Nah kalo, menurut pengertian yang lebih luas, toleransi ini didefinisikan
sebagai perilaku seseorang di mana orang tersebut itu selalu berusaha untuk
menghormati serta menghargai setiap tindakan yang dilakukan oleh orang
lain.
Nah jadi, nilai dalam toleransi politik itu adalah mengahargai pendapat
orang lain, kebebasan berekspresi dan tidak mengahalangi orang lain dalam
menentukan pilihan politiknya. Hal ini selaras dengan pendefinisian dari
Bohman, yang mengatakan toleransi sebagai suatu hal yang dapat
memberikan hak individu, termasuk hak untuk mengekspresikan diri.
Toleransi juga sangat dibutuhkan dalam terjalinnya proses kemasyarakatan.
Dalam diskursus toleransi ada tiga aspek penting, yakni aspek personal
(individual), aspek sosial dan aspek politis.
Toleransi menjadi sangat penting dalam berpolitik. Mulyana bependapat bahwa adanya
toleransi politik sangat dibutuhkan antara pihak legislatif dan eksekutif. Toleransi tersebut
diperlukan untuk menghindari pertentangan-pertentangan ataupun benturan-benturan kepentingan
yang semakin tajam di antara kedua pihak. Dalam hal ini,berarti bahwa dalam menjalankan
aktivitas politik sangat berkaitan erat dengan toleransi politik, dengan adanya toleransi politik akan
menghindari perselisian dari masing-masing kelompok yang tergabung pada badan eksekutif
maupun legislatif negara.
Gaffar menyebutkan lima indikator bagi sistem pemerintahan yang demokratis, yaitu:
Akuntabilitas, rotasi kekuasaan, rekrutmen politik yang terbuka, pemilihan umum, dan menikmati
hak-hak dasar.
Poin ke lima, yakni menikmati hak-hak dasar adalah bagian dari toleransi politik yang
termasuk dalam salah satu indikator sistem pemerintahan demokratis yang telah dipaparkan Gafar
dapat diartikan juga sebagai toleransi, sebab Raphael Cogen dan Almagor, menyebutkan bahwa
kebebasan berekspresi merupakan salah satu bagian dari toleransi politik, dan menikmati hak – hak
dasar merupakan kebebasan berekspresi bagi tiap individu.
Hal senada juga diungkapkan oleh Ebrahim Fakir, dalam seminar afesis-corplan yang kedua,
menyatakan bahwa setiap warga negara termasuk pemimpin politik, harus mempunyai rasa
tanggung jawab akan berlangsungnya toleransi politik baik dalam perkataan dan juga perbuatan.
Seraya menolak pada suatu hal yaitu “kekuatan adalah kebenaran” (might make right), toleransi
politik adalah kunci dari demokrasi. Toleransi membantu stabilitas masyarakat, yang pada
gilirannya memperkuat demokrasi. Sebaliknya intoleransi membuat demokrasi sulit bertahan.
Sebuah demokrasi yang berjalan dengan baik mensyaratkan budaya tertentu, yaitu
penerimaan warga negara dan para elite politik atas prinsip-prinsip yang mendasari kebebasan
berbicara, berserikat, beragama, dan lain-lain. Kebebasan ini akan bisa terjamin jika warga negara
toleran terhadap kepercayaan yang berbeda-beda yang dianut warga negara lain dan kepentingan
yang hendak diraih oleh warga negara lainnya. Dalam demokrasi, setiap warga secara normatif
harus memiliki kesempatan yang sama untuk meraih tujuan masing-masing sesuai dengan latar
belakang sosial, budaya, dan kepentingan ekonomi-politiknya. Perbedaan-perbedaan tersebut akan
menjadi problematis jika tidak ada toleransi.
Demokrasi dibangun di atas kenyataan konflik kepentingan di antara warga negara.
Aransemen demokrasi memeratai konflik tersebut secara damai, tanpa harus menghilangkan
perbedaan yang menjadi sumber konflik tersebut. Aransemen ini mengisyaratkan bahwa para
partisipan bersikap toleran terhadap perbedaan dan setuju untuk tidak setuju. Warga negara boleh
membenci satu sama lain selama sikap itu tidak menghalangi hak orang lain.
Toleransi tidak identik dengan demokrasi, tetapi toleransi dipercaya sebagai faktor penting
untuk membuat demokrasi bekerja. Stabilitas demokrasi merupakan fenomena yang kompleks, dan
budaya politik merupakan salah satu unsur penting yang menentukan stabilitas tersebut. Unsur
esensial dari budaya politik yang dibutuhkan bagi stabilitas demokrasi adalah toleransi politik