Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

BHINNEKA TUNGGAL IKA

Diajukan Sebagai Tugas Kelompok Pada Mata Kuliah Pancasila

Dosen: Roza Puspita, M.Sc

Kelompok 9 :
Tria Noviyanti (201420049)
Siti Farah Ayu Fauziah (201420059)
Dimas Setiawan (201420069)
Siti Uul Ulmah (201420079)

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SULTAN MAULANA HASANUDDIN BANTEN
2020
Kata Pengantar

bismillahirrahmanirrahim
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT. yang telah memberikan kami
kemudahan sehingga kami bisa menyelesaikan makalah yang berjudul “Bhinneka
Tunggal Ika” ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentu kami tidak
akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik, sholawat serta salam
semoga tercurahkan limpahkan kepada baginda kita tercinta yaitu nabi
Muhammad SAW. yang kita nanti-nantikan syafatnya di akhirat nanti.
Adapun tujuan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dari dosen
mata kuliah Pancasila. Selain itu, Makalah ini juga bertujuan untuk menambah
wawasan tentang Bhinneka Tunggal Ika bagi para pembaca dan juga para penulis.
Kami ucapkan terima kasih keada Roza Puspita, M.Sc, selaku dosen mata
kuliah Pancasila yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah
pengetahuan dan wawasan sesuai dengan pembelajaran yang kami terima.
Kami juga mengucakan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membagi pengetahuan sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.
Kami menyadari makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan
demi kesempurnaan makalah ini.

Serang, 05 Januari 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................. i


DAFTAR ISI ............................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang ................................................................................... 1
B. Rumusan masalah .............................................................................. 3
C. Tujuan ............................................................................................... 3
BAB II PEMBAHASAN

A. Sejarah Bhineka Tunggal Ika ............................................................. 4


B. Penetapan Lambang Bhineka Tunggal Ika ......................................... 5
C. Penerapan Bhineka Tunggal Ika ........................................................ 6
D. Implementasi Bhineka Tunggal Ika ................................................... 6

BAB II PENUTUP

A. Kesimpulan ....................................................................................... 10

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 11

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Indonesia adalah negara kesatuan yang penuh dengan keragaman. Indonesia


terdiri atas beraneka ragam budaya, bahasa daerah, ras, suku bangsa, agama dan
kepercayaan, dll. Namun Indonesia mampu mepersatukan berbagai keragaman itu
sesuai dengan semboyan bangsa Indonesia “Bhineka Tunggal Ika” , yang berarti
berbeda-beda tetapi tetap satu jua.

Keragaman budaya atau “cultural diversity” adalah kepercayaan yang ada di bumi
Indonesia. Keragaman budaya di Indonesia adalah sesuatu yang tidak dapat
dipungkiri keberadaannya. Dalam konteks pemahaman masyarakat majemuk,
selain kebudayaan kelompok sukubangsa, masyarakat Indonesia juga terdiri dari
berbagai kebudayaan daerah bersifat kewilayahan yang merupakan pertemuan
dari berbagai kebudayaan kelompok suku bangsa yang ada didaerah tersebut.
Dengan jumlah penduduk 200 juta orang dimana mereka tinggal tersebar dipulau-
pulau di Indonesia. Mereka juga mendiami dalam wilayah dengan kondisi
geografis yang bervariasi. Mulai dari pegunungan, tepian hutan, pesisir, dataran
rendah, pedesaan, hingga perkotaan. Hal ini juga berkaitan dengan tingkat
peradaban kelompok-kelompok suku bangsa dan masyarakat di Indonesia yang
berbeda.

Pertemuan-pertemuan dengan kebudayaan luar juga mempengaruhi proses


asimilasi kebudayaan yang ada di Indonesia sehingga menambah ragamnya jenis
kebudayaan yang ada di Indonesia. Kemudian juga berkembang dan meluasnya
agama-agama besar di Indonesi juga ikut mendukung perkembangan kebudayaan
Indonesia sehingga mencerminkan kebudayaan agama tertentu. Bisa dikatakan
bahwa Indonesia adalah salah satu negara dengan tingkat keaneragaman budaya
atau tingkat heterogenitasnya yang tinggi. Tidak saja keanekaragaman budaya
kelompok suku bangsa namun juga keanekaragaman budaya dalam konteks
peradaban, tradsional hingga ke modern, dan kewilayahan. Dengan
keanekaragaman kebudayaannya Indonesia dapat dikatakan mempunyai
keunggulan dibandingkan dengan negara lainnya.

