Anda di halaman 1dari 37

ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANSIA DENGAN GANGGUAN

PENGLIHATAN, PENDENGARAN DAN PENCIUMAN


Dosen Pembimbing: Farida Umamah., S. Kep., Ns., M. Kep

Disusun Oleh:
1. Lisa Nur Maulidah 1150020001
2. Sindi Kurnilasari 1150020003
3. Listakunu Illahi Oktavia 1150020006
4. Silvia Firdiana 1150020007
5. Sumiati 1150020030
6. Sari Wahyu Nengsih 1150020058

PRODI D-III KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN
UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SURABAYA
2022

i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas berkat rahmat dan perkenanan-Nya sehingga
kami dapat menulis dan menyusun makalah ini dengan judul “Asuhan keperawatan pada
lansia dengan gangguan Penglihatan, pendengaran, dan pencium ” maka makalah ini
berisikan penjelasan mengenai Bagaimana asuhan keperawatan pada lansia dengan gangguan
penglihatan, pendengaran, dan pencium .ini kami susun secara praktis dan sederhana agar
lebih mudah untuk dipahami para pembaca dengan adanya makalah ini, nantinya kita dapat
lebih memahami tentang bagaimana struktur askep pada lansia .
Kami juga menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini mungkin terdapat
kesalahan bahkan tidak ada kesempurnaan, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun
dari semua pihak sangat kami butuhkan demi kesempurnaan makalah ini.

Surabaya, 26 September 2022

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...........................................................................................................................ii
BAB 1...................................................................................................................................................1
PENDAHULUAN................................................................................................................................1
1.1 LATAR BELAKANG.................................................................................................................1
1.2 RUMUSAN MASALAH............................................................................................................1
1.3 TUJUAN....................................................................................................................................2
BAB 2...................................................................................................................................................3
TINJAUAN TEORI.............................................................................................................................3
2.1. ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN PENGLIHATAN...........................................3
2.1.1 Konsep Gangguan Persepsi Sensori Penglihatan...........................................................3
2.1.2 KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK DENGAN KATARAK...........10
2.2. ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN PENDENGARAN.......................................13
2.2.1 KONSEP DASAR LANSIA........................................................................................13
2.2.2 PRESBIKUSIS............................................................................................................17
2.2.3 ASUHAN KEPERAWATAN......................................................................................21
2.3. ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN PENCIUMAN..............................................24
2.3.1 Perubahan Akibat Proses Penuaan pada Sistem Penghidu................................................24
2.3.2 Asuhan Keperawatan pada Lansia dengan Gangguan Sistem Penghidu Presbyosmia........28
BAB 3..................................................................................................................................................32
PENUTUP..........................................................................................................................................32
3.1. KESIMPULAN...................................................................................................................32
3.2. SARAN...............................................................................................................................32
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................................33

iii
iv
BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Gangguan penglihatan masih menjadi sebuah masalah di dunia. Angka
kejadian gangguan penglihatan di dunia cukup tinggi yakni mencakup 4,25 % dari
penduduk dunia atau sekitar 285 juta orang yang mana 86% diantaranya mengalami
gangguan penglihatan lemah dan 14% sisanya mengalami kebutaan. Gangguan
penglihatan itu disebabkan berbagai macam penyakit seperti gangguan refraktif yang
tidak terkoreksi (42%), katarak (33%), glaukoma (2%), trakoma (1%), diabetes
retinopati (1%), penyebab lain (18%).Dari hasil pengkajian pada tahun 2019 jumlah
lansia adalah 65 lansia yang ada di UPT Budi Agung Kupang penulis. Data lansia
yang mengalami gangguan penglihatan berjumlah 28 (43,1%) dan yang tidak
mengalami gangguan penglihatan sebanyak 37 lansia (56,9%). Banyak pasien yang
sulit beraktifitas karena keterbatasan melihat dan banyak pasien yang masih kurang
pengetahuan yang berkurang.
Lansia bukan suatu penyakit, namun merupakan tahap lanjut dari suatu proses
kehidupan yang ditandai dengan kemampuan tubuh untuk beradaptasi dengan stress
lingkungan. Penurunan kemampuan berbagai organ, fungsi dan sistem tubuh itu
bersifat alamiah/fisiologis. Penurunan tersebut disebabkan berkurangnya jumlah dan
kemampuan sel tubuh. Pada umumnya tanda proses menua mulai tampak sejak usia
45 tahun dan akan menimbulkan masalah pada usia sekitar 60 tahun. Lansia akan
mengalami masalah kesehatan seperti penurunan pendengaran dikarenakn fungsi
dalam pendengaran yang menurun. Penurunan pendengaran tersebut di sebut prsbikus
dimana presbikus adalah gangguan sensoroneural terjadi karena usia yang mulai
bertambag yang menyababkan penurunan fungsi pendengaran.
Proses penuaan yang terjadi pada lansia salah satunya adalah proses
penurunan fungsi persepsi sensori penghidu. Sistem penghidu manusia umumnya
terdiri dari hidung dan saraf olfaktorius yang berasal dari kemoreseptor pada
membran mukosa atas rongga nasal diatas konka nasal superior. Setiap septum nasal
pada serat saraf yang melalui lamina kribriformid tulang etmoid ke bulbus olfaktorius
saling berhubungan dan bersinaps, dari bulbus olfaktorius berkas saraf akan
membentuk traktur olfaktorius yang melewati bulbus temporal sehingga implus akan
diinterprestasikan menjadi bau yang dirasa oleh manusia. Indra penciuman dapat
mempengaruhi selera makan seseorang, semakin banyak bau yang menyenangkan
maka semakin meningkat pula selera makan seseorang (Waugh and Grant, 2017, p.
113-114).

1.2 RUMUSAN MASALAH


1. Jelaskan Asuhan keperawatan pada lansia dengan gangguan Penglihatan ?
2. Jelaskan Asuhan keperawatan pada lansia dengan gangguan Pendengaran ?
3. Jelaskan Asuhan keperawatan pada lansia dengan gangguan Pencium ?

1
1.3 TUJUAN
1. Untuk mengetahui Asuhan keperawatan pada lansia dengan gangguan Penglihatan
?
2. Untuk mengetahui Asuhan keperawatan pada lansia dengan gangguan
Pendengaran?
3. Untuk mengetahui Asuhan keperawatan pada lansia dengan gangguan pencium ?

2
BAB 2

TINJAUAN TEORI
2.1. ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN PENGLIHATAN
2.1.1 Konsep Gangguan Persepsi Sensori Penglihatan
A. Definisi
Mata merupakan salah satu organ yang ada pada tubuh dan termasuk
kedalam pancaindera serta memiliki fungsi yang sangat penting. Fungsi utama
dari mata yaitu sebagai indera penglihatan. Mata merupakan struktur bola
berongga yang memiliki ukuran sekitar 2,5cm. Namun sebenarnya hanya 1/6
bagian dari mata yang tampak dari luar, sementara yang 5/6 bagian lain
terbenam dalam rongga mata. Letak mata berada didalam rongga mata pada
tengkorak. Gangguan penglihatan (visual impairment) di definisikan sebagai
suatu penurunan fungsi penglihatan yang tidak dapat dikoreksi oleh kacamata
ataupun lensa kontak yang bekisar dari gangguan penglihatan ringan sampai
dengan kebutaan Anatomi Struktur Mata
Menurut struktur pada mata dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu bagian
luar dan bagian dalam :
1. Bagian Luar Mata
Bagian luar mata ini lebih tepatnya berfungi dalam melindungi dan
mendukung fungsi bagian yang ada dalam mata :
a. Bulu Mata
Bulu mata merupakan bagian berupa rambut yang halus dan terletak pada
atas dan bawah kelopak mata serta berfungsi sebagai pelindung dari kotoran
yang hendak masuk kedalam mata.
b. Kelopak Mata
Kelopak mata merupakan sebuah lipatan kulit lunak diatas mata dan
dibawah mata yang berfungsi untuk melindungi bola mata.
c. Alis Mata
Alis mata merupakan bagian yang terdapat diatas kelopak mata kiri dan
kanan. Alis mata disusun dari rambut-rambut halus yang memiliki fungsi
untuk meindungi mata dari benda asing terutama tetesan keringat yang
berasal dari dahi.
d. Kelenjar Lakrimalis
Kelenjar lakrimalis berperan dalam produksi air mata. Kelenjar mata terletak
pada bagian luar atas kelopak mata dan air mata yang diproduksi dialirkan
melalui saluran (duktus) kebagian samping mata (lateral) konjungtiva, yang
kemudian akan dibawa keseluruh bagian bola mata dengan refleks kedipan
mata.
2. Bagian Dalam Mata

3
a. Sklera
Sklera atau bagian putih pada mata yang merupakan lapisan terluar
dari mata, otot-otot yang berada disekitarnya bertugas untuk
memindahkan bola mata yang melekat pada sclera
b. Kornea
Bagian transparan yang berbentuk seperti kubah pada bola mata, yang
bertanggung jawab memfokuskan cahaya pada retina.
c. Koroid
Merupakan lapisan tengah bola mata yang terletak antara sclera dan
retina yang tugasnya memberikan nutrisi dan memberikan oksigen ke
permukaan luar retina.
d. Iris
Struktur datar, tipis, berbentuk cincin yang menempel ke ruang
anterior. Iris merupakan bagian yang mengidentifikasi warna mata
seseorang.
e. Lensa Mata
Lensa mata memiliki fungsi mengatur focus cahaya sehingga cahaya
jatuh tepat pada bintik kuning retina.
f. Retina
Merupakan bagian yang paling peka terhadap cahaya, khususnya pada
bagian retina yang disebut bintik kuning.
g. Aqueous Humor
Merupakan cairan yang terdapat pada bilik depan mata yang berfungsi
menjaga keseimbangan tekanan didalam bola mata dan memberikan
nutrisi mata dan mempertahakan bola mata.
h. Vitreous Humor
Sebuah cairan kental bening yang mengisi sebagian besar bola mata.
i. Saraf Kranial
Merupakan susunan saraf yang berfungsi menerima informasi dari
retina dan meneruskannya ke otak.
j. Ruang Anterior dan Posterior
Ruang anterior merupakan ruang antara kornea dan lensa dan diisi oleh
cairan yang disebut aqueous humor. Sedangkan ruang posterior
memiliki area yang lebih besar dan letaknya berlawanan dengan ruang
anterior dibelakang lensa, diisi dengan cairan yang disebut vitreous
humor.
k. Otot Siliaris dan Badan Siliaris
Otot siliaris terletak dikorpus siliaris dan bekerja terus menerus
mengubah lensa untuk fungsi penglihatan dekat dan jauh. Badan siliaris
terbentuk dari koroid yang menerus kedepan bola mata.
l. Zonules
Dikenal dengan ligament suspensorium yaitu sebuah cincin dari serat
kecil yang memegang lensa agar tetap berada pada tempatnya.
m. Fovea
Bagian kecil pada retina dan terletak di dekat piringan optic.

