Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA BAYI DENGAN POST KEJANG

DI RUANG PERINATOLOGI

KEPERAWATAN ANAK

NAMA : GINA CAROLIN APRILIANI


NIM : 5022031055

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS FALETEHAN
SERANG BANTEN
2022/2023
KONSEP DASAR TEORI

A. Pengertian Penyakit
Kejang adalah gangguan aktivitas listrik di otak yang terjadi secara spontan. Kejang
merupakan suatu kondisi di mana otot tubuh berkontraksi dan relaksasi secara cepat dan
berulang. Perubahan aktivitas listrik di otak ini akan menyebabkan perubahan kesadaran,
perilaku, maupun gerakan abnormal (Adrian, 2021) Kejang dapat disebabkan oleh
berbagai keadaan yaitu, epilepsi, kejang demam, hipoglikemia, hipoksia, hipotensi, tumor
otak, meningitis, ketidakseimbangan elektrolit, dan overdosis obat.
Salah satu bentuk kejang yang sering dijumpai pada anak adalah kejang demam. Kejang
demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu mencapai
>38°C) akibat proses ektrakranial. Demam tinggi umumnya disebabkan oleh infeksi virus
atau bakteri. Biasanya, kejang demam pada anak dialami ketika bayi berusia 6 bulan
hingga anak berusia 5 tahun, berhubungan dengan demam tetapi tidak terbukti adanya
infeksi intrakranial atau penyebab lain (Deliana, 2022)
Menurut Nationall Collaborative Perinatal Project kejang demam digolongkan menjadi dua
yaitu kejang demam sederhana dan kejang demam kompleks. Kejang demam sederhana
adalah kejang demam yang lama kejangnya kurang dari 15 menit, sedangkan kejang demam
kompleks adalah kejang demam yang lebih dari 15 menit. Post kejang berarti setelah
terjadinya bangkitan kejang berdasarkan durasi waktu keduanya (bisa <15 menit atau
>15 menit) (Gistiani, 2020)

B. Etiologi
Hingga saat ini penyebab kejang demam belum diketahui secara pasti, namun kejang demam
yang disebabkan oleh hipertermia yang muncul secara cepat yang berkaitan dengan infeksi
virus atau bakteri (Kusuma, 2015). Menurut (Lestari, 2016) kejang demam dapat
disebabkan infeksi saluran pernapasan atas, otitis media, pneumonia, dan infeksi saluran
kemih, sedangkan menurut (Ridha , 2014) mengatakan bahwa faktor resiko terjadinya
kejang demam diantaranya :
1. Faktor-faktor prenatal
2. Malformasi otak Kongenital
3. Faktor genetik
Faktor keturunan memegang penting untuk terjadinya kejang demam 20-50% anak
yang mengalami kejang memiliki anggota keluarga yang pernah mengalami kejang
demam sekurang-kurangnya sekali
4. Demam
Kejang demam cenderung timbul dalam 24 jam pertama pada waktu sakit dengan
demam atau pada waktu demam lagi
5. Penyakit infeksi
- Bakteri : penyakit pada Traktus Respiratorius (pernapasan), Paringitis (radang
tenggorokan), Tonsilitis (amandel),Ootitis media (infeksi telinga).
- Virus :Varicella (cacar), Morbili (campak), Dengue (virus penyebab demam
berdarah).
6. Gangguan metabolisme
Gangguan metabolisme seperti Uremia, Hipoglikemia, kadar gula darah kurang dari
30 mg% pada neonatus cukup bulan dan kurang dari 20 mg% pada bayi dengan
berat badan lahir rendah atau Hiperglikemia
7. Trauma
Kejang berkembang minggu pertama setalah cedera kepala.
8. Gangguan sirkulasi
9. Neoplasma
Neoplasma dapat menyebabkan kejang pada usia berapapun, tetapi mereka merupakan
penyebab sangat penting dari kejang pada usia pertengahan dan kemudian ketika
insiden penyakit Neoplastik meningkat (Nugroho,2011).

