2022/2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena dengan rahmat,
karunia, taufik, dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“Imunisasi dalam Perspektif Islam”. Selain sebagai referensi dan menambah wawasan,
makalah ini kami susun sebagai pedoman dan acuan dalam perkuliahan Case Based
Learning Mata Kuliah Kebidanan dalam Islam pada Program Studi Kebidanan
Program Sarjana dan Pendidikan Profesi Bidan Program Profesi Semester 8 (delapan)
Fakultas Ilmu Kesehatan di Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta.
PENULIS
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Beberapa waktu belakangan ini marak seruan antivaksinasi barmotifkan
isu agama. Isu yang dihembuskan adalahmenyangkut kehalalan dan keamanan
vaksin. Terlebih kelompok antivaksinasi ini sangat giat menyebarkan
pemahamannya baik diranah media sosial seperti twitter dan facebook maupun
melalui berbagi forum, seperti majlis ta’lim dan ceramah ceramah di masjid.
Masyarakat awam mudah mengikuti seruan ini karena sensitifnya isu
halal dan haram vaksin. Selain itu isu bahwa vaksin mengandung zat kimia
beracun pun dihembuskan kencang. Hal ini di akhiri dengan himbawan agar
masyarakat kembali menggunakan pengobatan ala nabi (tibbun-nabawy) dan
melarang penggunaan obat kimia dan vaksin yang merupakan buatan manusia.
Umat dihimbau agar menggunakan zat alamiah seperti herbal dan tidak lagi
menggunakan obat-obatan modern. Alasannya herbal itu buatan dan racikan
Allah SWT sendiri sedangkan obat modern dan vaksin itu murni butan
manusia. Terjadi dikotami antara herbal dengan obat modern, tibbun- nabawy
dengan vaksinasi, yang satu diposisikan sebagai berasal dari Allah SWT dan
yang lain berasal dari manusia, yang satu benar mutlak yang lain salah total.
Anggapan ada bisnis besar di balik penjualan obat modern dan vaksin
yang menggunakan dokter dan tenaga kesehatan lain sebagai agen-agennya.
Ditambah dengan bumbu dan teori konspirasi, bahwa vaksin adalah senjata
yahudi untuk melumpuhkan generasi muslim, maka lengkaplah sudah
kegaulan masyarakat tentang vaksinasi.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan imunisasi ?
2. Apa tujuan imunisasi ?
3. Apa manfaat imunisasi ?
4. Bagaimana putusan Tarjih Muhammadiyah tentang imunisasi ?
5. Bagaimana kebijakan pemerintah terkait imunisasi ?
6. Bgaimana peran bidan dalam imunisasi ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui maksud dari imunisasi ?
1
2. Untuk mengetahui tujuan imunisasi ?
3. Untuk mengetahhui manfaat imunisasi ?
4. Untuk mengetahui putusan Tarjih Muhammadiyah tentang imunisasi ?
5. Untuk mengetahui kebijakan pemerintah terkait imunisasi ?
6. Untuk mengetahui peran bidan dalam imunisasi ?
2
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian Imunisasi
B. Tujuan Imunisasi
3
C. Manfaat Imunisasi
a. Memperkuat Sistem Kekebalan Tubuh
4
dari risiko terjangkit penyakit. Contohnya, tidak semua anak bisa mendapatkan
imunisasi karena usianya yang masih terlalu muda atau karena menderita
penyakit tertentu seperti kanker (Maulana, 2020).
5
dan juga DPT serta BCG, adalah cermin perintah Allah agar tidak meninggalkan
keluarga yang lemah (An-Nisa’ (4): 9).
Islam mengutamakan aspek pencegahan dalam berbagai bidang kehidupan.
Panduan terhadap pencegahan penyakit dalam al-Qur’an maupun al-Hadis
(petunjuk Nabi saw) dapat dilihat pada beberapa ayat dan hadis berikut: “Dan
persiapkanlah kekuatan semaksimal mungkin dalam menghadapi musuh-
musuhmu…”
Dalam sebuah hadis shahih (sesuai syarat al-Bukhari-Muslim) yang
diriwayatkan oleh al-Hakim dari Ibnu Abbas ra, Rasulullah saw berpesan :
“Ightanim khamsan qabla khams” (Manfaatkanlah oleh kalian lima perkara
sebelum datangnya lima perkara yang lainnya), dan di antara yang lima
perkara itu adalah: “Sihhataka qabla saqamika ” Masa sehatmu sebelum datang
masa sakitmu. Bila terjadi wabah di suatu tempat, maka penduduk setempat
dilarang meninggalkan daerahnya dan orang luar dilarang berkunjung sampai
wabah berlalu.
