Anda di halaman 1dari 15

PENGERTIAN FILSAFAT, OBJEK-OBJEK FILSAFAT DAN DEFINISI

FILSAFAT ISLAM

Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas dari:

Dosen pengampu: Dr. Arief Muammar, S.H.I., M.Pem.I

Disusun Oleh:

Jasri Moulina (3022022024)

Ihda Maulidawanti (3022022048)

Vivi Rafiqa Rusti (3022022056)

Ardikal Muna (3022022008)

FAKULTAS USHULUDIN ADAB DAN DAKWAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI LANGSA

BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM

T.A 2023/2024
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah atas nikmat Allah swt, kami dapat menyelesaikan makalah kami yang berjudul
Pengertian filsatat, objek-objek filsafat dan definisi filsafat islam guna memenuhi tugas mata
kuliah Filsafat ilmu yang dibimbing oleh Dr. Arief Muammar, S.H.I., M.Pem.I

Kami menyadari bahwa dalam makalah ini masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu
kami mengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun untuk menjadikan makalah ini
lebih baik. Dan semoga dapat bermaanfaat nantinya bagi saya sendiri dan pembaca lainnya.

Langsa, 27 Maret 2023

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang masalah


Pada dasarnya manusia sebagai makhluk hidup berpikir dan selalu berusaha
untuk mengetahui segala sesuatu, tidak mau menerima begitu saja apa adanya sesuatu itu,
selalu ingintahu apa yang ada dibalik yang dilihat dan diamati. Segala sesuatu yang
dilihatnya, dialaminya,dan gejala yang terjadi di lingkungannya selalu dipertanyakan dan
dianalisis atau dikaji.

Ada tigahal yang mendorong manusia untuk berfilsafat yaitu keheranan, kesangsian, dan
kesadaran atasketerbatasan. Berfilsafat kerap kali didorong untuk mengetahui apa yang telah
tahu dan apa yangbelum tahu, berfilsafat berarti berendah hati bahwa tidak semuanya akan
pernah diketahui dalamkemestaan yang seakan tak terbatas.Filsafat memiliki peranan yang
sangat penting dalam kehidupan manusia.

B. Rumusan masalah
1. Apa itu filsafat?

2. Apa sajakah objek-objek filsafat itu?

3. Apa sajakah metode berfikir filsafat?

4. Bagaimanakah sitematika pembahasan filsafat

5. Apa itu filsafat islam?

C. Tujuan
1. Mengetahui apa itu filsafat secara umum

2. Mengetahui apa saja objek-objek filsafat

3. Mengetahui bagaimana metode berfikir filsafat

4. Mengetahui bagaimana sistematika pembahasan filsafat

5. Mengetahui pengertian filsafat islam


BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian filsafat
Perkataan filsafat berasal dari kata Yunani “philosophia” yang lazim diterjemahkan sebagai
cinta kearifan. Akar katanya ialah philos (philia, cinta) dan sophia (kearifan). Menurut
pengertiannya yang semula dari zaman Yunani Kuno itu filsafat berarti cinta kearifan. Namun,
cakupan pengertian sophia yang semula itu ternyata luas sekali. Dahulu sophia tidak hanya
berarti kearifan saja, melainkan meliputi pula kebenaran pertama, pengetahuan luas, kebajikan
intelektual, pertimbangan sehat sampai kepandaian pengrajin dan bahkan kecerdikkan dalam
memutuskan soal-soal praktis (The Liang Gie, 1999).

Banyak pengertian-pengertian atau definisi-definisi tentang filsafat yang telah dikemukakan


oleh para filsuf. Menurut Merriam-Webster (dalam Soeparmo, 1984), secara harafiah filsafat
berarti cinta kebijaksanaan. Maksud sebenarnya adalah pengetahuan tentang kenyataan-
kenyataan yang paling umum dan kaidah-kaidah realitas serta hakekat manusia dalam segala
aspek perilakunya seperti: logika, etika, estetika dan teori pengetahuan.

Menurut Surajiyo (2010:1) secara etimologi kata filsafat, yangg dalam bhs Arab dikenal
dengan istilah falsafah dan dalam Bahasa Inggris di kenal dengan istilah philoshophy adalah dari
Bahasa Yunani philoshophia terdiri atas kata philein yang berarti cinta (love) dan shopia yang
berarti kebijaksanaan (wisdom), sehingga secara etimologi istilah filsafat berarti cinta
kebijaksanaan (love of wisdom) dalam arti yang sedalam-dalamnya. Dengan demikian, seorang
filsuf adalah pecinta atau pencari kebijaksanaan.

