Stadium Klinis menurut WHO
Uji Diagnostik:
* Anak < 18 bulan à Pemeriksaan virologis (PCR DNA dan RNA HIV)
1. Statium 1 terdeteksi HIV. WHO merekomendasikan uji virologis pertama pada usia 4-6
- Asimtomatik dengan atau tanpa limfadenopati generalisata minggu
persisten * Anak > 18 bulan, remaja, dan dewasa:
2. Stadium 2 - Tiga hasil pemeriksaan serologis (Rapid test atau EIA/Enzyme
- Berat badan turun <10% Immunoassay) dengan tiga metode atau reagen berbeda menunjukkan
- ISPA berulang misalnya sinusitis atau otitis
- Herpes zoster dalam 5 tahun terakhir hasil reaktif
- Pemeriksaan virologis kuantitatif atau kualitatif terdeteksi HIV
- Manifestasi mukokutan minor (dermatitis seboroik, prurigo, infeksi
jamur kuku, ulkus oral berulang, luka di sekitar bibir/Angular
cheilitis)
3. Stadium 3
-
-
Berat badan turun >10%
Diare yang tidak diketahui penyebabnya > 1 bulan
- Demam berkepanjangan (intermiten/konstan) tidak diketahui
penyebabnya > 1 bulan
- Kandidiasis oral persisten
- Oral hairy leucoplakia
- Tuberkulosis paru
-
-
Acute necrotizing ulcerative stomatitis, gingivitis, periodontitis
Infeksi bakteri berat (pneumonia)
- Anemia, neutropenia, trombositopenia tidak jelas
4. Stadium 4
-
-
HIV-related wasting syndrome
Pneumonia pneumocystis carinii
- Toksoplasma serebral
- Kriptosporidiosis dengan diare > 1 bulan
- Sitomegalovirus pada organ selain hati, limpa, atau kelenjar getah
bening
- Infeksi herpes simpleks kronik >1 bulan (orolabial, genital atau
viscera, atau anorectal)
- Kandidiasis esophagus, trakea, dan bronkus
-
-
Bakterimia nontyphoidal salmonella berulang
Tuberkulosis ekstrapulmonar
-
-
Limfoma
Sarkoma Kaposi
- Ensefalopati HIV
Memulai Terapi ARV:
• Terapi ARV harus diberikan kepada semua ODHA (remaja, dewasa, ibu hamil dan menyusui) tanpa melihat stadium klinis dan nilai CD4 dan dilanjutkan seumur hidup
• Terapi ARV harus diberikan pada seluruh anak (<1 tahun dan 1-10 tahun) terinfeksi HIV tanpa melihat stadium klinis dan status imunosupresi
• Pada ODHA yang datang tanpa infeksi oportunistik (IO), ARV dimulai segera dalam 7 hari setelah diagnosis dan penilaian klinis
• Pada ODHA dengan TB, pengobatan TB dimulai lebih dahulu, kemudian dilanjutkan dengan pengobatan ARV sesegera mungkin dalam 8 minggu pertama pengobatan TB
• ODHA dengan TB yang dalam keadaan imunosupresi berat (CD4 < 50 sel/µL) harus mendapat terapi ARV dalam 2 minggu pertama pengobatan TB
• Terapi ARV dini pada meningitis kriptokokus tidak direkomendasikan pada pasien dewasa, remaja, anak-anak dengan HIV dan meningitis kriptokokus karena dapat meningkatkan
mortalitas. Terapi ARV sebaiknya ditunda hingga 4-6 minggu pasca pemberian terapi antijamur.
Profilaksis:
• Profilaksis kotrimoksazol (1 x 980 mg) direkomendasikan pada ODHA (termasuk wanita hamil) dengan stadium WHO 3 atau 4 dan/atau jumlah CD4 ≤ 200 sel/µL
• Profilaksis kotrimoksazol (1 x 980 mg) direkomendasikan pada ODHA dengan TB berapapun jumlah CD4
• Pasien HIV yang tidak terbukti TB aktif, harus diberikan profilaksis Isoniazid (INH) selama 6 bulan (180 dosis). INH 300 mg/hari + vitamin B6 25 mg/hari
• Rekomendasi untuk pengobatan TB HIV pada fase intensif dan lanjutan diberikan setiap hari, tidak direkomendasikan terapi intermiten. Dosis OAT sama dengan TB tanpa HIV
• Pencegahan pasca-pajanan (PPP) sebaiknya diberikan pada semua kejadian pajanan yang berisiko penularan HIV idealnya dalam waktu 72 jam setelah pajanan selama 28 hari.
- Pilihan: TDF + 3TC/FTC + LPV/r
- Alternatif: TDF + 3TC/FTC + EFV atau AZT + 3TC + LPV/r atau AZT + 3TC + EFV