Anda di halaman 1dari 8

TUGAS MATA KULIAH FILSAFAT ILMU

1. Buartlah suatu kajian aspek-aspek filosofis keilmuan, penilaian dan penerapannya:


Dengan perkembangan ilmu pengetahuan sekarang ini membawa
kesekuensi dengan semakin beragamnya spesialisasi bidang ilmu yang berpotensi
menimbulkan problem filosofis seperti penyelanggaraan etika, meninggalkan nilai
budaya, arogansi dan lain-lain. Maka diperlukan ilmu filsafat untuk membantu
menjadi panduan keseimbangan dan keselarasan agar perkembangan keilmuan
tersebut tidak tersesat atau salah terap. Ada 3 pilar keilmuan yang diperlukan untuk
para ilmuan agar terjadi keseimbangan yang komprehensif yaitu :
a. Ontologis
Ontologis, bahwa seorang ilmuan harus memahami kaedah-kaedah hakekat
konsep dan teori keilmuan untuk menjaga obyektifitas dan kemurniannya
dengan kebenaran-kebenaran logis serta empiris yang mengarah pada hal-hal
yang fundamental (puritanisme).
b. Epistimologis
Bahwa seorang ilmuan harus memahami proses, prosedur dan cara-cara
penerapan itu sendiri, dapat mengambil keputusan dengan tepat dengan berfikir
substansial (universal dan obyektif) sehingga ilmu tersebut mempunyai
kegunaan dan manfaat.
c. Aksiologis
Aksiologis, bahwa seseorang harus mengetahui segala hal menyangkut tujuan,
norma-norma yang dihadapi dalam penerapan ilmu itu sendiri.
Dengan memahami filsafat ilmu maka akan memudahkan karakteristik
pendekatan yang diperlukan dalam penerapan dan pengemabangan keilmuan
antara lain:

1) Radikal, berfikir sampai ke akar-akarnya, berorientasi pada focus yang


seharusnya, berfikir substansial, berwawasan esensial atau obyektif.
2) Universal, kepentingan umum manusia, keagamaan, keadilan.
3) Konsepsual, generalisasi dan abstraksi sehingga filsafat menjadi kebenaran
dalam menjelaskan teori-teori baru.
4) Koherasi, cara berfikir yang logis, runtut, mudah di kenali dan di dasari akal
sehat.
5) Komprehensif, memandang objek dalam konteks yang lebih luas dan
menyeluruh sehingga dapat menemukan garis penghubung antara ilmu yang
satu dengan ilmu yang lain.
Dalam penerapan filsafat ilmu akan memudahkan kita dalam menjangkau
hal-hal yang lebih substansial (bagian inti) dan terhindar dari hal-hal yang
aksidental (bagian pelengkap).
Karakteristik berfikir substansial antara lain:
a. Selalu berkaitan dengan hal-hal umum, kepentingan umum dan obyektif
b. Bersifat abstrak dan konsepsual
c. Universal, menyeluruh
Karakteristik berfikir axidental antara lain :
a. Selalu berkaitan dengan hal-hal pribadi atau subyektif
b. Bersifat praktis
c. Relative, sesuai tempat dan waktu
Dengan filsafat ilmu kita juga berusaha menterjemahkan keadaan
problematic berdasarkan pada metodologi keilmuan yang obyektif, rasional, logis
dan empiris.

2. Jelaskan keuntungan apabila menggunakan 3 pilar keilmuan tersebut dan kerugian


jika mengabaikan 3 pilar keilmuan tersebut. Keuntungan menggunakan 3 pilar
keilmuan antara lain:
a. Mampu mengembangkan dan meningkatkan daya pikir kritis terhadap setiap
persoalan dengan dasar-dasar yang rasional dan empiris
b. Mampu mengembangkan dan meningkatkan ketajaman analisis ilmiah yaitu
suatu kemampuan untuk melakukan pengkajian terhadap obyek permasalahan
keilmuan dari tingkat yang sederhana sampai tingkat yang lebih kompleks.
c. Mampu memberikan cara pandang yang produktif dan membuat penampilan
yang lebih baik.
d. Mampu menumbuhkan kepekaan social keilmuan sehingga setiap keilmuan yang
dihasilkan akan selalu dapat dipertanggungjawabkan secara etis, moral dan nilai
social.
Kerugian mengabaikan 3 pilar keilmuan antara lain:
1. Menghasilkan cara berfikir yang sempit, sobyektif, mengkritisi setiap persoalan
tanpa dasar-dasar rasional dan empiris.
2. Berfikir kontraproduktif, mengabaikan nilai-nilai social keilmuan
3. Berpeluang terjadi kekeliruan dalam penerapan keilmuan
4. Dapat menimbulkan egoism dan arogansi keilmuan