4
n. Saraf Optik
Terletak dibagian belakang hingga bola mata, berisi akson dari sel
ganglion retina dan bertugas mengirimkan impuls dari retina ke otak.
o. Piringan Optik
Bagian ini disebut dengan bintik buta karena tidak mengandung
fotoreseptor, sehingga setiap cahaya yang jatuh diatasnya tidak akan
terdeteksi.
p. Otot Mata
Otot yang terletak dan melekat pada mata dan terdiri dari muskulus
rektus superior (menggerakkan mata ke arah atas) dan muskulus rektus
inferior (menggerakkan mata kearah bawah).
B. Perubahan dan pengaruh Pada Mata Yang Menyertai Usia Lanjut
Menurut terdapat beberapa perubahan yang terjadi pada penglihatan
seiring dengan bertambahnya usia seseorang antara lain :
1. Perubahan pada Mata
a) Tampilan Mata dan Saluran Air Mata
Perubahan yang terjadi yaitu pada mata dan kulit yang ada
disektarnya akan kehilangan lemak orbital, keriput, penurunan
elastisitas otot kelopak mata, dan juga akumulasi pigmen gelap
disekitar mata.
b) Struktur Mata
Struktur pada mata yang mengalami perubahan antara lain kornea,
lensa, iris dan pupil, tubuh silia, vitreous, serta retina.
c) Jaringan Retina-Saraf
Sel fotoreseptor berkumpul di sel ganglion pada optic saraf.
Informasi neurosensor akan dilewatkaan dari optic saraf,melalui
thalamus, ke korteks visual. Perubahan yang terkait dengan usia
akan mempengarui neuron ini, serta perubahan system saraf pusat
lainnya yang dapat mempengaruhi fungsi kognitif. Hal tersebut
akan dapat mempengaruhi fungsi visual pada lansia.
2. Pengaruh perubahan terkait usia terhadap penglihatan
a) Penurunan daya akomodasi
Presbiopia atau mata tua disebabkam karena daya akomodasi
atau kemampuam untuk mencembung dan memipih lensa mata
yang tidak dapat bekerja dengan baik, sehingga mengakibatkan
lensa mata tidak bisa memfokuskan cahaya ke titik kuning dengan
tepat, dan hal tersebut mengakibatkan mata tidak mampu melihat
objek dari jauh maupun dekat.
b) Ketajaman mata berkurang
Suatu ketajaman visual paling baik berada pada sekitar usia 30,
setelah lebih dari usia tersebut secara bertahap ketajaman visual
akan mengalami adanya penurunan.
c) Adaptasi gelap dan terang melambat

5
Kemampuan untuk dapat merespon cahaya redup atau yang
disebit adaptasi gelap mulai menurun sekitar usia 20 tahun dan
akan berkurang secara signifikan setelah usia 60 tahun.
d) Meningkatnya sensitivitas pada cahaya terang
Pada usia 50 tahun-an perubahan terkait usia akan
meningkatkan sensitivitas seseorang terhadap silau dan waktu yang
dibutuhkan untuk dapat pulih dari silau tersebut. Perubahan ini
dapat mempengaruhi orang tersebut dalam membaca tanda, melihat
suatu benda, dan berkendara saat malam hari.
e) Mengurangi bidang visual
Ruang lingkup bidang visual akan sedikit menyempit antara
usia 40 dan 50 tahun kemudian akan menuru secara stabil.
f) Mengubah visi warna
Perubahan terkait usia akan mengakibatkan terganggunya
iluminasi retina, termasuk perubahan opakifitas lensa, puposis
miosis, retina atau saraf retina.
g) Berkurangnya fusi kedip
Perubahan terkait dengan usia pada retina dan pada jalur saraf
retina, serta perubahan yang dapat menurunkan iluminasi
retina,mengganggu fungsi fusi berkedip ini.
h) Pengolahan informasi visual yang lebih lambat
Perubahan terakait dengan usia dari jalur saraf retina
mempengaruhi akuasi dan efisiensi dalam pengolahan infomasi
visual.
C. Fisiologi Penglihatan
Indera penglihatan menerima berkas-berkas cahaya benda yang
dilihat menembus kornea, akueus humor, lensa, dan badan vitreus guna
merangsang saraf dalam retina. Rangsangan tersebut akan diterima
retina dan bergerak melalui trakus optikus menuju daerah visual dalam
otak untuk ditafsirkan. Kemudian berkas cahaya tersebut menimbulkan
sebuah bentuk dan lensa disini berperan sebagai alat utama dalam
membiaskan cahaya, dan memfokuskan bayangan ke retina. Berkas-
berkas tadi bersatu menangkap sebuah titik pada retina dan pada titik
itulah bayangan difokuskan
D. Masalah Gangguan Penglihatan
Terdapat beberapa masalah gangguan penglihatan yang sering terjadi
pada lansia :
1. Presbiopia
Presbiopia merupakan suatu istilah yang dipergunakan untuk
menggambarkan kesalahan akomodasi yang biasanya terjadi pada
orang yang sedang menginjak usia lanjut. Lensa kehilangan
elastisitasnya, daya lenting berkurang,sehingga tidak dapat untuk
memfokuskan sebuah benda yang berada dekat dengan mata.
2. Katarak
Katarak merupakan suatu keadaan patologis lensa dimana lensa
menjadi keruh akibat dari hidrasi cairan lensa atau denaturasi

6
protein lensa, sehingga mengakibatkan pandangan seperti tertutup
kabut. Pada usia lanjut katarak yang sering diderita yaitu katarak
senile.
Glaukoma merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan
adanya suatu peningkatan tekanan itraokular, penggaungan, dan
degenerasi saraf optic serta pada defek lapang pandang yang khas

KONSEP PENYAKIT KATARAK


E. Definisi Katarak
Katarak adalah proses degeneratif berupa kekeruhan di lensa bola mata
sehingga menyebabkan menurunnya kemampuan penglihatan sampai
kebutaan. Kekeruhan ini disebabkan oleh terjadinya reaksi biokimia yang
menyebabkan koagulasi protein lensa. Sedangkan menurut katarak adalah
kekeruhan pada lensa mata akibat hidrasi (penambahan cairan) lensa,
denaturasi protein lensa, atau akibat dari kedua-duanya yang biasanya
mengenai kedua mata dan berjalan progresif. Kekeruhan pada lensa akan
mengakibatkan lensa menjadi tidak transparan, sehingga pupil akan
berwarna putih atau abu-abu. Lensa mata yang keruh menyebabkan
cahaya yang masuk ke dalam mata dapat terpencar dan mengakibatkan
penglihatan kabur.
F. Etiologi Katarak
etiologi katarak adalah:
1) Trauma Mata
Trauma mata mengakibatkan terjadinya erosi epitel pada lensa,
pada keadaan ini dapat terjadi hidrasi korteks hingga lensa
mencembung dan mengeruh.
2) Umur
Proses penuaan menyebabkan lensa mata menjadi keras dan keruh,
umumnya terjadi pada umur diatas 50 tahun.
3) Genetika
Kelainan kromosom mampu memengaruhi kualitas lensa mata
sehingga dapat memicu katarak.
4) Diabetes Melitus
Diabetes melitus menyebabkan kadar sorbitol berlebih (gula
yang terbentuk dari glukosa) yang menumpuk dalam lensa dan
akhirnya membentuk kekeruhan lensa.
5) Hipertensi
Hipertensi menyebabkan konformasi struktur perubahan
protein dalam kapsul lensa sehingga dapat menyebabkan katarak.
6) Merokok
Merokok dapat mengubah sel-sel lensa melalui oksidasi
danmenyebabkan akumulasi logam berat seperti cadmium dalam
lensa sehingga dapat memicu katarak.
7) Alkohol

7
Alkohol dapat mengganggu homeostasis kalsium dalam lensa
sehingga menyebabkan kerusakan membran dan dapat memicu
katarak.
8) Radiasi Ultraviolet
Sinar ultraviolet mampu merusak jaringan mata, saraf pusat
penglihatan, dan dapat merusak bagian kornea dan lensa sehingga
dapat menyebabkan katarak.
G. Tanda dan Gejala Katarak
tanda dan gejala katarak adalah:
1. Penglihatan akan suatu benda atau cahaya menjadi kabur dan buram.
2. Bayangan benda terlihat seperti bayangan semu atau seperti asap.
3. Kesulitan melihat ketika malam hari.
4. Bayangan cahaya yang ditangkap seperti sebuah lingkaran.
5. Membutuhkan pasokan cahaya yang cukup terang untuk membaca
atau beraktifitas lainnya.
6. Sering mengganti kacamata atau lensa kontak karena merasa sudah
tidak nyaman menggunakannya.
7. Warna cahaya memudar dan cenderung berubah warna saat
melihat,misalnya cahaya putih yang ditangkap menjadi cahaya
kuning.
8. Jika melihat hanya dengan satu mata, bayangan benda atau
cahayaterlihat ganda.
H. Patofisiolgi katarak
Katarak dapat disebabkan oleh trauma mata, usia (penuaan), genetik,
diabetes melitus, hipertensi, merokok, dan alkohol. Trauma mata dapat
menyebabkan lensa secara bertahap kehilangan air sehingga metabolit
larut air masuk ke sel pada nukleus lensa. Korteks lensa lebih banyak
terhidrasi daripada nukleus lensa sehingga lensa keruh. Sudut bilik mata
depan menjadi sempit dan aliran Chamber Oculi Anterior tidak lancar
membuat tekanan intraokular meningkat sehingga terjadi glaukoma dan
kebutaan. Usia (penuaan) dapat menyebabkan korteks memproduksi serat
lensa baru yang akan ditekan menuju sentral sehingga lensa melebar,
hilang transparasi, dan terjadi kekeruhan lensa. Sinar yang masuk tidak
sampai ke retina sehingga bayangan menjadi kurang jelas pada malam
hari (Tamsuri, 2016).
Genetik dapat menyebabkan kelainan kromosom sehingga
mempengaruhi kualitas serat lensa. Serat lensa mengalami denaturasi dan
koagulasi sehingga menyebabkan kekeruhan pada lensa dan terjadi
katarak. Diabetes melitus dapat menyebabkan sorbitol menumpuk di
dalam lensa dan menyebabkan kekeruhan lensa. Kekeruhan lensa
membuat sinar yang masuk ke kornea menjadi semu. Otak
mempresentasikan sebagai bayangan berkabut sehingga pandangan
menjadi berkabut
Hipertensi dapat menyebabkan ketidakseimbangan metabolisme
protein lensa. Protein lensa mengalami denaturasi dan terkoagulasi

