Anda di halaman 1dari 18

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Definisi
Luka (Vulnus) adalah cedera jaringan yang mengganggu proses selular
normal dengan adanya kerusakan pada kontiunitas atau kesatuan jaringan
tubuh yang biasanya disertai dengan kehilangan substansi jaringan. Vulnus
dibagi menjadi beberapa klasifikasi yaitu:
1. Ekskoriasi (luka lecet)
2. Vulnus Scissum (luka sayat)
3. Vulnus Laseratum (luka robek)
4. Vulnus Punctum (luka tusuk)
5. Vulnus Morsum (luka karena gigitan binatang)
6. Vulnus Combustio (luka bakar)
Vulnus Laceratum merupakan luka yang bagian tepi nya tidak rata atau
bergerigi yang disebabkan oleh benda yang permukaan nya tidak rata, seperti
luka yang dibuat oleh kaca, goresan kawat maupun besi (Smeltzer, 2001).
Vulnus laseratum adalah luka robek akibat terkena mesin, kayu atau benda
lainya yang menyebabkan robeknya jaringan dan ada juga yang menyebutnya
vulnus laseratum adalah luka yang bentuknya tidak beraturan ( R.
Syamsuhidjar, dkk, 1998).
Laserasi palpebra yaitu mekanisme trauma tumpul dan tajam wajah yang
dapat menyebabkan laserasi kelopak mata. Cedera yang melibatkan kelopak
mata dan daerah periorbita umumnya terjadi setelah trauma tumpul maupun
tajam pada wajah. Luka tersebut dapat bervariasi dari lecet kulit sederhana
sampai kasus yang lebih kompleks yang menyebabkan kehilangan jaringan
yang luas serta fraktur tulang-tulang wajah.
B. Anatomi Fisiologi
1. Kulit
Price 2005 menyatakan “Secara mikroskopis kulit terdiri dari 3
lapisan yaitu epidermis, dermis, lemak subkutan. Kulit melindungi tubuh
dari trauma dan merupakan benang pertahanan terhadap bakteri virus dan
jamur. Kulit juga merupakan tempat sensasi raba, tekan, suhu, nyeri dan
nikmat berkat jahitan
ujung syaraf yang saling bertautan”.
a. Epidermis bagian terluas kulit di bagi menjadi 2 bagian lapisan yaitu :
1) Lapisan tanduk (stratum konsum) terdiri dari lapisan sel-sel tidak
ber inti
dan bertanduk.
2) Lapisan dalam (stratum malfigi) merupakan asal sel permukaan
bertanduk setelah mengalami proses di ferensiasi .
b. Dermis
Dermis terletak di bawah epidermis dan terdiri dari seabut-serabut
kolagen elastin, dan retikulum yang tertanam dalam substansi dasar.
Matrik kulit mengandung pembuluh pembuluh darah dan syaraf yang
menyokong nutrisi pada epidermis. Disekitar pembuluh darah yang
kecil terdapat limfosit. Limfosit sel masuk dan leukosit yang
melindungi tubuh dari infeksi dan infeksi dan instansi benda-benda
asing. Serabut-serabut kolagen, elastin khusus menambahkan sel-sel
basal epidermis pada dermis.
c. Lemak subkutan
Lemak subkutan merupakan lapisan kulit ketiga yang terletak di
bawah dermis. Lapisan ini merupakan bantalan untuk kulit terluar agar
ketika terkena benturan, lemak subkutan dapat berperan sebagai
pelindung. Bagian ini juga berfungsi sebagai penyimpan cadangan
energi tubuh dan sebagai penghangat.

