Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN HASIL PRAKTIKUM PROTEKSI DAN KESELAMATAN RADIASI

(INTERNA)

“Judul Percobaan : Penanganan Potensi Bahaya Radiasi Interna dan Kontaminasi -


Dekontaminasi”

Disusun Oleh : Kelompok 3

Nama : 1. Hammam Ahmad H NIM. 022000017


2. Ibnu Fathan Rastri NIM. 022000019
3. Ibnu Idqan NIM. 022000020
4. Ira Palupi NIM. 022000021
5. Izatul Fadhila NIM. 022000022
6. M Arfin Hussein NIM. 022000024
7. M Faqih Ammari NIM. 022000025
Tgl. Praktikum : Selasa, 31 Mei 2022
Asisten : Ibu Dian Pertiwi, S. S. T

PROGRAM STUDI ELEKTRONIKA INSTRUMENTASI


POLITEKNIK TEKNOLOGI NUKLIR INDONESIA
BADAN RISET DAN INOVASI NASIONAL
2022
LAPORAN HASIL PRAKTIKUM PROTEKSI DAN KESELAMATAN RADIASI
(INTERNA)

BAB I
PENDAHULUAN

I.1. Judul Percobaan


Praktikum proteksi dan keselamatan radiasi ini berjudul “Penanganan Potensi
Bahaya Radiasi Interna dan Kontaminasi - Dekontaminasi”, dengan 5 (lima) kali
pengambilan data percobaan. Diantaranya, penentuan limit deteksi, pengendalian
sumber radiasi, pengendalian pekerja radiasi dengan Alat Pelindung Diri (APD),
pemantauan kontaminasi permukaan, dan penentuan faktor kontaminasi.
I.2. Tujuan
Setelah melaksanakan praktikum ini, diharapkan mahasiswa memiliki
kompetensi untuk menerapkan konsepproteksi radiasi interna di daerah kerja, dengan
indikator keberhasilan, sebagai berikut :
a. Mampu menggunakan perlengkapan proteksi radiasi interna dengan benar.
b. Mampu menggunakan alat ukur kontaminasi dengan tepat dan benar.
c. Mampu menentukan daerah kontaminasi.
d. Mampu menangani kontaminasi permukaan.
BAB II
DASAR TEORI

Paparan radiasi interna terjadi apabila zat radioaktif masuk ke dalam tubuh manusia,
oleh karena itu perlu dilakukan pencegahan masuknya zat radioaktif ke dalam tubuh. Zat
radioaktif dapat masuk ke dalam tubuh manusia melalui tiga cara yaitu :
a. Pernafasan (dengan menghirup gas atau debu radioaktif).
b. Saluran pencernaan (melalui mulut).
c. Kulit (melalui luka yang terkontaminasi).
Paparan radiasi interna disebabkan oleh adanya kontaminasi zat radioaktif.
Kontaminasi zat radioaktif adalah keberadaan zat radioaktif pada tempat atau daerah yang
tidak seharusnya dan berpotensi untuk menimbulkan bahaya paparan radiasi interna dan
eksterna. Paparan radiasi interna dapat dikendalikan dengan cara pengendalian sumber
radiasi, daerah kerja dan pekerja radiasi.
II.1. Pengendalian Sumber Radiasi
Pengendalian sumber radiasi interna yaitu dengan melakukan pewadahan
dan pengungkungan yang bertujuan untuk mengendalikan penyebaran zat radioaktif,
yang dilakukan dengan cara:
a. Penentuan dan pengaturan lokasi untuk bekerja dengan zat radioaktif.
b. Pelapisan tempat kerja dengan bahan penyerap.
c. Pembatasan area kerja, misalnya dengan menggunakan baki atau alas plastik.
d. Penggunaan kontainer.
II.2. Pengendalian Daerah Kerja
Untuk fasilitas tertutup, pengendalian daerah kerja terhadap bahaya
kontaminasi radioaktif harus dilakukan pada saat mendesain gedung, ruangan, atau
fasilitas fisik. Selanjutnya dilakukan pemantauan kontaminasi, baik permukaan atau
udara secara berkala dan bila diperlukan dekontaminasi apabila terjadi kontaminasi.
Pemantauan kontaminasi pada daerah kerja secara berkala dilakukan untuk
mengetahui kemungkinan adanya kontaminasi pada permukaan area, bahan, peralatan
kerja serta udara. Penentuan kontaminasi zat radioaktif di daerah kerja dapat
dilakukan dengan menggunakan:
a. Metode langsung: dilakukan dengan mendekatkan alat ukur kontaminasi
yang telah terkalibrasi pada permukaan yang akan dipantau tingkat
kontaminasinya. Pengukuran kontaminasi dengan metode langsung dapat
dilakukan dengan beberapa kondisi :
- bahan yang terkontaminasi adalah bahan non-radioaktif;
- permukaan bahan dapat dijangkau oleh alat ukur / surveimeter;
- pengukuran dilakukan tidak di sekitar sumber radiasi lain. Di luar kondisi
tersebut, pemantauan kontaminasi dilakukan dengan metode tidak
langsung.
b. Metode tidak langsung: dilakukan dengan mengambil sampel dari
permukaan atau udara. Untuk kontaminasi permukaan, pengambilan sampel
dilakukan dengan mengusap permukaan yang terkontaminasi dengan
menggunakan kertas serap dan disebut sebagai uji usap. Sedangkan untuk
kontaminasi udara, pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan
kertas saring yang di pasang pada air sampler. Pengukuran kontaminasi udara
dikenal dengan sebutan pengukuran kadar radioaktivitas udara.
II.3. Tingkat Kontaminasi
Tingkat kontaminasi zat radioaktif pada permukaan adalah besarnya aktivitas
zat radioaktif per satuan luas permukaan yang terkontaminasi rata-rata per 100 cm2.