Hadis riwayat Usamah bin Zaid ra., ia berkata, Rasulullah saw. bersabda:
“Sampar itu siksa yang dikirimkan kepada Bani Israel atau orang-orang yang
hidup sebelum kalian. Apabila kalian mendengar adanya sampar itu di suatu
daerah, maka janganlah kalian datang ke sana. Dan kalau sampar itu berjangkit
di suatu daerah, sedangkan kalian berada di sana, maka janganlah kalian keluar
untuk melarikan diri darinya“. (HR. al-Bukhari). Inilah konsep isolasi daerah
wabah yang sudah diajarkan oleh Nabi saw sejak dahulu. “Barang siapa yang
makan pagi dengan tujuh butir kurma ‘Ajwah, dia tidak akan dibahayakan oleh
racun dan sihir pada hari itu.” (Hadits diriwayatkan dari Saad bin Abi
Waqqas, HR. Al-Bukhari)
Dari beberapa ayat al-Qur’an dan Hadis tersebut di atas, dapat
dipahami bahwa Islam sangat menganjurkan aspek pencegahan terhadap
penyakit. Karena biaya yang dikeluarkan untuk aspek pencegahan akan jauh lebih
murah dibandingkan dengan pengobatan penyakit. Hal ini telah dibuktikan
kebenarannya oleh ilmu kedokteran modern. Islam memberi kebebasan dalam hal
teknik pencegahan sesuai dengan perkembangan teknologi yang ada saat itu.
Islam tidak pernah membatasi kemajuan teknologi, namun hanya memberi
batasan atau rambu-rambu yang tidak boleh dilanggar. Seperti larangan berobat
dengan yang haram, larangan berobat ke dukun atau ahli sihir namun mengenai
6
hal-hal yang bersifat teknis sepenuhnya diserahkan kepada perkembangan ilmu
sains sesuai perkembangan zamannya. Dengan prinsip ini tidak heran bahwa para
ilmuwan muslim pernah mencapai puncak kejayaannya dalam hal sains tidak
berapa lama setelah Nabi saw wafat.
Tidak ada dalil dari al-Qur’an atau Hadis Nabi yang spesifik menyebutkan
perlunya vaksinasi. Namun tidak adanya dalil qauliyah bukan berarti vaksinasi
bertentangan dengan ajaran Nabi saw. Hal ini adalah karena vaksinasi termasuk
ranah kauniyah. Ranah ilmu pengetahuan modern yang diperoleh berdasarkan
pencarian oleh manusia. Berdasarkan penelitian yang tekun dan seksama. Oleh
karena itu, pakar mengenai vaksinasi tentu saja adalah para dokter dan peneliti di
bidang vaksinologi, bukan wartawan, sarjana hukum, ahli statistik, atau yang
lainnya (Pimpinan Pusat ‘Aisyiyah, 2021).
Dasar hukum
1. Al-Qur'an
... dan Barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, Maka
seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya. (Al-Maidah
[5]:32)
... dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan,
(al-Baqarah [2]: 195)
“Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat
di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena
sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu”. (al-Baqarah [2]:
168)
“dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya
meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka
khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka
bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang
benar. (An-Nisa’ [4]: 9)
“Tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang Dia tidak
menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa
baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (al-
Baqarah [2]: 173).
Beberapa ayat al-Qur’an dan hadis Nabi Muhammad saw yang dapat
dijadikan sandaran untuk menghukumi masalah vaksin ini adalah sebagai
7
berikut: “..janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan”
(QS. al-Baqarah [2]: 195).
2. Al-Hadis
Dari Abu Hurairah (diriwayatkan) dari Nabi saw beliau bersabda:
Sesungguhnya Allah tidak menurunkan suatu penyakit kecuali menurunkan
(pula) obatnya. (HR. al-Bukhari).
Pendapat Muhammad al-Khatib asy-Syarbaini dalam kitab al-Mughni
al-Muhtaj yang menjelaskan benda najis atau yang diharamkan untuk obat
ketika belum ada benda suci yang dapat menggantikannya. “berobat dengan
benda najis adalah boleh ketika belum ada benda suci yang dapat
menggantikannya”.