Sejarah membuktikan bahwa kebudayaan di Indonesia mampu hidup secara


berdampingan, saling mengisi, dan ataupun berjalan secara paralel. Misalnya
kebudayaan kraton atau kerajaan yang berdiri sejalan secara paralel dengan
kebudayaan berburu meramu kelompok masyarakat tertentu. Dalam konteks
kekinian dapat kita temui bagaimana kebudayaan masyarakat urban dapat berjalan
paralel dengan kebudayaan rural atau pedesaan, bahkan dengan kebudayaan
berburu meramu yang hidup jauh terpencil. Hubungan-hubungan antar
kebudayaan tersebut dapat berjalan terjalin dalam bingkai ”Bhinneka Tunggal
Ika” , dimana bisa kita maknai bahwa konteks keanekaragamannya bukan hanya
mengacu kepada keanekaragaman kelompok sukubangsa semata namun kepada
konteks kebudayaan. Didasari pula bahwa dengan jumlah kelompok suku bangsa

1
kurang lebih 700’an sukubangsa di seluruh nusantara, dengan berbagai tipe
kelompok masyarakat yang beragam, serta keragaman agamanya, pakaian adat,
rumah adat kesenian adat bahkan makanan yang dimakan pun beraneka ragam.

Bhinneka Tunggal Ika seperti kita pahami sebagai motto Negara, yang diangkat
dari penggalan kitab Sutasoma karya besar Mpu Tantular pada jaman Kerajaan
Majapahit (abad 14) secara harfiah diartikan sebagai bercerai berai tetapi satu
(berbeda-beda tetapi tetap satu jua). Motto ini digunakan sebagai ilustrasi dari jati
diri bangsa Indonesia yang secara natural, dan sosial-kultural dibangun diatas
keanekaragaman.

Bhinneka Tunggal Ika adalah semboyan bangsa yang tercantum dan menjadi
bagian dari lambang negara Indonesia, yaitu Garuda Pancasila. Sebagai semboyan
bangsa, artinya Bhinneka Tunggal Ika adalah pembentuk karakter dan jati diri
bangsa. Bhinneka Tunggal Ika sebagai pembentuk karakter dan jati diri bangsa ini
tak lepas dari campur tangan para pendiri bangsa yang mengerti benar bahwa
Indonesia yang pluralistik memiliki kebutuhan akan sebuah unsur pengikat dan
jati diri bersama.

Kebhinekaan Indonesia itu bukan sekedar mitos, tetapi realita yang ada di depan
mata kita. Harus kita sadari bahwa pola pikir dan budaya orang Jawa itu berbeda
dengan orang Minang, Papua, Dayak, Sunda dan lainnya. Elite pemimpin yang
berasal dari kota-kota besar dan metropolitan bisa jadi memandang Indonesia
secara global akan tetapi elite pemimpin nasional dari budaya lokal tertentu
memandang Indonesia berdasarkan jiwa, perasaan dan kebiasaan lokalnya. Ini saja
menunjukkan kalau cara pandang kita tentang Indonesia berbeda. Jadi tanpa
kemauan untuk menerima dan menghargai kebhinekaan maka sulit untuk
mewujudkan persatuan dan kesatuan bangsa. Apa yang dilakukan oleh pendahulu
bangsa ini dengan membangun kesadaran kebangsaan atau nasionalisme
merupakan upaya untuk menjaga loyalitas dan pengabdian terhadap bangsa.

