Anda di halaman 1dari 19

IMUNISASI DALAM PERSPEKTIF ISLAM

Disusun Oleh Kelompok 1:

Feggy Detiany (1910106001)


Viola Merli (1910106002)
Anika Agus Murwani (1910106003)
Nurnila Hawa Mustika (1910106004)
Rarania Tilana Wulandari (1910106005)
Izza Fitrotun Nisa (1910106006)
Mila Hanifah Siregar (1910106007)
Nabilla yuli setyowati (1910106008)
Tesa Samudra Putri (1910106009)
Desi lenawati (1910106010)
Tirta Damayanti (1910106011)
Ramdayani (1910106012)
Rika Yuni Astuti (1910106013)
Shelly Pradila (1910106014)

PROGRAM STUDI KEBIDANAN PROGRAM SARJANA DAN PROGRAM


STUDI PENDIDIKAN PROFESI BIDAN PROGRAM PROFESI

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ‘AISYIYAH YOGYAKARTA

2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena dengan rahmat,
karunia, taufik, dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“Imunisasi dalam Perspektif Islam”. Selain sebagai referensi dan menambah wawasan,
makalah ini kami susun sebagai pedoman dan acuan dalam perkuliahan Case Based
Learning Mata Kuliah Kebidanan dalam Islam pada Program Studi Kebidanan
Program Sarjana dan Pendidikan Profesi Bidan Program Profesi Semester 8 (delapan)
Fakultas Ilmu Kesehatan di Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta.

Terimakasih kami ucapkan kepada Ibu Nurul Mahmudah, S.ST.,M.Keb.,


selaku dosen pengampu, serta tidak lupa kami ucapkan terimakasih kepada dosen
pengajar Mata Kuliah Kebidanan dalam Islam yang telah membimbing dan
memberikan materi. Penulis berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka
menambah wawasan serta pengetahuan. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa di
dalam makalah ini masih terdapat kekurangan, untuk itu, penulis berharap adanya
kritik, saran, dan usulan demi perbaikan di masa yang akan datang, mengingat tidak
ada sesuatu yang sempurna tanpa sarana yang membangun.

Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang


membacanya. Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi penulis
maupun orang yang membacanya.

Yogyakarta, 18 Maret 2023

PENULIS

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................. ii


DAFTAR ISI ............................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................ 1
A. Latar Belakang .................................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................................. 1
C. Tujuan ............................................................................................................... 1
BAB II TINJAUAN TEORI ........................................................................................ 3
A. Pengertian Imunisasi ......................................................................................... 3
B. Tujuan Imunisasi ............................................................................................... 3
C. Manfaat Imunisasi ............................................................................................. 4
D. Putusan Tarjih Muhammadiyah ........................................................................ 5
E. Kebijakan pemerintah ....................................................................................... 9
F. Peran bidan dalam Imunisasi Perspektif Islam ............................................... 11
BAB III PEMBAHASAN ......................................................................................... 12
A. Kasus (Isu Pro Kontra Imunisasi) ................................................................... 12
B. Pembahasan..................................................................................................... 13
BAB IV PENUTUP ................................................................................................... 15
A. Kesimpulan ..................................................................................................... 15
B. Saran ............................................................................................................... 15
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. iv

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Beberapa waktu belakangan ini marak seruan antivaksinasi barmotifkan
isu agama. Isu yang dihembuskan adalahmenyangkut kehalalan dan keamanan
vaksin. Terlebih kelompok antivaksinasi ini sangat giat menyebarkan
pemahamannya baik diranah media sosial seperti twitter dan facebook maupun
melalui berbagi forum, seperti majlis ta’lim dan ceramah ceramah di masjid.
Masyarakat awam mudah mengikuti seruan ini karena sensitifnya isu
halal dan haram vaksin. Selain itu isu bahwa vaksin mengandung zat kimia
beracun pun dihembuskan kencang. Hal ini di akhiri dengan himbawan agar
masyarakat kembali menggunakan pengobatan ala nabi (tibbun-nabawy) dan
melarang penggunaan obat kimia dan vaksin yang merupakan buatan manusia.
Umat dihimbau agar menggunakan zat alamiah seperti herbal dan tidak lagi
menggunakan obat-obatan modern. Alasannya herbal itu buatan dan racikan
Allah SWT sendiri sedangkan obat modern dan vaksin itu murni butan
manusia. Terjadi dikotami antara herbal dengan obat modern, tibbun- nabawy
dengan vaksinasi, yang satu diposisikan sebagai berasal dari Allah SWT dan
yang lain berasal dari manusia, yang satu benar mutlak yang lain salah total.
Anggapan ada bisnis besar di balik penjualan obat modern dan vaksin
yang menggunakan dokter dan tenaga kesehatan lain sebagai agen-agennya.
Ditambah dengan bumbu dan teori konspirasi, bahwa vaksin adalah senjata
yahudi untuk melumpuhkan generasi muslim, maka lengkaplah sudah
kegaulan masyarakat tentang vaksinasi.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan imunisasi ?
2. Apa tujuan imunisasi ?
3. Apa manfaat imunisasi ?
4. Bagaimana putusan Tarjih Muhammadiyah tentang imunisasi ?
5. Bagaimana kebijakan pemerintah terkait imunisasi ?
6. Bgaimana peran bidan dalam imunisasi ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui maksud dari imunisasi ?