Alat monitor kontaminasi mempunyai Limit Deteksi (LD) yang


tergantungpada cacah atau laju cacah latar belakang.

Keterangan
LD : Limit deteksi
Clb : cacahan latar belakang
Waktu atau lama pengamatan yang ditentukan untuk pengukuran tingkat
kontaminasi sama dengan waktu untuk pengukuran cacah latar belakang.
Tingkat kontaminasi permukaan dapat dihitung menggunakan persamaan
berikut :
𝑇𝐾𝑝 = (𝑅𝑠 − 𝑅𝑙𝑏) × 𝐹𝑘
Keterangan
TKp : Tingkat kontaminasi permukaan (Bq/cm2)
Rs : Laju cacah sampel (cpm atau cps)
Rlb : Laju cacah latar belakang (cpm atau cps)
Fk : Faktor konversi (Bq/ cm2/cpm atau Bq/ cm2/cps)
Pemantauan kontaminasi pada peralatan ataupun bahan dilakukan dengan cara
yang sama dengan pemantauan kontaminasi pada permukaan area kerja. Jika
ditemukan kontaminasi pada peralatan atau bahan yang kurang memiliki nilai
ekonomis, maka bahan yang terkontaminasi tersebut dikumpulkan, dikelompokkan
dan diberi tempat khusus. Kontaminasi permukaan dapat berpindah menjadi
kontaminasi udara, baik bentuk gas atau debu/partikulat. Oleh karena itu, proses
dekontaminasi permukaan diperlukan untuk mengurangi kontribusi pada kontaminasi
udara. Pemantauan kontaminasi udara pada daerah kerja dilakukan dengan mengukur
kadar radioaktivitas udara (KRU) di daerah kerja. KRU adalah besarnya aktivitas zat
radioaktif per satuan volume udara.

KRU dapat diketahui dengan cara melakukan sampling terhadap udara di


daerah kerja menggunakan air sampler yang telah dilengkapi dengan filter yang sesuai
dengan kontaminan yang mungkin ada. Filter yang digunakan dalam sampling udara
memiliki efisiensi yang bervariasi bergantung pada jenis filter dan unsur, seperti yang
terdapat pada Tabel 1.
Tabel 1. Nilai Efisiensi Filter HE-40T, CP-20, dan CHC-50 untuk Beberapa Unsur

KRU dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut:

Keterangan
KRU : Kadar Radioaktivitas Udara (Bq/L);
Rs : laju cacah sampel (cpm);
Rlb : laju cacah latar belakang (cpm);
L : luas detektor (cm2)
fk : faktor konversi (Bq/cm2/cpm)
F : laju alir pada air sampler (L/menit)
εf : efisiensi filter
t : waktu sampling (menit)
Pengukuran kadar radioaktivitas udara digunakan untuk memperkirakan
masukan radionuklida melalui pernafasan yang dapat dihitung dengan persamaan:

Keterangan
I : masukan radionuklida melalui pernafasan
KRU : kadar radioaktivitas udara (Bq/L)
V : volume udara yang masuk melalui pernafasan selama berada di area tersebut (1
tahun = 2400 m3)
Apabila dalam kegiatan kerja terjadi kontaminasi, maka dapat dilakukan
tindakan dekontaminasi dengan memperhatikan faktor keselamatan dan ekonomis.
Dekontaminasi adalah proses menghilangkan/mengurangi kontaminasi zat radioaktif
pada bahan menggunakan cara fisika dan atau kimia. Dekontaminasi cara fisika dapat
dilakukan dengan proses pencucian, penyemprotan, pengerokan, dan pengelupasan.
Dekontaminasi secara kimia dapat dilakukan dengan proses kimia antara lain
pengendapan dan pelarutan. Keberhasilan proses dekontaminasi dapat dilihat dari
perbandingan tingkat kontaminasi sebelum dan sesudah proses dekontaminasi.
Keberhasilan dekontaminasi dipengaruhi oleh bahan kontaminan, permukaan benda,
cara dekontaminasi, dan bahan dekontaminan. Dekontaminasi hanya efektif dilakukan
untuk kontaminasi yang bersifat mudah berpindah (removable contamination), tetapi
tidak untuk kontaminasi menetap (fix contamination). Untuk kontaminasi menetap,
maka dilakukan proses fiksasi dengan menerapkan prinsip proteksi dan keselamatan
radiasi.
II.4. Pengendalian Pekerja Radiasi
Pengendalian Pekerja Radiasi : Penggunaan Peralatan Proteksi Radiasi
Interna (Alat Pelindung Diri) Penggunaan alat pelindung diri untuk pekerja radiasi
disesuaikan dengan potensi bahaya, tingkat kontaminasi, dan jenis pekerjaan yang
dilakukan pada suatu daerah kerja. Secara umum, alat pelindung diri terdiri dari 2
jenis:
a. Pelindung pernafasan, dapat berupa half mask, full mask dan hood.
Pelindung pernafasan berfungsi untuk mencegah masuknya zat radioaktif
melalui pernafasan. Pemilihan pelindung pernafasan harus memperhatikan
kadar radioaktivitas udara, Jenis filter yang digunakan ditentukan berdasarkan
bentuk zat radioaktif sebagai kontaminan di udara (partikel debu, gas, atau
aerosol). Pada daerah kontaminasi tinggi dan tekanan kurang dari 1 atmosfer
diperlukan masker dengan air-supply.
b. Pakaian pelindung, dapat berupa sandal atau sepatu laboratorium, penutup
sepatu (shoe cover), sarung tangan, dan pakaian kerja. Pakaian pelindung
berfungsi untuk mencegah masuknya zat radioaktif melalui kulit.
c. Pemilihan APD dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Pemilihan APD Berdasarkan Tingkat Kontaminasi