Selama ini sifat nasionalisme kita kurang operasional atau hanya berhenti pada
tataran konsep dan slogan politik. Nasionalisme bisa berfungsi sebagai pemersatu
beragam suku, tetapi perlu secara operasional sehingga mampu memenuhi
kebutuhan objektif setiap warga dalam suatu negara-bangsa. Tradisi dari suatu
bangsa yang gagal memenuhi fungsi pemenuhan kebutuhan hidup objektif akan
kehilangan peran sebagai peneguh nasionalisme. Saat ini diperlukan tafsir baru
nasionalisme sebagai kesadaran kolektif di tengah pola kehidupan baru yang
mengglobal dan terbuka. Batas-batas fisik negara-bangsa yang terus mencair
menyebabkan kesatuan negara kepulauan seperti Indonesia sangat rentan terhadap
serapan budaya global yang tidak seluruhnya sesuai tradisi negeri ini. Disamping
itu realisasi otonomi daerah yang kurang tepat akan memperlemah nilai dan
kesadaran kolektif kebangsaan di bawah payung nasionalisme.

Di samping itu bangsa Indonesia relatif berhasil membentuk identitas nasional.


Beberapa bentuk identitas bangsa Indonesia adalah sebagai berikut:

1. Bahasa Nasional atau persatuan, bahasa Indonesia.

2
2. Dasar filsafat Negara yaitu pancasila.
3. Lagu kebangsaan Indonesia Raya.
4. Lambang Negara Garuda Pancasila.
5. Semboyan negara Bhinneka Tunggal Ika
6. Bendera Negara Sang Merah Putih.
7. Konstitusi Negara yaitu UUD 1945.
8. Bentuk Negara kesatuan Republik Indonesia.
9. Konsep Wawasan Nusantara.
10. Kebudayaan daerah yang diterima sebagai kebudayaan nasional.

UUD Republik Indonesia menyatakan dengan tegas tentang realitas multikultural


Bangsa Indonesia. Kenyataan tersebut dilukiskan di dalam lambang negara
“Bhinneka Tunggal Ika.” Kebhinnekaan masyarakat dan bangsa Indonesia diakui
bahkan dijadikan sebagai dasar perjuangan nasional permulaan abad ke-20. Untuk
itu integrasi nasional bangsa Indonesia pun harus diwujudkan di tengah
masyarakat Indonesia yang majemuk karena masyarakat yang majemuk
merupakan salah satu potensi sumber konflik yang menyebabkan disintegrasi
bangsa. Agar identitas bangsa Indonesia di mata dunia terkenal dengan bangsa
yang majemuk tetapi satu dalam keanekaragaman (suku, bahasa, agama, dll, yang
berbeda-beda) semboyan Bhinneka Tunggal Ika harus diwujudkan.

B. Rumusan masalah

Berdasarkan latar belakang yang kami jabarkan diatas, maka dapat diambil
beberapa rumusan masalah guna menunjang isi makalah ini, antara lain :

1. Bagaimana perjalanan Sejarah tentang Bhineka Tunggal Ika sebagai


bentuk identitas Bangsa Indonesia. Kapan pertama ditetapkannya,
penerapan Bhineka Tunggal Ika, dan Pengimplementasiaan Lambang
Bhineka Tunggal Ika pada saat ini?

C. Tujuan

Tujuan yang dapat diperoleh dari Lambang Bhineka Tunggal Ika, berbeda-beda
tetap satu jua, yang dimana kita sebagai penerus bangsa agar tetap bersatu di era
Globalisasi.

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Sejarah Bhineka Tunggal Ika

Awalnya, semboyan yang dijadikan semboyan resmi Negara Indonesia sangat


panjang, yaitu Bhineka Tunggal Ika Tan Hana Dharmma Mangrwa. Semboyan
Bhineka Tunggal Ika dikenal untuk pertama kalinya pada masa Majapahit era
kepemimpinan Wisnuwardhana. Perumusan semboyan Bhineka Tunggal Ika ini
dilakukan oleh Mpu Tantular dalam kitab Sutasoma.

Perumusan semboyan ini pada dasarnya merupakan pernyataan kreatif dalam


usaha mengatasi keanekaragaman kepercayaan dan keagamaan. Hal itu dilakukan
sehubungan usaha bina Negara kerajaan Majapahit saat itu. Semboyan Negara
Indonesia ini telah memberikan nilai-nilai inspiratif terhadap sistem pemerintahan
pada masa kemerdekaan. Bhineka Tunggal Ika pun telah menumbuhkan semangat
persatuan dan kesatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Semboyan Bhinneka Tunggal Ika diungkapkan pertama kali oleh Mpu