1
2. Untuk mengetahui tujuan imunisasi ?
3. Untuk mengetahhui manfaat imunisasi ?
4. Untuk mengetahui putusan Tarjih Muhammadiyah tentang imunisasi ?
5. Untuk mengetahui kebijakan pemerintah terkait imunisasi ?
6. Untuk mengetahui peran bidan dalam imunisasi ?

2
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Pengertian Imunisasi

Menurut World Health Organization (2019), imunisasi atau vaksinasi


adalah cara sederhana, aman, dan efektif untuk melindungi seseorang dari
penyakit berbahaya, sebelum bersentuhan dengan agen penyebab penyakit.
Imunisasi adalah upaya pencegahan penyakit menular dengan memberikan
“vaksin” sehingga terjadi imunitas (kekebalan) terhadap penyakit tersebut. Vaksin
adalah jenis bakteri atau virus yang sudah dilemahkan atau dimatikan guna
merangsang sistem imun dengan membentuk zat antibodi di dalam tubuh.
Antibodi inilah yang melindungi tubuh di masa yang akan datang. Imunisasi
adalah proses pembentukan zat antibodi secara aktif atau buatan melalui
pemberian vaksin (bakteri dan virus yang sudah lemah). Imunisasi suatu proses
yang membuat seseorang imun atau kebal terhadap suatu penyakit melalui
pemberian vaksin yang merangsang sistem kekebalan tubuh membentuk antibodi
supaya kebal terhadap penyakit tertentu (Kemenkes, 2022).

B. Tujuan Imunisasi

Imunisasi dasar bertujuan mendapatkan kekebalan awal secara aktif,


sedangkan imunisasi lanjutan lebih bertujuan mempertahankan tingkat kekebalan
dan perpanjang masa perlindungan (booster). Peran serta masyarakat untuk terus
meningkatkan lagi kesadaran dan motivasi akan pentingnya dan manfaat
melakukan imunisasi dasar lengkap pada anak. Imunisasi bertujuan untuk
(Kemenkes, 2022) :

a. Mencegah seseorang terhindar dari penyakit-penyakit yang menular dan


membahayakan tubuh.
b. Menambah kekebalan tubuh terutama bagi para balita yang imun tubuhnya
belum terbentuk dengan baik.
c. Membuat pertumbuhan seorang anak menjadi maksimal yang dapat membuat
keluarga menjadi senang.
d. Memberikan rasa aman kepada masyarakat terutama anak-anak dengan sistem
imunitas tubuh yang baik.

3
C. Manfaat Imunisasi
a. Memperkuat Sistem Kekebalan Tubuh

Imunisasi memang tidak menjamin 100% efektif untuk mencegah suatu


penyakit. Namun dengan imunisasi, sistem kekebalan tubuh akan lebih kuat
sehingga saat terjangkit penyakit tertentu, gejala yang dialami akan lebih
ringan dan mudah diobati daripada orang yang tidak mendapatkan imunisasi
sama sekali. Tanpa imunisasi, sistem kekebalan tubuh lebih lemah dan
membuat seseorang mudah terserang penyakit dengan gejala yang parah.
Imunisasi menjadi salah satu upaya untuk meningkatkan imun pada tubuh anak
sedini mungkin (Kemenkes, 2016).

b. Mencegah Penyebaran Penyakit

Tidak hanya membentuk antibodi dan melindungi tubuh dari serangan


penyakit, imunisasi juga dapat membantu mencegah penyebaran penyakit.
Contohnya, wabah penyakit campak dan pertusis yang meningkatkan kasus
kematian pada bayi dan anak-anak yang pernah menggemparkan dunia, bisa
diatasi jika pada saat itu sudah ditemukan vaksin untuk kedua penyakit
tersebut. Kini setelah vaksin untuk beberapa penyakit berbahaya seperti
campak, polio, dan batuk rejan angka kematian pada bayi dan anak-anak pun
turun drastis.