Tabel 3. Tabel BMT untuk Beberapa Radionuklida


BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN

III.1. Alat dan Bahan


Alat atau perangkat yang digunakan pada praktikum proteksi dan
keselamatan radiasi, dengan judul “Penanganan Potensi Bahaya Radiasi Interna dan
Kontaminasi - Dekontaminasi” diantaranya :
a. Monitor perorangan
b. Alat Pelindung Diri (APD), yang terdiri atas jas labooratorium, alas kaki
khusus, penutup kepala, masker, dan sarung tangan karet.
c. Surveymeter GM
d. Air Sampler
e. Kontaminan
f. Kertas merang, tissue
g. Filter
h. Alat gelas
i. Lembaran plastik
j. Kantong plastrik
k. Label zat radioaktif
l. Pinset
m. Pipet mikro
n. Selotip
o. Baki
p. Sabun lunak
q. Drum limbah
r. Bahan dekontaminan, berupa deterjen atau larutan radiacwash
III.2. Langkah Kerja
III.2.1. Persiapan
a. Dosimeter peroranga dipastikan sudah dalam keadaan “ON”
b. Potensi bahaya yang ada di laboratorium radiokimia diidentifikasi.
c. Tata tertib bekerja di laboratorium kimia dipelajari.
d. Sepatu dilepas dan ditinggalkan di luar laboratorium, lalu dipindahkan ke
papan transisi tanpa alas kaki. Sandal laboratorium dikenakan di lantai
laboratorium, dengan catatan tidak menginjakkan sandal laboratorium ke
papan transisi.
e. Pemakaian surveymeter dipelajari dalam mode pengukuran laju cacah dan laju
dosis.
f. Cacah latar belakang diukur dan Limit Deteksi dihitung.
III.2.2. Perlengkapan Proteksi Radiasi Interna (Alat Pelindung Diri/APD)
A. Pakaian Pelindung
a. Jas laboratorium dipilih, lengan baju dikencangkan supaya tidak mengganggu
saat bekerja. Kemudian, Sarung tangan dipilih sesuai dengan ukuran tangan.
b. Kebocoran sarung tangan dicek dengan meniup dan merasakan kemungkinan
ada udara yang keluar.
c. Penggunaan sarung tangan dipelajari berdasarkan prinsip pemakaian sarung
tangan.
B. Pelindung Pernafasan
a. Jenis-jenis pelindung pernafasan yang ada di laboratorium dipelajari.
b. Kelayakan masker dicek.
c. Masker dikenakan dan dirasakan pada posisi nyaman.
C. Penggunaan Hood
a. Sarung tangan kain dan Coverall dipakai.
b. Shoecover dipakai dengan bagian kaki coverall berada di luar shoecover.
c. Penutup kepala dipakai. Lalu, masker atau hood dipakai dan ditutupkan bagian
kepala coverall.
d. Sarung tangan karet dipakai dan semua sambungan direkatkan menggunakan
selotip.
e. Untuk melepaskan APD, maka dilakukan urutan sebaliknya.
III.2.3. Pemantauan Kontaminasi pada Daerah Kerja
A. Pengukuran Kadar Radioaktivitas Udara
a. Filter tipe HE-40T diletakkan (bagian yang halus menghadap ke luar), saringan
dari logam, dan cincin karet ke dalam tempat filter.
b. Tempat filter dipasang pada air sampler.
c. Air sampler dihidupkan dan dilakukan pengambilan sampel udara selama 30
menit. Semua informasi yang dibutuhkan dicatat seperti waktu awal dan akhir
sampling, laju alir awal dan akhir, serta lokasi pengambilan sampel pada
lembar data.
d. Air sampler dimatikan dan tempat filter dilepaskan dari air sampler.
e. Sarung tangan karet dipakai.
f. Filter dimasukkan ke dalam kantong sampel dengan menggunakan pinset.
g. Pencacahan pada filter hasil sampling dilakukan.
h. Kadar radioaktivitas udara dihitung.
B. Pendeteksian Benda Terkontaminasi
a. Wadah limbah disiapkan.
b. Cacah atau laju cacah latar belakang diukur, lalu nilai limit deteksi dihitung.
c. Laju dosis ekuivalen diukur di sekitar bahan terkontaminasi.
d. Posisi aman untuk bekerja ditentukan, jika perlu diberi penahan radiasi.
e. Sarung tangan karet dipakai.
f. Berdasarkan hasil pendeteksian, benda dimasukkan ke wadah yang susai. Lalu
wadah limbah ditutup.
g. Label limbah radioaktif diberikan.
h. Kemungkinan kontaminasi pada sarung tangan diperiksa. Selanjutnya sarung
tangan dilepas.
i. Tangan diperiksa dengan menggunakan hand-shoe monitor. Sedangkan badan
diperiksa menggunakan surveymeter kontaminasi.
C. Pengukuran Tingkat Kontaminasi Permukaan
a. Sarung tangan karet dipakai.
b. Penyisiran lokasi dilakukan dan pengukuran radiasi pada seluruh permukaan
vinil dengan jarak antara permukaan detektor dan permukaan vinil sekitar 5
(lima) cm. Laju dosis diukur pada posisi personel yang melakukan penyisiran.
c. Lokasi permukaan yang terkontaminasi ditentukan, yaitu ketika surveymeter
menunjukkan nilai laju cacah maksimum.
d. Tanda diberikan dan luas dari lokasi permukaan yang terkontaminasi
diperkirakan.
e. Pencacahan pada area terkontaminasi dilakukan.
f. Tingkat kontaminasi permukaan dihitung.
III.2.4. Proses Dekontaminasi
a. Sarung tangan karet dipakai.
b. Dekontaminasi dilakukan dengan mengusap permukaan terkobtaminasi
menggunakan kertas serap yang telah dibasahi dengan bahan dekontaminan.
Pengusapan dilakukan dari bagian yang potensi kontaminasinya kecil ke
bagian yang kontaminasinya tinggi.
c. Kertas serap yang sudah digunakan dibuang ke tempat limbah radioaktif padat.
d. Langkah kedua dan ketiga diulangi dengan menggunakan kertas serap kering.
e. Pengukuran tingkat kontaminasi dilakukan pada daerah yang telah
didekontaminasi.
f. Apabila masih terukur adanya kontaminasi, langkah kedua sampai dengan
kelima diulangi, sampai diperoleh hasil pengukuran sama dengan nilai cacah
latar belakang.
g. Laju cacag pada sarung tangan diukur untuk mengetahui ada tidaknya
kontaminasi.
h. Sarung tangan dilepas dan dibuang pada tempat limbah yang sesuai. Apabila
sarung tangan terkontaminasi, laju cacag diukur pada tangan dan segera cuci
tangan pada tempat cuci tangan yang aktif.
III.2.5. Pewadahan Sumber Radioaktif
a. Perlengkapan yang dibutuhkan untuk melakukan pewadahan sumber radioaktif
diidentifikasi.
b. Perlengkapan yang dibutuhkan, seperti wadah sumber, kontainer sumber, baki,
alas plastik, dan kertas penyerap disiapkan.
c. Kontaminasi permukaan pada kontainer dicek.
d. Laju dosis permukaan diukur.
e. Label radioaktif diberi label sesuai dengan jenis sumber radioaktif dan hasil
pengukuran.
III.2.6. Penutup
Setelah selesai, setiap praktikan diharuskan untuk mencuci tangan.
Apabila tidak terjadi kontamniasi, maka peserta dapat melepas jas laboratorium
dan sandal laboratorium kemudian meninggalkan laboratorium.
BAB IV
ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