C. Patofisiologi
Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO2
dan air. Sel dikelilingi oleh membran yang terdiri dari permukaan dalam yaitu lipoid dan
permukaan luar yaitu ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui
dengan mudah ion kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion Natriun (Na+) dan
elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (CI-). Akibatnya konsentrasi ion K+ dalam sel
neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah, sedang diluar sel neuron terdapat keadaan
sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan luar sel, maka
terdapat perbedaan potensial membran yang disebut potensial membran dari neuron.
Untuk menjaga keseimbangan potensial membran diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K
ATP-ase yang terdapat pada permukaan sel. Keseimbangan potensial membran ini dapat
diubah oleh :
1. Perubahan konsentrasi ion diruang ekstraselular
2. Rangsangan yang datang mendadak misalnya mekanisme, kimiawi atau aliran listrik
dari sekitarnya
3. Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan.
Pada keadaan demam kenaikkan suhu 1⁰C akan mengakibatkan kenaikkan metabolisme
basal 10-15 % dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada anak 3 tahun
sirkulasi otak mencapai 65 % dari seluruh tubuh dibandingkan dengan orang dewasa
hanya 15%. Oleh karena itu kenaikkan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari
membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun
ion natrium akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian
besarnya sehingga dapat meluas keseluruh sel maupun ke membran sel disekitarnya dengan
bantuan “neurotransmitter” dan terjadi kejang. Tiap anak mempunyai ambang kejang
yang berbeda dan tergantung tinggi rendahnya ambang kejang seseorang anak akan
menderita kejang pada kenaikan suhu tertentu.
Kejang demam yang berlangsung singkat pada umumnya tidak berbahaya dan tidak
meninggalkan gejala sisa. Tetapi kejang demam yang berlangsung lama (lebih dari 15
menit) biasanya disertai apnea, meningkatkanya kebutuhan oksigen dan energi untuk
kontraksi otot skeletal yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat
disebabkan oleh metabolisme anerobik, hipotensi artenal disertai denyut jantung yang tidak
teratur dan suhu tubuh meningkat yang disebabkan makin meningkatnya aktifitas otot dan
mengakibatkan metabolisme otak meningkat. Rangkaian kejadian diatas adalah faktor
penyebab hingga terjadinya kerusakan neuron otak selama berlangsungnya kejang (Lestari,
2016 dan Ngastiyah, 2016)

D. Pathway
In fe k s i b a k te ri R an g san g m e k an ik d an b io k im ia.

V iru s d a n p a ras it g a n g g u a n k e s e i m b a n g a n c a i r a n & e l e k tro l i t

p e r u b a h a n k o n s e n tra s i i o n

R e a k s i i n fl a m a s i d i r u a n g e k s tra s e l u l e r

R e s i k o I n fe k s i

P ro s e s d e m am

K e ti d a k s e i m b a n g a n k e l ain an n e u ro l o g is

H i p e r te r m i a p o te n s i a l m e m b r a n p e ri n a ta l /p r e n a ta l

A T P A SE

R e s ik o k e j a n g b e ru l a n g

d i fu s i N a + d a n K +

P e n g o b a ta n p e ra w a ta n

K o n d i s i , p ro g n o s i s , l a n j u t k e jan g r e sik o c e d e r a

D an d iit

D e fi s i t p e n g e ta h u a n k e l u a r g a k u ran g d ari l e b ih d ari 1 5 m e n it

1 5 m e n it

p e ru b a h a n s u p l a y

T id ak m e n im b u l k an D a r a h k e o ta k

g e jala sisa

re sik o k e ru sa k a n s e l

N e u ro n o ta k

G a n g g u a n P e r fu s i j a r i n g a n c e r e b r a l
E. Manifestasi klinik/ tanda dan gejala
Ada 2 bentuk kejang demam (menurut Lwingstone), yaitu:
1. Kejang demam sederhana (Simple Febrile Seizure), dengan ciri-ciri gejala klinis
sebagai berikut :
a. Kejang berlangsung singkat, < 15 menit
b. Kejang umum tonik dan atau klonik
c. Umumnya berhenti sendiri
d. Tanpa gerakan fokal atau berulang dalam 24 jam
2. Kejang demam komplikata (Complex Febrile Seizure), dengan ciri-ciri gejala klinis
sebagai berikut :
a. Kejang lama > 15 menit
b. Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang
parsial
c. Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam

F. Pemeriksaan penunjang/diagnostik
1. Elektro encephalograft (EEG)
Untuk pemeriksaan ini dirasa kurang mempunyai nilai prognostik. EEG abnormal
tidak dapat digunakan untuk menduga kemungkinan terjadinya epilepsi atau kejang
demam yang berulang dikemudian hari. Saat ini pemeriksaan EEG tidak lagi
dianjurkan untuk pasien kejang demam yang sederhana. Pemeriksaan laboratorium
rutin tidak dianjurkan dan dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi.
2. Pemeriksaan cairan cerebrospinal
Hal ini dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan adanya meningitis, terutama
pada pasien kejang demam yang pertama. Pada bayi yang masih kecil seringkali
gejala meningitis tidak jelas sehingga harus dilakukan lumbal pungsi pada bayi yang
berumur kurang dari 6 bulan dan dianjurkan untuk yang berumur kurang dari 18
bulan.

3. Darah
a. Glukosa Darah : Hipoglikemia merupakan predisposisi kejang (N < 200
mq/dl)
b. BUN: Peningkatan BUN mempunyai potensi kejang dan merupakan indikasi
nepro toksik akibat dari pemberian obat.
c. Elektrolit : K, Na
Ketidakseimbangan elektrolit merupakan predisposisi kejang
Kalium ( N 3,80 – 5,00 meq/dl )
Natrium ( N 135 – 144 meq/dl )
4. Cairan Cerebo Spinal : Mendeteksi tekanan abnormal dari CCS tanda infeksi,
pendarahan penyebab kejang.
5. Skull Ray :Untuk mengidentifikasi adanya proses desak ruang dan adanya lesi
6. Tansiluminasi : Suatu cara yang dikerjakan pada bayi dengan UUB masih terbuka
(di bawah 2 tahun) di kamar gelap dengan lampu khusus untuk transiluminasi
kepala.

G. Penatalaksanaan medis
Pada umumnya kejang berlangsung singkat (rerata 4 menit) dan pada waktu pasien datang,
kejang sudah berhenti. Apabila saat pasien datang dalam keadaan kejang, obat yang
paling cepat untuk menghentikan kejang adalah diazepam intravena. Dosis diazepam
intravena adalah 0,2-0,5 mg/kg perlahan-lahan dengan kecepatan 2 mg/menit atau
dalam waktu 3-5 menit,dengan dosis maksimal 10 mg. Secara umum, penatalaksanaan
kejang akut mengikuti algoritma kejang pada umumnya (IDAI, 2016).

Obat yang praktis dan dapat diberikan oleh orangtua di rumah (prehospital)adalah
diazepam rektal. Dosis diazepam rektal adalah 0,5-0,75 mg/kg atau diazepam rektal
5 mg untuk anak dengan berat badan kurang dari 12 kg dan 10 mg untuk berat badan lebih
dari 12 kg. Bila setelah pemberian diazepam rektal kejang belum berhenti, dapat diulang
lagi dengan cara dan dosis yang sama dengan interval waktu 5 menit. Bila setelah 2 kali
pemberian diazepam rektal masih tetap kejang, dianjurkan ke rumah sakit. Di rumah sakit
dapat diberikan diazepam intravena (IDAI, 2016).
Jika kejang masih berlanjut, lihat algoritme tatalaksana status epileptikus. Bila kejang
telah berhenti, pemberian obat selanjutnya tergantung dari indikasi terapi antikonvulsan
profilaksis (IDAI, 2016).
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Rencana Asuhan Keperawatan


a.Pengkajian Keperawatan
Pengkajian menurut Riyadi & Sukarmin (2013) terdapat 3 pengkajian
yang harus di lakukan, antara lain:
 Riwayat Pengkajian