Secara terminologi, menurut Surajiyo (2010: 4) filsafat adalah ilmu pengetahuan yang
menyelidiki segala sesuatu yang ada secara mendalam dengan menggunakan akal sampai pada
hakikatnya. Filsafat bukan mempersoalkan gejala-gejala atau fenomena, tetapi yang dicari adalah
hakikat dari sesuatu fenomena. Hakikat adalah suatu prinsip yang menyatakan “sesuatu” adalah
“sesuatu” itu adanya. Filsafat mengkaji sesuatu yang ada dan yang mungkin ada secara
mendalam dan menyeluruh. Jadi filsafat merupakan induk segala ilmu.

Susanto (2011: 6) menyatakan bahwa menurut Istilah, filsafat adalah ilmu pengetahuan yang
berupaya mengkaji tentang masalah-masalah yang muncul dan berkenaan dengan segala sesuatu,
baik yang sifatnya materi maupun immateri secara sungguh-sungguh guna menemukan hakikat
sesuatu yang sebenarnya, mencari prinsip-prinsip kebenaran, serta berpikir secara rasional-logis,
mendalam dan bebas, sehingga dapat dimanfaatkan untuk membantu menyelesaikan masalah-
masalah dalam kehidupan manusia.

Kalau menurut tradisi filsafati dari zaman Yunani Kuno, orang yang pertama memakai istilah
philosophia dan philosophos ialah Pytagoras (592-497 S.M.), yakni seorang ahli matematika
yang kini lebih terkenal dengan dalilnya dalam geometri yang menetapkan a2 + b2 = c2.
Pytagoras menganggap dirinya “philosophos” (pencinta kearifan). Baginya kearifan yang
sesungguhnya hanyalah dimiliki semata-mata oleh Tuhan. Selanjutnya, orang yang oleh para
penulis sejarah filsafat diakui sebagai Bapak Filsafat ialah Thales (640-546 S.M.). Ia merupakan
seorang Filsuf yang mendirikan aliran filsafat alam semesta atau kosmos dalam perkataan
Yunani. Menurut aliran filsafat kosmos, filsafat adalah suatu penelaahan terhadap alam semesta
untuk mengetahui asal mulanya, unsur-unsurnya dan kaidah-kaidahnya (The Liang Gie, 1999).

Menurut sejarah kelahiran istilahnya, filsafat terwujud sebagai sikap yang ditauladankan oleh
Socrates. Yaitu sikap seorang yang cinta kebijaksanaan yang mendorong pikiran seseorang untuk
terus menerus maju dan mencari kepuasan pikiran, tidak merasa dirinya ahli, tidak menyerah
kepada kemalasan, terus menerus mengembangkan penalarannya untuk mendapatkan kebenaran
(Soeparmo, 1984).

Timbulnya filsafat karena manusia merasa kagum dan merasa heran. Pada tahap awalnya
kekaguman atau keheranan itu terarah pada gejala-gejala alam. Dalam perkembangan lebih
lanjut, karena persoalan manusia makin kompleks, maka tidak semuanya dapat dijawab oleh
filsafat secara memuaskan. Jawaban yang diperoleh menurut Koento Wibisono dkk. (1997),
dengan melakukan refleksi yaitu berpikir tentang pikirannya sendiri. Dengan demikian, tidak
semua persoalan itu harus persoalan filsafat.

B. Objek-objek filsafat
Apakah yang menjadi objek atau pokok bahasan filsafat? Apakah Anda sudah tahu apa yang
menjadi objek penelitian atau pengkajian filsafat?

Filsafat sebagai kegiatan pikir murni manusia (reflective thinking) menyelidiki objek yang
tidak terbatas. Ditinjau dari sudut isi atau substansi dapat dibedakan menjadi berikut ini.

a. Objek material ialah menyelidiki segala sesuatu yang tak terbatas dengan

tujuan memahami hakikat ada (realitas dan wujud). Objek material filsafat kesemestaan,
keuniversalan, dan keumuman bukan partikular secara mendasar atau sedalam-dalamnya.

b. Objek formal ialah metodologi, sudut, atau cara pandang khas filsafat, pendekatan dan metode
untuk meneliti atau mengkaji hakikat yang ada dan mungkin ada —baik yang konkret fisik dan
bukan fisik; abstrak dan spiritual; maupun abstrak logis, konsepsional, rohaniah, nilai-nilai
agama, dan metafisika, bahkan mengenai Tuhan pencipta dan penguasa alam semesta.