c. Melindungi dari Risiko Kematian dan Cacat

Imunisasi terbukti dapat menurunkan risiko terjangkit berbagai penyakit


yang mengakibatkan kematian maupun kecacatan pada anggota tubuh.
Misalnya pemberian vaksin cacar pada usia anak-anak dapat membantu
mencegah mereka terjangkit cacar saat dewasa. Pemberian vaksin campak dan
rubella juga dapat membantu menurunkan risiko penularan virus tersebut dari
ibu hamil kepada janin yang dikandungnya maupun kepada bayi yang baru
lahir, sehingga mengurangi angka kematian ibu dan bayi.

d. Melindungi Lingkungan Sekitar

Pemberian imunisasi tidak hanya akan berdampak bagi penerima vaksin


tetapi juga akan bermanfaat bagi lingkungan sekitarnya. Jika satu orang
mendapatkan imunisasi, orang lain yang berada di sekitarnya juga akan aman

4
dari risiko terjangkit penyakit. Contohnya, tidak semua anak bisa mendapatkan
imunisasi karena usianya yang masih terlalu muda atau karena menderita
penyakit tertentu seperti kanker (Maulana, 2020).

e. Menghemat Waktu dan Biaya

Imunisasi merupakan salah satu investasi kesehatan yang paling murah


karena sudah terbukti dapat mencegah dan mengurangi angka kecacatan dan
kematian akibat suatu penyakit. Imunisasi dapat membantu seseorang terhindar
dari berbagai macam penyakit yang merugikan dari segi finansial maupun
waktu dari kecil hingga dewasa. Sebab apabila terserang suatu penyakit, tentu
saja kamu harus mengeluarkan biaya yang tidak sedikit untuk berobat ke
dokter. Namun, jika tubuh sudah memiliki sistem kekebalan maka resiko
tersebut bisa dikurangi.

D. Putusan Tarjih Muhammadiyah


Imunisasi adalah suatu tindakan untuk memberikan perlindungan
(kekebalan tubuh) di dalam tubuh bayi dan anak. Tujuan akhir imunisasi adalah
mengeradiksi (melenyapkan dari muka bumi) penyakit. Berdasarkan teori
antibodi, ketika benda asing masuk seperti virus dan bakteri ke dalam tubuh
manusia, maka tubuh akan menandai dan merekamnya sebagai suatu benda asing.
Kemudian tubuh akan membuat perlawanan terhadap benda asing tersebut dengan
membentuk yang namanya antibodi terhadap benda asing tersebut. Antibodi yang
dibentuk bersifat spesifik yang akan berfungsi pada saat tubuh kembali terekspos
dengan benda asing tersebut. Tubuh manusia dilengkapi dengan antibodi untuk
mengatasi serangan penyakit, tetapi kadar tiap orang berbeda-beda. Makanya,
imunisasi ditujukan untuk meningkatkan kekebalan seseorang lewat vaksin.
Pemberian vaksin dilakukan dalam rangka untuk memproduksi sistem
immune (kekebalan tubuh) seseorang terhadap suatu penyakit tertentu,
bermanfaat untuk mencegah penyakit berat dan kecacatan. Memang ada
penolakan sebagian masyarakat terhadap imunisasi, baik karena pemahaman
keagamaan bahwa praktik imunisasi dianggap mendahului takdir maupun karena
vaksin yang digunakan diragukan kehalalan- nya. Sebagai landasan normatif
terhadap pencegahan dan pengobatan penyakit, bahwa pencegahan secara dini
terhadap terjangkitnya suatu penyakit, seperti dengan imunisasi polio, campak,