IV.1. Analisis Data


IV.1.1. Data Peralatan dan Bahan
Surveymeter Monitor Kontaminasi Radionuklida
Merk Tipe : Ranger Merk Tipe : Ranger Radionuklida : Sr-90
No. Seri : Ranger Sn. R311053 Faktor Konversi : Jenis Pemancaran Radiasi : ß
Tgl Kalibrasi : 26 November 2022 Am-241 0.41 Bq/cm2/cps (Beta)
Faktor Kalibrasi : 0.93 Sr-90 0.09 Bq/cm2/cps Waktu paro (T1/2) : 28.8 Tahun
Tabel 4. Data Identifikasi Peralatan dan Bahan

IV.1.2. Data Penentuan Limit Deteksi


Cacah latar belakang 0.95 cps
Limit Deteksi 3√0.95 = 2.92
Batasan 0.95 cps + 2.92 = 3.87
Pengukuran laju dosis di area kerja 0.24 µSv/jam
Tabel 5. Data Penentuan Limit Deteksi
IV.1.3. Data Pengendalian Sumber Radiasi
Tujuan Bentuk Pengendalian
Mengendalikan Penyebaran a. Pembatasan terhadap penggunaan zat radioaktif
kontaminan zat radioaktif - Menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) dalam pemakaian
zat radioaktif
- Memasang bahan penyerap dalam penggunaan zat radioaktif
b. Pembatasan terhadap penyebaran zat radioaktif
- Menentukan dan mengatur daerah kerja dengan zat radioaktif
- Membatasi area kerja, misalnya dengan menggunakan baki
atau alas plastik
- Menggunakan kontainer sebagai tempat zat radioaktif, agar
potensi kontaminannya tidak menyebar.
Tabel 6. Data Pengendalian Sumber Radiasi

IV.1.4. Data Pengendalian Pekerja Radiasi dengan APD


No. Potensi Jenis APD yang Pengecekan APD
Bahaya sesuai
1. Kontaminasi a. Jas laboratorium a. Pengecakan jas laboratorium ialah dengan
zat radioaktif b. Sarung tangan memilih ukuran yang sesuai, dan
karet mengencangkan lengan baju agar tidak
c. Masker mengganggu pada saat bekerja.
d. Sepatu b. Pengecekan sarung tangan yakni dengan meniup
dan merasakan kemungkinan terdapat udara
yang keluar
c. Pengecekan masker berupa cek kelayakan
2. Tertimpa a. Sepatu a. Pengecekan sepatu berupa cek kelayakan
kontainer
dan/atau zat
radioaktif
3. Terpapar a. Pengecakan jas laboratorium ialah dengan
memilih ukuran yang sesuai, dan
mengencangkan lengan baju agar tidak
mengganggu pada saat bekerja.
b. Pengecekan sarung tangan yakni dengan meniup
dan merasakan kemungkinan terdapat udara
yang keluar
c. Pengecekan masker berupa cek kelayakan
Tabel 7. Data Pengendalian Pekerja Radiasi dengan APD