8
sehingga terjadi kekeruhan lensa. Protein lensa akan terputus disertai
influx air ke lensa sehingga menghambat jalan cahaya ke retina dan
pandangan menjadi kabur. Merokok dan alkohol dapat menyebabkan
selsel lensa mengalami oksidasi sehingga cadmium dan kalsium
menumpuk pada lensa dan terjadi kekeruhan lensa.
I. Pathway

J. Pemeriksaan Penunjang Katarak


Pemeriksaan penunjang yang dilakukan berupa pemeriksaan lapang
pandang, misalnya dengan melihat huruf pada jarak 6 meter yang
biasanya memberikan hasil terdapatnya penurunan ketajaman
penglihatan. Selain itu terdapat pemeriksaan dengan menggunakan
senter yang diarahkan pada samping mata, yang akan memperlihatkan
kekeruhan pada lensa mata yang berbentuk seperti bulan sabit (shadow
test positive). Pemeriksaan tambahan lain yang dapat dilakukan adalah
pemeriksaan dengan alat slit lamp hingga pemeriksaan oftalmoskopi
pada daerah retina. Hal ini dilakukan bila dicurigai adanya kelainan
tambahan di berbagai organ lain dalam mata.
Penatalaksanaan Katarak

9
Penatalaksanaan katarak yaitu dengan teknik pembedahan.
Pembedahan dapat dilakukan bila tajam penglihatan sudah menurun
sedemikian rupa sehingga mengganggu pekerjaan sehari-hari atau bila
telah menimbulkan penyulit seperti glaukoma dan uveitis. Ada beberapa
jenis operasi yang dapat dilakukan. jenis operasi yang dapat dilakukan
yaitu:
1) Ekstraksi Katarak Intrakapsular (EKIK) yaitu pengangkatan lensa dari
mata secara keseluruhan, termasuk kapsul lensa dikeluarkan secara
utuh. Operasi ini dapat dilakukan pada zonula zin yang telah rapuh
atau telah terjadi degenerasi serta mudah diputus, hanya digunakan
pada katarak matur atau luksasio lentis. Ekstraksi katarak
intrakapsular ini tidak boleh dilakukan pada klien berusia kurang dari
40 tahun yang masih mempunyai ligamentum kialoidea kapsuler.
2) Ekstraksi Katarak Ekstrakapsular (EKEK) yaitu tindakan pembedahan
pada lensa katarak, dimana dilakukan pengeluaran isi lensa dengan
memecah atau merobek kapsul lensa anterior sehingga masa lensa
atau korteks lensa dapat keluar melalui robekan tersebut. Teknik ini
bisa dilakukan pada semua stadium katarak kecuali pada luksasio
lentis. Pembedahan ini memungkinkan diberi intra okuler lensa (IOL)
untuk pemulihan visus.
3) Small Incision Cataract Surgery (SICS) yaitu upaya untuk
mengeluarkan nukleus lensa dengan panjang sayatan sekitar 5-6 mm,
dengan inovasi peralatan yang lebih sederhana, seperti anterior
chamber maintainer (ACM), irigating vectis, nucleus cracer, dan
lainlain.
4) Fakoemulsifikasi yaitu teknik operasi yang tidak berbeda jauh dengan
cara ekstraksi katarak intrakapsular, tetapi nukleus lensa diambil
dengan alat khusus yaitu emulsifier. Dibanding ekstraksi katarak
intrakapsular, irisan luka operasi ini lebih kecil sehingga setelah
diberi intra okuler lensa (IOL) rehabilitasi virus lebih cepat.
K. Komplikasi Katarak
Bila katarak dibiarkan maka akan terjadi komplikasi berupa
glaukoma dan uveitis. Glaukoma adalah suatu penyakit dimana tekanan
di dalam bola mata meningkat sehingga terjadi kerusakan pada saraf
mata dan menyebabkan turunnya fungsi penglihtan. Jika tidak diobati,
glaukoma bisa mengakibatkan kebutaan yang tetap. Uveitis adalah
peradangan pada jaringan uvea akibat infeksi, trauma, neoplasia, atau
proses autoimun.
2.1.2 KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK DENGAN KATARAK
A. Pengkajian
data yang lazim muncul pada pengkajian lansia dengan katarak yaitu:
1) Identitas
2) Nama lengkap, jenis kelamin, usia >60 tahun, pekerjaan sebagai petani
atau tukang las.
3) Riwayat Keperawatan

10
a. Status kesehatan saat ini
Pandangan kabur, sulit melihat di malam hari, bayangan menjadi
ganda, warna cahaya memudar, malu dengan kondisinya, tidak
menyukai bagian mata, merasa tidak dapat beraktivitas dengan
baik.
b. Riwayat kesehatan masa lalu
Memiliki riwayat hipertensi atau diabetes melitus.
c. Riwayat kesehatan keluarga
Terdapat anggota keluarga yang menyandang katarak
4) Riwayat Perkejaan dan Status Ekonomi
5) Bekerja sebagai petani sehingga mata sering terpapar sinar matahari
atau sebagai tukang las yang berisiko mengalami trauma mata.
6) Lingkungan Tempat Tinggal
7) Pencahayaan kurang, barang-barang yang berisiko membuat jatuh tidak
ditempatkan dengan benar, dan kamar mandi licin.
8) Pola Fungsional
a. Persepsi kesehatan dan pola manajemen Kesehatan
Memiliki kebiasaan merokok atau minum minuman beralkohol,
pengetahuan yang kurang terhadap penatalaksanaan katarak
sehingga manajemen kesehatan kurang efektif.
b. Nutrisi Metabolik
Frekuensi makan baik, frekuensi minum baik, nafsu makan baik,
jenis makanan bervariasi.
c. Eliminasi
Frekuensi buang air kecil meningkat di malam hari.
d. Aktivitas pola Latihan
Mudah merasa lelah ketika beraktivitas.
e. Pola kognitif persepsi
Pandangan kabur, sulit melihat di malam hari, bayangan menjadi
ganda, warna cahaya memudar, dan pernah terjatuh.
f. Persepsi diri-pola konsep diri
Malu dengan kondisinya, tidak menyukai bagian mata, merasa
tidak dapat beraktivitas dengan baik, merasa tidak sempurna.
g. Pola peran-hubungan
Membatasi bersosialisasi dan lebih sering di rumah.
h. Seksualitas
Tidak ada keluhan seksualitas.
9) Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum
Keadaan umum baik dan kesadaran composmentis.
b. Tanda-tanda vital
Tekanan darah, nadi, suhu, respirasi, dan SPO2.
c. Antropometri
Berat badan, tinggi badan, dan indeks masa tubuh.
d. Rambut
Rambut sudah beruban dan mengalami kerontokan.

11
e. Mata
Pupil berwarna putih atau abu-abu dan sklera kemerahan.
f. Telinga
Telinga simetris, terdapat sedikit serumen, dan pendengaran sudah
berkurang.
g. Mulut, gigi, dan bibir
Gigi sudah banyak yang tanggal dan kebersihan mulut kurang.
h. Dada
Dada simteris, tidak ada benjolan, tidak ada retraksi dinging dada,
vocal fremitus teraba, dan suara nafas vesikuler.
i. Abdomen
Bentuk simetris, tidak ada pembesaran tidak ada nyeri tekan, tidak
ada asites, dan suara tympani.
j. Kulit
Kulit keriput, turgor kulit > 3 detik, dan akral hangat.
k. Ekstremitas
Kekuatan otot 5, capillary refil time < 3 detik, dan anggota gerak
lengkap.
B. Diagnosis Keperawatan
Diagnosis keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai
respon pasien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang
dialaminya baik berlangsung aktual maupun potensial.
Diagnosis keperawatan bertujuan untuk mengidentifikasi respon pasien
individu, keluarga, dan komunitas terhadap situasi yang berkaitan dengan
kesehatan. Diagnosis keperawatan yang lazim muncul pada lansia dengan
katarak yaitu:
a. Harga Diri Rendah Situasional
b. Gangguan Persepsi Sensori..
c. Risiko Jatuh
d. Risiko Cidera
e. Kesiapan Peningkatan Manejemen Kesehatan
C. Intervensi Keperawatan
Harga Diri Rendah Situasional.
 Tujuan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama x waktu,
diharapkan harga diri meningkat dengan kriteria hasil:
1. Penilaian diri positif meningkat.
2. Perasaan malu menurun.
3. Perasaan tidak mampu melakukan apapun menurun
 Intervensi
Promosi Harga Diri
1. Monitor verbalisasi yang merendahkan diri sendiri.
Rasional: dengan monitor dapat mengetahui tingkat
penerimaan diri.
2. Monitor tingkat harga diri setiap waktu sesuai kebutuhan.

12
Rasional: dengan monitor dapat mengetahui tingkat
penerimaan diri.
3. Motivasi terlibat dalam verbalisasi positif untuk diri sendiri.
Rasional: dengan motivasi dapat meningkatkan pikiran positif.
4. Diskusikan aktivitas yang meningkatkan harga diri.
Rasional: dengan mengetahui aktivitas dapat meningkatkan
rasa syukur.
5. Berikan umpan balik positif atas peningkatan mencapai
tujuan.
Rasional: dengan umpan balik positif dapat menumbuhkan
rasa semangat.
6. Anjurkan mengidentifikasi kekuatan yang dimiliki.
Rasional: dengan mengetahui kekuatan dapat meningkatkan
rasa syukur.
7. Latih cara berpikir positif.
Rasional: dengan berpikir positif dapat menumbuhkan
perilaku positif.
8. Latih meningkatkan kepercayaan pada kemampuan dalam
menangani situasi.
Rasional: dengan kepercayaan diri dapat menumbuhkan rasa
berani untuk sosialisasi.
D. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan merupakan tahap ke empat dari proses
keperawatan yang dimulai setelah perawat menyusun rencana
keperawatan. Rencana keperawatan yang dibuat berdasarkan diagnosis
yang tepat diharapkan dapat mencapai tujuan dan hasil yang diinginkan
untuk mendukung dan meningkatkan status kesehatan pasien.
Tujuan dari implementasi adalah membantu pasien dalam mencapai
tujuan yang telah ditetapkan yang mencakup peningkatan kesehatan,
pencegahan penyakit, dan pemulihan kesehatan. Pelaksanaanasuhan
keperawatan akan dapat dilaksanakan dengan baik, jika klien mempunyai
keinginan untuk berpartisipasi dalam implementasi asuhan keperawatan..
E. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan adalah tahap akhir dari proses keperawatan untuk
mengukur respon klien terhadap tindakan keperawatan dan kemajuan
respon klien kearah pencapaian tujuan. Evaluasi terdiri dari evaluasi
formatif dan evaluasi sumatif. Evaluasi formatif adalah evaluasi ketika
kegiatan atau program sedang berlangsung, sedangkan evaluasi sumatif
adalah evaluasi di akhir kegiatan atau program. Evaluasi dapat berupa
evaluasi struktur, proses, dan hasil. Evaluasi hasil asuhan keperawatan
didokumentasikan dalam bentuk SOAP yaitu:
a. S (subyektif) dimana perawat menemukan keluhan klien yang masih
dirasakan setelah dilakukan tindakan keperawatan.
b. O (obyektif) adalah data yang berdasarkan hasil pengukuran atau
observasi klien secara langsung dan dirasakan setelah selesai tindakan
keperawatan.