KAJIAN ASPEK-ASPEK FILOSOFIS KEILMUAN BIDANG KESEHATAN


A. PENDAHULUAN

Sejak abad ke 19 hingga sekarang, ilmu pengetahuan terus bekembang


sangat pesat, bahkan seakan-akan tidak terkendali lagi. Bila dulu hanya ada satu
ilmu pengetahuan yaitu filsafat, maka pengetahuan yang satu ini telah berkembang
dan terbagi menjadi berbagai macam cabang ilmu yang baru. Demikian juga yang
terjadi di bidang ilmu kesehatan. Bila dulu hanya ada satu bidang ilmu kesehatan
yaitu kedokteran, maka pengetahuan yang satu itu, kini telah berkembang dan
terbagi menjadi berbagai macam cabang ilmu baru seperti ilmu keperawatan, ilmu
kebidanan, ilmu farmasi, ilmu kesehatan masyarakat, ilmu gizi, psikologi dsb.
Bahkan dari masing-masing cabang ilmu tersebut saat ini telah berkembang
menjadi berbagai macam spesialisasi maupun sub spesialisasi.
Kberagaman ilmu, termasuk spesialisasi maupun sub spesialisasi memang
sudah menjadi keniscayaan. Bahkan keberagaman ini diperlukan demi
perkembangan ilmu kesehatan sendiri, dan demi ringannya beban manusia untuk
menguasai ilmu kesehatan. Rasanya tidak mungkin, seorang yang super jenius
sekalipun untuk menguasai dan memahami semua ilmu kesehatan yang tumbuh
dan berkembang pesat saat ini.
Namun perlu kita sadari perkembangan ilmu kesehatan, juga mempunyai sisi
negative yang tidak sedikit, diantaranya adalah adanya perbedaan cara pandang
terhadap masalah-masalah kesehatan, baik dalam hal konsep, asumsi maupun
metode pemecahannya. Karena sikap egoism keilmuan, sering kali masing-masing
profesi/disiplin ilmu hanya berfikir pada cara pandang, konsep dan asumsi masing-
masing, sehingga terjebak dalam fragmentasi, frakmentisme dan berfikir secara
sepihak akibatnya permasalah yang ada tidak dapat teridentifikasi secara utuh.
Indentifikasi masalah yang tidak tepat (sepihak atau tidak komprehensif)
akan menghasilkan asumsi yang tidak tepat pula, sehingga teori, metode dan
aplikasi yang dihasilkan menjadi tidak tepat pula. Hal inilah yang terjadi dalam
pembangunan kesehatan di negeri kita ini. Selama tiga dasawarsa kita terjebak
dalam paradigm pembangunan kesehatan yang kurang tepat, yaitu lebih
mengutamakan pelayanan kesehatan yang kuratif dan rehabilitative. Padahal
permasalahan yang dihadapi terus berkembang dan pada umumnya membutuhkan
pendekatan yang lebih bersifat promotif dan preventif.
Pembangunan nasional yang telah dilaksanakan selama tiga dasawarsa
terakhir masih menunjukkan adanya beberapa kegagalan yang ditandai: adanya
ketimpangan hasil pembangunan antara daerah dan antara golongan, derajat
kesehatan yang masih tertinggal di banding dengan Negara-negara tetangga, dan
kurangnya kemandirian dalam pembangunan kesehatan. Ada beberapa factor yang
menyebabkan kegagalan tersebut, diantaranya adalah karena pemahaman
ontologism yaitu berupa paradigm pembangunan kesehatan yang kurang tepat.
Beberapa dasawarsa yang lalu, kita terjebak dalam paradigm pembangunan
kesehatan yang kurang relevan, bahwa sehat adalah keadaan tidak terjadinya sakit.
Indicator yang kita gunakan juga cenderung kepada indicator yang negative yaitu
berupa angka kesakitan dan kematian. Sehingga intervensi yang dilakukan
cenderung bersifat kuratif dan rehabilitatifk, yang bertujuan untuk menurunkan
angka kesakitan dan kematian tersebut.
Seiring perkembangan ilmu pengetahuan, menunjukkan determinan
penyebab penyakit adalah multifaktorial, diantaranya adalah factor-faktor perilaku
dan lingkungan. Factor-faktor tersebut sangat tidak relevan bila di intervensi dengan
pendekatan yang kuratif maupun rehabilitative. Oleh karena itu, diperlukan
peninjauan kembali terhadap paradigma pembangunan kesehatan tersebut.
Pada sidang DPR komisi IV tanggal 15 september 1989,
prof.Dr.F.A.Moeloek, telah menyampaikan “paradigma sehat”sebagai acuan
paradigm pembangunan kesehatan yang baru. Paradigma sehat ini memandang
bahwa sehat bukan tidak hanya adanya penyakit, tetapi keadaan sejahtera secara
total baik fisik, mental, maupun social. Dalam visi Indonesia sehat 2010