IV.1.5. Pemantauan Kontaminasi Permukaan


Zat radioaktif : Sr-90
𝐴0 : 3700 Bq
T1/2 : 28.8 Tahun
RS (awal) : 81 cps
Rlb (akhir dan/atau latar belakang) : 70 cps
Tingkat Kontaminasi :
Berdasarkan teori, tingkat kontaminasi zat radioaktif pada permukaan adalah besarnya
aktivitas zat radioaktif per satuan luas permukaan yang terkontaminasi rata-rata per 100 cm2

IV.1.6. Penentuan Faktor Kontaminasi


Dapat diketahui bahwa tingkat kontaminasi zat radioaktif pada permukaan, dapat
dihitung menggunakan persamaan :
𝑇𝑖𝑛𝑔𝑘𝑎𝑡 𝐾𝑜𝑛𝑡𝑎𝑚𝑖𝑛𝑎𝑠𝑖 = (𝑅𝑠 − 𝑅𝑙𝑏) × 𝐹𝑎𝑘𝑡𝑜𝑟 𝐾𝑜𝑛𝑣𝑒𝑟𝑠𝑖
𝑇𝑖𝑛𝑔𝑘𝑎𝑡 𝐾𝑜𝑛𝑡𝑎𝑚𝑖𝑛𝑎𝑠𝑖 = (81 − 70) × 0.09
𝑇𝑖𝑛𝑔𝑘𝑎𝑡 𝐾𝑜𝑛𝑡𝑎𝑚𝑖𝑛𝑎𝑠𝑖 = 0.99 𝐵𝑞/𝑐𝑚2
IV.2. Pembahasan
Secara instruksional, tujuan dari praktikum Proteksi dan Keselamatan Radiasi
dengan judul “Penanganan Potensi Bahaya Radiasi Interna dan Kontaminasi -
Dekontaminasi” bertujuan agar mahasiswa sebagai praktikan menggunakan perlengkapan
proteksi radiasi interna dengan benar, menggunakan alat ukur kontaminasi dengan tepat dan
benar, menentukan daerah kontaminasi, serta menangani kontaminasi permukaan. Maka dari
itu, untuk mencapai indikator keberhasilan tersebut, dilakukan beberapa pengambilan data
dengan bahasan sebagai berikut :
Sebelum melakukan pengambilan data, terdapat beberapa hal yang harus dicek dan
diidentifikasi. Pertama, yaitu surveymeter dengan tipe Ranger, no seri Ranger Sn. 311053
dengan faktor kalibrasi 0.93 dan dikalibrasi ulang pada tanggal 26 November 2022. Kedua
faktor kontaminasi dengan menggunakan surveymeter yang telah diperiksa sebelumnya,
dimana faktor konversi Am-241 = 0.41 Bq/C2 /cps dan Sr-90 = 0.09 Bq/C2 /cps. Adapun
fungsi dari faktor konversi ialah sebagai penentuan konversi surveymeter terhadap
kontaminasi permukkan yang akan dilakukan pad saat percobaan. Setiap surveymeter
memiliki faktor konversi yang berbeda-beda. Ketiga, Radionuklida atau sumber yang
terdapat pada permukaan. Adapun sumber yang digunakan ialah Sr-90 dengan waktu paro
28.8 tahun yang memancarkan sinar beta yang artinya surveymeter dapat digunakan pada
percobaan ini.
Selanjutnya diperoleh data yang digunakan untuk menentukan limit deteksi. Limit
deteksi merupakan suatu batas nilai yang digunakan untuk menemukan apakah zat radioaktif
“terdeteksi” ada di dalam sampel yang diukur atau memang tidak terdeteksi. Sementara itu,
nilai cacah latar belakang sebesar 0.95 cps dan nilai pengukuran laju dosis di area kerja
sebesar 0.24 μSv/jam. Sehingga, nilai limit deteksi diperoleh dari 3 dikali akar dari 0.95 cps
(cacah latar belakang) sehingga hasilnya 2.92. Dengan diketahui nilai RS (laju cacah sumber)
sebesar 81 cps diperoleh bahwa nilai limit deteksi lebih kecil dari nilai laju cacah sumber
(RS > LD) sehingga dapat dikatakan bahwa zat radioaktif tersebut terdeteksi. Untuk
mengetahui nilai batasan dari praktikum ini, dilakukan perhitungan dari nilai cacah latar
belakang ditambah dengan limit deteksi dimana 0.95 ditambah dengan 2.92 sama dengan
3.87 cps. Nilai batasan sebesar 3.87 cps menunjukkan bahwa praktikan tidak diperbolehkan
menerima paparan lebih dari 3.87 cps.
Kemudian, pada pengendalian sumber radiasi interna, dilakukan dengan pewadahan
dan pengungkungan yang bertujuan untuk mengendalikan penyebaran zat radioaktif,
terdapat beberapa cara yaitu pengendalian sumber radiasi, pengendalian kerja, dan
pengendalian pekerja radiasi. Untuk pengendalian sumber yaitu dengan membatasi daerah
pekerja radiasi dan daerah masyarakat, dengan memberi tandan bahaya radiasi pada area
yang diperkirakan akan terkena kontaminasi radiasi. Pada pengendalian daerah kerja
