Kelompok 9 :
Tria Noviyanti (201420049)
Siti Farah Ayu Fauziah (201420059)
Dimas Setiawan (201420069)
Siti Uul Ulmah (201420079)
bismillahirrahmanirrahim
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT. yang telah memberikan kami
kemudahan sehingga kami bisa menyelesaikan makalah yang berjudul “Bhinneka
Tunggal Ika” ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentu kami tidak
akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik, sholawat serta salam
semoga tercurahkan limpahkan kepada baginda kita tercinta yaitu nabi
Muhammad SAW. yang kita nanti-nantikan syafatnya di akhirat nanti.
Adapun tujuan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dari dosen
mata kuliah Pancasila. Selain itu, Makalah ini juga bertujuan untuk menambah
wawasan tentang Bhinneka Tunggal Ika bagi para pembaca dan juga para penulis.
Kami ucapkan terima kasih keada Roza Puspita, M.Sc, selaku dosen mata
kuliah Pancasila yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah
pengetahuan dan wawasan sesuai dengan pembelajaran yang kami terima.
Kami juga mengucakan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membagi pengetahuan sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.
Kami menyadari makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan
demi kesempurnaan makalah ini.
Penulis
i
DAFTAR ISI
BAB II PENUTUP
A. Kesimpulan ....................................................................................... 10
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Keragaman budaya atau “cultural diversity” adalah kepercayaan yang ada di bumi
Indonesia. Keragaman budaya di Indonesia adalah sesuatu yang tidak dapat
dipungkiri keberadaannya. Dalam konteks pemahaman masyarakat majemuk,
selain kebudayaan kelompok sukubangsa, masyarakat Indonesia juga terdiri dari
berbagai kebudayaan daerah bersifat kewilayahan yang merupakan pertemuan
dari berbagai kebudayaan kelompok suku bangsa yang ada didaerah tersebut.
Dengan jumlah penduduk 200 juta orang dimana mereka tinggal tersebar dipulau-
pulau di Indonesia. Mereka juga mendiami dalam wilayah dengan kondisi
geografis yang bervariasi. Mulai dari pegunungan, tepian hutan, pesisir, dataran
rendah, pedesaan, hingga perkotaan. Hal ini juga berkaitan dengan tingkat
peradaban kelompok-kelompok suku bangsa dan masyarakat di Indonesia yang
berbeda.
1
kurang lebih 700’an sukubangsa di seluruh nusantara, dengan berbagai tipe
kelompok masyarakat yang beragam, serta keragaman agamanya, pakaian adat,
rumah adat kesenian adat bahkan makanan yang dimakan pun beraneka ragam.
Bhinneka Tunggal Ika seperti kita pahami sebagai motto Negara, yang diangkat
dari penggalan kitab Sutasoma karya besar Mpu Tantular pada jaman Kerajaan
Majapahit (abad 14) secara harfiah diartikan sebagai bercerai berai tetapi satu
(berbeda-beda tetapi tetap satu jua). Motto ini digunakan sebagai ilustrasi dari jati
diri bangsa Indonesia yang secara natural, dan sosial-kultural dibangun diatas
keanekaragaman.
Bhinneka Tunggal Ika adalah semboyan bangsa yang tercantum dan menjadi
bagian dari lambang negara Indonesia, yaitu Garuda Pancasila. Sebagai semboyan
bangsa, artinya Bhinneka Tunggal Ika adalah pembentuk karakter dan jati diri
bangsa. Bhinneka Tunggal Ika sebagai pembentuk karakter dan jati diri bangsa ini
tak lepas dari campur tangan para pendiri bangsa yang mengerti benar bahwa
Indonesia yang pluralistik memiliki kebutuhan akan sebuah unsur pengikat dan
jati diri bersama.
Kebhinekaan Indonesia itu bukan sekedar mitos, tetapi realita yang ada di depan
mata kita. Harus kita sadari bahwa pola pikir dan budaya orang Jawa itu berbeda
dengan orang Minang, Papua, Dayak, Sunda dan lainnya. Elite pemimpin yang
berasal dari kota-kota besar dan metropolitan bisa jadi memandang Indonesia
secara global akan tetapi elite pemimpin nasional dari budaya lokal tertentu
memandang Indonesia berdasarkan jiwa, perasaan dan kebiasaan lokalnya. Ini saja
menunjukkan kalau cara pandang kita tentang Indonesia berbeda. Jadi tanpa
kemauan untuk menerima dan menghargai kebhinekaan maka sulit untuk
mewujudkan persatuan dan kesatuan bangsa. Apa yang dilakukan oleh pendahulu
bangsa ini dengan membangun kesadaran kebangsaan atau nasionalisme
merupakan upaya untuk menjaga loyalitas dan pengabdian terhadap bangsa.