digambarkan yang ingin dicapai melalui pembangunan kesehatan adalah
masyarakat, bangsa dan Negara yang ditandai penduduknya hidup dalam
lingkungan dan perilaku hidup yang sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau
pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata, serta memiliki derajat
kesehatan yang setinggi-tingginya diseluruh wilayah Indonesia.
Yang dimaksud dengan lingkungan yang sehat dalam visi Indonesia sehat
2010 adalah lingkungan yang kondusif bagi terwujudnya keadaan sehat yaitu
lingkungan yang bebas dari polusi, tersedianya air bersih, sanitasi.
Sebenarnya keragaman ilmu pengetahuan bukan fenomena alam yang
berisolasi melainkan sekedar diferensiasi yang saling melengkapi dan member nilai
tambah. Maka keberadaan ilmu kesehatan yang satu seharusnya menjadi
pelengkap dan memberi tambah terhadap ilmu pengetahuan yang lain, sehingga
timbul kerjasama yang sinergis untuk mengidentifikasi dan memecahkan masalah
secara utuh. Terkait dengan hal tersebut, maka peran filsafat ilmu menjadi sangat
penting. Filsafat ilmu akan memberikan panduan serta pandangan terhadap
permasalah kesehatan secara komprehensif dan koheren. Dengan demikian maka
sekat antara bidang keilmuan dapat dielminasi, dan relasi multidisipliner maupun
multisektoral dapat dibentuk. Oleh karena itu pemahaman terthadap pilar-pilar
filsafat ilmu yang meliputi pemahaman aspek ontologism, epistemology maupun
aksiologi di bidang kesehatan serta bidang/ sector terkait menjadi sangat
diperlukan.
B. PEMAHAMAN ONTOLOGIS
Istilah ontology berasal dari kata yunani “onta” yang berarti sesuatu” yang
sungguh-sungguh ada” kenyataan yang sesungguhnya dan “logos”yang berarti
“studi tentang”,”studi yang membahas sesuatu”(angeles, 1981). Jadi otology adalah
studi yang membahas sesuatu yang sungguh-sungguh ada. Secara terminology
ontology juga diartikan sebagai metafisika umum yaitu cabang filsafat yang
mempelajari sifat dasar dari kenyataan yang terdalam ontology membahas asas-
asas rasional dari kenyataan (kartsoff, 1986).
Dibidang kesehatan, ontology berarti studi yang membahas kesehatan yang
sesungguhnya, yang berfungsi sebagai refleksi kritis atas obyek atau bidang
garapan, konsep-konsep atau paradigm, asumsi-asumsi maupun postulat-postulat
dibidang kesehatan. Otology sangat penting karena kesalahan suatu asumsi, akan
melahirkan teori, metode dan praktek keilmuan yang salah pula. Dengan antologi
akan membantu kita untuk menyusun suatu pandangan tentang kesehatan yang
integral, komprehensif dan koheren. Disamping itu antologi juga membantu
memecahkan masalah-masalah yang tidak mampu dipecahkan oleh ilmu-ilmu
khusus, seperti masalah-masalah kesehatan pada umumnya.
Lingkungan yang memadai, perumahan dan pemukiman yang sehat,
perencanaan kawasan yang berwawasan kesehatan serta terwujudnya kehidupan
masyarakat yang saling tolong-menolong dengan memelihara nilai-nilai budaya
bangsa dan agama. Sedangkan perilaku yang di inginkan adalah perilaku yang
proaktif untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah resiko
terjadinya penyakit, serta berpartisipasi aktif dalam gerakan kesehatan masyarakat.
Untuk mewujudkan konsep-konsep tersebut diatas, rasanya tidak mungkin
hanya meletakkan beban tanggung jawab tersebut hanya pada bidang kesehatan.
Namun ironisnya, hingga saat ini masih banyak sektor-sektor, baik di lingkungan
kesehatan maupun non kesehatan, baik di tingkat pengambilan kebijakan, tingkat
pelaksana maupun masyarakat umum yang belum memahami esensi paradigma
sehat. Untuk itu, diperlukan proses pemahaman lebih lanjut tentang paradigma
pembangunan kesehatan yang baru, tidak hanya untuk sektor maupun di lingkup
kesehatan saja, tetapi juga untuk sektor-sektor maupun ilmu-ilmu di luar lingkup
kesehatan, baik pada level pengambil kebijakan, pelaksanaan maupun masyarakat
pada umumnya. Hal ini bertujuan agar semua pihak yang terkait (pemahaman
ontologis) yang sama tentang paradigma sehat dan pembangunan yang
berwawasan kesehatan.