“... Adapun perintah Nabi saw kepada suku Uraniyyin untuk meminum air
kencing onta, itu untuk kepentingan berobat, maka ini dibolehkan sekalipun
najis, kecuali khamr”. Berdasarkan Hadis: Thariq bin Suwaid al-Ju’fi
bertanya kepada Nabi saw. tentang khamr, maka Nabi melarangnya untuk
membuat khamer. Kemudian dia berkata: ”sesungguhnya saya membuatnya
untuk obat”, Nabi bersabda: sesungguhnya khamer itu bukan obat tetapi
penyakit. (HR. Muslim).
Beberapa ayat al-Qur’an dan hadis Nabi Muhammad saw yang dapat
dijadikan sandaran untuk menghukumi masalah vaksin polio ini adalah
sebagai berikut: “..janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam
kebinasaan”,” (QS. al-Baqarah [2]: 195). “dari Jabir [diriwayatkan], dari
Rasulullah saw, bahwasanya beliau bersabda: Setiap penyakit ada obatnya,
maka penyakit telah dikenai obat, semoga sembuh dengan izin Allah.” [HR.
Muslim, Ahmad dan an-Nasai lafal dari Muslim]
هللا أ َ ْنزَ َل الدَّا َء َوالد ََّوا َء َو َج َع َل
َ سلَّ َم ِإ َّن َ ُصلَّى هللا
َ علَ ْي ِه َو َ هللا ِ ع ْن أ َ ِبي الد َّْردَاءِ قَا َل قَا َل َرسُو ُل َ
ِلكُ ِل دَاءٍ دَ َوا ًء فَتَدَ َاو ْوا َوالَ تَدَ َاو ْوا بِ َح َر ٍام
[]رواه أبو داوود
Artinya: Dari Abu Darda’ [diriwayatkan], ia berkata: Rasulullah saw
bersabda: Sesungguhnya Allah telah menurunkan penyakit dan obat, dan
menjadikan bagi setiap penyakit akan obatnya. Maka hendaklah kamu
berobat, tetapi janganlah kamu berobat dengan sesuatu yang haram.” [HR.
Abu Dawud]
8
E. Kebijakan pemerintah
a. Imunisasi Rutin
10
dari negara endemis penyakit tertentu, dan kondisi kejadian luar biasa/wabah
penyakit tertentu. Imunisasi khusus berupa Imunisasi terhadap meningitis
meningokokus, yellow fever (demam kuning), rabies, dan poliomyelitis.
Menteri dapat menetapkan situasi tertentu pada Imunisasi khusus selain situasi
tersebut
F. Peran bidan dalam Imunisasi Perspektif Islam
11
BAB III
PEMBAHASAN
12
bahwa kesehatan dan kesejahteraan memiliki hubungan timbal balik. Bangsa yang
sejahtera memiliki rakyat yang sehat, dan sebaliknya, bangsa yang rakyatnya sehat
tentunya akan sejahtera.
B. Pembahasan
Vaksinasi dalam kacamata kebijakan merupakan proses penting dalam
mencegah keluarnya inefficient cost. Misalnya, dengan melakukan vaksinasi DPT
pada anak-anak kita, orang tua (dan negara) dapat terhindar dari potensi
pengeluaran biaya kesehatan yang harus ditanggung bila anaknya menderita
difteri, pertusis, atau tetanus. Vaksinasi juga dapat mencegah kecacatan permanen
yang mungkin diderita anak bila ia menderita penyakit seperti polio. Dengan
memberikan imunisasi kepada anak, mereka dapat tumbuh sehat dan menjadi
manusia produktif. Sedangkan, orang tua (dan negara) akan terhindar dari
pengeluaran yang tidak perlu.