Pada anak kejang demam riwayat yang menonjol adalah adanya demam yang
di alami oleh anak (suhu rektal di atas 38ºC). Demam ini
dilatarbelakangi adanya penyakit lain yang terdapat pada luar kranial
seperti tonsilitis, faringitis. Sebelum serangan kejang pada pengkajian
status kesehatan biasanya anak tidak mengalami kelainan apa-apa.Anak
masih menjalani aktivitas seharihari seperti biasanya.
 Pengkajian Fungsional

Pengkajian fungsional yang sering mengalami gangguan adalah terjadi


penurunan kesadaran anak dengan tiba-tiba sehingga kalau di buktikan
dengan tes GCS skor yang di hasilkan berkisar antara 5 sampai 10 dengan
tingkat kesadaran dari apatis sampai somnolen atau mungkin dapat koma.
Kemungkinan ada gangguan jalan nafas yang di buktikan dengan peningkatan
frekwensi pernapasan >30 x/menit dengan irama cepat dan dangkal,
lidah terlihat menekuk menutup faring. Pada kebutuhan rasa aman dan
nyaman anak mengalami gangguan kenyamanan akibat hipertermi,
sedangkan keamanan terjadi ancaman karena anak mengalami kehilangan
kesadaran yang tiba-tiba beresiko terjadinya cidera secara fisik maupun
fisiologis. Untuk pengkajian pola kebutuhan atau fungsi yang lain
kemungkinan belum terjadi gangguan kalau ada mungkin sebatas ancaman
seperti penurunan personal hygiene, aktivitas, intake nutrisi.
 Pengkajian Tumbuh Kembang Anak

Secara umum kejang demam tidak mengganggu pertumbuhan dan


perkembangan anak.Ini di pahami dengan catatan kejang yang di alami
anak tidak terlalu sering terjadi atau masih dalam batasan yang
dikemukakan oleh Livingstone (1 tahun tidak lebih dari 4 kali) atau
penyakit yang melatarbelakangi timbulnya kejang seperti tonsilitis,
faringitis, segera dapat di atasi.Kalau kondisi tersebut tidak terjadi anak
dapat mudah mengalami keterlambatan pertumbuhan misalnya berat badan
yang kurang karena ketidak cukupan nutrisi sebagai dampak anoreksia,
tinggi badan yang kurang dari umur semestinya sebagai akibat penurunan
asupan mineral.Selain gangguan pertumbuhan sebagai dampak kondisi atas
anak juga dapat mengalami gangguan perkembangan seperti penurunan
kepercayaan diri akibat sering kambuhnya penyakit sehingga anak lebih
banyak berdiam diri bersama ibunya kalau di sekolah, tidak mau
berinteraksi dengan teman sebaya.Saat dirawat di rumah sakit anak
terlihat pendiam, sulit berinteraksi dengan orang yang ada di sekitar,
jarang menyentuh mainan. Kemungkinan juga dapat terjadi gangguan
perkembangan yang lain seperti penurunan kemampuan motorik kasar
(meloncat, berlari).
 Pengumpulan Data

- Biodata/ Identitas

Biodata anak mencakup nama, umur, jenis kelamin. Biodata orang


tua perlu dipertanyakan untuk mengetahui status social anak
meliputi nama, umur, agama, suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan,
penghasilan, alamat.
 Riwayat Penyakit

Riwayat penyakit yang diderita sekarang tanpa kejang seperti:


- Gerakan kejang anak
- Terdapat demam sebelum kejang
- Lama bangkitan kejang
- Pola serangan
- Frekuensi serangan
- Keadaan sebelum, selama dan sesudah serangan
- Riwayat penyakit sekarang
- Riwayat Penyakit Dahulu
- Riwayat Kehamilan dan Persalinan
Kedaan ibu sewaktu hamil per trimester, apakah ibu pernah
mengalami infeksi atau sakit panas sewaktu hamil.Riwayat
trauma, perdarahan per vaginam sewaktu hamil, penggunaan obat-
obatan maupun jamu selama hamil.Riwayat persalinan ditanyakan
apakah sukar, spontan atau dengan tindakan (forcep atau vakum),
perdarahan ante partum, asfiksi dan lainlain.Keadaan selama
neonatal apakah bayi panas, diare, muntah, tidak mau menetek,
dan kejang-kejang.
 Riwayat Imunisasi

Jenis imunisasi yang sudah didapatkan dan yang belum


ditanyakan serta umur mendapatkan imunisasi dan reaksi dari
imunisasi.Pada umumnya setelah mendapat imunisasi DPT efek sampingnya
adalah panas yang dapat menimbulkan kejang.
 Riwayat Perkembangan

- Personal sosial (kepribadian atau tingkah laku sosial), kemampuan


mandiri, bersosialisasi, dan berinteraksi dengan lingkungannya.

- Gerakan motorik halus : berhubungan dengan kemampuan anak untuk


mengamati sesuatu, melakukan gerakan yang melibatkan bagian-
bagian tubuh tertentu saja dan dilakukan otot-otot kecil dan
memerlukan koordinasi yang cermat, misalnya menggambar,
memegang suatu benda, dan lain-lain.

- Gerakan motorik kasar : berhubungan dengan pergerakan dan sikap


tubuh.
- Bahasa : kemampuan memberikan respon terhadap suara, mengikuti
perintah dan berbicara spontan.

 Riwayat kesehatan keluarga.

- Anggota keluarga menderita kejang

- Anggota keluarga yang menderita penyakit syaraf

- Anggota keluarga yang menderita penyakit seperti ISPA, diare atau


penyakit infeksi menular yang dapat mencetuskan terjadinya kejang
demam.

 Riwayat social

- Perilaku anak dan keadaan emosional

- Hubungan dengan anggota keluarga dan teman sebaya

- Pola kebiasaan dan fungsi kesehatan

- Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehatGaya hidup yang


berkaitan dengan kesehatan, pengetahuan tentang kesehatan,
pencegahan serta kepatuhan pada setiap perawatan dan tindakan
medis.

b. Diagnosis Keperawatan
No. Data Etiologi Diagnosis
1. DS: Kategori:
- Rangsangan Lingkungan.
DO: mekanik dan Subkategori:
 Suhu tubuh lebih biokimia Keamanan dan
dari 37,8°C oral Proteksi.
atau 38,8°C Difusi Na+ dan K+ Hipertermia
rektal. b.d
 Kejang. Kejang Proses Infeksi
 Kulit terasa hangat. (Kode SDKI
Aktivitas otot 0129 hal.282)
menurun
Metabolisme
meningkat

Suhu tubuh
meningkat

Hipertermia

2. DS: Kategori:
- Rangsangan Lingkungan.
DO: mekanik dan Subkategori:
Factor resiko biokimia Keamanan dan
Internal Proteksi
 Difungsi biokimia. Difusi Na+ dan K+ Risiko Cedera
d.d
Kejang Disfungsi
Biokimia
Kondisi klinis
Resiko kejang
terkait:
berulang
Kejang
(Kode SDKI
Kurang kesadaran 0135 hal.292)

Resiko cedera

3. DS: Kategori:
 Menanyakan masalah Rangsangan Perilaku.
yang dihadapi. mekanik dan Subkategori:
DO: biokimia Penyuluhan dan
 Menunjukan Perilaku Pembelajaran.
Tidak Sesuai Difusi Na+ dan K+ Defisit
Anjuran. Pengetahuan
 Menunjukkan Persepsi Tentang Kejang
Kejang Demam Kompleks
Yang Keliru
Terhadap Masalah. b.d
Resiko kejang Kurang Terpapar
berulang Informasi
(Kode SDKI 0110
hal.244)
Kurang informasi
pengobatan perawatan
kondisi, prognosis
kejang
Defisit
pengetahuan
tentang KDK