C. PEMAHAMAN EPISTEMOLOGI
Epistemology berasal dari bahasa yunani, yaitu “episteme”yang berarti
pengetahuan dan “logos” yang artinya teori. Jadi epistemology dapat definisikan
sebagai dimensi filsafat yang mempelajari asal mula, simber, struktur, metode. Dan
sahihnya pengetahuan. Secara sederhana epistemology dapat disebut cara
mempelajari, mengembangkan, memanfaatkan ilmu bagi keselamatan masyarakat.
Dibidang kesehatan maka epistemologi dapat diartikan cara mempelajari,
mengembangkan dan memanfaatkan ilmu kesehatan guna mencapai derajat
kesehatan juga mencakup kerangka acuan terhadap pengembangan dan
pemanfaatan/ penerapan ilmu-ilmu kesehatan.
Terkait dengan aplikasi paradigma sehat, maka semua kebijakan
pembangunan nasional yang sedang, atau sedang diselenggarakan harus sesuai
dengan paradigma sehat. Artinya program pembangunan nasional, baik yang
dilakukan oleh pemerintah, swasta maupun perorangan harus memberi kontribusi
yang positif terhadap kesehatan setidak-tidaknya terhadap dua hal yaitu
pembentukan lingkungan dan perilaku yang sehat. Namun fakta dilapangan
menunjukan masih banyak program-program pembangunan yang justru
mengabaikan masalah kesehatan. Beberapa contoh kentimpangan yang
berdampak negative terhadap kesehatan, diantaranya:
1. Pembangunan pabrik-pabrik yang tidak mengabaikan dampak lingkungan.
Akibatnya menimbulkan pencemaran, baik pencemaran air, udara, maupun
tanah.
2. Regulasi gas emisi kendaraan yang tak kunjung di tegakkan, akibatnya
pencemaran udara (terutama di perkotaan) semakin mengkhawatirkan.
3. Penebangan hutan yang tak terkendali, berdampak terjadinya pemanasan
global, perubahan iklim maupun perubahan sirkulasi air.
4. Masih banyak sistim kerja, baik di perusahaan swasta maupun institusi
pemerintah yang tidak mengacu pada program keselamatan dan kesehatan
kerja.
5. Masih rendahnya tingkat partisipasi dan tingkat kepedulian masyarakat terhadap
kesehatan baik untuk diri sendiri maupun untuk masyarakat umumnya.
6. Produksi makanan yang mengabaikan aspek keamanan pangangan, yaitu
dengan penambahan zat-zat berbahaya, semata-mata hanya untuk mengeruk
keuntungan. Hal ini akan berpengaruh pada perilaku makan yang berunjuk
pada peningkatan penyakit-penyakit degenerative, dan sebagainya.
Disamping program-program pembangunan yang tidak berwawasan
kesehatan, ternyata sikap mental maupun perilaku masyarakat sendiri masih
banyak yang sesuai dengan paradigma sehat tersebut, seperti kebiasaan merokok,
minuman keras, penyalahgunaan obat dan narkotika, seks bebas dan sebagainya.
Hal-hal tersebut baik langsung maupun tidak langsung akan berdampak pada
masyarakat.
Oleh karena itu, untuk terselenggaranya paradigma sehat sebagai acuan
pembangunan kesehatan, maka diperlukan sosialasisi, advokasi, maupun edukasi
lebih lanjut, agar semua pihak yang terkait memiliki pengertian dan pemahaman
yang sama tentang paradigma sehat, sehingga mampu dan mau
mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Disamping itu untuk menunjang
proses sosialisasi, advokasi maupun edukasi maka diperlukan penjabaran lebih
lanjut, secara terperinci dan aplikatif tentang penerapan paradigma sehat, agar
mudah di pahami dan diterapkan.