Perkembangan selanjutnya adalah filsafat sebagai hasil upaya pemikiran


dan renungan (contemplation) para ahli pikir (filsuf). Ada juga yang merupakan suatu ajaran atau
sistem nilai, baik berupa pandangan hidup (filsafat hidup) maupun sebagai cita-cita hidup atau
ideologi. Misalnya, paham-paham individualisme, kapitalisme, sosialisme, ideologi komunisme,
ideologi zionisme, ideologi pan-Islamisme, ideologi nasionalisme, dan sebagainya.

C. Metode berfikir filsafat


Metode filsafat ada 3 yaitu metode positivisme,fenomenologi,dan metode kritis.

1. Positivisme

Berasal dari kata positivis dalam bahasa inggris dan positivus dalam bahasa latin. Motode
positivisme adalah metode yang lebih menekan pada aspek faktual pengetahuan maksudnya
adalah kita mempelajari atau menyelidiki hanya berdasarkan fakta dan berdasarkan data yang
nyata, dan sesuatu yang masih tidak jelas dikesampingkan seperti ilmu ghoib dan metafisik.

Motode positivisme adalah metode yang menekan pada suatu aspek faktual pengetahuan jadi
segala sesuatunya dibuktikan melalui 3 cara yaitu:

 Observasi (pengamatan)

 Eksperimen (mencari kebenaran)

 Ferifikasi (peninjauan)

2. Fenomenologi

Metode ini adalah suatu ilmu pengetahuan yang didapat dari pengalaman yang telah
didapatkan seseorang atau suatu kejadian yang sudah pernah terjadi. Seseorang dapat
mengaplikasikan metode ini dengan cara menceritakan kejadian, waktu dan tempat yang telah
terjadi.

3. Motode kritis

Pada metode ini manusia lebih cenderung aktif dalam membentuk dunia mereka sendiri. Ilmu
pengetahuan dapat mereka dapatkan dari pikiran-pikiran kritis yang ada dalam
pikiran masing masing.
D. Sistematika pembahasan filsafat
Menurut Ahmad Tafsir (2009: 22), Secara bahasa kata sistematika filsafat berasal dari dua
kata yaitu sistematiak dan filsafat.Sistematika atau strukturdalam bahasa inggris Systematic
adalah susunan dalam kamus bahasa indonesia sistematika adalah susunan aturan ; pengetahuan
mengenai sesuatu sistem. Sistematika filsafat adalah susunan aturan tentang filsafat yang telah
disusun atau ditulis. Hasil berpikir tentang segala sesuatu yang ada dan mungkin ada itu tadi
telah banyak sekali terkumpul, di dalam buku-buku tebal dan tipis.setelah disusun secar
sistematis, ia dinamakan sistematika filsafat.

A. Ontologi

Ontologi berasal dari bahasa yunani yaitu onto yang artinya hakikat atau ada, sedangkan
logos adalah teori. Jadi, ontologi adalah teori yang membicarakan tentang hakikat (ada). Dalam
kaitannya dengan ilmu, landasan ontologi yaitu mempertanyakan tentang objek yang ditelaah
oleh ilmu, bagaimana wujud hakikinya, serta bagaimana hubungannya dengan daya tangkap
manusia yang berupa berpikir, merasa, dan meng-indera yang membuahkan pengetahuan. Objek
telaah ontologi tersebut adalah yang membahas tentang yang ada secara universal, yaitu berusaha
mencari inti yang dimuat setiap kenyataan yang meliputi segala realitas dalam semua bentuknya.
Adanya segala sesuatu merupakan suatu segi dari kenyataan yang mengatasi semua perbedaan
antara benda-benda dan mahluk hidup, antara jenis-jenis dan individu-individu.

Objek kajian ontologi dibagi menjadi dua bagian, yaitu objek kajian material dan objek kajian
formal. Objek formal Ontologi adalah hakikat seluruh realitas atau kenyataan. Hakekat
kenyataan atau realitas memang bisa didekati Ontologi dengan dua macam sudut pandang:

1. Kuantitatif, yaitu dengan mempertanyakan apakah kenyataan itu tunggal atau jamak?

2. Kualitatif, yaitu dengan mempertanyakan apakah kenyataan (realitas) tersebut memiliki


kualitas tertentu, seperti misalnya daun yang memiliki warna kehijauan, bunga mawar yang
berbau harum. Sedangkan objek kajian material adalah meliputi segala yang ada, yang dapat.