5
dan juga DPT serta BCG, adalah cermin perintah Allah agar tidak meninggalkan
keluarga yang lemah (An-Nisa’ (4): 9).
Islam mengutamakan aspek pencegahan dalam berbagai bidang kehidupan.
Panduan terhadap pencegahan penyakit dalam al-Qur’an maupun al-Hadis
(petunjuk Nabi saw) dapat dilihat pada beberapa ayat dan hadis berikut: “Dan
persiapkanlah kekuatan semaksimal mungkin dalam menghadapi musuh-
musuhmu…”
Dalam sebuah hadis shahih (sesuai syarat al-Bukhari-Muslim) yang
diriwayatkan oleh al-Hakim dari Ibnu Abbas ra, Rasulullah saw berpesan :
“Ightanim khamsan qabla khams” (Manfaatkanlah oleh kalian lima perkara
sebelum datangnya lima perkara yang lainnya), dan di antara yang lima
perkara itu adalah: “Sihhataka qabla saqamika ” Masa sehatmu sebelum datang
masa sakitmu. Bila terjadi wabah di suatu tempat, maka penduduk setempat
dilarang meninggalkan daerahnya dan orang luar dilarang berkunjung sampai
wabah berlalu.
Hadis riwayat Usamah bin Zaid ra., ia berkata, Rasulullah saw. bersabda:
“Sampar itu siksa yang dikirimkan kepada Bani Israel atau orang-orang yang
hidup sebelum kalian. Apabila kalian mendengar adanya sampar itu di suatu
daerah, maka janganlah kalian datang ke sana. Dan kalau sampar itu berjangkit
di suatu daerah, sedangkan kalian berada di sana, maka janganlah kalian keluar
untuk melarikan diri darinya“. (HR. al-Bukhari). Inilah konsep isolasi daerah
wabah yang sudah diajarkan oleh Nabi saw sejak dahulu. “Barang siapa yang
makan pagi dengan tujuh butir kurma ‘Ajwah, dia tidak akan dibahayakan oleh
racun dan sihir pada hari itu.” (Hadits diriwayatkan dari Saad bin Abi
Waqqas, HR. Al-Bukhari)
Dari beberapa ayat al-Qur’an dan Hadis tersebut di atas, dapat
dipahami bahwa Islam sangat menganjurkan aspek pencegahan terhadap
penyakit. Karena biaya yang dikeluarkan untuk aspek pencegahan akan jauh lebih
murah dibandingkan dengan pengobatan penyakit. Hal ini telah dibuktikan
kebenarannya oleh ilmu kedokteran modern. Islam memberi kebebasan dalam hal
teknik pencegahan sesuai dengan perkembangan teknologi yang ada saat itu.
Islam tidak pernah membatasi kemajuan teknologi, namun hanya memberi
batasan atau rambu-rambu yang tidak boleh dilanggar. Seperti larangan berobat
dengan yang haram, larangan berobat ke dukun atau ahli sihir namun mengenai

6
hal-hal yang bersifat teknis sepenuhnya diserahkan kepada perkembangan ilmu
sains sesuai perkembangan zamannya. Dengan prinsip ini tidak heran bahwa para
ilmuwan muslim pernah mencapai puncak kejayaannya dalam hal sains tidak
berapa lama setelah Nabi saw wafat.
Tidak ada dalil dari al-Qur’an atau Hadis Nabi yang spesifik menyebutkan
perlunya vaksinasi. Namun tidak adanya dalil qauliyah bukan berarti vaksinasi
bertentangan dengan ajaran Nabi saw. Hal ini adalah karena vaksinasi termasuk
ranah kauniyah. Ranah ilmu pengetahuan modern yang diperoleh berdasarkan
pencarian oleh manusia. Berdasarkan penelitian yang tekun dan seksama. Oleh
karena itu, pakar mengenai vaksinasi tentu saja adalah para dokter dan peneliti di
bidang vaksinologi, bukan wartawan, sarjana hukum, ahli statistik, atau yang
lainnya (Pimpinan Pusat ‘Aisyiyah, 2021).
Dasar hukum
1. Al-Qur'an
... dan Barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, Maka
seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya. (Al-Maidah
[5]:32)
... dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan,
(al-Baqarah [2]: 195)
“Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat
di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena
sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu”. (al-Baqarah [2]:
168)
“dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya
meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka
khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka
bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang
benar. (An-Nisa’ [4]: 9)
“Tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang Dia tidak
menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa
baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (al-
Baqarah [2]: 173).
Beberapa ayat al-Qur’an dan hadis Nabi Muhammad saw yang dapat
dijadikan sandaran untuk menghukumi masalah vaksin ini adalah sebagai