Selama ini sifat nasionalisme kita kurang operasional atau hanya berhenti pada
tataran konsep dan slogan politik. Nasionalisme bisa berfungsi sebagai pemersatu
beragam suku, tetapi perlu secara operasional sehingga mampu memenuhi
kebutuhan objektif setiap warga dalam suatu negara-bangsa. Tradisi dari suatu
bangsa yang gagal memenuhi fungsi pemenuhan kebutuhan hidup objektif akan
kehilangan peran sebagai peneguh nasionalisme. Saat ini diperlukan tafsir baru
nasionalisme sebagai kesadaran kolektif di tengah pola kehidupan baru yang
mengglobal dan terbuka. Batas-batas fisik negara-bangsa yang terus mencair
menyebabkan kesatuan negara kepulauan seperti Indonesia sangat rentan terhadap
serapan budaya global yang tidak seluruhnya sesuai tradisi negeri ini. Disamping
itu realisasi otonomi daerah yang kurang tepat akan memperlemah nilai dan
kesadaran kolektif kebangsaan di bawah payung nasionalisme.
2
2. Dasar filsafat Negara yaitu pancasila.
3. Lagu kebangsaan Indonesia Raya.
4. Lambang Negara Garuda Pancasila.
5. Semboyan negara Bhinneka Tunggal Ika
6. Bendera Negara Sang Merah Putih.
7. Konstitusi Negara yaitu UUD 1945.
8. Bentuk Negara kesatuan Republik Indonesia.
9. Konsep Wawasan Nusantara.
10. Kebudayaan daerah yang diterima sebagai kebudayaan nasional.
B. Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang yang kami jabarkan diatas, maka dapat diambil
beberapa rumusan masalah guna menunjang isi makalah ini, antara lain :
C. Tujuan
Tujuan yang dapat diperoleh dari Lambang Bhineka Tunggal Ika, berbeda-beda
tetap satu jua, yang dimana kita sebagai penerus bangsa agar tetap bersatu di era
Globalisasi.
3
BAB II
PEMBAHASAN
Dalam kitab Sutasoma, definisi Bhineka Tunggal Ika lebih ditekankan pada
perbedaan dalam hal kepercayaan dan keanekaragaman agama yang ada di
kalangan masyarakat Majapahit. Namun, sebagai semboyan Negara Kesatuan
Republik Indonesia, konsep Bhineka Tungggal Ika bukan hanya perbedaan agama
dan kepercayaan menjadi fokus, tapi pengertiannya lebih luas. Bhineka Tunggal
Ika sebagai semboyan Negara memiliki cakupan lebih luas, seperti perbedaan
suku, bangsa, budaya (adat istiadat), beda pulau, dan tentunya agama dan
kepercayaan yang menuju persatuan dan kesatuan Nusantara. Jika diuraikan kata
per kata, Bhineka berarti Berbeda, Tunggal berarti Satu, dan Ika berarti Itu. Jadi,
dapat disimpulkan bahwa walaupun berbeda-beda, tapi pada hakekatnya satu.
Dengan kata lain, seluruh perbedaan yang ada di Indonesia menuju tujuan yang
satu atau sama, yaitu bangsa dan Negara Indonesia.
Sementara itu, semboyan “Tan Hana Darma Mangrwa dipakai sebagai motto
lambang Lembaga Pertahanan Nasional (Lemhanas). Makna dari semboyan itu
adalah “Tidak ada kebenaran yang bermuka dua”. Namun, Lemhanas kemudian
mengubah semboyan tersebut mejadi yang lebih praktis dan ringkas, yaitu
4
“Bertahan karena benar”. Makna “Tidak ada kebenaran bermuka dua” sebenarnya
memiliki pengertian agar hendaknya manusia senantiasa berpegangan dan
berlandaskan pada kebenaran yang satu. Semboyan Bhineka Tunggal Ika Tan
Hana Darma Mangrwa adalaha ungkapan yang meamaknai kebenaran aneka unsur
kepercayaan pada Majapahit. Tidak hanya Siwa dan Budha, tapi juga seajumlah
aliran (sekte) yang sejak awal telah dikenal lebih duku sebagian besar anggota
masyarakat Majapahit yang memiliki sifat majemuk.