2. Kelopak Mata
Kelopak atau palpebra mempunyai fungsi melindungi bola mata, serta
mengeluarkan sekresi kelenjarnya yang membentuk film air mata di depan
kornea. Palpebra melindungi bola mata terhadap trauma, trauma sinar, dan
pengeringan bola mata. Palpebra mempunyai lapisan tipis pada bagian
depan sedang di bagian belakang ditutupi selaput lendir tarsus yang
disebut konjungtiva tarsal. Gangguan penutupan palpebra akan
mengakibatkan keringnya permukaan mata sehinggaterjadi keratitis.
Otot-otot pada palpebra terdiri dari M.orbikularis okuli yang berjalan
melingkar didalam palpebra superior dan inferior, dan terletak di bawah
kulit palpebra. Pada dekat margo palpebra terdapat otot orbikularis oculi
yang disebut sebagai M. Rioland. M orbikularis berfungsi menutup bola
mata yang dipersyarafi oleh N.Facial.
M. lefator palpebra yang berorigo pada anulus foramen orbita dan dan
berinsensi pada kasus atas dengan sebagian menembus M. Orbikularis
oculi menuju palpebra bagian tengah. Bagian kulit tempat insersi M.
lefator palpebra terlihat sebagai sulcus palpebra. Otot ini dipersyarafui
oleh N III yang berfungsi untuk mengangkat atau membuka palpebra
mata.3 Kulit kelenjar palpebra bersifat longgar dan elastis sehingga dapat
membengkak dan kemudian kembali ke bentuk dan ukuran normal.
Ketiga jenis kelenjar pada palpebra adalah kelenjar meibom, kelenjar
moll dan zeis. Kelenjar meibom adalah kelenjar sebasea panjang dalam
lempeng tarsal. Kelenjar meibom tidak berhubungan dengan folikel
rambut. Kelenjar ini menghasilkan substansi sebasea yang membentuk
lapisan berminyak pada permukaan film air mata, yang membantu
mencegah cepatnya penguapan dari lapisan air mata normal.
Kelenjar zeis merupakan modifikasi kelenjar sebasea yang lebih kecil
dan berhubungan dengan folikel bulu mata. Kelenjar keringat moll
merupakan tubulus yang mirip sinus dan tak bercabang, yang awalnya
merupakan pilinan sederhana dan bukan berbentuk glomerulus seperti
halnya kelenjar keringat biasa. Kelenjar moll mencurahkan secretnya
kepada bulu mata.
Gambar 2.1 Anatomi Palpebra
3. Muskulus Orbikularis Okuli

Fungsi muskulus orbikularis okuli adalah untuk menutup mata.

Pembukaan dan penutupan palpebra diperantarai oleh muskulus

orbikularis okuli dan muskulus levator palpebra. Muskulus orbikularis

okuli pada kelopak mata atas dan bawah mampu mempertemukan kedua

kelopak mata secara tepat pada saat menutup mata. Pada saat membuka

mata, terjadi relaksasi dari muskulus orbikularis okuli dan kontraksi dari

muskulus levator palpebra di palpebra superior.