terdapat metode langsung dan tidak langsung, pada percobaan kali ini praktikan
menggunakan metode langsung, langkah awal yaitu menentukan daerah kerja dengan zat
radioaktif yaitu dengan mengecek kontaminasi radiasi pada tempat kerja menggunakan
surveymeter, lalu diberikan tanda dengan spidol pada area yang terkontaminasi, setelah
ditentukan areanya, kemudian dilakukan dekontaminasi dengan menggunakan teknik “luar
ke dalam” yang mana hal tersebut mencegah terjadinya penyebaran kontaminasi radiasi
keluar area yang telah dibatasi. .
Selanjutnya, pada pengendalian pekerja radiasi, yakni dengan menggunakan APD
(Alat Pelindung Diri). Pada hakikatnya, APD digunakan karena ada potensi bahaya. Adapun
ketika percobaan berlangsung, potensi bahaya yang mungkin bisa terjadi ialah kontaminasi,
terpapar sumber radiasi, dan tertimpa kontainer. Oleh karena itu, untuk pengendalian potensi
bahaya tersebut, praktikan dapat menggunakan APD sesuai dengan prosedur operasional.
Dimana, dapat diketahui bahwa potensi bahaya interna lebih mengacu pada bahaya
kontaminasi. Meskipun demikian, paparan juga merupakan sebuah potensi bahaya radiasi
interna. Hal ini disebabkan pada percobaan potensi bahaya radiasi eksterna tidak akan
terdapat potensi bahaya radiasi interna, karena pada percobaan maupun praktiknya sumber
radiasiyang digunakan ialah sumber tertutup, dimana sumber radiasi benar-benar terbungkus
permanen. Akan tetapi, pada percobaan pengendalian potensi bahaya radiasi interna bisa saja
terdapat potensi bahaya radiasi eksterna, dikarenakan pada percobaan maupun praktiknya
sumber yang digunkaan merupakan sumber terbuka dimana sumber memiliki pembungkus
tetapi tidak permanen. Dengan kata lain, pada saat percobaan maupun praktiknya sumber
yang digunakan sudah tidak dalam keadaan terbungkus sehingga bisa paparan bisa keluar
dan terjadi kontaminasi. Alasan mengapa paparan masuk ke dalam potensi bahaya radiasi
interna ialah, baik sumber radiasi terbungkus maupun terbuka akan tetap memancarkan
radiasi.
Dari ketiga potensi bahaya yang mungkin terjadi pada saat percobaan, praktikan
dapat mengendalikannya dengan menggunakan APD atau alat pelindung diri. Perlu
dipahami, bahwa paparan bukanlah potensi bahaya yang dapat dikendalikan dengan APD.
Tetapi tidak menutup kemungkinan ketika sumber radiasi yang digunakan memancarkan
partikel alpha, sehingga APD dapat digunakan sebagai shielding. Namun pada percobaan
ini, sumber radiasi memancarkan jenis radiasi beta, sehingga APD yang digunakan tidak
cukup bermanfaat untuk mengendalikan potensi bahaya dari paparan sumber radiasi. Dengan
demikian, praktikan dapat mengendalikannya dengan jarak antara praktikan dan sumber
semaksimal mungkin, tetapi tidak sampai menganggu proses percobaan dan juga waktu yang
digunakan pada saat percobaan berlangsung.
Dari perobaan yang telah dilakukan, dapat dikatakan bahwa kontaminasi dapat
dikendalian dengan APD seperti jas laboratorium dan sarung tangan karet, hal ini bertujuan
agar ketika sumber tanpa sengaja tumpah, tidak langsung mengenai tubuh praktikan.
Sementara itu, untuk sumber radiasi yang berbentuk gas dapat dikendalikan dengan APD
berupa masker agar hidung dan mulut terlindungi dari kontaminasi. Selain itu, mengurangi
bau sumber atau zat radioaktif yang pekat dan memengaruhi konsentrasi praktikan.
Selanjutnya untuk mencegah kontaminasi ketika sumber terjatuh, kontainer atau tempat
penyimpanan sumber radiasi terjatuh mengarah ke kaki praktikan, maka digunakan APD
berupa sepatu.
BAB V
PENUTUP

