Determinisme yang dimaksud dalam buku ini merupakan suau kejadian –kejadian alam yang
berkaitan satu sama lain menurut keterikatan yang tepat. Jadi suatu kejadian dianggap dapat
mengakibatkan kegiatan lainnya, sehingga terbentuk skema “kalau A , maka B”. Misalnya bila air
ditaruh pada suhu 00C maka air akan membeku menjadi es. Konsep determinisme ini diambil dari
hukum-hukum alam dimana sering digunakan dalam eksperimen-eksperimen ilmu alam untuk
meramalkan. Hal inilah yang berusaha dilihat dalam tingkah laku manusia. Jika determinisme juga
terjadi pada tingkah laku manusia, maka tidak ada kebebasan. Hal tersebut menjadi perbincangan
ilmu-ilmu manusia seperti sosiologi, psikologi, dan lainnya yang berusaha meramalkan tingkah laku
manusia seperti halnya hukum alam. Akibatnya mereka cenderung dianggap mengingkari
kebebasan. Contoh yangd apat kita lihat diantaranya hukum ekonomi dan bagaimana manusia
menciptakan hukum-hukum tetap
Tanggung jawab
Dalam konteks hati nurani, tanggung jawab juga dibedakan menjadi dua macam :
Menurut Bertens tanggung jawab memiliki tingkatannya. Seseorang dapat lebih bertanggung
jawab sedangkan orang lain dapat kurang bertanggung jawab. Tingkatan tersebut
tergantung dari kebebasan dimana ia memiliki waktu seluas-luasnya untuk
mempertimbangkan perbuatan yang akan dilakukannya.
Berikut adalah beberapa contoh yang dapat menjelaskan bahwa satu perilaku yang sama,
yaitu mencuri, memiliki tingkat tanggung jawab yang berbeda, tergantung pada alasan dan
kondisi.
a. Ali mencuri , tapi ia tidak tahu bahwa ia mencuri dimana ia mengira tas orang lain adalah
tasnya sendiri karena memiliki warna dan bentuk yang sama. Dalam hal ini Ali tidak
bebas dan tidak bertanggung jawab dalam melakukan pencurian. Sehingga definisi
mencuri harus ditambahka “dengan sengaja”.
b. Budi mencuri karena ia seorang kleptoman. Klepto merupakan kelainan jiwa dimana ia
memiliki paksaan batin untuk mencuri. Budi dianggap tidak bebas dan tidak bertanggung
jawab. Hal tersebut terjadi karena Budi tidak memiliki kebebasan psikologis.
c. Cipluk mencuri, karena dalam hal ini ia disangka ia boleh mencuri. Cipluk, seorang janda,
mendapatkan kesempatan untuk mencuri tas berisikan uang untuk menghidupi 5 orang
anaknya. Cipluk berpendapat bahwa ia boleh mencuri karena ia dihadapkan oleh konflik
kewajiban antara harus menghargai milik orang lain atau tugasnya sebagai ibu yang
wajib memperjuangkan keselamatan anaknya. Dalam hal ini perbuatannya dilakukan
secara bebas meskipun dilakukan dengan terpaksa dan bertangung jawab. Namun
dipandang dari sudut etika, ia dianggap tidak bersalah.
d. Darso mencuri karena orang lain memaksanya dengan mengancam nyawanya. Dalam
kasus ini Darso tidak memiliki kebebasan moral dan tidak bertanggung jawab atas
perbuatannya.
e. Eko mencuri karena ia tidak bisa mengendalikan nafsunya. Dalam kasus ini Eko memiliki
kebebasan dan harus bertanggung jawab terhadap perbuatannya.
Perdebatan antara tanggung jawab kolektif bahkan belum selesai. Tanggung jawab kolektif
dianggap tidak ada dan beberapa etikawan menggangap sbegai paham yang berbahaya.
Penanggung jawab dapat dengan mudahnya bermain tedeng aling-aling da bersembunyi. Di
lain pihak juga tanggung jawab kolektif dianggap ada, bukan karena alasan etis namun
alasan psikologis.
Beberapa alasan mengapa orang mau melakukan tanggung jawab kolektif :
- Faktor afektif : family atau bangsa yang lain)
- Solidaritas : mempunyai tujuan yang sama
- Faktor-faktor sejarah dan tradisi
Hal tersebutlah mengapa seseorang dapat merasa bertanggung jawab atas perbuatan
anggotanya meskipu ia tidak melakukannya.