7
berikut: “..janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan”
(QS. al-Baqarah [2]: 195).
2. Al-Hadis
Dari Abu Hurairah (diriwayatkan) dari Nabi saw beliau bersabda:
Sesungguhnya Allah tidak menurunkan suatu penyakit kecuali menurunkan
(pula) obatnya. (HR. al-Bukhari).
Pendapat Muhammad al-Khatib asy-Syarbaini dalam kitab al-Mughni
al-Muhtaj yang menjelaskan benda najis atau yang diharamkan untuk obat
ketika belum ada benda suci yang dapat menggantikannya. “berobat dengan
benda najis adalah boleh ketika belum ada benda suci yang dapat
menggantikannya”.
“... Adapun perintah Nabi saw kepada suku Uraniyyin untuk meminum air
kencing onta, itu untuk kepentingan berobat, maka ini dibolehkan sekalipun
najis, kecuali khamr”. Berdasarkan Hadis: Thariq bin Suwaid al-Ju’fi
bertanya kepada Nabi saw. tentang khamr, maka Nabi melarangnya untuk
membuat khamer. Kemudian dia berkata: ”sesungguhnya saya membuatnya
untuk obat”, Nabi bersabda: sesungguhnya khamer itu bukan obat tetapi
penyakit. (HR. Muslim).
Beberapa ayat al-Qur’an dan hadis Nabi Muhammad saw yang dapat
dijadikan sandaran untuk menghukumi masalah vaksin polio ini adalah
sebagai berikut: “..janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam
kebinasaan”,” (QS. al-Baqarah [2]: 195). “dari Jabir [diriwayatkan], dari
Rasulullah saw, bahwasanya beliau bersabda: Setiap penyakit ada obatnya,
maka penyakit telah dikenai obat, semoga sembuh dengan izin Allah.” [HR.
Muslim, Ahmad dan an-Nasai lafal dari Muslim]
‫هللا أ َ ْنزَ َل الدَّا َء َوالد ََّوا َء َو َج َع َل‬
َ ‫سلَّ َم ِإ َّن‬ َ ُ‫صلَّى هللا‬
َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َ ‫هللا‬ ِ ‫ع ْن أ َ ِبي الد َّْردَاءِ قَا َل قَا َل َرسُو ُل‬ َ
‫ِلكُ ِل دَاءٍ دَ َوا ًء فَتَدَ َاو ْوا َوالَ تَدَ َاو ْوا بِ َح َر ٍام‬
[‫]رواه أبو داوود‬
Artinya: Dari Abu Darda’ [diriwayatkan], ia berkata: Rasulullah saw
bersabda: Sesungguhnya Allah telah menurunkan penyakit dan obat, dan
menjadikan bagi setiap penyakit akan obatnya. Maka hendaklah kamu
berobat, tetapi janganlah kamu berobat dengan sesuatu yang haram.” [HR.
Abu Dawud]

8
E. Kebijakan pemerintah

Berdasarkan Keputusan Meteri Kesehatan Nomor 12 Tahun 2017 Tentang


Penyelenggaraan Imunisasi, pokok-pokok kegiatan pemerintah untuk imunisasi
yaitu :

a. Imunisasi Rutin

Kegiatan imunisasi rutin adalah kegiatan imunisasi secara wajib dan


berkesinambungan harus dilaksanankan pada periode waktu yang telah
ditetapkan sesuai dengan usia dan jadwal imunisasi. Berdasarkan kelompok
umur sasaran, imunisasi rutin dibagi menjadi:

1) Imunisasi rutin pada bayi

2) Imunisasi rutin pada wanita usia subur

3) Imunisasi rutin pada anak sekolah

Berdasarkan tempat pelayanan imunisasi rutin dibagi menjadi:

1) Pelayanan imunisasi di dalem Gedung dilaksanakan di puskesmas,


puskesmas pembantu, rumah sakit, rumah bersalin dan polindes
2) Pelayanan imunisasi di luar Gedung dilaksanakan di posyandu, kunjungan
rumah dan sekolah
3) Pelayanan imunisasi rutin juga dapat diselenggarakan oleh swasta seperti,
rumah sakit, dokter praktik dan bidan praktik
Imunisasi rutin dilaksanakan secara terus menerus dan
berkesinambungan yang terdiri atas Imunisasi dasar dan Imunisasi lanjutan.
Imunisasi dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) diberikan pada
bayi sebelum berusia 1 (satu) tahun. Imunisasi dasar sebagaimana dimaksud
terdiri atas Imunisasi terhadap penyakit:
1) hepatitis B;
2) poliomyelitis;
3) tuberkulosis;
4) difteri;
5) pertusis;
6) tetanus;
7) pneumonia dan meningitis yang disebabkan oleh
9
8) Hemophilus Influenza tipe b (Hib); dan
9) Campak
Imunisasi lanjutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2)
merupakan ulangan Imunisasi dasar untuk mempertahankan tingkat kekebalan
dan untuk memperpanjang masa perlindungan anak yang sudah mendapatkan
Imunisasi dasar. Imunisasi lanjutan sebagaimana dimaksud diberikan pada:
1) anak usia bawah dua tahun (Baduta)
Imunisasi lanjutan yang diberikan pada Baduta sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) huruf a terdiri atas Imunisasi terhadap penyakit difteri,
pertusis, tetanus, hepatitis B, pneumonia dan meningitis yang disebabkan
oleh Hemophilus Influenza tipe b (Hib), serta campak
2) anak usia sekolah dasar
Imunisasi lanjutan yang diberikan pada anak usia sekolah dasar terdiri atas
Imunisasi terhadap penyakit campak, tetanus, dan difteri. Imunisasi
lanjutan yang diberikan pada anak usia sekolah dasar diberikan pada bulan
imunisasi anak sekolah (BIAS) yang diintegrasikan dengan usaha
kesehatan sekolah.
3) wanita usia subur (WUS).
Imunisasi lanjutan yang diberikan pada WUS sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) huruf c terdiri atas Imunisasi terhadap penyakit tetanus dan difteri.
b. Imunisasi tambahan
Imunisasi tambahan merupakan jenis Imunisasi tertentu yang diberikan
pada kelompok umur tertentu yang paling berisiko terkena penyakit sesuai
dengan kajian epidemiologis pada periode waktu tertentu. Pemberian
Imunisasi tambahan dilakukan untuk melengkapi Imunisasi dasar dan/atau
lanjutan pada target sasaran yang belum tercapai. Pemberian Imunisasi
tambahan tidak menghapuskan kewajiban pemberian Imunisasi rutin.
Penetapan pemberian Imunisasi tambahaan berdasarkan kajian epidemiologis
dilakukan oleh Menteri, kepala dinas Kesehatan provinsi, atau kepala dinas
kesehatan kabupaten/kota.
c. Imunisasi khusus
Imunisasi khusus dilaksanakan untuk melindungi seseorang dan
masyarakat terhadap penyakit tertentu pada situasi tertentu berupa persiapan
keberangkatan calon Jemaah haji/umroh, persiapan perjalanan menuju atau