c. Intervensi Keperawatan
No. Diagnosis Keperawatan Outcome Intervensi
(SDKI) (SLKI) (SIKI)
1. Hipertermia Setelah dilakukan Manajemen Hipertermia
b.d intervensi selama 1x24 hal.179
Proses Infeksi jam maka Observasi:
(Kode SDKI 0129) Termogulasi  Monitor suhu tubuh.
hal.282 Ekspektasi: Membaik.  Monitor komplikasi
(Kode SLKI L.14134) akibat hipertermia.
hal:129 Terapeutik:
Dengan kriteria hasil:  Sediakan lingkungan
 Suhu tubuh yang dingin.
membaik.  Anjurkan tirah
 Kejang baring.
menurun. Kolaborasi:
 Suhu kulit  Pemberian cairan
membaik. dan elektrolit
intravena, jika
perlu.
2. Risiko Cedera Setelah dilakukan Manajemen Kejang
d.d intervensi selama 1x24 hal:187
Disfungsi Biokimia jam maka Observasi:
Kondisi klinis terkait: Kontrol Kejang  Monitor terjadinya
Kejang Ekspektasi: Meningkat kejang berulang.
(Kode SDKI 0135) (Kode SLKI  Monitor tanda-tanda
hal.292 L.06050) vital.
hal: 56 Terapeutik:
Dengan kriteria hasil:  Cegah cedera.
 Kemampuan  Dampingi selama
mengidentifikas periode kejang.
i factor  Dokumentasikan
risiko/pemicu periode terjadinya
kejang kejang.
meningkat.  Berikan terapi IV,
 Kemampuan jika perlu.
mencegah
factor
risiko/pemicu
kejang
meningkat.
 Melaporkan
frekuensi kejang
meningkat.
3. Defisit Pengetahuan Setelah dilakukan Edukasi Prosedur Tindakan
Tentang Kejang Demam intervensi selama 1x24 hal:110
Kompleks jam maka  Jelaskan manfaat
b.d Tingkat Kepatuhan dan dampak
Kurang Terpapar Ekspektasi: tindakan yang
Informasi Meningkat. dilakukan.
(Kode SDKI 0110) (Kode SLKI L.12110)  Jelaskan cara
hal.244 hal: 142 mengatasi dampak
tindakan yang
Dengan kriteria hasil: dilakukan.
 Verbalisasi  Berikan kesempatan
mengikuti pasien dan keluarga
anjuran untuk bertanya
meningkat. tentang tindakan
 Perilaku yang akan
mengikuti dilakukan.
program
perawatan/pen
gobatan
membaik.
 Perilaku
menjalankan
anjuran
membaik.
 Resiko
komplikasi
penyakit/masal
ah kesehatan
menurun.
DAFTAR REFERENSI

Adrian, K. (2021, November 15). Retrieved from Alodokter:


https://www.alodokter.com/tetap-tenang-menangani-kejang-demam-pada-anak
Deliana, M. (2022). Tata Laksana Kejang Demam pada Anak.
Gistiani, R. (2020). Gambaran Asuhan Keperawatan pada Anak yang Mengalami Defisit
Nutrisi dengan Kejang Demam. Repository Akper BWH.
IDAI. (2016). Rekomendasi Penatalaksanaan Kejang Demam. Badan Penerbit Ikatan Dokter
Anak Indonesia.
Dede Khairina Hasibuan, Yazid Dimyati (2020). Kejang Demam Sebagai Faktor Predisposisi
Epilepsi Pada Anak. Departemen Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara/RS Pendidikan Universitas Sumatera Utara, Medan,
Indonesia. CDK-290/Vol.47 No.9 2020.
Syaifudin (2006). Anatomi Fisiologi untuk mahasiswa keperawatan. Editor: Monica Ester.
Edisi: 3. Jakarta: ECG.
PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat
Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
PPNI ((2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat
Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat
Persatuan Perawat Nasional Indonesia

Anda mungkin juga menyukai