Otot polos pada palpebra superior atau muskulus palpebra superior

(Müller muscle) juga berfungsi dalam memperlebar pembukaan dari

kelopak tersebut. Sedangkan, palpebra inferior tidak memiliki muskulus

levator sehingga muskulus yang ada hanya berfungsi secara aktif ketika

memandang kebawah

4. Tipe Penyembuhan Luka


Menurut Mansjoer (2000) , terdapat 3 macam tipe penyembuhan luka,
dimana pembagian ini digolongkan dengan jumlah jaringan yang hilang.
a. Primary Intention Healing (penyembuhan luka primer)
Merupakan penyembuhan yang terjadi segera setelah diusahakan
bertautnya tepi luka biasanya dengan jahitan.
b. Secondary Intention Healing (penyembuhan luka sekunder
yaitu luka yang tidak mengalami penyembuhan primer. Tipe ini
dikarakteristikkan oleh adanya luka yang luas dan hilangnya jaringan
dalam jumlah besar. Proses penyembuhan terjadi lebih kompleks dan
lebih lama. Luka jenis ini biasanya tetap terbuka.
c. Tertiary Intention Healing (penyembuhan luka tertier)
yaitu luka yang dibiarkan terbuka selama beberapa hari setelah
tindakan debridement. Setelah diyakini bersih, tepi luka dipertautkan
(4-7 hari). Luka ini merupakan tipe penyembuhan luka yang terakhir.
Menurut Soejarto (1995) fase alami penyembuhan luka dibagi menjadi
tiga yaitu:
a. Fase inflamsi
Fase ini berlangsung 1 sampai 5 hari. Akibat luka terjadi
pendarahan, ikut keluar sel-sel trombosit radang. Trombosit
mengeluarkan prosig lalim, trombosam, bahan kimia tertentu dan asam
amoini tertentu yang mempengaruhi pembekuan darah, mengatur tonus
dinding pembuluh darah dan khemotaksis terhadap leukosit. Terjadi
Vasekontriksi dan proses penghentian pendarahan.
Sel radang keluar dari pembuluh darah secara diapedisis dan
menuju dareh luka secara khemotaksis. Sel mast mengeluarkan
serotonin dan histamine yang menunggalkan peruseabilitas kapiler,
terjadi eksudasi cairan edema. Dengan demikian timbul tanda-tanda
radang leukosit, limfosit dan monosit menghancurkan dan menahan
kotoran dan kuman.
b. Fase proferasi
Berlangsung dari hari ke 6-3 minggu. Tersifat oleh proses preforasi
dan pembentukan fibrosa yang berasal dari sel-sel parenkim. Serat –
serat baru dibentuk, diatur, mengkerut yang tidak perlu dihancurkan
dengan demikian luka mengkerut/mengecil. Pada fase ini luka diisi
oleh sel radang, fibrolas, serat-serat kolagen, kapiler-kapiler baru :
membentuk jaringan kemerahan dengan permukaan tidak rata, disebut
jaringan granulasi.
Epitel sel basal ditepi luka lepas dari dasarnya dan pindah
menututpi dasar luka. Proses migrasi epitel hanya berjalan
kepermukaan yang rata dan lebih rendah, tak dapat naik, pembentukan
jaringan granulasi berhenti setelah seluruh permukaan tertutup epitel
dan mulailah proses pendewasaan penyembuhan luka.
c. Fase Maturasi (Remodelling)
Fase ini dapat berlangsung berbulan-bulan. Dikatakan berakhir bila
tanda-tanda radang sudah hilang. Parut dan sekitarnya berwarna pucat,
tipis, lemas, tidak ada rasa sakit maupun gatal.

C. Etiologi
Vulnus Laceratum dapat di sebabkan oleh beberapa hal di antaranya :
1. Jatuh ke benda tajam dan keras.
Luka mekanik dapat di dapat dari benda yang tajam bergerigi, misalnya
mesin pemotong kayu dan pemotong besi.
2. Kecelakaan lalu lintas dan kereta api.
D. Manifestasi Klinis
1. Luka tidak teratur
2. Jaringan rusak
3. Nyeri karena kerusakan ujung-ujung saraf sensoris. Intensitas atau derajat
rasa nyeri berbeda-beda tergantung pada berat / luas kerusakan ujung-
ujung saraf dan lokasi luka.
4. Bengkak
5. Pendarahan
6. Akar rambut tampak hancur atau tercabut bila kekerasanya di daerah
rambut
Tampak lecet atau memar di setiap luka.
E. Patofisiologi
Vulnus laceratum terjadi akibat kekerasan benda tumpul, goresan, jatuh
kecelakaan sehingga kontuinitas jaringan terputus. Pada umumnya respon
tubuh terhadap trauma akan terjadi proses peradangan atau inflamasi.reaksi
peradangan akan terjadi apabila jaringan terputus.dalam keadaan ini ada
peluang besar timbulnya infeksi yang sangat hebat.
Penyebabnya cepat yang di sebabkan oleh mikroorganisme yang biasanya
tidak berbahaya. Reaksi peradangan itu sebenarnya adalah peristiwa yang di
koordinasikan dengan baik yang dinamis dan kontinyu untuk menimbulkan
reaksi peradangan maka jaringan harus hidup dan harus di mikrosekulasi
fungsional. Jika jaringan yang nekrosis luas maka reaksi peradangan tak di
temukan di tengah jaringan yang hidup dengan sirkulasi yang utuh terjadi
pada tepinya antara jaringan mati dan hidup.
Nyeri timbul karena kulit mengalami luka infeksi sehingga terjadi
kerusakan jaringan.sek-sel yang rusak akan membentuk zat kimia sehingga
akan menurunkan ambang stimulus terhadap reseptor mekano sensitif dan
hernosensitif. Apabila nyeri di atas hal ini dapat mengakibatkan gangguan rasa
nyaman nyeri yang berlanjut istirahat atau tidur terganggu.
F. Pathway
Mekanik: Benda Tajam, benda tumpul, Kecelakaan