13
c. A (assesment) adalah analisis yang mengacu pada tujuan asuhan
keperawatan.
d. P (planning) adalah perencanaan keperawatan yang akan dilanjutkan,
dihentikan, dimodifikasi, atau ditambah dengan rencana kegiatan yang
sudah ditentukan sebelumnya.

2.2. ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN PENDENGARAN


2.2.1 KONSEP DASAR LANSIA

1. PENGERTIAN
Menurut lansia adalah keadaan ditandai dengan kegagalan seseorang
dalam mempertahankan keseimbangan terhadapp kondisi stres fisiologis
kegagalan ini berkaitan dengan penurunan kemampuan hidup karena
bertambahnya usia lansia.
2. KLASIFKASI
Kalsifikasi lansia menurut sebagai berikut a. Usia pertengahan (midle
age) usia 45-59 tahun b. Lanjut usia (elderly) usia 60-74 tahun c. Lanjut
usia (old) 60-90 tahun d. Usia sangat tua (very old)> 90 tahun 3.
3. TUJUAN ASUHAN KEPERAWATAN
Ada beberapa tujuan dari asuhan keperawatan gerontik yaitu sebgai
berikut Tujuan dilakukan asuhan gerontik untuk meningkatkan
kemandirian dalam activity daily living dengan upaya promotif ,preventiv,
dan rehabilitasi
a. Tujuan dilakukan asuhn keperawatan gerontik untuk meningkatkan
dan mempertahankan kesehatan dan kemampuan lansia dalam
melakukan tindakan pencegaan dan perawatan
b. Tujuan dilakukan asuhan keerawatan gerontik untuk membantu
mempertahankan serta membesarkan daya hidup atau semangat hidup
lansia
c. Membantu memahami individu terhadap perubahan diusia lanjut
d. Membantu untuk memotivasi masyarakat dalam upaya meningkatkan
kesejahteraan hidup lansia
4. PERAN DAN FUNGSI TANGGUNG JAWAB PERAWAT GERONTIK
Menurut perawat gerontik mempunyai peran dan fungsi sebagai
berikut:
a. Care provider Care provider artinya memberikan asuhan keperawatan
kepada lansia yang meliputi tindakan keperawatan
b. Advocat Advocat artinya berfungsi penghubung tim kesehatan
dengan lansia dalam upaya pemenuhan kebutuhan kesehatan
c. EdukatorEdukator merupakan perawat membantu lansia dalam
meningkatkan pemberian pengetahuan berkaitan dengan keperawatan
dan tindakan medik sehingga dapat diterima oleh lansia dan keluarga
lansia
d. Conselor Conselor merupakan perawat sebagai pemberi bimbingan
atau konseling kepada lansia dan keluarga terhadap masalah kesehtan
sesuai dengan prioritas.

14
e. Motivator Motivator merupakan perawat memberi motivasi atau
dukungan moril terhadap lansia dalam mememnuhi kebutuhan
kesehatan lansia tersebut
f. Colaborator Colaborator merupakan perawat bekerja sama dengan tim
kesehtan dan keluarga dalam menentukan rencana maupun
pelaksanaan asuhan keperawatan guna memenuhi rencan maupun
pelaksanaan kesehatan lansaia.

Tangung jawab perawat gerontik adalah


a) Membantu lansia yang sehat dalam memelihara kesehatan
b) Membantu lansia yang sakit dalam memperoleh kesehatan kembali
c) Membatu lansia yang tidak bisa disembuhkan untuk menyadari
kelebihan dari dirinya
d) Membantu lansia yangmenghadapi ajal untuk diperlakukan secara
manusiawi.
5. TEORI LANSIA
Teori penuaan memberikan kemungkinan penyebab dari prose
penuaan. Walaupun teori ini tidak berkaiatn dengan penuaan akan tetapi
dapat menjawabtentang nilai-nilai yang mempengaruhi seorang lansia.
Hasil temuan dapat ditemukan pada beberapa teori
Teori biologis
Teori biologis merupakan penuaan berkaitan dengan genetik
sitemik dalam tubuh. Rentang kehidupan sel di dalam tubuh yang
disimpan didalam tubuh akan mengalami proses penuaan.
Teori radikal bebas
Toeri radikal bebas dalah merupakan teori dimana pada lansia
terjadi kerusakan sel didalam tubuh disebkan oleh radikal bebas yang
merusak membran sel yang menyebabkan terjadinya penurunan dan
kerusakan fisik pada lansia.
Teori genetik
Gen merupakan sel aktif yang ada dalam tubuh manusaia
dimana pada lansia gen tersebut mengalami pembelahan diri yang
terbatas atau gagal untuk menghasilakan zat pertumbuhan,
menghentikan pembelahan dan pertubuhan dikarenakan lansia yang
mempunyai penurunan fungsi tubuh karena bertambahnya usia lansia.
Teori adaptasi stress
Pada teori ini menekankan bahwa efek positif dan negatif dari
stress berdampak terhadap perkembangan biopsikososial. Stress akan
menurunkan kapasitas kemampuan lanisa secara psikologias. Stres
dapat menurunkan kapasitas kemampuan secara fisiologis,sosial, dan
ekonomi yang berakibat meningkkatnya resiko untuk timbulnya
penyakit atau cedera pada lansia dan sejalan dengan terjadinya proses
penuaan.
a. Teori pakai dan rusak
Teori pakai rusak ini terjadi karena sel pada lansia mengalami
kerusakan akibat faktor internal dan ekternal. Perubahan struktur dan

15
fungsi bisa terjadi lebih cepat karena penyalah gunaan dan
terlambatnya perawatan. Sehingga dapat menyebabkan kerusakan
yang cukup banyak jika tidak ditangani
b. Teori psikologis
Teori psikologi penuaan mengulas tentang perkembangan
tentang kehidupan yaitu dalam teori psikologi terbagi kedalan 2 hal
yaitu:
a) Teori perkembangan ini membahas tentang tahap perkembangan
psikologis sesuai dengan usia dan tugas perkembangan seperti
penyesuaian terhadap perubahan dan kehilangan,
mempertahankan harga diri, dan mempersiapkan kematian yang
akan dihadapi
b) Stabilitas kepribadian merupakan kepribadian seseorang individu
terbentuk semenjak dewasa muda dan cenderung stabil dan dapat
beradaptasi,tetapi tidak lagi terjadi perubahan yang akan drastis
terjadi di sisa kehidupanya. Perubahan ini.
c. Teori sosial budaya
Teori sosial budaya mengulas tentang adanya keterkaitan
individu dengan lingkungan.
a) Teori aktivitas Aktivitas mempunyai pengaruh positif pada kondisi
psikologis ornag lanjut usia dan dapat tetap aktif seanjang waktu.
Teori aktivitas menekankan tentang pengaruh positif aktivitas
terhadap kepibadia, kesehatan jiwa,dan kepuasan hidup lansia
b) Teori keluarga Teori keluarga sebagai unit dasar dari
perkembangan emosional. Keterkaitan tugas, masalah dan
hubungan sangat ditekankan dalam tiga generasi keluarga.
c) Teori kesesuian individu dan lingkungan Teori kesesuain
lingkungan –individu menekankan tentang hubungan kompetensi
personal lansia dan lingkungan. Jika terjadi penurunan kompetensi
sejalan dengan usia, kemampuan seorang individu berhubungan
dengan lingkungn akan megalami perubahan akan menurun.
6. GANGGUAN PADA PENDENGARAN
a) Gangguan Pendengaran Tipe Konduktif
Gangguan bersifat mekanik, sebagai akibat dari kerusakan kanalis
auditorius, membrana timpani atau tulang- tulang pendengaran. Salah
satu penyebab gangguan pendengaran tipe konduktif yang terjadi
pada usia lanjut adalah adanya serumen obturans, yang justru sering
dilupakan pada pemeriksaan. Hanya dengan membersihkan lobang
telinga dari serumen ini pendengaran bisa menjadi lebih baik.
b) Gangguan Pendengaran Tipe Sensori-Neural
Penyebab utama dari kelainan ini adalah kerusakan neuron akibat
bising, prebiakusis, obat yang oto-toksik, hereditas, reaksi pasca
radang dan komplikasi aterosklerosis.
c) Prebiakusis
Hilangnya pendengaran terhadap nada murni berfrekwensi tinggi,
yang merupakan suatu fenomena yang berhubungan dengan lanjutnya

16
usia. Bersifat simetris, dengan perjalanan yang progresif lambat.
Terdapat beberapa tipe presbiakusis, yaitu :
a. Prebiakusis Sensorik
Patologinya berkaitan erat dengan hilangnya sel neuronal
di ganglion spiralis. Letak dan jumlah kehilangan sel neuronal
akan menentukan apakah gangguan pendengaran yang timbul
berupa gangguan atas frekuensi pembicaraan atau pengertian
kata-kata.
b. Prebiakusis Neural
Patologinya berupa hilangnya sel neuronal di ganglion
spiralis. Letak dan jumlah kehilangan sel neuronal menentukan
gangguan pendengaran yang timbul (berupa gangguan frekuensi
pembicaraan atau pengertian kata-kata adanya inkoordinasi,
kehilangan memori, dan gangguan pusat pendengaran).
c. Prebiakusis Strial (Metabolic)
Abnormalitas vaskularis striae berupa atrofi daerah apical
dan tengah dari kohlea. Prebiakusis jenis ini biasanya terjadi pada
usia yang lebih muda disbanding jenis lain.
d. Prebiakusis Konduktif Kohlear (Mekanik)
Diakibatkan oleh terjadinya perubahan mekanik pada
membrane basalis kohlea sebagai akibat proses dari sensitivitas
diseluruh daerah tes.
d) Tinitus
Suatu bising yang bersifat mendengung, bisa bernada tinggi atau
rendah, bisa terus menerus atau intermiten. Biasanya terdengar lebih
keras di waktu malam atau ditempat yang sunyi. Apabila bising itu
begitu keras hingga bisa didengar oleh dokter saat auskkkultasi
disebut sebagai tinnitus obyektif.
e) Persepsi
Pendengaran Abnormal Sering terdapat pada sekitar 50% lansia
yang menderita presbiakusis, yang berupa suatu peningkatan
sensitivitas terhadap suara bicara yang keras. Tingkat suara bicara
yang pada orang normal terdengar biasa, pada penderita tersebut
menjadi sangat mengganggu.
f) Gangguan Terhadap Lokalisasi Suara
Pada lansia seringkali sudah terdapat gangguan dalam
membedakan arah suara, terutama dalam lingkungan yang agak bising
2.2.2 PRESBIKUSIS
1. PENGERTIAN
Hilangnya pendengaran terhadap nada murni berfrekwensi tinggi, yang
merupakan suatu fenomena yang berhubungan dengan lanjutnya usia.
Bersifat simetris, dengan perjalanan yang progresif lambat. Presbikusis
adalah penurunan pendengaran, pada audiogram terlihat penurunan
pendengaran
ANATOMI