Tantular, pujangga agung kerajaan Majapahit yang hidup pada masa pemerintahan
Raja Hayamwuruk, di abad ke empatbelas (1350-1389). Sesanti tersebut terdapat
dalam karyanya; kakawin Sutasoma yang berbunyi “Bhinna ika tunggal ika, tan
hana dharma mangrwa, “ yang artinya “Berbeda-beda itu, satu itu, tak ada
pengabdian yang mendua.” Semboyan yang kemudian dijadikan prinsip dalam
kehidupan dalam pemerintahan kerajaan Majapahit itu untuk mengantisipasi
adanya keaneka-ragaman agama yang dipeluk oleh rakyat Majapahit pada waktu
itu. Meskipun mereka berbeda agama tetapi mereka tetap satu dalam pengabdian.

Dalam kitab Sutasoma, definisi Bhineka Tunggal Ika lebih ditekankan pada
perbedaan dalam hal kepercayaan dan keanekaragaman agama yang ada di
kalangan masyarakat Majapahit. Namun, sebagai semboyan Negara Kesatuan
Republik Indonesia, konsep Bhineka Tungggal Ika bukan hanya perbedaan agama
dan kepercayaan menjadi fokus, tapi pengertiannya lebih luas. Bhineka Tunggal
Ika sebagai semboyan Negara memiliki cakupan lebih luas, seperti perbedaan
suku, bangsa, budaya (adat istiadat), beda pulau, dan tentunya agama dan
kepercayaan yang menuju persatuan dan kesatuan Nusantara. Jika diuraikan kata
per kata, Bhineka berarti Berbeda, Tunggal berarti Satu, dan Ika berarti Itu. Jadi,
dapat disimpulkan bahwa walaupun berbeda-beda, tapi pada hakekatnya satu.
Dengan kata lain, seluruh perbedaan yang ada di Indonesia menuju tujuan yang
satu atau sama, yaitu bangsa dan Negara Indonesia.

Sementara itu, semboyan “Tan Hana Darma Mangrwa dipakai sebagai motto
lambang Lembaga Pertahanan Nasional (Lemhanas). Makna dari semboyan itu
adalah “Tidak ada kebenaran yang bermuka dua”. Namun, Lemhanas kemudian
mengubah semboyan tersebut mejadi yang lebih praktis dan ringkas, yaitu

4
“Bertahan karena benar”. Makna “Tidak ada kebenaran bermuka dua” sebenarnya
memiliki pengertian agar hendaknya manusia senantiasa berpegangan dan
berlandaskan pada kebenaran yang satu. Semboyan Bhineka Tunggal Ika Tan
Hana Darma Mangrwa adalaha ungkapan yang meamaknai kebenaran aneka unsur
kepercayaan pada Majapahit. Tidak hanya Siwa dan Budha, tapi juga seajumlah
aliran (sekte) yang sejak awal telah dikenal lebih duku sebagian besar anggota
masyarakat Majapahit yang memiliki sifat majemuk.

Bhinneka Tunggal Ika berisi konsep pluralistik dan multikulturalistik dalam


kehidupan yang terikat dalam suatu kesatuan. Prinsip pluralistik dan
multikulturalistik adalah asas yang mengakui adanya kemajemukan bangsa dilihat
dari segi agama, keyakinan, suku bangsa, adat budaya, keadaan daerah, dan ras.
Kemajemukan tersebut dihormati dan dihargai serta didudukkan dalam suatu
prinsip yang dapat mengikat keanekaragaman tersebut dalam kesatuan yang
kokoh. Kemajemukan bukan dikembangkan dan didorong menjadi faktor
pemecah bangsa, tetapi merupakan kekuatan yang dimiliki oleh masing-masing
komponen bangsa, untuk selanjutnya diikat secara sinerjik menjadi kekuatan yang
luar biasa untuk dimanfaatkan dalam menghadapi segala tantangan dan persoalan
bangsa.