10
dari negara endemis penyakit tertentu, dan kondisi kejadian luar biasa/wabah
penyakit tertentu. Imunisasi khusus berupa Imunisasi terhadap meningitis
meningokokus, yellow fever (demam kuning), rabies, dan poliomyelitis.
Menteri dapat menetapkan situasi tertentu pada Imunisasi khusus selain situasi
tersebut
F. Peran bidan dalam Imunisasi Perspektif Islam

Bidan tentunya mempunyai peran penting dalam vaksinasi, bidan


mempunyai kewenangan mulai dari masa bayi baru lahir s/d balita hingga pra
sekolah. Pemberian informasi mengenai konseling, informasi dan edukasi terhadap
pelayanan imunisasi sedianya harus selalu dilakukan karena ini merupakan atribusi
undang-undang khususnya untuk para ibu balita dalam sebuah pelayanan
kebidanan. Peran bidan ini sesuai dengan hasil studi identifikasi Pemberi Informasi
Mengenai Campak tahun 2016 yang mengatakan bahwa bidan adalah kata kunci
dalam pelayanan kebidanan khususnya pelayanan imunisasi (Silfiyyah Yunilia,
Andhika Persada Putera, 2021).

Peraturan menteri Kesehatan Nomor 12 Tahun 2017 tentang


Penyelenggaraan imunisasi Pasal 23 ayat (2) yang pada intinya menyebutkan
bahwa tempat menyimpan vaksin hanya diperuntukkan khusus menyimpan vaksin
saja. Dalam permenkes tersebut perlu diketahui bahwa penyediaan dan
penyimpanan vaksinpun diperlukan perhatian agar penyelenggaraan program
imunisasi bukan hanya mencapai target kuantitas berdasarkan cakupan tetapi juga
mencapai kualitas suatu layanan. Bidan merupakan Petugas kesehatan sekaligus
petugas imunisasi yang dituntut menjadi tenaga yang terlatih mulai dari
penyimpanan vaksin dengan memperhatikan suhu, memberikan vaksin dengan
benar dengan memperhatikan SOP vaksin dan injeksi yang aman seperti
memperhatikan masa kadaluarsa vaksin alat suntik sekali pakai dan VVM adalah
tugas sekaligus wewenang yang harus dipatuhi dan dilaksanakan dengan baik.
Pelaksana program imunisasi yang dilakukan oleh bidan di tempat praktek swasta
juga memerlukan perhatian khusus dari pemerintah dalam menjalankan program
imunisasi dan pengelolaan cold chain (Kemenkes, 2017) (Mufdlilah, 2012).

11
BAB III
PEMBAHASAN

A. Kasus (Isu Pro Kontra Imunisasi)

Mulai 8 Maret hingga 15 Maret 2016, pemerintah mengadakan pekan


imunisasi nasional (PIN) untuk memperluas cakupan imunisasi polio, terutama
pada anak-anak usia 0-59 bulan. Namun, menariknya pada Februari 2016 lalu,
penyakit ini ditetapkan sebagai kejadian luar biasa (KLB) di Kabupaten Cirebon,
Majalengka, dan Indramayu. Penyebabnya adalah penolakan komunitas tertentu
terhadap vaksinasi DPT yang dianggap tidak halal (Bahraen, 2021). Pemerintah
juga menetapkan target eradikasi polio pada 2020 dengan meningkatkan level
imunitas terhadap polio di populasi (herd immunity) di atas 95 persen.

Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) oleh Balitbang


Kementerian Kesehatan pada 2013, cakupan imunisasi dasar lengkap masih jauh
dari target Renstra Kemenkes tahun 2010-2014. Pada 2013, Kemenkes
menetapkan target cakupan imunisasi dasar sebesar 88 persen. Sedangkan, data
Riskesdas menunjukkan cakupan imunisasi dasar baru mencapai 59,2 persen.
Oleh karena itu, diperkirakan masih ada 3,9 juta balita yang diimunisasi tidak
lengkap atau bahkan tak pernah diimunisasi sama sekali.

Di antara berbagai alasan keengganan orang tua untuk mengimunisasi


anaknya, yang paling menonjol adalah persoalan sulitnya akses terhadap layanan
kesehatan. Dan yang paling ironis, perdebatan soal kehalalan dan keamanan
vaksin. Saat ini, penyakit difteri dapat dikatakan sebagai penyakit langka dengan
angka kejadian sangat kecil, hanya 713 kasus per tahun. Namun, menariknya pada
Februari 2016 lalu, penyakit ini ditetapkan sebagai kejadian luar biasa (KLB) di
Kabupaten Cirebon, Majalengka, dan Indramayu. Penyebabnya adalah penolakan
komunitas tertentu terhadap vaksinasi DPT yang dianggap tidak halal.

Perdebatan klasik halal-tidaknya vaksin, nyatanya mampu menutup mata


sebagian orang terhadap manfaatnya yang jauh lebih besar. Padahal, dalam
kacamata kebijakan, imunisasi mempunyai dampak luar biasa. Tidak hanya
berpotensi menyelamatkan banyak jiwa, imunisasi juga menjamin kesejahteraan
suatu bangsa. Relasi antara kesehatan dan kesejahteraan merupakan topik yang
amat digemari para peneliti kebijakan kesehatan. Sudah menjadi logika umum

12
bahwa kesehatan dan kesejahteraan memiliki hubungan timbal balik. Bangsa yang
sejahtera memiliki rakyat yang sehat, dan sebaliknya, bangsa yang rakyatnya sehat
tentunya akan sejahtera.

Sebagian penggiat kampanye antivaksin bahkan menyertakan alasan


irasional menyesatkan, seperti konspirasi untuk membodohi anak-anak Indonesia,
bahkan mempertentangkan imunisasi dengan thibun nabawi (pengobatan cara
Nabi). Hal ini tak sepenuhnya salah, tapi thibun nabawi tidak serta-merta
menghilangkan urgensitas imunisasi. Yang berbahaya, para antivaksin
menanamkan pemahaman kepada orang awam bah wa tidak apa-apa membiarkan
anak mereka terjangkit penyakit polio, tetanus, difteri, campak dan sebagainya
supaya terbentuk kekebalan alami. Hal ini menyesatkan karena penyakit tersebut
mematikan yang amat berbahaya bagi bayi dan balita yang sistem ke kebalan
tubuhnya belum sempurna. Iro nisnya, tak hanya orang awam, nyatanya tak sedikit
tenaga kesehatan yang justru meng ambil bagian dalam kampanye antivaksin.

B. Pembahasan
Vaksinasi dalam kacamata kebijakan merupakan proses penting dalam
mencegah keluarnya inefficient cost. Misalnya, dengan melakukan vaksinasi DPT
pada anak-anak kita, orang tua (dan negara) dapat terhindar dari potensi
pengeluaran biaya kesehatan yang harus ditanggung bila anaknya menderita
difteri, pertusis, atau tetanus. Vaksinasi juga dapat mencegah kecacatan permanen
yang mungkin diderita anak bila ia menderita penyakit seperti polio. Dengan
memberikan imunisasi kepada anak, mereka dapat tumbuh sehat dan menjadi
manusia produktif. Sedangkan, orang tua (dan negara) akan terhindar dari
pengeluaran yang tidak perlu.
Prinsip inilah yang dikenal dengan eksternalitas positif dalam kajian ekonomi
kesehatan. Dalam riset oleh Bloom, Canning, dan Weston (2005) disebutkan,
potensi keuntungan ekonomis yang mungkin dicapai dengan melakukan imunisasi
adalah sekitar 12 persen pada 2005 dan 18 persen pada 2020. Penelitian lainnya
oleh Ozawa dkk (2011) menyebutkan, imunisasi tak hanya berpotensi
menyelamatkan 6,4 juta jiwa bayi di seluruh dunia, tetapi juga 231 juta dolar AS
treatment costyang tidak perlu. Dengan cakupan imunisasi yang tinggi, imunitas
kelompok dapat tercapai. Artinya, semakin banyak anak yang diimunisasi,
penyakit akan tereradiksi dengan sendirinya, sekaligus melindungi penularan