Kerusakan Integritas kulit Trauma Jaringan

Rusaknya barier pertahanan primer Terputusnya


kontiunitas
Jaringan

Terpapar Lingkungan

Kerusakan saraf
perifer

Risiko Tinggi
Infesksi Stimulasi
neutrotransmitter

Nyeri akut

Prosedur Pembedahan

Ansietas Gangguan Pola Tidur

Kurang Pengetahuan
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium.
Pemeriksaan laboratorium penting sebelum dilakukan tindakan
pembedahan maupun sebelum pemberian terapi. Hitung darah lengkap
seringkali dibutuhkan untuk keperluan anestesi. Pemeriksaan faal
hemostatis dapat membantu dalam kasus kasus tertentu. Ketika kecurigaan
klinis patah tulng orbital tinggi , pencitraan yang sesuai dengan orbita,
terutama Computerized Tomograph harus diusulkan. Ultrasonografi bola
mata, otot luar mata. Saraf optik, dan orbita kadang bisa menjadi
pemeriksaan tambahan yang penting.
2. Pemeriksaan gula darah
Pemeriksaan gula darah dapat mengetahui kondisi awal pasien
apabila memiliki diabetes mellitus, sehingga ketika kadar gula darah
meningkat, proses pembedahan dapat ditunda terlebih dahulu dengan
berfokus untuk menurunkan kadar gula darah.
3. Pemeriksaan tanda vital untuk memantau kondisi pasien
4. Pemeriksaan Oftalmologi
Penilaian ketajaman visual adalah wajib dilakukan sebelum setiap
upaya rekonstruksi. Pada pemeriksa keadaan pupil, jika didapatkan
kerusakan relatif pada afferent pupillary, potensi hasil visual akan buruk
dan harus didiskusikan dengan pasien sebelum dilakukan bedah
rekonstruksi. Otot-otot luar mata dievaluasi dan jika didapatkan adanya
diplopia harus tercatat sebelum operasi. Pemeriksaan eksternal meliputi
penilaian lengkap tulang tulang wajah, dengan penekanan khusus pada
wilayah periorbital.
Palpasi yang jelas menunjukkan adanya krepitasi, atau unstable
bone memerlukan evaluasi radiologi. Pengukuran baseline proyeksi bola
mata didokumentasikan dengan exophthalmometry Hertel karena
enophthalmos merupakan sequela lambat yang umum terjadi pada trauma
orbital. Posisi kelopak mata, fungsi otot orbicularis, dan setiap bukti
lagophthalmos dicatat. Pengukuran jarak intercanthal dan evaluasi
integritas dari tendon canthal juga dilakukan, karena dapat terjadi
dehiscence tendon traumatis dan telecanthus.
H. Penatalaksanaan
1. Pembersihan Luka
Tujuan dilakukannya pembersihan luka adalah meningkatkan,
memperbaiki dan mempercepat proses penyembuhan luka, menghindari
terjadinya infeksi, membuang jaringan nekrosis dan debris. Beberapa
langkah yang harus diperhatikan dalam
pembersihan luka yaitu:
a. Irigasi dengan sebanyak-banyaknya dengan tujuan untuk membuang
jaringan mati dan benda asing.
b. Hilangkan semua benda asing dan eksisi semua jaringan mati.
c. Berikan antiseptic
d. Bila diperlukan tindakan ini dapat dilakukan dengan pemberian
anastesi local
e. Bila perlu lakukan penutupan luka (Mansjoer, 2000)