17
a) Telinga bagian luar Telinga manusia bagian luar berfungsi seperti
corong yang menangkap getaran suara dan menyalurkannya hingga ke
gendang telinga. Telinga bagian luar terdiri dari dua bagian. Kedua
bagian itu adalah daun telinga dan liang telinga.Berikut ini adalah
bagian yang ada di telinga luar:
a. Daun telinga
Daun telinga atau pinna merupakan bagian dari telinga
luar yang paling menonjol dan mudah terlihat. Setiap manusia
normalnya memiliki dua daun telinga yang terletak pada dua sisi
yaitu sisi kanan dan sisi kiri. Daun telinga terbentuk dari tulang
rawan.
Fungsi daun telinga adalah untuk mengumpulkan
gelombang suara dan menyalurkannya ke liang atau saluran
telinga. Selain itu, fungsi dari daun telinga adalah untuk
melakukan lokalisasi suara yakni dengan merasakan daun telinga
pada sisi mana yang lebih dekat dengan suara.
b. Liang telinga/ saluran telinga Bagian selanjutnya dari telinga luar
setelah daun telinga adalah liang atau saluran telinga. Saluran
telinga orang dewasa memiliki panjang sekitar 3 cm. Bentuk
lubang telinga ini menyerupai huruf S. Pada bagian awal saluran/
lubang telinga tersusun dari tulang rawan dan pada bagian
selanjutnya tersusun dari tulang keras. Fungsi lubang atau liang
telinga adalah untuk menyalurkan getaran suara menuju telinga
bagian tengah.
b) Telinga bagian tengah
Telinga bagian tengah terletak di antara telinga bagian luar
dan telinga bagian dalam. Batas telinga tengah dengan telinga luar
ditandai dengan membran timpani atau gendang telinga. Bentuk dari
telinga tengah menyerupai kubah dengan enam sisi.
Fungsi telinga tengah adalah untuk memindahkan getaran
suara dari gendang telinga menuju cairan telinga yang ada di telinga
bagian dalam. Ada beberapa bagian pada telinga bagian tengah yang
mendukung pemindahan getaran suara. Berikut ini adalah beberapa
bagian yang ada di telinga tengah.
Berikut ini adalah beberapa bagian yang ada di telinga
tengah:
1) Membran timpani (gendang telinga)
Membran timpani merupakan sebuah selaput yang
memisahkan saluran/ lubang telinga luar dengan telinga tengah.
Membran timpani sering juga disebut dengan gendang telinga.
Hal ini dikarenakan bentuk dari membran timpani memang
menyerupai gendang. Gendang telinga atau membran timpani
memiliki diameter berukuran 1 cm dan berbentuk cekung. Pada
bagian gendang telinga terdapat saraf sehingga membuatnya
adanya rasa sakit apabila menyentuh bagian membran timpani.

18
Fungsi gendang telinga adalah untuk merespon suara yang
ditandai dengan adanya getaran pada gendang telinga.
2) Rongga timpani
Setelah selaput atau membran timpani, bagian selanjutnya
dari telinga tengah adalah rongga timpani. Rongga timpani terdiri
dari tiga buah tulang pendengaran dan dua otot pendengaran.
c) Tulang pendengaran
Fungsi tulang pendengaran atau disebut juga osikel
pendengaran adalah untuk menghubungkan membran timpani
dengan telinga dalam. Berikut ini adalah tulang-tulang pendengaran:
1) Maleus (martil)
Tulang pendengaran maleus merupakan tulang pendengaran
yang menempel pada membran timpani. Maleus memiliki
bentuk tulang seperti martil. Fungsi tulang maleus atau tulang
martil adalah meneruskan getaran dari membran timpani.
2) Incus (landasan)
Tulang pendengaran incus terletak di dekat tulang maleus
atau tulang martil. Incus atau disebut juga tulang landasan
dengan ukuran kecil dan berbentuk seperti sebuah landasan
pesawat. Fungsi tulang incus adalah untuk memberikan respons
tulang maleus.
3) Stapes (sanggurdi)
Tulang pendengaran yang ketiga adalah tulang stapes atau
dikenal dengan tulang sanggurdi. Bentuk dari tulang sanggurdi
seperti sanggurdi kuda yang memiliki bagian yang melengkung.
Fungsi tulang stapes adalah memberikan respons dari
getaran yang diteruskan oleh tulang stapes dan mengalirkan
gelombang suara ke telinga dalam. Getaran suara yang direspon
oleh getaran membran timpani akan menggerakan tulang-tulang
pendengaran dengan gerakan yang memiliki frekuensi sama.
Gerakan dari ketiga tulang pendengaran akan menghasilkan
tekanan yang menyerupai gelombang. Gelombang tersebut pun
akan membuat gerakan yang mirip dengan gerakan cairan
telinga dalam
d) Otot pendengaran
Selain tulang pendengaran, pada bagian telinga tengah
terdapat dua otot pendengaran. Kedua otot pendengaran tersebut
adalah tensor timpani dan stapedius. Otot tensor timpani adalah otot
telinga yang ada di tulang maleus, sedangkan otot stapedius adalah
otot telinga yang ada di tulang stapes. Fungsi otot tensor timpani
adalah untuk menarik gendang telinga ke dalam dan membuatnya
tegang. Pada saat yang sama, fungsi otot stapedius yaitu untuk
melindungi telinga dari suara keras muncul sebagai refleks timpani.
Otot stapedius akan mengurangi pergerakan tulang stapes.
e) Telinga bagian dalam

19
Bagian selanjutnya adalah telinga dalam. Melalui namanya,
kamu pun sudah tahu bahwa bagian telinga ini merupakan bagian
telinga yang paling dalam. Telinga dalam terletak di tulang labirin.
Tulang labirin berbentuk seperti labirin yang dilapisi dengan
membran labirin.
Ada bagian yang terletak di antara tulang labirin dengan
membran labirin, yaitu perilimph. Membran labirin memiliki cairan
sendiri yang bernama endolimph. Berikut ini adalah beberapa
bagian yang ada di telinga dalam:
1) Koklea
Koklea merupakan bagian dari telinga dalam yang
berbentuk spiral seperti rumah siput. Fungsi koklea adalah
mengubah getaran suara menjadi persepsi pendengaran. Koklea
memiliki ukuran lebar 9 mm dan tinggi 5 mm.
2) Ruang koklea
Di dalam koklea terdapat tiga ruang yang berisi cairan
perilimph. Ketiga ruang koklea tersebut adalah ruang atas,
ruang depan, dan ruang bawah. Hanya ada satu ruang yang diisi
dengan endolimph, yaitu ruang tengah atau disebut juga dengan
saluran koklea. Fungsi ruang koklea adalah untuk menampung
cairan koklea.
3) Organ korti
Organ korti dilapisi oleh membran yang disebut dengan
membran basilar. Besar organ korti seperti ukuran kacang
polong.
Fungsi organ korti adalah untuk mengubah gelombang
menjadi impuls saraf. Ada beberapa komponen penting pada
organ corti di antaranya adalah sel rambut dalam, sel rambut
luar, sel penunjang Deiters, Hensen’s, Claudiu’s, membran
tektoria dan lamina retikularis. Komponen-komponen inilah
yang menyampaikan persepsi suara ke otak dan sistem saraf
pusat sehingga manusia bisa mendengar dan memberikan
respon.
2. KLASIFIKASI
Hilangnya pendengaran terhadap nada murni berfrekwensi tinggi,
yang merupakan suatu fenomena yang berhubungan dengan lanjutnya
usia. Bersifat simetris, dengan perjalanan yang progresif lambat.
Terdapat beberapa tipe presbiakusis, yaitu :
a. Prebiakusis Sensorik
Patologinya berkaitan erat dengan hilangnya sel neuronal di
ganglion spiralis. Letak dan jumlah kehilangan sel neuronal akan
menentukan apakah gangguan pendengaran yang timbul berupa
gangguan atas frekwensi pembicaraan atau pengertian kata-kata.
b. Prebiakusis Neural
Patologinya berupa hilangnya sel neuronal di ganglion
spiralis. Letak dan jumlah kehilangan sel neuronal menentukan

20
gangguan pendengaran yang timbul (berupa gangguan frekuensi
pembicaraan atau pengertian kata-kata adanya inkoordinasi,
kehilangan memori, dan gangguan pusat pendengaran).
c. Prebiakusis Strial (Metabolic)
Abnormalitas vaskularis striae berupa atrofi daerah apical
dan tengah dari kohlea. Prebiakusis jenis ini biasanya terjadi pada
usia yang lebih muda disbanding jenis lain.
d. Prebiakusis Konduktif Kohlear (Mekanik)
Diakibatkan oleh terjadinya perubahan mekanik pada
membrane basalis kohlea sebagai akibat proses dari sensitivitas
diseluruh daerah tes.
3. ETIOLOGI
a. Jenis kelamin
b. Genetik Genetik berperan dalam terjadinya presbikusis karena
terdapat gen C57BL/6J merupakan protein pembawa mutasi gen
cadherin 23 (cdh23) yang mengkode komponen ujung sel koklea
yang menyebabkan terjadinya apotosis strain yang mengakibatkan
penurunan pendengaran.
c. Hipertensi
d. Diabetes militus
e. hiperkolesterol
4. TANDA GEJALA
Ada beberapa gejala yang diderita oleh lansia yang menderita
presbikusis yaitu:
a. Berkurangnya kemampuan pendengaran
b. Berkurangnya kemapuan berkomunikasi
c. Telinga menjadi sakit bila lawan bicara berbicara keras
d. Tergenggunya fisik dan emosional
5. PEMERIKSAAN
Menurut ada beberapa pemeriksaan penunjang yang akan
membantu dalam menegakkan diagnosa:
a. Otoskopik : tampak membran timpani suram.
b. Tes Garputala pada tuli sensori neural.
c. Pemeriksaan audiometri nada murni menunjukkan suatu ketulian
saraf nada tinggi, bilateral dan simetris.
d. Pemeriksaan audiometri tutur : menunjukkan adanya gangguan
deskriminasi bicara
6. PENATALAKSANAAN
Presbikusis tidak dapat disembuhkan, gangguan dengar pada
presbikusis adalah tipe sensori neural dan tujuan penatalaksanaannya
adalah untuk memperbaiki kemampuan pendengaran dengan
menggunakan alat bantu dengar.
Rehabilitasi sebagai upaya mengembalikan fungsi pendengaran
dilakukan dengan pemasangan alat bantu dengar. Adakalanya
pemasangan alat bantu dengar perlu dikombinasikan dengan latihan
membaca ujaran (speech reading) dan latihan mendengar (auditory