Dari pembahasannya memunculkan beberapa pandangan yang dikelompokkan dalam beberapa


aliran berpikir, yaitu :

1. Materialisme

Aliran ini mengatakan bahwa, hakikat dari segala sesuatu yang ada, itu adalah materi. Suatu
yang ada (yaitu materi) hanya mungkin lahir dari yang ada.

2. Idealisme (spiritualisme)
Aliran ini mengatakan bahwa, hakikat pengada (kenyataan) itu justru rohani (spiritual). Rohani
adalah dunia ide yang lebih hakiki dibanding materi. Aliran ini menjadi jawaban atas kelemahan
dari materialisme.

3. Dualisme

Aliran ini mempersatukan antara materi dan ide. Aliran ini berpendapat bahwa hakikat pengada
(kenyataan) dalam alam semesta ini terdiri dari dua sumber, yaitu materi dan rohani.

4. Agnotitisme

Aliran ini adalah pendapat dari filsuf yang mengambil sikap skeptis, yaitu sikap ragu atas
setiap jawaban yang mungkin benar dan yang mungkin pula tidak.

B. Epistemologi

Epistemologi juga berasal dari bahasa yunani yaitu episte yang artinya pengetahuan,
sedangkan logos adalah teori. Jadi, epistemologi adalah teori tentang pengetahuan. Objek telaah
epistemologi adalah mempertanyakan bagaimana sesuatu itu datang dan bagaimana
mengetahuinya, bagaimana membedakannya dengan yang lain. Jadi, bisa dibilang, epistemologi
adalah yang merumuskan atau membuktikan kebenaran yang sudah didapat dari kajian ontologi.
Sedangkan landasan dari epistemologi adalah proses apa yang memungkinkan mendapatkan
pengetahuan logika, etika, estetika, bagaimana cara dan prosedur memperoleh kebenaran ilmiah,
kebaikan moral, dan keindahan seni, serta apa definisinya.

Dalam epistemologi muncul beberapa aliran berpikir, yaitu :

1. Empirisme, yang berarti pengalaman (emperia), dimana pengetahuan manusia diperoleh dari
pengalaman inderawi.

2. Rasionalisme, tanpa menolak besarnya manfaat pengalaman indera dalam kehidupan manusia,
namun persepsi inderawi hanya digunakan untuk merangsang kerja akal. Jadi, disinilah akal
berada diatas pengalaman inderawi.

3. Positivisme, merupakan sintesis dari empirisme dan rasionalisme. Dengan mengambil titik
tolak dari empirisme, namun harus dipertajam dengan eksperimen, yang mampu secara objektif
menentukan validitas dan reabilitas pengetahuan.

4. Intuisionisme, intuisi tidak sama dengan perasaan, namun merupakan hasil evolusi
pemahaman yang tinggi yang hanya dimiliki manusia. Kemampuan ini yang dapat memahami
kebenaran yang utuh, yang tetap dan unik.
C. Aksiologi

Aksiologi juga berasal dari bahasa Yunani, yaitu aksi yang artinya nilai, sedangkan logos
adalah teori. Jadi, aksiologi adalah teori tentang nilai. Aspek nilai ini ada kaitannya dengan
kategori :

1. baik dan buruk

2. indah dan jelek

Kategori nilai yang nomor satu dibawah kajian filsafat tingkah laku atau disebut etika.
Sedangkan kategori nilai yang nomor dua merupakan objek kajian filsafat keindahan atau
estetika.

a. Etika

Etika disebut juga filsafat moral (moral philosophy), yang berasal dari kata ethos (Yunani) yang
berarti watak. Moral berasal dari kata mos atau mores (Latin) yang artinya kebiasaan. Dalam
bahasa Indonesia istilah moral atau etika diartikan kesusilaan. Objek material etika adalah
tingkah laku atau perbuatan manusia, sedang objek formal etika adalah kebaikan atau keburukan,
bermoral atau tidak bermoral.

Moralitas manusia adalah objek kajian etika yang telah berusia sangat lama. Sejak masyarakat
manusia terbentuk, persoalan perilaku yang sesuai dengan moralitas telah menjadi bahasan.
Berkaitan dengan hal itu, kemudian muncul dua teori yang menjelaskan bagaimana suatu
perilaku itu dapat diukur secara etis. Teori yang dimaksud adalah deontologis dan teologis.