D. PEMAHAMAN AKSIOLOGIS

Pemahaman aksiologi merupakan strategi untuk mengantisipasi


perkembangan ilmu yang negative, sehingga ilmu pengetahuan dan teknologi tetap
berjalan pada jalur kemanusiaan. Oleh karena itu perkembangan ilmu pengetahuan
harus sering di control oleh nilai-nilai etis agar dapat mendukung kembali pada
hakekat pengembangan ilmu yaitu demi kebahagiaan dan kemaslahatan hidup
manusia.
Terkait dengan paradigma sehat maka di dalam penerapan
pengembangannya harus selalu di control oleh nilai-nilai seperti nilai
profesionalisme, nilai moral maupun etika profesi agar tidak bertentangan dengan
sisi kemanusiaan. Dalam prakteknya mekanisme control biasanya dilakukan
dengan system pembinaan dan pengawasan seperti penentuan standar
kompetensi, akreditasi maupun legislasi. Dengan mekanisme tersebut diharapkan
tidak terjadi praktek penerapan maupun pengembangan ilmu kesehatan yang justru
mencederai harkat kemanusiaan seperti dehumanisasi, demoralisasi dan
anarkhisme.
Namun fakta dilapangan menunjukkan masih banyak praktek-praktek
penerapan maupun pengemabangan kesehatan yang justru bertentangan dengan
kaidah-kaidah nilai, diantaranya: maraknya kasus aborsi, kasus-kasus mal praktek
maupun praktek illegal, terjadi eksploitasi terhadap pasien di beberapa rumah sakit,
pemalsuan obat manipulasi dalam pengadaan obat dan askes, manipulasi dalam
pembangunan dan pemeliharaan fasilitas-fasilitas kesehatan dan sebagainya. Oleh
karena itu diperlukan pembinaan dan pengawasan yang lebih insentif, agar
penyimpangan yang mencederai norma-norma kemanusiaan tidak lagi terjadi.
Disamping itu diperlukan perangkat hukum serta penegaknya, sebagai benteng
terakhir untuk mencegahnya terjadinya penyimpangan.

E. KESIMPULAN
Perkembangan ilmu yang pesat pada dekade akhir-akhir ini, ternyata
berdampak pada munculnya egoisme keilmuan yang menghalangi relasi-relasi
multidisipliner dalam bidang kesehatan hal ini berpengaruh pada cara pandang
permasalahan kesehatan, sehingga tidak teridentifikasi secara utuh tentang esensi
permasalah kesehatan yang sesungguhnya. Cara pandang yang demikian telah
melahirkan konsep/ paradigma yang kurang tepat, intervensi yang tidak relevan
sehingga hasilnya pun tidak sesuai harapan.
Terkait dengan hal tersebut, pemerintah telah melakukan peninjauan dan
perumusan kembali tentang paradigma pembangunan kesehatan yaitu dengan
paradigma sehat yang dijabarkan dalam visi Indonesia sehat 2010. Namun dalam
prakteknya aplikasi paradigma baru tersebut masih menemui banyak kendala,
diantaranya karena pihak-pihak yang terkait (stakeholders) banyak yang belum
memahami paradigma baru tersebut. Oleh karena itu diperlukan kajian filosofis
keilmuan lebih lanjut tentang aspek ontologis, epistemologis, oksiologis kesehatan,
guna menjembatani kerja sama lintas sektoral maupun lintas ilmu agar terbentuk
pandangan yang integral dan komprehensif tentang kesehatan, sehingga
melahirkan komitmen didalam aplikasinya.

Anda mungkin juga menyukai