Pada tahun 1951, sekitar 600 tahun setelah pertama kali semboyan Bhinneka
Tunggal Ika yang diungkap oleh Mpu Tantular, ditetapkan oleh pemerintah
Indonesia sebagai semboyan resmi Negara Republik Indonesia dengan Peraturan
Pemerintah No.66 tahun 1951. Peraturan Pemerintah tersebut menentukan bahwa
5
sejak 17 Agustus 1950, Bhinneka Tunggal Ika ditetapkan sebagai seboyan yang
terdapat dalam Lambang Negara Republik Indonesia, “Garuda Pancasila.” Kata
“bhinna ika,” kemudian dirangkai menjadi satu kata “bhinneka”. Pada
perubahan UUD 1945 yang kedua, Bhinneka Tunggal Ika dikukuhkan sebagai
semboyan resmi yang terdapat dalam Lambang Negara, dan tercantum dalam
pasal 36a UUD 1945 yang menyebutkan :”Lambang Negara ialah Garuda
Pancasila dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika”. Dengan demikian, Bhinneka
Tunggal Ika merupakan semboyan yang merupakan kesepakatan bangsa, yang
ditetapkan dalam UUDnya. Oleh karena itu untuk dapat dijadikan acuan secara
tepat dalam hidup berbangsa dan bernegara, makna Bhinneka Tunggal Ika perlu
difahami secara tepat dan benar untuk selanjutnya difahami bagaimana cara untuk
mengimplementasikan secara tepat dan benar pula.
6
1. Dalam rangka membentuk kesatuan dari keaneka ragaman tidak terjadi
pembentukan konsep baru dari keanekaragaman konsep-konsep yang
terdapat pada unsur-unsur atau komponen bangsa. Suatu contoh di negara
tercinta ini terdapat begitu aneka ragam agama dan kepercayaan. Dengan
ke-tunggalan Bhinneka Tunggal Ika tidak dimaksudkan untuk membentuk
agama baru. Setiap agama diakui seperti apa adanya, namun dalam
kehidupan beragama di Indonesia dicari common denominator, yakni
prinsip-prinsip yang ditemui dari setiap agama yag memiliki kesamaan,
dan common denominator ini yang kita pegang sebagai ke-tunggalan,
untuk kemudian dipergunakan sebagai acuan dalam hidup berbangsa dan
bernegara. Demikian pula halnya dengan adat budaya daerah, tetap diakui
eksistensinya dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang
berwawasan kebangsaan. Faham Bhinneka Tunggal Ika, yang oleh Ir
Sujamto disebut sebagai faham Tantularisme, bukan faham sinkretisme,
yang mencoba untuk mengembangkan konsep baru dari unsur asli dengan
unsur yang datang dari luar.
2. Bhinneka Tunggal Ika tidak bersifat sektarian dan eksklusif; hal ini
bermakna bahwa dalam kehidupan berbangsa dan bernegara tidak
dibenarkan merasa dirinya yang paling benar, paling hebat, dan tidak
mengakui harkat dan martabat pihak lain. Pandangan sektarian dan
eksklusif ini akan memicu terbentuknya keakuan yang berlebihan dengan
tidak atau kurang memperhitungkan pihak lain, memupuk kecurigaan,
kecemburuan, dan persaingan yang tidak sehat. Bhinneka Tunggal Ika
bersifat inklusif. Golongan mayoritas dalam hidup berbangsa dan
bernegara tidak memaksakan kehendaknya pada golongan minoritas.
3. Bhinneka Tunggal Ika tidak bersifat formalistis yang hanya menunjukkan
perilaku semu. Bhinneka Tunggal Ika dilandasi oleh sikap saling percaya
mempercayai, saling hormat menghormati, saling cinta mencintai dan
rukun. Hanya dengan cara demikian maka keanekaragaman ini dapat
dipersatukan.