Suatu masyarakat yang tertutup atau eksklusif sehingga tidak memungkinkan


terjadinya perkembangan tidak mungkin menghadapi arus globalisasi yang
demikian deras dan kuatnya, serta dalam menghadapi keanekaragaman budaya
bangsa. Sifat terbuka yang terarah merupakan syarat bagi berkembangnya
masyarakat modern. Sehingga keterbukaan dan berdiri sama tinggi serta duduk
sama rendah, memungkinkan terbentuknya masyarakat yang pluralistik secara ko-
eksistensi, saling hormat menghormati, tidak merasa dirinya yang paling benar
dan tidak memaksakan kehendak yang menjadi keyakinannya kepada pihak lain.
Segala peraturan perundang-undangan khususnya peraturan daerah harus mampu
mengakomodasi masyarakat yang pluralistik dan multikutural, dengan tetap
berpegang teguh pada dasar negara Pancasila dan UUD 1945. Suatu peraturan
perundang-undangan, utamanya peraturan daerah yang memberi peluang
terjadinya perpecahan bangsa, atau yang semata-mata untuk mengakomodasi
kepentingan unsur bangsa harus dihindari. Suatu contoh persyaratan untuk jabatan
daerah harus dari putra daerah, menggambarkan sempitnya kesadaran nasional
yang semata-mata untuk memenuhi aspirasi kedaerahan, yang akan mengundang
terjadinya perpecahan. Hal ini tidak mencerminkan penerapan prinsip Bhinneka
Tunggal Ika. Dengan menerapkan nilai-nilai tersebut secara konsisten akan
terwujud masyarakat yang damai, aman, tertib, teratur, sehingga kesejahteraan dan
keadilan akan terwujud.

B. Penetapan Lambang Bhineka Tunggal Ika Sebagai Pilar Bangsa


Indonesia

Pada tahun 1951, sekitar 600 tahun setelah pertama kali semboyan Bhinneka
Tunggal Ika yang diungkap oleh Mpu Tantular, ditetapkan oleh pemerintah
Indonesia sebagai semboyan resmi Negara Republik Indonesia dengan Peraturan
Pemerintah No.66 tahun 1951. Peraturan Pemerintah tersebut menentukan bahwa

5
sejak 17 Agustus 1950, Bhinneka Tunggal Ika ditetapkan sebagai seboyan yang
terdapat dalam Lambang Negara Republik Indonesia, “Garuda Pancasila.” Kata
“bhinna ika,” kemudian dirangkai menjadi satu kata “bhinneka”. Pada
perubahan UUD 1945 yang kedua, Bhinneka Tunggal Ika dikukuhkan sebagai
semboyan resmi yang terdapat dalam Lambang Negara, dan tercantum dalam
pasal 36a UUD 1945 yang menyebutkan :”Lambang Negara ialah Garuda
Pancasila dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika”. Dengan demikian, Bhinneka
Tunggal Ika merupakan semboyan yang merupakan kesepakatan bangsa, yang
ditetapkan dalam UUDnya. Oleh karena itu untuk dapat dijadikan acuan secara
tepat dalam hidup berbangsa dan bernegara, makna Bhinneka Tunggal Ika perlu
difahami secara tepat dan benar untuk selanjutnya difahami bagaimana cara untuk
mengimplementasikan secara tepat dan benar pula.

C. Penerapan Bhineka Tunggal Ika

Pemahaman nilai-nilai ke-Bhinneka Tunggal Ika-an masyarakat


multikultural/majemuk sebagai pilar nasionalisme, sekaligus untuk memberi
wacana dan sumbang saran kepada semua pihak, terutama para pelaksana dan
penentu kebijakan diberbagai instansi tekait, agar dapat dijadikan tambahan acuan
dalam menentukan peraturan berkaitan dengan aktualisasi pemahaman nilai-nilai
ke-Bhinneka Tunggal Ika-an oleh masyarakat multikultural sebagai pilar
nasionalisme yang kokoh dan trengginas dalam menghadapi perubahan global
Kalimat yang terpampang pada pita putih yang tercengkeram oleh kaki burung
garuda, lambang negara Indonesia yaitu BHINNEKA TUNGGAL IKA memiliki
makna yang menggambarkan keragaman yang dimiliki bangsa Indonesia,
meskipun berbeda-beda tetapi pada hakikatnya merupakan satu kesatuan
Indonesia.