2. Penjahitan luka
Luka bersih dan diyakini tidak mengalami infeksi serta berumur
kurang dari 8 jam dapat dilakukan jahitan primer, sedangkan luka yang
terkontaminasi berat dan atau tidak berbatas tegas sebaiknya dilakukan
rawat luka terlebih dahulu.
3. Penutupan Luka
Adalah mengupayakan kondisi lingkungan yang baik pada luka
sehingga proses penyembuhan berlangsung optimal.
4. Pembalutan
Pertimbangan dalam menutup dan membalut luka sangat
tergantung pada kondisi luka. Pembalutan berfungsi sebagai pelindung
terhadap penguapan, infeksi, mengupayakan lingkungan yang baik bagi
luka dalam proses penyembuhan, sebagai fiksasi dan efek penekanan yang
mencegah berkumpulnya rembesan darah yang menyebabkan hematom.
5. Pemberian Antibiotik
Prinsipnya pada luka bersih tidak perlu diberikan antibiotik dan
pada luka terkontaminasi atau kotor maka perlu diberikan antibiotik.
6. Pengangkatan Jahitan
Jahitan diangkat bila fungsinya sudah tidak diperlukan lagi. Waktu
pengangkatan jahitan tergantung dari berbagai faktor seperti, lokasi, usia,
kesehatan, sikap penderita dan adanya infeksi
7. Teknik Rekonstruksi Palpebra
Teknik-teknik rekonstruksi kelopak mata dan orbital setelah
trauma sangat banyak dan beragam. Teknik yang digunakan sangat
tergantung pada sejauh mana cedera dan struktur adneksa spesifik yang
terlibat. Pendekatan yang umum adalah untuk mengatasi setiap struktur
anatomi secara independen dan menghormati prioritas yang tepat. Hal
pertama sebagai pelindung mata, kemudian fungsinya, dan akhirnya
estetika. Dalam banyak kasus, sejumlah teknik rekonstruksi digabungkan
untuk mencapai hasil yang maksimal. Macam macam teknik Rekonstruksi
sesuai dengan posisi luka meliputi:
a. Partial-Thickness Eyelid Injuries
Partial-thickness eyelid injuries, laserasi kelopak mata dangkal yang
tidak melibatkan margin palpebra dan yang sejajar dengan garis kulit
sehingga dapat distabilkan dengan skin tape. Laserasi yang lebih besar
dan tegak lurus
b. Eyelid Margin Lacerations
Jenis trauma yang membutuhkan pendekatan yang paling teliti, yang
harus tepat untuk menghindari notching kelopak mata dan malposisi
margin palpebra. Semua bagian tarsal yang iregular di tepi luka harus
dibuang untuk memungkinkan pendekatan tarsal-ke-tarsal yang lebih
baik pada margin palpebra yang diperbaiki. Hal ini dilakukan
sepanjang ketinggian vertikal seluruh tarsus untuk mencegah tarsal
buckling, meskipun laserasi primer mungkin hanya melibatkan tarsus
marginal. Perbaikan dimulai dengan penempatan benang 6-0 pada
bidang kelenjar meibom di margin palpebra, kira- kira 2mm dari tepi
luka dan dengan kedalaman 2mm. Dulunya, sering dilakukan
penjahitan margin menggunakan benang nonabsorbable. Namun,
Jeffrey P, George C dan Robert AG telah secara rutin menggunakan
jahitan dengan menggunakan benang absorbable dan belum mengalami