21
training); prosedur pelatihan tersebut dilakukan bersama ahli terapi
wicara (speech therapist).
2.2.3 ASUHAN KEPERAWATAN

1. PENGKAJIAN
Jika mengkaji pasien dengan atau yang beresiko perubahan sensori
maka perawat mempertimbangkan semua faktor yang mempengaruhi
fungsi sensori khususnya faktor usia. Perawat mengumpulkan riwayat
yang juga mengkaji status sensori klien saat ini dan tingkat dengan defisit
sensori mempengaruhi gaya hidup klien. Penyesuaian psikososial,
kemampuan perawatan diri, dan keamanan.
Pengkajian juga harus berfokus pada kualitas dan kuantititas stimulus
lingkungan.
1) Biodata
2) Kebiasaan promosi kesehatan, misal : kebiasaan membersihkan
mata/telinga, aktivitas rekreasi, kebiasaan dalam bekerja misalnya
orang yang bekerja dalam suatu keadaan yang terdapat kemungkinan
terjadi cedera mata, misalnya terpapar zat kimia, pengelasan,
penggosokan gelas atau batuan.
3) Orang yang berisiko : lansia, jenis pekerjaan,gangguan jiwa
4) Kemampuan untuk melakukan perawatan diri. Perawat mengkaji
kemampuan fungsional klien di lingkungan rumah mereka maupun
dalam pelayanan kesehatan. Meliputi aktivitas makan, berpakaian,
perawatan diri dan berdandan.
5) Lingkungan, terkait dengan kondisi bahaya. Misalnya: tangga, kran
air panas/dingin yang tidak bertanda, lantai yang licin, benda tajam.
6) Tingkat sosialisasi klien dan metode komunikasi
7) Status mental, meliputi : Penampilan dan perilaku fisik, Aktifitas
motorik, Postur, Ekspresi wajah, Kebersihan, Kemampuan kognitif,
Tingkat kesadaran, Alasan abstrak, Kalkulasi, Alasan abstrak,
Kalkulasi, Perhatian, Penilaian, Kemampuan untuk melakukan
percakapan, kemampuan untuk membaca, menulis, dan mengkopi
gambar, memori yang baru dan mengingat memori, stabilitas
emosional, agitasi, euforia, iritabilitas, tidak ada harapan atau suasana
hati yang melebar, halusinasi, auditori, visual, dan taktil, ilusi, delusi.
8) Pemeriksaan fisik pada panca indera Untuk mengidentifikasi deficit
sensori, perawat mengkaji penglihatan, pendengaran, olfaksi, rasa dan
kemampuan untuk membedakan cahaya, sentuhan, temperatur, nyeri
dan posisi.
9) Pendengaran
a. Melakukan tes suara bisik atau garputala
b. Kaji persepsi klien gangguan kemampuan pendengaran dan
riwayat tinnitus
c. Observasi pasien yang berbincang-bincang dengan orang lain
d. Inspeksi adanya serumen yang keras pada saluran pendengaran
2. Diagnosa

22
a. Gangguan Persepsi Sensori
b. Isolasi Sosial
c. Harga Diri Rendah Situasional
3. Intervensi
Gangguan Persepsi Sensori
Tujuan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama x waktu, diharapkan fungsi
sensori membaik dengan kriteria hasil:
a. Ketajaman penglihatan meningkat.
b. Ketajaman pendengaran meningkat.
c. Persepsi stimulasi kulit meningkat.
 Intervensi
Minimalisasi Rangsangan Periksa status mental, status sensori, dan tingkat
kenyamanan (misal nyeri, kelelahan).
Rasional: dengan mengetahui status mental, status sensori, dan tingkat
kenyamanan dapat menentukan intervensi yang tepat.
a. Diskusikan tingkat toleransi terhadap beban sensori (misal bising, terlalu
terang).
Rasional: dengan berdiskusi dapat mengetahui beban sensori yang
dialami.
b. Batasi stimulus lingkungan (misal cahaya, suara, aktivitas).
Rasional: dengan membatasi stimulus lingkungan dapat meminimalisir
rasa tidak nyaman.
c. Ajarkan cara meminimalisasi stimulus (misal mengatur pencahayaan
ruangan, mengurangi kebisingan).
Rasional: dengan meminimasilasi stimulus dapat meningkatkan rasa
nyaman.
4. Implementasi
Implementasi keperawatan merupakan tahap ke empat dari proses
keperawatan yang dimulai setelah perawat menyusun rencana keperawatan.
Rencana keperawatan yang dibuat berdasarkan diagnosis yang tepat diharapkan
dapat mencapai tujuan dan hasil yang diinginkan untuk mendukung dan
meningkatkan status kesehatan pasien. Tujuan dari implementasi adalah
membantu pasien dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan yang mencakup
peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, dan pemulihan kesehatan.
Pelaksanaanasuhan keperawatan akan dapat dilaksanakan dengan baik, jika klien
mempunyai keinginan untuk berpartisipasi dalam implementasi asuhan
keperawatan
5. Evaluasi
Evaluasi pada klien deficit sensori pendengaran untuk menentukan apakah
hasil actual sama dengan hasil yang diharapkan.misalnya,perawat menggunakan
teknik komunikasi yag sesuai untuk mengevaluasi apakah klien yang mengalami
deficit pendengaran mencapai kemampuan mendengar dengan lebih
efektif.demikian pula perawat menggunakan material yang di cetak besar untuk
menguji.

23
a. S (subyektif) dimana perawat menemukan keluhan klien yang masih
dirasakan setelah dilakukan tindakan keperawatan.
b. O (obyektif) adalah data yang berdasarkan hasil pengukuran atau observasi
klien secara langsung dan dirasakan setelah selesai tindakan keperawatan.
c. A (assesment) adalah analisis yang mengacu pada tujuan asuhan
keperawatan.
d. P (planning) adalah perencanaan keperawatan yang akan dilanjutkan,
dihentikan, dimodifikasi, atau ditambah dengan rencana kegiatan yang sudah
ditentukan sebelumnya.

2.3. ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN PENCIUMAN


2.3.1 Perubahan Akibat Proses Penuaan pada Sistem Penghidu

 
Perubahan lansia pada sistem penghidu dapat terjadi akibat penurunan fungsi saraf
panca indera yang mengecil dan kurang sensitifnya fungsi penghidu terhadap rangsangan.
Indera penciuman yang dipersyarafi oleh saraf olfaktorius. Rangsangan dan serat sensoris
saraf olfaktorius berasal dari bagian atas membran mukosa rongga hidung yang menjalar ke
atas melalui lamina kribriformis tulang etmoid dan berlanjut ke bulbus olfakrotius yang
kemudian diteruskan ke traktus olfaktorius dan dihantarkan ke area persepsi penciuman di
lobus temporal serebrum yang kemudian menghasilkan bau yang dapat dikenal oleh manusia,
namun pada lansia semua proses penghidu tersebut mengalami penurunan fungsi hingga
hilangnya sensitivitas fungsi penghidu.
 
Penurunan fungsi penghidu pada lansia dapat terjadi karena berkurangnya sensitivitas
reseptor terhadap rangsangan dari luar (bau-bauan). Pada pasien dengan gangguan penghidu
umumnya melaporkan hilangnya sensasi penciuman atau yang biasa dikenal dengan
hyposmia (penurunan kemampuan penghidu) dan anosmia (hilangnya kemampuan
menghidu), selain itu pasien juga mengeluhkan adanya gangguan rasa seiring dengan
hilangnya dan menurunnya fungsi penciuman karena sebagian besar rasa makanan berasal
dari rangsangan penciuman. Kemampuan menghidu seiring bertambahnya usia akan semakin
menurun, banyak teori yang menerangkan bahwa penyebab gangguan penghidu pada usia tua
disebabkan oleh perubahan anatomi pada area saraf olfaktorius, pengurangan jumlah sel
mitral pada bulbus olfaktorius dan penurunan aktifasi kortex olfaktorius. Pada pasien lansia
kasus penurunan fungsi penghidu kerap kali dikenal dengan presbyosmia (gangguan
penghidu karena umur tua
   2.3.2 Konsep Presbyosmia
 A.  Pengertian
Presbyosmia merupakan gangguan penghidu yang terjadi pada lanjut usia akibat
penurunan sistem penghidu terhadap rangsangan bau
Presbyosmia adalah gangguan fungsi penghidu yang umumnya terjadi pada lansia
dengan terjadinya penurunan kepekaan terhadap bau-bauan sehingga lansia tidak mampu