 Deontologis

Teori Deontologis diilhami oleh pemikiran Immanuel Kant, yang terkesan kaku, konservatif dan
melestarikan status quo, yaitu menyatakan bahwa baik buruknya suatu perilaku dinilai dari sudut
tindakan itu sendiri, dan bukan akibatnya. Suatu perilaku baik apabila perilaku itu sesuai norma-
norma yang ada.

 Teologis

Teori teologis lebih menekankan pada unsur hasil. Suatu perilaku baik jika buah dari perilaku itu
lebih banyak untung daripada ruginya, dimana untung dan rugi ini dilihat dari indikator
kepentingan manusia. Teori ini memunculkan dua pandangan, yaitu egoisme dan utilitarianisme
(utilisme). Tokoh yang mengajarkan adalah Jeremy Bentham (1742 – 1832), yang kemudian
diperbaiki oleh john Stuart Mill (1806 – 1873).

b. Estetika
Estetika disebut juga dengan filsafat keindahan (philosophy of beauty), yang berasal dari kata
aisthetika atau aisthesis (Yunani) yang artinya hal-hal yang dapat diserap dengan indera atau
serapan indera. Estetika membahas hal yang berkaitan dengan refleksi kritis terhadap nilai-nilai
atas sesuatu yang disebut indah atau tidak indah.

Dalam perjalanan filsafat dari era Yunani kuno hingga sekarang muncul persoalan tentang
estetika, yaitu: pertanyaan apa keindahan itu, keindahan yang bersifat objektif dan subjektif,
ukuran keindahan, peranan keindahan dalam kehidupan manusia dan hubungan keindahan
dengan kebenaran. Sehingga dari pertanyaan itu menjadi polemik menarik terutama jika
dikaitkan dengan agama dan nilai-nilai kesusilaan, kepatutan, dan hukum.

E. Definisi filsafat islam


Sebelum lebih lanjut membicarakan filsafat Islam, terlebih dulu perlu ditegaskan apa yang
dimaksud dengan filsafat Islam di sini. Filsafat Islam dimaksudkan adalah filsafat dalam
perspektif pemikiran orang Islam. Seperti juga pendidikan Islam adalah dimaksudkan pendidikan
dalam perspektif orang Islam. Karena berdasarkan perspektif pemikiran orang, maka
kemungkinan keliru dan bertentangan satu sama lain adalah hal yang wajar. Filsafat berasal dari
bahasa Yunani, philo dan sophia. Philo berarti cinta dan sophia berarti kebijaksanaan atau
kebenaran. Sedang menurut istilah, filsafat diartikan sebagai upaya manusia untuk memahami
secara radikal dan integral serta sistematik mengenai Tuhan, alam semesta dan manusia,
sehingga dapat menghasilkan pengetahuan tentang bagaimana hakikatnya sejauh yang dapat
dicapai akal manusia dan bagaimana sikap manusia itu seharusnya setelah mencapai
pengetahuan tersebut.

 Harun Nasution menggunakan istilah filsafat dengan “falsafat” atau  “falsafah”. Karena
menurutnya, filsafat berasal dari kata Yunani, Philein dan Sophos. Kemudian orang Arab
menyesuaikan dengan bahasa mereka falsafah atau falsafat dari akar kata  falsafa-yufalsifu-
falsafatan wa filsafan dengan akar kata (wazan)  fa’lala. Musa Asy’arie (2002:6) menjelaskan,
bahwa hakikat filsafat Islam adalah filsafat yang bercorak Islami, yang dalam bahasa Inggris
dibahasakan menjadi Islamic Philosophy, bukan the Philosophy of Islam yang berarti berpikir
tentang Islam. Dengan demikian, Filsafat Islam adalah berpikir bebas, radikal (radix) yang
berada pada taraf makna, yang mempunyai sifat, corak dan karakter yang dapat memberikan
keselamatan dan kedamaian hati. Dengan demikian, Filsafat Islam tidak netral, melainkan
memiliki keberpihakan (komitmen) kepada keselamatan dan kedamaian (baca: Islam).