13
kepada anak yang tidak diimunisasi. Imunisasi tak hanya sekadar melindungi satu-
dua anak saja, tapi punya amplifikasi efek positif yang cukup besar di level
sosiologis (Meiranny, 2020).
Pada Januari 2016, Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa yang
menyebutkan imunisasi hukumnya wajib bila dapat berpotensi menyebabkan
kematian, penyakit berat, dan kecacatan permanen.
... dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan,
(al-Baqarah [2]: 195)
“dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya
meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir
terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa
kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar. (An-
Nisa’ [4]: 9)
Pun halnya beberapa ormas Islam lain, seperti Muhammadiyah dan Nahdlatul
Ulama yang mengonfirmasi bolehnya penggunaan vaksin dengan
mempertimbangkan derajat urgensitasnya. Tentunya dapat disimpulkan bahwa
imunisasi dasar (BCG, polio, DPT-HiB, hepatitis B, dan campak) wajib untuk
diberikan dan tidak ada lagi alasan kuat untuk bersikap resisten terhadap imunisasi.
“Tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang Dia
tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa
baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (al-
Baqarah [2]: 173).

Enzim tripsin yang diekstraksi dari pankreas babi hanya berfungsi sebagai
katalisator yang membantu melepaskan induk bibit vaksin dari tempat ia disemai.
Setelahnya, induk vaksin itu dicuci hingga bersih hingga enzim tripsin tersebut
tidak lagi dapat dideteksi dalam produk akhir vaksin. Oleh karenanya, orang tua
tak perlu ragu untuk memberikan anaknya imunisasi dasar yang lengkap sesuai
anjuran pemerintah sebagai wujud cinta kasih orang tua kepada anaknya

14
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Imunisasi adalah upaya pencegahan penyakit menular dengan
memberikan “vaksin” sehingga terjadi imunitas (kekebalan) terhadap penyakit
tersebut. Dari beberapa ayat al-Qur’an dan Hadis tersebut di atas, dapat
dipahami bahwa Islam sangat menganjurkan aspek pencegahan terhadap
penyakit. Hal ini telah dibuktikan kebenarannya oleh ilmu kedokteran modern.
Islam memberi kebebasan dalam hal teknik pencegahan sesuai dengan
perkembangan teknologi yang ada saat itu. Islam tidak pernah membatasi
kemajuan teknologi, namun hanya memberi batasan atau rambu-rambu yang
tidak boleh dilanggar. Seperti larangan berobat dengan yang haram, larangan
berobat ke dukun atau ahli sihir namun mengenai hal-hal yang bersifat teknis
sepenuhnya diserahkan kepada perkembangan ilmu sains sesuai perkembangan
zamannya.
B. Saran
Orang tua tak perlu ragu untuk memberikan anaknya imunisasi dasar
yang lengkap sesuai anjuran pemerintah sebagai wujud cinta kasih orang tua
kepada anaknya. Dengan memvaksinasi anaknya, mereka juga sedang
melindungi anak lainnya yang tidak berkesempatan mendapatkan imunisasi.
Berupaya mencari informasi dari tenaga ahli yang kompeten juga merupakan
hal penting agar orang tua tak lagi disesatkan oleh logika irasional dan
informasi menyesatkan soal imunisasi

15
DAFTAR PUSTAKA

'Aisyiyah Pusat. Imunisasi dari Perspektif Hukum Islam. Diakses pada 17 Maret 2023.
https://aisyiyah.or.id/topik/imunisasi-dari-perspektif-hukum-islam

Bahraen, R. (2021). Pro Kontra Hukum Imunisasi dan Vaksinasi. Muslimor.Id.

Kemenkes, R. (2016). Pentingnya Imunisasi. Promkes.Kemkes.Go.Id.

Peraturan Menteri Kesehatan republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2017 tentang


Imunisasi, Pub. L. No. 12, 1 (2017).

Kemenkes, R. (2022). Pentingnya Imunisasi bagi Anak. Kemkes.Go.Id.

Maulana, S. (2020). Lima Manfaat Imunisasi bagi Kesehatan.


Benefits.Bankmandiri.Co.Id.

Meiranny, A. (2020, October 21). Menyikapi Pro dan Kontra Pemberian Vaksin MR.
Program Studi Kebidanan Unisula.

Mufdlilah. (2012). Konsep Kebidanan (Revisi). Nuha Medika.

Silfiyyah Yunilia, Andhika Persada Putera, L. (2021). Tanggung Jawab Hukum Bidan
Praktik Mandiri Terhadap Penyimpanan Vaksin Imunisasi Anak. Jurnal Ilmu
Hukum, 6(1), 235–251.

iv

Anda mungkin juga menyukai