Nilai-nilai ke-Bhinneka Tunggal Ika-an harus diwujudkan dan


diaktualisasikan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Implementasinya dalam kehidupan nasional adalah, memahami kemajemukan
sosial dan budaya atau multikulturalisme sebagai dasar untuk membangun
kehidupan bermasyarakat, bernegara dan berbangsa. Pemahaman terhadap nilai-
nilai ke-Bhinneka Tunggal Ika-an dimaksud adalah menerapkan atau
melaksanakan nilai-nilai Ke-Bhinneka Tunggal Ika-an dalam kehidupan sehari-
hari, baik secara individu, kelompok masyarakat, dan bahkan secara nasional,
mencakup kehidupan politik, ekonomi, sosial dan budaya, serta pertahanan
nasional di seluruh lapisan masyarakat yang jumlahnya besar (sekitar 230 juta
jiwa) dan beragam, sehingga tercipta stabilitas nasional yang kondusif untuk
pembangunan masyarakat sejahtera, adil-makmur dan merata.

D. Implementasi Bhineka Tunggal Ika dan Cita-Cita Luhur Bangsa


Indonesia

Untuk dapat mengimplementasikan Bhinneka Tunggal Ika dalam kehidupan


berbangsa dan bernegara dipandang perlu untuk memahami secara mendalam
prinsip-prinsip yang terkandung dalam Bhinneka Tunggal Ika. Prinsip-prinsip
tersebut adalah sebagai berikut :

6
1. Dalam rangka membentuk kesatuan dari keaneka ragaman tidak terjadi
pembentukan konsep baru dari keanekaragaman konsep-konsep yang
terdapat pada unsur-unsur atau komponen bangsa. Suatu contoh di negara
tercinta ini terdapat begitu aneka ragam agama dan kepercayaan. Dengan
ke-tunggalan Bhinneka Tunggal Ika tidak dimaksudkan untuk membentuk
agama baru. Setiap agama diakui seperti apa adanya, namun dalam
kehidupan beragama di Indonesia dicari common denominator, yakni
prinsip-prinsip yang ditemui dari setiap agama yag memiliki kesamaan,
dan common denominator ini yang kita pegang sebagai ke-tunggalan,
untuk kemudian dipergunakan sebagai acuan dalam hidup berbangsa dan
bernegara. Demikian pula halnya dengan adat budaya daerah, tetap diakui
eksistensinya dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang
berwawasan kebangsaan. Faham Bhinneka Tunggal Ika, yang oleh Ir
Sujamto disebut sebagai faham Tantularisme, bukan faham sinkretisme,
yang mencoba untuk mengembangkan konsep baru dari unsur asli dengan
unsur yang datang dari luar.
2. Bhinneka Tunggal Ika tidak bersifat sektarian dan eksklusif; hal ini
bermakna bahwa dalam kehidupan berbangsa dan bernegara tidak
dibenarkan merasa dirinya yang paling benar, paling hebat, dan tidak
mengakui harkat dan martabat pihak lain. Pandangan sektarian dan
eksklusif ini akan memicu terbentuknya keakuan yang berlebihan dengan
tidak atau kurang memperhitungkan pihak lain, memupuk kecurigaan,
kecemburuan, dan persaingan yang tidak sehat. Bhinneka Tunggal Ika
bersifat inklusif. Golongan mayoritas dalam hidup berbangsa dan
bernegara tidak memaksakan kehendaknya pada golongan minoritas.
3. Bhinneka Tunggal Ika tidak bersifat formalistis yang hanya menunjukkan
perilaku semu. Bhinneka Tunggal Ika dilandasi oleh sikap saling percaya
mempercayai, saling hormat menghormati, saling cinta mencintai dan
rukun. Hanya dengan cara demikian maka keanekaragaman ini dapat
dipersatukan.
4. Bhinneka Tunggal Ika bersifat konvergen tidak divergen, yang bermakna
perbedaan yang terjadi dalam keanekaragaman tidak untuk dibesar-
besarkan, tetapi dicari titik temu, dalam bentuk kesepakatan bersama. Hal
ini akan terwujud apabila dilandasi oleh sikap toleran, non sektarian,
inklusif, akomodatif, dan rukun.
5. Prinsip atau asas pluralistik dan multikultural Bhinneka Tunggal Ika
mendukung nilai:
1. Inklusif, tidak bersifat eksklusif,
2. Terbuka,
3. Ko-eksistensi damai dan kebersamaan,
4. Kesetaraan,
5. Tidak merasa yang paling benar,
6. Toleransi,
7. Musyawarah disertai dengan penghargaan terhadap pihak lain yang
berbeda.