 Menurut Al-Farabi dalam kitabnya Tahshil as-Sa’adah,  filsafat berasal dari Keldania


(Babilonia), kemudian pindah ke Mesir, lalu pindah  ke Yunani, Suryani dan akhirnya sampai ke
Arab. Filsafat pindah ke negeri Arab setelah datangnya Islam. Karena itu filsafat yang pindah ke
negeri Arab ini dinamakan filsafat Islam. Walaupun di kalangan para sejarawan banyak yang
berbeda pendapat dalam penamaan filsafat yang pindah ke Arab tersebut. Namun kebanyakan di
antara mereka menyimpulkan, bahwa filsafat yang pindah tersebut adalah filsafat Islam (Al-
Ahwani, 1984:2). Dalam perspektif Islam, filsafat merupakan upaya untuk menjelaskan cara
Allah menyampaikan kebenaran atau yang haq dengan bahasa pemikiran yang rasional.
Sebagaimana kata Al-Kindi (801-873M), bahwa filsafat adalah pengetahuan tentang hakikat hal-
ihwal dalam batas-batas kemungkinan manusia. Ibn Sina (980-1037M) juga mengatakan, bahwa
filsafat adalah menyempurnakan jiwa manusia melalui konseptualisasi hal ihwal dan
penimbangan kebenaran teoretis dan praktis dalam batas-batas kemampuan manusia. Karena
dalam ajaran Islam  di antara nama-nama Allah juga terdapat kebenaran, maka tidak terelakkan
bahwa terdapat hubungan yang erat antara filsafat dan agama (C.A Qadir, 1989: 8).

 Pada zaman dulu di kalangan umat Islam, filsafat Islam merupakan kisah perkembangan dan
kemajuan ruh. Begitu pula mengenai ilmu pengetahuan Islam, sebab menurut al-Qur’an seluruh
fenomena alam ini merupakan petunjuk Allah, sebagaimana diakui oleh Rosental, bahwa tujuan
filsafat Islam adalah untuk membuktikan kebenaran wahyu sebagai hukum Allah dan
ketidakmampuan akal untuk memahami Allah sepenuhnya, juga untuk menegaskan bahwa
wahyu tidak bertentangan dengan akal (C.A. Qadir, 1989: ix). Filsafat Islam jika dibandingkan
dengan filsafat  umum lainnya, telah mempunyai ciri tersendiri sekalipun objeknya sama. Hal ini
karena filsafat Islam itu tunduk dan terikat oleh norma-norma Islam. Filsafat Islam berpedoman
pada ajaran Islam. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa filsafat Islam adalah merupakan
hasil pemikiran manusia secara radikal, sistematis dan universal tentang hakikat Tuhan, alam
semesta dan manusia berdasarkan  ajaran Islam.
BAB III

PENNUTUP

Kesimpulan
ilmu filsafat merupakan induk dari segala ilmu, yang diharapkan menjadi suatu pedoman bagi
manusia untuk mencari kebenaran yang hakiki, sehingga manusia dapat berfikir kritis dan
positif , dan menjadikan manusia , sebagai manusia yang Arif dan bijaksana dalam menghadapi
segala persoalan dan menjadikan suatu perbedaan adalah dijadikan hikmah dalam kehidupan
DAFTAR PUSTAKA

Amsal Bakhtiar. 2008. Filsafat Ilmu (edisi revisi). Jakarta: PT Raja Grafindo Persada

Frondizi, Resieri. 2001. Pengantar Filsafat Nilai (Terjemahan oleh: Cuk Ananto Wijaya. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.

Gandhi, Teguh Wangsa. 2011. Filsafat Pendidikan: Madzab-Madzab Filsafat Pendidikan.


Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.

Jalaluddin & Idi, Abdullah. 2007. Filsafat Pendidikan: Manusia, Filsafat, dan Pendidikan.
Jogjakarta: Ar-Ruzz Media Group.

Knight, George R. 2007. Filsafat Pendidikan (Terjemahan oleh: Mahmud Arif). Yogyakarta: Gama


Media.

Muhmidayeli. 2011. Filsafat Pendidikan. Bandung: Refika Aditama.

Supriyanto, S. 2003. Filsafat Ilmu. Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Masyarakat.  Universitas


Airlangga. Surabaya.
Surajiyo . 2010. Filsafat Ilmu dan Perkembangannya di Indonesia. Jakarta: Bumi     Aksara.

Knight, George R. 2007. Filsafat Pendidikan (Terjemahan oleh: Mahmud Arif). Yogyakarta: Gama


Media.

http://pohanrangga.blogspot.com/2012/11/hakekat-manusia-dari-segi-sosiologi.html diunduh 
tanggal 03 Nopember 2013 pkl 21.30

http://hanykpoespyta.wordpress.com/2008/04/19/manusia-antara-pandangan-antropologi-dan-
agama-islam/ diunduh  tanggal 03 Nopember 2013 pkl 21.00

http://uphilunyue.blogspot.com/2013/01/manusia-dalam-pandangan-filsafat-teori.html diunduh 
tanggal 03 Nopember 2013 pkl 22.00

Anda mungkin juga menyukai