komplikasi dari penyerapan jahitan yang prematur.
c. Eyelid Injuries with Tissue Loss
Luka kelopak mata yang mengakibatkan kehilangan jaringan
memberikan tantangan rekonstruksi yang lebih sulit. Ini adalah
kewajiban bagi ahli bedah untuk mengevaluasi pasien dengan trauma
kelopak mata, untuk menentukan tidak hanya apakah dan berapa
banyak dari kelopak mata yang hilang tetapi juga lapisan kelopak mata
tidak ada.
Dalam evaluasi pasien, sangat penting untuk mempertimbangkan
kelopak mata sebagai struktur yang memiliki lamela anterior dan
posterior, kulit dan muskulus orbicularis akan menjadi lamela anterior,
sedangkan tarsus dan konjungtiva menjadi lamela posterior. Jika full-
thickness loss of eyelid tissue mengarah ke lagophthalmos dan
eksposur kornea, pelumasan agresif dengan salep antibiotik harus
diberikan atau dilakukan tarsorrhaphy sementara sampai perbaikan
pasti dapat dicapai.
d. Full-Thickness Eyelid Lacerations
Full-thickness lacerations yang tidak melibatkan margin kelopak
mata mungkin terkait dengan kerusakan internal yang signifikan dari
struktur palpebra dan perforasi bola mata. Pada penanganan cedera ini
memerlukan pemeriksaan lapis demi lapis pada luka untuk menilai
integritas dari septum orbita, otot levator dan aponeurosis levator,
konjungtiva, otot rektus, dan bola mata. Jika lamela posterior kelopak
mata terlibat dalam full-thickness eyelid injury tetapi dapat
direapproximat tanpa menimbulakan ketegangan kulit yang tidak
semestinya,maka langsung dapat dilakukan tindakan rekonstruksi.
I. Fokus Pengkajian
1. Aktifitas atau istirahat
Gejala: merasa lemah, lelah.
Tanda : perubahan kesadaran, penurunan kekuatan tahanan keterbatasaan
rentang gerak, perubahan aktifitas.
2. Sirkulasi
Gejala : perubahan tekanan darah atau normal.
Tanda : perubahan frekwensi jantung takikardi atau bradikardi.
3. Integritas ego
Gejala : perubahan tingkah laku dan kepribadian.
Tanda : ketakutan, cemas, gelisah.
4. Eliminasi
Gejala : konstipasi, retensi urin.
Tanda : belum buang air besar selama 2 hari.
5. Neurosensori
Gejala : vertigo, tinitus, baal pada ekstremitas, kesemutan, nyeri.
Tanda : sangat sensitif terhadap sentuhan dan gerakan, pusing, nyeri pada
daerah cidera, kemerah-merahan.
6. Nyeri / kenyamanan
Gejala : nyeri pada daerah luka bila di sentuh atau di tekan.
Tanda : wajah meringis, respon menarik pada rangsang nyeri yang hebat,
gelisah, tidak bisa tidur.
7. Kulit
Gejala : nyeri, panas.
Tanda : pada luka warna kemerahan , bau, edema.
J. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan: Agen injuri (biologi, kimia, fisik,
psikologis), kerusakan jaringan.
2. Kerusakan Integritas kulit berhubungan dengan faktor mekanik
3. Risiko infeksi
4. Ansietas berhubungan dengan adanya proses pembedahan (krisis
situasional)
K. Intervensi Keperawatan