4. Bhinneka Tunggal Ika bersifat konvergen tidak divergen, yang bermakna
perbedaan yang terjadi dalam keanekaragaman tidak untuk dibesar-
besarkan, tetapi dicari titik temu, dalam bentuk kesepakatan bersama. Hal
ini akan terwujud apabila dilandasi oleh sikap toleran, non sektarian,
inklusif, akomodatif, dan rukun.
5. Prinsip atau asas pluralistik dan multikultural Bhinneka Tunggal Ika
mendukung nilai:
1. Inklusif, tidak bersifat eksklusif,
2. Terbuka,
3. Ko-eksistensi damai dan kebersamaan,
4. Kesetaraan,
5. Tidak merasa yang paling benar,
6. Toleransi,
7. Musyawarah disertai dengan penghargaan terhadap pihak lain yang
berbeda.
7
Setelah kita pahami beberapa prinsip yang terkandung dalam Bhinneka Tunggal
Ika, maka langkah selanjutnya adalah bagaimana prinsip-prinsip Bhinneka
Tunggal Ika ini diimplementasikan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
1. Perilaku inklusif.
Bangsa Indonesia sangat pluralistik ditinjau dari keragaman agama yang dipeluk
oleh masyarakat, aneka adat budaya yang berkembang di daerah, suku bangsa
dengan bahasanya masing-masing, dan menempati ribuan pulau yang tiada jarang
terpisah demikian jauh pulau yang satu dari pulau yang lain. Tanpa memahami
makna pluralistik dan bagaimana cara mewujudkan persatuan dalam
keanekaragaman secara tepat, dengan mudah terjadi disintegrasi bangsa. Sifat
toleran, saling hormat menghormati, mendudukkan masing-masing pihak sesuai
dengan peran, harkat dan martabatnya secara tepat, tidak memandang remeh pada
pihak lain, apalagi menghapus eksistensi kelompok dari kehidupan bersama,
merupakan syarat bagi lestarinya negara-bangsa Indonesia. Kerukunan hidup
perlu dikembangkan dengan sepatutnya. Suatu contoh sebelum terjadi reformasi,
di Ambon berlaku suatu pola kehidupan bersama yang disebut pela gandong,
suatu pola kehidupan masyarakat yang tidak melandaskan diri pada agama, tetapi
semata-mata pada kehidupan bersama pada wilayah tertentu. Pemeluk berbagai
agama berlangsung sangat rukun, bantu membantu dalam kegiatan yang tidak
bersifat ritual keagamaan. Mereka tidak membedakan suku-suku yang berdiam di
wilayah tersebut, dan sebagainya. Sayangnya dengan terjadinya reformasi yang
mengusung kebebasan, pola kehidupan masyarakat yang demikian ideal ini telah
tergerus arus reformasi.
8
Dalam rangka membentuk kesatuan dalam keanekaragaman diterapkan
pendekatan “musyawa-rah untuk mencapai mufakat.” Bukan pendapat sendiri
yang harus dijadikan kesepakatan bersama, tetapi common denominator, yakni inti
kesamaan yang dipilih sebagai kesepakatan bersama. Hal ini hanya akan tercapai
dengan proses musyawarah untuk mencapai mufakat. Dengan cara ini segala
gagasan yang timbul diakomodasi dalam kesepa-katan. Tidak ada yang menang
tidak ada yang kalah. Inilah yang biasa disebut sebagai win win solution.
9
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
Rasa Bhineka Tunggal Ika ini perlu diterapkan pada setiap masyarakat seluruh
indonesia ini demi menjaga keutuhan negara kesatuan Republik Indonesia. Pada
kenyataan nya penerapan rasa bhineka tunggak ika ini kurang di lakukan oleh
warga negara Indonesia, maka dari itu sangat di perlukan demi menjawab
tantangan masa depan yang dapat memecah belah suatu negara. Penjelasan yang
ada di dalam makalah ini semoga dapat membantu mengaplikasikan arti dari
semboyan Bhineka Tunggal Ika ini pada segiap warga negara untuk dapat
menjalankan kehidupan berbangsa dan berenegara.
10
DAFTAR PUSTAKA
http://www.gudangmakalah.com/2015/02/contoh-makalah-bhinneka-tunggal-
ika.html?m=1#
https://coretanandrea.wordpress.com/2013/11/03/323/
11