Prinsip inilah yang dikenal dengan eksternalitas positif dalam kajian ekonomi
kesehatan. Dalam riset oleh Bloom, Canning, dan Weston (2005) disebutkan,
potensi keuntungan ekonomis yang mungkin dicapai dengan melakukan imunisasi
adalah sekitar 12 persen pada 2005 dan 18 persen pada 2020. Penelitian lainnya
oleh Ozawa dkk (2011) menyebutkan, imunisasi tak hanya berpotensi
menyelamatkan 6,4 juta jiwa bayi di seluruh dunia, tetapi juga 231 juta dolar AS
treatment costyang tidak perlu. Dengan cakupan imunisasi yang tinggi, imunitas
kelompok dapat tercapai. Artinya, semakin banyak anak yang diimunisasi,
penyakit akan tereradiksi dengan sendirinya, sekaligus melindungi penularan
13
kepada anak yang tidak diimunisasi. Imunisasi tak hanya sekadar melindungi satu-
dua anak saja, tapi punya amplifikasi efek positif yang cukup besar di level
sosiologis (Meiranny, 2020).
Pada Januari 2016, Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa yang
menyebutkan imunisasi hukumnya wajib bila dapat berpotensi menyebabkan
kematian, penyakit berat, dan kecacatan permanen.
... dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan,
(al-Baqarah [2]: 195)
“dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya
meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir
terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa
kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar. (An-
Nisa’ [4]: 9)
Pun halnya beberapa ormas Islam lain, seperti Muhammadiyah dan Nahdlatul
Ulama yang mengonfirmasi bolehnya penggunaan vaksin dengan
mempertimbangkan derajat urgensitasnya. Tentunya dapat disimpulkan bahwa
imunisasi dasar (BCG, polio, DPT-HiB, hepatitis B, dan campak) wajib untuk
diberikan dan tidak ada lagi alasan kuat untuk bersikap resisten terhadap imunisasi.
“Tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang Dia
tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa
baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (al-
Baqarah [2]: 173).
Enzim tripsin yang diekstraksi dari pankreas babi hanya berfungsi sebagai
katalisator yang membantu melepaskan induk bibit vaksin dari tempat ia disemai.
Setelahnya, induk vaksin itu dicuci hingga bersih hingga enzim tripsin tersebut
tidak lagi dapat dideteksi dalam produk akhir vaksin. Oleh karenanya, orang tua
tak perlu ragu untuk memberikan anaknya imunisasi dasar yang lengkap sesuai
anjuran pemerintah sebagai wujud cinta kasih orang tua kepada anaknya
14
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Imunisasi adalah upaya pencegahan penyakit menular dengan
memberikan “vaksin” sehingga terjadi imunitas (kekebalan) terhadap penyakit
tersebut. Dari beberapa ayat al-Qur’an dan Hadis tersebut di atas, dapat
dipahami bahwa Islam sangat menganjurkan aspek pencegahan terhadap
penyakit. Hal ini telah dibuktikan kebenarannya oleh ilmu kedokteran modern.
Islam memberi kebebasan dalam hal teknik pencegahan sesuai dengan
perkembangan teknologi yang ada saat itu. Islam tidak pernah membatasi
kemajuan teknologi, namun hanya memberi batasan atau rambu-rambu yang
tidak boleh dilanggar. Seperti larangan berobat dengan yang haram, larangan
berobat ke dukun atau ahli sihir namun mengenai hal-hal yang bersifat teknis
sepenuhnya diserahkan kepada perkembangan ilmu sains sesuai perkembangan
zamannya.
B. Saran
Orang tua tak perlu ragu untuk memberikan anaknya imunisasi dasar
yang lengkap sesuai anjuran pemerintah sebagai wujud cinta kasih orang tua
kepada anaknya. Dengan memvaksinasi anaknya, mereka juga sedang
melindungi anak lainnya yang tidak berkesempatan mendapatkan imunisasi.
Berupaya mencari informasi dari tenaga ahli yang kompeten juga merupakan
hal penting agar orang tua tak lagi disesatkan oleh logika irasional dan
informasi menyesatkan soal imunisasi
15
DAFTAR PUSTAKA
'Aisyiyah Pusat. Imunisasi dari Perspektif Hukum Islam. Diakses pada 17 Maret 2023.
https://aisyiyah.or.id/topik/imunisasi-dari-perspektif-hukum-islam
Meiranny, A. (2020, October 21). Menyikapi Pro dan Kontra Pemberian Vaksin MR.
Program Studi Kebidanan Unisula.
Silfiyyah Yunilia, Andhika Persada Putera, L. (2021). Tanggung Jawab Hukum Bidan
Praktik Mandiri Terhadap Penyimpanan Vaksin Imunisasi Anak. Jurnal Ilmu
Hukum, 6(1), 235–251.
iv