24
mencium bau dengan baik. Presbyosmia merupakan penurunan fungsi penghidu yang terjadi
akibat proses penuaan yang terjadi pada sistem saraf olfaktorius akibat hilangnya sensitivitas
fungsi penghidu yang mengakibatkan lansia tidak mampunya mendeteksi bau. 
1) Anatomi Fisiologi
a. Indra penghidu tediri dari hidung dan sistem saraf olfaktorius yang merupakan
saram sensori penciuman manusia. Saraf olfaktorius manusia tediri dari bulbus
olfaktorius, neuroepitel olfaktorius dan korteks yang menjadi satu kesatuan
fungsi penghidu. Bulbus olfaktorius merupakan sepasang masa yang terletak
di bawah lobus frontalis cerebrum. Akson yang berasal dari neuron bulbus
olfaktorius akan panjang membentang ke bagian posterior dan kemudian akan
membentuk taktus olfaktorius. Traktur olfaktorius kemudian akan melanjutkan
aliran tersebut ke sistem limbik dan lobus piriformis dan akan menghasilkan
persepsi bau.
b. Presbyosmia umumnya terjadi karena hasil dari proses penuaan normal pada
lansia namun dapat juga terjadi akibat paparan lingkungan sebelumnya seperti
pajanan terhadap asap beracun. Presbyosmia terjadi karena adanya penurunan
sistem saraf olfaktorius yang tidak peka lagi terhadap rangsangan yang
diterima dari luar namun dapat juga terjadi akibat kebiasaan merokok, obat-
obatan, terpaparnya zat beracun, trauma kepada, infeksi saluran nafas atas
seperti sinusitis, penyakit neurodegeneratif dan penyakit cerebrovaskular.
2) Patofisiologi

a. Sistem penghidu normalnya dapat menangkap bau yang teruap diudara dan diinhalasi
oleh hidung masuk kedalam rongga hidung dan terlarut dengan mukus yang kemudian
menstimulasi kemoreseptor indra penciuman. Udara yang masuk
b. kedalam rongga hidung kemudian akan dihangatkan yang kemudian dibawa oleh
aliran konveksi ke ujung saraf olfaktorius menjalar ke atas melalui lamina
kribriformis tulang etmoid dihantarkan ke bulbus olfaktorius dan kemudian dialirkan
ke traktur olfaktorius dan ditangkap oleh saraf olfaktori pada lobus temporal serebrum
yang kemudian menghasilkan presepsi sensori Pada pasien dengan gangguan
penghidu presbyosmia sistem ini tidak berjalan dengan baik karena adanya penurunan
kepekaan, perubahan anatomi pada area saraf olfaktorius, pengurangan jumlah sel
mitral pada bulbus olfaktorius dan penurunan aktifasi kortex olfaktorius yang
menjadikan penderita tidak mampu untuk mengidentifikasi bau. Penurunan
identifikasi bau akan mempengaruhi selera makan seseorang karena pada saat terjadi
persepsi bau yang diterima keinginan makan seseorang pun akan semakin baik dan
dapat memicu peningkatan saliva serta menstimulasi pencernaan, namun pada saat
terjadinya penurunan ketajaman bau maka nafsu makan pun akan berkurang.

3) Tanda dan Gejala


Banyak lansia yang mengeluhkan kehilangan penghidu berdampak dengan
pengurangan nafsu makan karena lansia tidak mampu untuk merasakan bau makanan

25
yang disantapnya. Selain itu, lansia juga mengeluhkan kurang mampu membedakan
bau, mengenali dan mengidentifikasi bau yang dihirupnya Pemeriksaan Penunjang
Presbyosmia pada lansia dapat di identifikasi dengan pemeriksaan kemosensori
penghidu dengan menggunakan odoran tertentu untuk merangsang sistem penghidu
yang dikenal dengan test sniffin sticks. Test sniffin sticks dilakukan untuk menilai
kemosensori penghidu dengan alat yang berupa pena. Panjang pena yang digunakan
sekitar 14 cm dengan diameter 1,3 cm yang berisi 4 ml odoran dalam bentuk tampon
dengan pelarut propylene glycol yang kemudian dilengkapi dengan tutup mata, sarung
tangan bersih, dan pena untuk test identifikasi. Pengujian test sniffin sticks dilakukan
dengan membuka tutup pena selama 3 detik kemudian pena diletakan 2 cm di depan
hidung pasien yang dilakukan pada hidung kanan dan kiri secara bergantian
Pemeriksa melakukan test ini dengan menggunakan tiga pena secara acak yang
dimana dua pena berisi odoran yang sama dan satu pena berisi odoran yang berbeda,
kemudian pasien diminta untuk menentukan odoran yang berbeda dari ketiga pena. Hasil
pemeriksaan yang telah dilakukan pada pasien presbyosmia dapat dijadikan kesimpulan
untuk menentukan terapi yang tepat. Pemeriksaan lainnya yang dapat mendukung diagnosis
pasien presbyosmia yakni :
a. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Pemeriksaan MRI adalah pemeriksaan yang dapat dilakukan pada pasien dengan
gangguan penghidu yang dimana pemeriksaan ini dilakukan untuk melihat apakah ada
jaringan lunak yang mengalami kelainan seperti kecurigaan terhadap tumor
(Pemeriksaan Elektrofisiologis Penghidu
Menurut Huriyati and Nelvia pemeriksaan penghidu ini terdiri dari pemeriksaan
Olfactory Event-Related Potentials (ERPs) dan Elektro-Olfaktogram (EOG).
1. Olfactory Event-Related Potentials (ERPs) tes ini dilakukan
dengan memberikan rangsangan odoran intranasal yang
diberikan antara 1-20 mili detik dengan menggunakan vanili,
phenylethyl alkohol dan H2S.
2. Elektro-Olfaktogram (EOG) tes ini dilakukan dengan
meletakkan elektroda pada permukaan epitel penghidu
dengan bantuan endoskopi.
b. Pemeriksaan Kemosensoris Penghidu
Pemeriksaan ini dilakukan untuk melihat kepekaan sistem penghidu terhadap odoran.
Pemeriksaan ini dapat dilakukan dengan beberapa metode tes yang tediri dari tes
University of Pennsylvania Smell Identification (UPSIT), tes The Connectitut
Chemosensory Clinical Research Center (CCCRC), tes Odor Stick, tes Sniffin Stick, dari
keempat pemeriksaan kemosensoris yang dapat dilakukan pada pasien dengan gangguan
penghidu, tes yang paling banyak dilakukan dan efektif dilakukan oleh para peneliti yakni
tes sniffin stick karena tes ini dapat menentukan ambang penghidu yang telah dipakai
oleh 100 penelitian yang telah terpublikasi di negara Asia dan lainnya.
c. Pemeriksaan Biopsi Neuroepitel Olfaktorius dengan mengambil jaringan
septum nasi superior yang kemudian dianalisis secara histologi untuk melihat
adanya kerusakkan sistem penghidu.

26
 
4)     Penatalaksanaa
Penatalaksaan untuk pasien presbyosmia lebih banyak berfokus untuk memberikan
edukasi mengenai penurunan normal fungsi penghidu, belum banyak terapi yang efektif
untuk pasien presbyosmia karena presbyosmia ini sendiri terjadi akibat dari penurunan fungsi
penghidu karena degeneratif saraf olfaktorius, namun sangat penting untuk memberikan
pengertian ataupun edukasi pada pasien presbyosmia mengenai penurunan fungsi penghidu
yang umum terjadi pada usia lanjut. Metode dapat dilakukan oleh seorang perawat ketika
berhadapan dengan pasien persbyosmia yakni dengan memberikan pengetahuan edukasi
mengenai penyakitnya dan memberikan srategi untuk meningkatkan nafsu makan dengan
menambah cita rasa dalam makanan karena pasien prebyosmia terkadang mengalami
penurunan nafsu makan karena tidak dapat menghirup bau makanan yang dapat dilakukan
dengan menambah cita rasa dengan memasukkan rempah-rempah yang kuat pada rasa
makanan lansia agar dapat memicu peningkatan nafsu makan pada lansia
   Korelasi Lansia dengan Covid 19
Lansia dengan penurunan fungsi tubuh dan sistem imunitas akan lebih cepat
terjangkit berbagai penyakit salah satunya penyakit yang sedang menjadi wabah di dunia
bahkan Indonesia yakni pandemi Covid-19. Covid-19 atau coronavirus merupakan penyakit
yang menyerang sistem pernafasan pada manusia yang berasal dari hewan (kelalawar dan
ular) dapat menyerang sistem pernafasan manusia yang penyebarannya dapat melalui cairan
tubuh atau kontak langsung dengan penderita (bersin, batuk ataupun percikkan air liur saat
berbicara) yang menimbulkan tanda gejala seperti demam > 38oC, batuk dan flu, sesak nafas,
sakit tenggorokkan, letih dan lesu.
Pandemi covid-19 yang sedang terjadi di dunia seiring berjalannya waktu selal
bertambah kasus disetiap harinya hingga pada tanggal 05 July 2020 mencapai angka
6.737,691 kasus dengan angka kematian 393,782 kasus. Angka kejadian coronavirus di
Indonesia sendiri pada tanggal 05 July 2020 mencapai angka 29, 521 kasus dengan angka
kematian 1,770 kasus.
kasus coronavirus dari waktu ke waktu ini banyak mengambil korban jiwa dengan
tingkat angka kematian lansia yang cukup tinggi. Sekitar 311 orang lansia yang meninggal
akibat kasus covid 19 di Indonesia pada usia 60-79 tahun (cnn). Tingginya angka kematian
lansia di Indonesia meruapakan salah satu hal yang harus diperhatikan karena seiring dengan
berjalannya waktu kasus covid 19 akan terus terjadi. Lansia yang mengalami proses penuaan
dengan penurunan sistem imunitas akan lebih rentan terhadap penyakit yang sedang
mewabah di Indonesia.
Lansia yang memiliki riwayat penyakit lain seperti penyakit jantung, diabetes,
kanker dan asma dapat meningkatkan resiko terjadinya komplikasi penyakit yang diderita
jika lansia terpapar dengan covid 19. Covid 19 yang sudah terpapar pada lansia yang
memiliki riwayat lain dapat mengakibatkan penyakit yang diderita bertambah parah
mengingat covid 19 merupakan penyakit infeksi sistem pernafasan yang juga menyerang
sistem imunitas tubuh manusia dan dapat menyebabkan kematian, maka dari itu diperlukan
pemantauan dan pencegahan yang tepat pada lansia terhadap covid 19 (Nareza, 2020,

27
 Lansia dengan penurunan sistem imunitas karena proses penuaan yang memiliki
riwayat penyakit degeneratif dan terjadinya penurunan fungsi penghidu yang mengakibatkan
lansia mengalami penurunan nafsu makan jika terjadi dengan terus menerus akan berdampak
buruk bagi kesehatan. Kesehatan lansia akan semakin menurun jika tidak terpenuhinya
asupan nutrisi dengan baik akibat penurunan nafsu makan yang terjadi pada lansia, maka dari
itu perlu dilakukannya pemantauan nutrisi lansia pada usia tua karena lansia akan lebih
mudah terpapar dengan berbagai macam penyakit seperti covid 19. Nareza (2020, p. 1)
mengemukakan bahwa pencegahan covid 19 yang dapat dilakukan oleh lansia hampir sama
dengan pencegahan yang dapat dilakukan oleh usia muda hingga dewasa, namun pada lansia
perlu dilakukan pemantauan khusus terhadap penyakit lain yang diderita. Pencegahan covid
19 yang dapat dilakukan pada lansia antara lain:
1. Mencuci tangan secara teratur dengan air mengalir dan sabun
antiseptik atau cairan berbasis alkohol.
2. Menggunakan masker ketika berpergian dan ketika sedang
sakit
3. Menghindari kontak dengan pasien yang sedang sakit dan
pasien tersangka covid 19
4. Melakukan social distancing dan isolasi mandiri dirumah
dengan tidak berpergian ketempat yang ramai seperti statisun,
terminal dan pusat perbelanjaan
5. Tidak menyentuh hidung, mata dan mulut sebelum mencuci
tangan
6. Mengkonsumsi obat penyakit yang dideritas secara teratur
7. Mengunjungi dokter untuk melakukan kontrol rutin terhadap
perkembangan penyakit yang diderita sesuai jadwal
8. Mengonsumsi makanan yang sehat dan bergizi sesuai
kebutuhan
 2.3.2 Asuhan Keperawatan pada Lansia dengan Gangguan Sistem Penghidu Presbyosmia
1. Pengakajian
Pengakajian keperawatan yang dapat dilakukan pada lansia dengan gangguan
sistem penghidu, antara lain :
2. Anamnesa
Anamnesa dapat dilakukan dengan mengakaji permasalahan kesehatan yang
dialami, menanyakan tanda gejala yang dirasakan, keluhan yang dirasakan
untuk mendukung penegakkan diagnosis gangguan penghidu, antara lain :
 Keluhan utama :
Pasien dengan gangguan penghidu biasanya mengeluh tidak mampu
mencium bau dengan baik, penurunan nafsu makan dan cemas karena
tidak mampu mencium bau-bauan.
 Riwayat penyakit :
Pasien yang mengalami gangguan penghidu dapat juga didukung
dengan adanya riwayat trauma kepala, penyakit sinonasal (sinusitis dan
polip), penyakit neurodegeneratif, kebiasaan merokok, mengkonsumsi