Tujuan dan Intervensi


No Diagnosa Keperawatan Kriteria Hasil
(NOC) (NIC)

1 Nyeri akut berhubungan NOC : NIC :


dengan: Agen injuri
1. Level nyeri Manajemen Nyeri
(biologi, kimia, fisik, 2. Kontrol nyeri,
psikologis), kerusakan 3. Level 1. Lakukan pengkajian nyeri
jaringan kenyamanan secara komprehensif
termasuk lokasi,
Batasan Karakteristik:
karakteristik, durasi,
Kriteria Hasil :
1. Perubahan tekanan frekuensi, kualitas dan faktor
darah 1. Mampu presipitasi
2. Perubahan mengontrol nyeri 2. Observasi reaksi nonverbal
frekuensi denyut (tahu penyebab dari ketidaknyamanan
jantung nyeri, mampu 3. Bantu pasien dan keluarga
3. Perubahan menggunakan untuk mencari dan
frekuensi tehnik menemukan dukungan
pernafasan nonfarmakologi 4. Kontrol lingkungan yang
4. Mengekspresikan untuk dapat mempengaruhi nyeri
perilaku seperti mengurangi seperti suhu ruangan,
menangis nyeri, mencari pencahayaan dan kebisingan
5. Sikap melindungi bantuan) 5. Evaluasi pengalaman nyeri
area nyeri 2. Melaporkan masa lampau
6. Fokus menyempit bahwa nyeri 6. Kaji culture yang
7. Melaporkan nyeri berkurang mempengaruhi respon nyeri
secara vernal dengan 7. Evaluasi bersama pasien dan
menggunakan tim kesehatan lain tentang
manajemen nyeri ketidak efektifan control
3. Mampu nyeri masa lampau
mengenali nyeri 8. Kurangi faktor presipitasi
(skala, intensitas, nyeri
frekuensi dan 9. Kaji tipe dan sumber nyeri
tanda nyeri) untuk menentukan intervensi
4. Menyatakan rasa 10.Ajarkan tentang teknik non
nyaman setelah farmakologi: napas dala,
nyeri berkurang relaksasi, distraksi, kompres
5. Tanda vital hangat/ dingin
dalam batas 11.Berikan analgetik untuk
normal mengurangi nyeri
6. Tidak mengalami 12.Tingkatkan istirahat
gangguan tidur 13.Berikan informasi tentang
nyeri seperti penyebab nyeri,
berapa lama nyeri akan
berkurang dan antisipasi
ketidaknyamanan dari
prosedur

Terapi Analgesik
14.Tentukan lokasi,
karakteristik, kualitas dan
derajat nyeri sebelum
pemberian obat
15.Cek intruksi dokter tentang
jenis obat, dosis, dan
frekuensi
16.Cek riwayat alergi
17.Pilih analgetik yang
diperlukan atau kombinasi
dari analgetik ketika
pemberian lebih dari Satu
18.Tentukan pilihan analgetik
tergantung tipe dan beratnya
nyeri
19.Tentukan analgetik pilihan,
rute pemberian, dan dosis
optimal
20.Pilih rute pemberian secara
IV,IM, untuk pengobatan
nyeri secara teratur
21.Monitor vital sign sebelum
dan sesudah pemberian
analgesik pertama kali
22.Berikan analgetik tepat
waktu terutama saat nyeri
hebat
23.Evaluasi efektifitas
analgetik, tanda dan gejala

2 Kerusakan integritas kulit NOC: NIC:


berhubungan dengan
1. Integritas kulit Insision site care
faktor mekanik
Kriteria Hasil: 1. Membersihkan, memantau
Batasan Karakteristik:
dan meningkatkanproses
1. Kerusakan lapisan 1. Integritas kulit
penyembuhan pada luka
kulit. yang baik bisa yang ditutup dengan jahitan
dipertahankan 2. Monitor proses kesembuhan
2. Gangguan 2. Perfusi jaringan area insisi
permukaan kulit. baik 3. Monitor tanda dan gejala
3. Invasi struktur tubuh 3. Mampu infeksi bersihkan area sekitar
melindungi jahitan menggunakan lidi
kulit dan kapas steril
mempertahanka
4. Ganti balutan pada interval
n kelembaban
waktu yang sesuai.
alami kulit dan
perawatan
alami.