7
Setelah kita pahami beberapa prinsip yang terkandung dalam Bhinneka Tunggal
Ika, maka langkah selanjutnya adalah bagaimana prinsip-prinsip Bhinneka
Tunggal Ika ini diimplementasikan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

1. Perilaku inklusif.

Dalam kehidupan bersama yang menerapkan semboyan Bhinneka Tunggal Ika


memandang bahwa dirinya, baik itu sebagai individu atau kelompok masyarakat
merasa dirinya hanya merupakan sebagian dari kesatuan dari masyarakat yang
lebih luas. Betapa besar dan penting kelompoknya dalam kehidupan bersama,
tidak memandang rendah dan menyepelekan kelompok yang lain. Masing-masing
memiliki peran yang tidak dapat diabaikan, dan bermakna bagi kehidupan
bersama.

2. Mengakomodasi sifat pluralistik.

Bangsa Indonesia sangat pluralistik ditinjau dari keragaman agama yang dipeluk
oleh masyarakat, aneka adat budaya yang berkembang di daerah, suku bangsa
dengan bahasanya masing-masing, dan menempati ribuan pulau yang tiada jarang
terpisah demikian jauh pulau yang satu dari pulau yang lain. Tanpa memahami
makna pluralistik dan bagaimana cara mewujudkan persatuan dalam
keanekaragaman secara tepat, dengan mudah terjadi disintegrasi bangsa. Sifat
toleran, saling hormat menghormati, mendudukkan masing-masing pihak sesuai
dengan peran, harkat dan martabatnya secara tepat, tidak memandang remeh pada
pihak lain, apalagi menghapus eksistensi kelompok dari kehidupan bersama,
merupakan syarat bagi lestarinya negara-bangsa Indonesia. Kerukunan hidup
perlu dikembangkan dengan sepatutnya. Suatu contoh sebelum terjadi reformasi,
di Ambon berlaku suatu pola kehidupan bersama yang disebut pela gandong,
suatu pola kehidupan masyarakat yang tidak melandaskan diri pada agama, tetapi
semata-mata pada kehidupan bersama pada wilayah tertentu. Pemeluk berbagai
agama berlangsung sangat rukun, bantu membantu dalam kegiatan yang tidak
bersifat ritual keagamaan. Mereka tidak membedakan suku-suku yang berdiam di
wilayah tersebut, dan sebagainya. Sayangnya dengan terjadinya reformasi yang
mengusung kebebasan, pola kehidupan masyarakat yang demikian ideal ini telah
tergerus arus reformasi.

3. Tidak mencari menangnya sendiri.

Menghormati pendapat pihak lain, dengan tidak beranggapan bahwa pendapatnya


sendiri yang paling benar, dirinya atau kelompoknya yang paling hebat perlu
diatur dalam menerapkan Bhinneka Tunggal Ika. Dapat menerima dan memberi
pendapat merupakan hal yang harus berkembang dalam kehidupan yang beragam.
Perbedaan ini tidak untuk dibesar-besarkan, tetapi dicari titik temu. Bukan
dikembangkan divergensi, tetapi yang harus diusahakan adalah terwujudnya
konvergensi dari berbagai keanekaragaman. Untuk itu perlu dikembangkan
musyawarah untuk mencapai mufakat.

4. Musyawarah untuk mencapai mufakat.

8
Dalam rangka membentuk kesatuan dalam keanekaragaman diterapkan
pendekatan “musyawa-rah untuk mencapai mufakat.” Bukan pendapat sendiri
yang harus dijadikan kesepakatan bersama, tetapi common denominator, yakni inti
kesamaan yang dipilih sebagai kesepakatan bersama. Hal ini hanya akan tercapai
dengan proses musyawarah untuk mencapai mufakat. Dengan cara ini segala
gagasan yang timbul diakomodasi dalam kesepa-katan. Tidak ada yang menang
tidak ada yang kalah. Inilah yang biasa disebut sebagai win win solution.

