.
Peningkatan hasil panen TBS mencapai 6,6% menjadi 368 299 ton pada Januari,
dari sebanyak 345.448 ton pada periode yang sama tahun 2011. Sayangnya, meski
panen TBS meningkat, yield panen TBS yang dibukukan justru turun 1,3%
menjadi 1,55 ton per hectare pada Januari 2012, dari 1,57 ton per hectare pada
Januari tahun lalu.
Laba bersih FT Astra Agro Lestari Tbk pada paruh pertama tahun 2012
turun 24,37% menjadi Rp 996,36 miliar dari Rp 1,32 triliun pada periode yang
sama tahun 2011. Berdasarkan laporan keuangan perseroan per 30 Juni 2012,
penurunan laba bersih tersebut disebabkan oleh benaikan beban pokok
pendapatan sebesar 18,84% menjadi Rp 3,85 triliun dari periode yang sama tahun
2011 sebesar Rp 3,25 triliun. Akibatnya, laba kotor lini usaha sawit Grup Astra
itu turun 12,67% menjadi Rp 1,79 triliun dari periode yang sama tahun 2011
sebesar Rp 2,06 triliun. Kendati demikian, perseroan yang dipimpin oleh Widya
Wiryawan, masih mencetak pertumbuhan positif sebesar 6,61% menjadi Rp 5.65
triliun dari semester I tahun 2011 sebesar Rp 5,29 triliun.