3 Risiko infeksi NOC : NIC :


1. Status imunitas Kontrol Infeksi
2. Pengetahuan
Batasan Karakteristik 1. Pertahankan teknik aseptik
kontrol infeksi
2. Bersihkan kamar setelah
1.Prosedur Invasif 3. Kontrol risiko
dipakai pasien lain
2.Kerusakan jaringan
3. Batasi pengunjung bila perlu
dan peningkatan
Kriteria Hasil : 4. Intruksikan pengunjung
paparan lingkungan
untuk cuci tangan saat
3.Malnutrisi 1. Klien bebas
berkunjung dan setelah
4.Peningkatan paparan dari tanda dan
berkunjung meninggalkan
lingkungan patogen gejala infeksi
pasien
5.Imonusupresi 2. Menunjukkan
5. Gunakan sabun anti mokroba
6.Tidak adekuat kemampuan
untuk cuci tangan
pertahanan sekunder untuk
6. Cuci tangan setiap sebelum
(penurunan Hb, mencegah
dan sesudah tindakan
Leukopenia, timbulnya
keperawatan
penekanan respon infeksi
7. Gunakan baju, sarung tangan
inflamasi) 3. Jumlah leukosit
sebagai alat pelindung
7.Penyakit kronik dalam batas
8. Pertahankan lingkungan
8.Imunosupresi normal
aseptic selama melakukan
9.Malnutrisi 4. Menunjukkan
tindakan
10. Pertahan primer tidak perilaku hidup
9. Ganti letak IV perifer dan
adekuat (kerusakan kulit, sehat
dressing sesuai dengan
trauma jaringan, 5. Status imun,
petunjuk umum
gangguan peristaltik) gastrointestinal,
10. Gunakan kateter intermiten
genitourinaria
untuk menurunkan infeksi
dalam batas
kandung kencing
normal
11. Tingkatkan intake nutrisi
12. Berikan terapi antibiotik.
13. Monitor tanda dan gejala
infeksi sistemik dan local
14. Monitor hitung granulosit,
WBC
15. Monitor kerentanan terhadap
infeksi
16. Batasi pengunjung
17. Pertahankan teknik isolasi
k/p
18. Berikan perawatan kulit pada
bagian epidema
19. Inspeksi kulit dan membran
mukosa terhadap kemerahan,
panas, drainase
20. Inpeksi kondisi luka
4 Ansietas berhubungan NOC : NIC :
dengan adanya proses
1. Anxiety self Penurunan kecemasan
pembedahan (krisis
control
situasional) 1. Gunakan pendekatan yang
2. Anxiety level
menenangkan
Batasan Karakteristik: 3. Koping
2. Nyatakan dengan jelas
1. Gerakan yang ireleven harapan terhadap prilaku
Kriteria hasil :
pasien
2. Gelisah
1. Klien mampu 3. Jelaskan semua prosedur
3. ketakutan mengidentifikasi sebelum tindakan
4. bingung dan pembedahan
mengungkapkan 4. Pahami persepektif pasien
5. Khawatir gejala cemas terhadap situasi stress
6. peningkatan denyut 2. Mengidentifikasi 5. Temani pasien untuk
nadi ,mengungkapkan memberikan keamanan dan
dan menunjukan mengurangi takut
7. Peningkatan produksi
keringat tehnik untuk 6. Dorong keluarga untuk
mengontrol menemani pasien
cemas 7. Dengarkan dengan penuh
3. Vital sign dalam perhatian
batas normal 8. Identifikasi tingkat
4. Postur tubuh, kecemasan
ekspresi wajah, 9. Bantu pasien untuk
Bahasa tubuh mengenal situasi yang
dan tingkat menimbulkan kecemasan
aktivitas
menunjukan
berkurangnya
kecemasan

Anda mungkin juga menyukai