5. Dilandasi rasa kasih sayang dan rela berkorban.

Dalam menerapkan Bhinneka Tunggal Ika dalam kehidupan berbangsa dan


bernegara perlu dilandasi oleh rasa kasih sayang. Saling curiga mencurigai harus
dibuang jauh-jauh. Saling percaya mempercayai harus dikembangkan, iri hati,
dengki harus dibuang dari kamus Bhinneka Tunggal Ika. Hal ini akan berlangsung
apabila pelaksanaan Bhnneka Tunggal Ika menerap-kan adagium “leladi
sesamining dumadi, sepi ing pamrih, rame ing gawe, jer basuki mowo beyo.”
Eksistensi kita di dunia adalah untuk memberikan pelayanan kepada pihak lain,
dilandasi oleh tanpa pamrih pribadi dan golongan, disertai dengan pengorbanan.
Tanpa pengorbanan, sekurang-kurangnya mengurangi kepentingan dan pamrih
pribadi, kesatuan tidak mungkin terwujud.

6. Toleran dalam perbedaan.

Setiap penduduk Indonesia harus memandang bahwa perbedaan tradisi, bahasa,


dan adat-istiadat antara satu etnis dengan etnis lain sebagai, antara satu agama
dengan agama lain, sebagai aset bangsa yang harus dihargai dan dilestarikan.
Pandangan semacam ini akan menumbuhkan rasa saling menghormati,
menyuburkan semangat kerukunan, serta menyuburkan jiwa toleransi dalam diri
setiap individu.

9
BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan

Pemahaman nilai-nilai Bhinneka-Tunggal Ika dalam masyarakat Indonesia


dapat wujud secara integral dengan kerjasama seluruh komponen bangsa, baik
oleh pemerintah selaku penyelenggara negara maupun setiap insan pribadi warga.
Peningkatan sosialisasi aktualisasi pemahaman nilai-nilai ke-Bhinneka Tunggal
Ika-an harus dilakukan melalui tindakan nyata dalam kehidupan keseharian
seluruh kompenen warga dalam rangka memperkuat integrasi nasional, karena
Indonesia dengan keberagaman budaya, suku/etnik, bahasa, agama, kondisi
geografis, dan strata sosial yang berbeda. Indonesia dengan gambaran masyarakat
majemuk yang terdiri dari suku-suku bangsa yang berada di bawah kekuasaan
sebuah sistem nasional, termasuk di dalamnya pemerintah yang menjalankan
proses pembangunan masyarakat harus bersinergis untuk bersama-sama dengan
rakyat tanpa membedakan keberagaman budaya, bahasa, agama, suku/etnik, dan
bahkan strata sosial, mewujudkan cita-cita bangsa sesuai dengan komitmen
bersama, berlandaskan nilai-nilai yang terkandung dalam ke-Bhinneka Tungal
Ika-an yang termaktub dalam Pancasila. Ciri kemajemukan masyarakat Indonesia
yang terintegrasi secara nasional adalah sangat penting sebagai kekayaan dan
merupakan potensi yang dapat dikembangkan sehingga dapat dimanfaatkan dalam
sistem komunikasi sebagai acuan utama bagi menunjukkan jati diri bangsa
Indonesia sebagai nasionalisme.

B. Saran

Rasa Bhineka Tunggal Ika ini perlu diterapkan pada setiap masyarakat seluruh
indonesia ini demi menjaga keutuhan negara kesatuan Republik Indonesia. Pada
kenyataan nya penerapan rasa bhineka tunggak ika ini kurang di lakukan oleh
warga negara Indonesia, maka dari itu sangat di perlukan demi menjawab
tantangan masa depan yang dapat memecah belah suatu negara. Penjelasan yang
ada di dalam makalah ini semoga dapat membantu mengaplikasikan arti dari
semboyan Bhineka Tunggal Ika ini pada segiap warga negara untuk dapat
menjalankan kehidupan berbangsa dan berenegara.

10
DAFTAR PUSTAKA

http://www.gudangmakalah.com/2015/02/contoh-makalah-bhinneka-tunggal-
ika.html?m=1#

https://coretanandrea.wordpress.com/2013/11/03/323/

11

Anda mungkin juga menyukai