V.1. Kesimpulan
Berdasarkan percobaan yang telah dilaksanakan, dapat disimpulkan :
a. Dengan diketahui nilai RS (laju cacah sumber) sebesar 81 cps diperoleh bahwa
nilai limit deteksi lebih kecil dari nilai laju cacah sumber (RS > LD) sehingga
dapat dikatakan bahwa zat radioaktif tersebut terdeteksi.
b. Nilai batasan sebesar 3.87 cps menunjukkan bahwa praktikan tidak
diperbolehkan menerima paparan lebih dari 3.87 cps.
c. Pada pengendalian sumber radiasi interna, dilakukan dengan pewadahan dan
pengungkungan yang bertujuan untuk mengendalikan penyebaran zat
radioaktif, terdapat beberapa cara yaitu pengendalian sumber radiasi,
pengendalian kerja, dan pengendalian pekerja radiasi.
d. Untuk pengendalian sumber yaitu dengan membatasi daerah pekerja radiasi
dan daerah masyarakat, dengan memberi tandan bahaya radiasi pada area yang
diperkirakan akan terkena kontaminasi radiasi.
e. Pada pengendalian daerah kerja terdapat metode langsung dan tidak langsung,
pada percobaan kali ini praktikan menggunakan metode langsung, langkah
awal yaitu menentukan daerah kerja dengan zat radioaktif yaitu dengan
mengecek kontaminasi radiasi pada tempat kerja menggunakan surveymeter
f. Untuk pengendalian pekerja radiasi yaitu dengan menggunakan APD (Alat
Pelindung Diri), pada percobaan ini cukup menggunakan pelindung
pernapasan seperti masker atau sejenisnya, pakaian pelindung seperti jas lab,
sepatu, penutup sepatu, dan sarung tangan, yang mana hal ini bertujuan agar
mencegah masuknya zat radioaktif melalui kulit.
g. Dekontaminasi dilakukan dengan menggunakan teknik “luar ke dalam” yang
mana hal tersebut mencegah terjadinya penyebaran kontaminasi radiasi keluar
area yang telah dibatasi. .
V.2. Saran
Berdasarkan percobaan yang telah dilaksanakan, saran yang dapat diberikan
adalah :
a. Dalam melakukan percobaan dengan sumber radioaktif, sebaiknya hindari
kontak langsung untuk mencegah adanya kontaminasi. Hal ini dapat dilakukan
dengan cara, menggunakan Alat Pelindung Diri (APD).
b. Selalu pasang tanda radiasi atau tali kuning, sebagai bentuk pengendalian
daerah radiasi.
c. Pada saat proses dekontaminasi, pekerja radiasi harus memahami prosedur
pelaksanaan dan standar operasional prosedur penggunaan kamera gamma,
untuk menghindari kesalahan dan/atau kecelakaan.
d. Dalam proses analisis dan perhitungan data hasil percobaan, sebaiknya
dilakukan secara teliti berdasarkan referensi atau petunjuk praktikum yang
telah diajarkan dosen sebagai kajian teori.
DAFTAR PUSTAKA

Wiyuniarti, Slamet. Dkk. 2022. “Petunjuk Praktikum Proteksi dan Keselamatan Radiasi :
PR Interna PPR Ind1 Ind2 Mdk1”. Modul. Yogyakarta: Politeknik Nuklir Indonesia
BRIN.
Yogyakarta, 11 Juni 2022

Asisten I,

Dian Pertiwi, S. S. T

Praktikan,
Kelompok 3

Hammam Ahmad H Ibnu Fathan Rastri Ibnu Idqan


NIM. 022000017 NIM. 022000019 NIM. 022000020

Ira Palupi Izatul Fadhila M Arfin Hussein


NIM. 022000021 NIM. 022000022 NIM. 022000024

M Faqih Ammari
NIM. 022000025
Lampiran 1

Anda mungkin juga menyukai