28
obat-obatan, infeks saluran nafas atas atau penyakit sistemik (Huriyati
and Nelvia,2014, p. 4).
3. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan pada pasien dengan gangguan
penghidu yakni pemeriksaan hidung dengan rinoskopi anterior, posterior
dan nasoendoskopi untuk mengetahui dan menilai apakah ada sumbatan pada
hidung seperti polip, inflamasi hidung, hipertrofii konka, septum deviasi,
penebalan mukosa hidung dan adanya massa seperti tumor yang mengganggu
sehigga dapat mempengaruhi transport odoran ke area olfaktorius (Huriyati
and Nelvia, 20
4. Pemeriksaan Penunjang
5. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Pemeriksaan MRI adalah pemeriksaan yang dapat dilakukan pada pasien
dengan gangguan penghidu yang dimana pemeriksaan ini dilakukan untuk
melihat apakah ada jaringan lunak yang mengalami kelainan seperti
kecurigaan terhadap tumor (Huriyati and Nelvia, 2014, p. 4).
6. Pemeriksaan Elektrofisiologis Penghidu
Pemeriksaan ini terdiri dari pemeriksaan Olfactory Event-Related Potentials
(ERPs) dan Elektro-Olfaktogram (EOG). Olfactory Event-Related Potentials
(ERPs) tes ini dilakukan dengan memberikan rangsangan odoran intranasal
yang diberikan antara 1- 20 mili detik dengan menggunakan vanili,
phenylethyl alkohol dan H2S (Huriyati and Nelvia, 2014, p. 5). Elektro
Olfaktogram (EOG) tes ini dilakukan dengan meletakkan elektroda pada
permukaan epitel penghidu dengan bantuan endoskopi (Huriyati and Nelvia,
2014, p. 5).
7. Pemeriksaan Kemosensoris Penghidu
 Pemeriksaan ini dilakukan untuk melihat kepekaan sistem penghidu terhadap
odoran. Pemeriksaan ini dapat dilakukan dengan beberapa metode tes yang
tediri dari tes University of Pennsylvania Smell Identification (UPSIT), tes
The Connectitut Chemosensory Clinical Research Center (CCCRC), tes Odor
Stick, tes Sniffin Stick, dari keempat pemeriksaan kemosensoris yang dapat
dilakukan pada pasien dengan gangguan penghidu, tes yang paling banyak
dilakukan dan efektif dilakukan oleh para peneliti yakni tes Sniffin Stick
karena tes ini dapat menentukan ambang penghidu yang telah dipakai oleh 100
penelitian yang telah terpublikasi di negara Asia dan lainnya (Huriyati and
Nelvia, 2014, p.4).
 Pemeriksaan Biopsi Neuroepitel Olfaktorius dengan mengambil jaringan
septum nasi superior yang kemudian dianalisis secara histologi untuk melihat
adanya kerusakkan sistem penghdu (Huriyati and Nelvia, 2014, p.4).

a. Status Fungsional
Status fungsional lansia menggambarkan bagaimana dirinya memandang dan
mengggambarkan sikap tentang dirinya sendiri secara utuh, menggambarkan

29
dirinya sendiri, harga diri, peran dan bagaimana lansia tersebut menghadapi
stres (Reny, 2014, p. 351). Perawat dapat mengkaji gambaran diri pasien,
harga dirinya, peran, adanya penyakit kronis, adanya gangguan pada panca
indera akibat penurunan fungsi tubuh serta hilangnya kekuatan yang dapat
mengakibatka terjadinya perubahan konsep diri dan gambaran diri serta
bagaimana cara lansia menghadapi stres (Nugroho, 2017, p. 36).
a. Aspek Spiritual
Aspek spiritual yang perlu diperhatikan pada lansia yakni dengan melihat intergrasi
kepercayaan yang semakin bertambah dalam kehidupan. Lansia yang semakin tua
akan semakin matang dalam pengalaman spiritualnya yang dapat tercermin dari pola
hidupnya (Nugroho, 2017, p. 36).
b. Fungsi Sosial
Fungsi sosial pada lansia dapat dikaji mengenai bagaimana lanisa menggambarkan
hubungannya dengan anggota keluarga, masyarakat tempat tinggal, pekerjaan dan
masalah keuangannya (Reny, 2014, p. 350). Fungsi sosial pada lansia dapat
berpengaruh terhadap nilai individu masing-masing yang sering kali dilihat dari
tingkat produktivitas yang dikaitkan dengan pekerjaan dan peran lansia dalam
kehidupannya. Pada pengakjian status fungsional perawat dapat mengkaji bagaimana
respon atau tanggapan lansia ketika pendapatan finansial berkurang secara bertahap,
kehilangan status, kehilangan teman, dan pekerjaan (Nugroho, 2017, p. 36).

Diagnosis Keperawatan, Intervensi dan Implementasi


NO :
Diagnosis :
Keperawatan :
Intervensi :
Implemetasi :

1. Gangguan persepsi setelah dilakukan Terapi Koginitif sensori gangguan penghiduan


ditandai dengan :
a. Pasien mengatakan tidak mampu mencium wewangian makanan
b. Pasien tampak tidak mencium bau sesuatu ketika dilakukan tes penghidu
c. Tampak respon pengujian tes tidak sesuai dengan hasilnya (PPNI, 2018, p.
190).

2. intervensi keperawatan fungsi sensori membaik dengan kreteria hasil:


a. Perbedaan rasa meningkat
b. Perbedaan bau meningkat (PPNI, 2019b, p. 28).

3. Setelah dilakukan intervensi keperawatan status orientasi membaik dengan kreteria


hasil:
a. Perilaku sesuai realita meningkat

30
b. Kemampuan mengambil keputusan meningkat
c. Perawatan diri meningkat (PPNI, 2019b, p. 123)

4. Perilaku :
a. Identifkasi faktor biologis dan gejala penurunan fungsi penghidu
b. Identifikasi asumsi dan pola pikir positif terhadap perubahan fungsi
penghidu
a.. Ciptakan hubungan terupetik perawatn dan pasien
b. Arahkan pikiran keliru menjadi sistematis
c. Jelaskan masalah yang dialami
d. Diskusikan rencana terkait terapi yang diberikan (PPNI, 2019a, p. 426)

5. Minimalisasi Rangsangan :
a. Periksa status sensori
b. Diskusikan tingkat toleransi
c. Kombinasikan prosedur sesuai kebutuhan (PPNI, 2019a, p. 233).

6. Resiko defisit nutrisi dibuktikan dengan setelah dilakukan intervensi Identifikasi


resiko:
a. Identifikasi resiko
b. faktor psikologis (keengganan untuk makan karena tidak mampu mencium
aroma makanan.

31
BAB 3

PENUTUP
3.1. KESIMPULAN
Lansia akan mengalami masalah kesehatan seperti penurunan pendengaran
dikarenakn fungsi dalam pendengaran yang menurun. Penurunan pendengaran
tersebut di sebut prsbikus dimana presbikus adalah gangguan sensoroneural terjadi
karena usia yang mulai bertambag yang menyababkan penurunan fungsi pendengaran.
Pada pasien dengan gangguan pencium umumnya melaporkan hilangnya sensasi
penciuman atau yang biasa dikenal dengan hyposmia.Pada pasien lansia kasus
penurunan fungsi penghidup kerap kali dikenal dengan presbyosmia (gangguan
penghidu karena umur tua).

3.2. SARAN
Saran agar apa yang telah dibuat oleh mahasiswa dapat diterpkan dan sangat
membantu bagi lansia .Dalam pemberian asuhan keperawatan dapat digunakan
pendekatan proses keperawatan gerontik serta perlu adanya partisipasi keluarga
karena keluarga merupakan orang terdekat pasien yang tahu perkembangan dan
kesehatan pasien.

32
DAFTAR PUSTAKA
fatmawati, R., & Dewi, A. Y. (2016). karakteristik penderita presbikusis di bagian ilmu kesehatan
THT -KL RSUP DR. Hasan sdikin bandung . departemen ilmu kesehatan telinga hidung tengorokan
dan leher fakultas kedokteran.
intan , N. S., & Devi, T. R. (2013). Nursing Interventoins Clasification (NIC) edisi 6. Singapore :
Elsevier.
Intan , N. S., & Devi, T. R. (2013). Nursing Outcomes Classification (NIC). Singapore: Elsevier.
Mickey, & Stanley. (2006). Buku Ajar Keperawatan Gerontik Edidi 2. Jakarta: EGC.
Muhith, A., & Siyoto, S. (2016). Pendidikan Keperawatan Gerontik. Yogyakarta: CV Andi Offset.
PPNI. (2016). Standar diagnosis keperawatan indonesia . Jakarta: pengurus PPNI. Priscillah, E.
(2005). Gerontological Nursing Health Aging Second. America. Stuart, G. W. (2009). Keperawatan
Kesehatan Jiwa Stuart. Singapore: Elsevier. Sugihantono, A. (2020). pedoaman pemberdayaan
masyarakat dalam mencegah
covit-19. Jakarta: kemenkes RI.
Sunaryo , D., & Wijayanti, r. (2015). Ashan Keperawatan Gerontik . Yogyakarta:
CV.Andi Offset.
Wahyudi, & Nugroho. (2008). Keperawatan gerontik dan Geriartik . Jakarta: EGC.

33

Anda mungkin juga menyukai