(INTERNA)
BAB I
PENDAHULUAN
Paparan radiasi interna terjadi apabila zat radioaktif masuk ke dalam tubuh manusia,
oleh karena itu perlu dilakukan pencegahan masuknya zat radioaktif ke dalam tubuh. Zat
radioaktif dapat masuk ke dalam tubuh manusia melalui tiga cara yaitu :
a. Pernafasan (dengan menghirup gas atau debu radioaktif).
b. Saluran pencernaan (melalui mulut).
c. Kulit (melalui luka yang terkontaminasi).
Paparan radiasi interna disebabkan oleh adanya kontaminasi zat radioaktif.
Kontaminasi zat radioaktif adalah keberadaan zat radioaktif pada tempat atau daerah yang
tidak seharusnya dan berpotensi untuk menimbulkan bahaya paparan radiasi interna dan
eksterna. Paparan radiasi interna dapat dikendalikan dengan cara pengendalian sumber
radiasi, daerah kerja dan pekerja radiasi.
II.1. Pengendalian Sumber Radiasi
Pengendalian sumber radiasi interna yaitu dengan melakukan pewadahan
dan pengungkungan yang bertujuan untuk mengendalikan penyebaran zat radioaktif,
yang dilakukan dengan cara:
a. Penentuan dan pengaturan lokasi untuk bekerja dengan zat radioaktif.
b. Pelapisan tempat kerja dengan bahan penyerap.
c. Pembatasan area kerja, misalnya dengan menggunakan baki atau alas plastik.
d. Penggunaan kontainer.
II.2. Pengendalian Daerah Kerja
Untuk fasilitas tertutup, pengendalian daerah kerja terhadap bahaya
kontaminasi radioaktif harus dilakukan pada saat mendesain gedung, ruangan, atau
fasilitas fisik. Selanjutnya dilakukan pemantauan kontaminasi, baik permukaan atau
udara secara berkala dan bila diperlukan dekontaminasi apabila terjadi kontaminasi.
Pemantauan kontaminasi pada daerah kerja secara berkala dilakukan untuk
mengetahui kemungkinan adanya kontaminasi pada permukaan area, bahan, peralatan
kerja serta udara. Penentuan kontaminasi zat radioaktif di daerah kerja dapat
dilakukan dengan menggunakan:
a. Metode langsung: dilakukan dengan mendekatkan alat ukur kontaminasi
yang telah terkalibrasi pada permukaan yang akan dipantau tingkat
kontaminasinya. Pengukuran kontaminasi dengan metode langsung dapat
dilakukan dengan beberapa kondisi :
- bahan yang terkontaminasi adalah bahan non-radioaktif;
- permukaan bahan dapat dijangkau oleh alat ukur / surveimeter;
- pengukuran dilakukan tidak di sekitar sumber radiasi lain. Di luar kondisi
tersebut, pemantauan kontaminasi dilakukan dengan metode tidak
langsung.
b. Metode tidak langsung: dilakukan dengan mengambil sampel dari
permukaan atau udara. Untuk kontaminasi permukaan, pengambilan sampel
dilakukan dengan mengusap permukaan yang terkontaminasi dengan
menggunakan kertas serap dan disebut sebagai uji usap. Sedangkan untuk
kontaminasi udara, pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan
kertas saring yang di pasang pada air sampler. Pengukuran kontaminasi udara
dikenal dengan sebutan pengukuran kadar radioaktivitas udara.
II.3. Tingkat Kontaminasi
Tingkat kontaminasi zat radioaktif pada permukaan adalah besarnya aktivitas
zat radioaktif per satuan luas permukaan yang terkontaminasi rata-rata per 100 cm2.
Keterangan
LD : Limit deteksi
Clb : cacahan latar belakang
Waktu atau lama pengamatan yang ditentukan untuk pengukuran tingkat
kontaminasi sama dengan waktu untuk pengukuran cacah latar belakang.
Tingkat kontaminasi permukaan dapat dihitung menggunakan persamaan
berikut :
𝑇𝐾𝑝 = (𝑅𝑠 − 𝑅𝑙𝑏) × 𝐹𝑘
Keterangan
TKp : Tingkat kontaminasi permukaan (Bq/cm2)
Rs : Laju cacah sampel (cpm atau cps)
Rlb : Laju cacah latar belakang (cpm atau cps)
Fk : Faktor konversi (Bq/ cm2/cpm atau Bq/ cm2/cps)
Pemantauan kontaminasi pada peralatan ataupun bahan dilakukan dengan cara
yang sama dengan pemantauan kontaminasi pada permukaan area kerja. Jika
ditemukan kontaminasi pada peralatan atau bahan yang kurang memiliki nilai
ekonomis, maka bahan yang terkontaminasi tersebut dikumpulkan, dikelompokkan
dan diberi tempat khusus. Kontaminasi permukaan dapat berpindah menjadi
kontaminasi udara, baik bentuk gas atau debu/partikulat. Oleh karena itu, proses
dekontaminasi permukaan diperlukan untuk mengurangi kontribusi pada kontaminasi
udara. Pemantauan kontaminasi udara pada daerah kerja dilakukan dengan mengukur
kadar radioaktivitas udara (KRU) di daerah kerja. KRU adalah besarnya aktivitas zat
radioaktif per satuan volume udara.
Keterangan
KRU : Kadar Radioaktivitas Udara (Bq/L);
Rs : laju cacah sampel (cpm);
Rlb : laju cacah latar belakang (cpm);
L : luas detektor (cm2)
fk : faktor konversi (Bq/cm2/cpm)
F : laju alir pada air sampler (L/menit)
εf : efisiensi filter
t : waktu sampling (menit)
Pengukuran kadar radioaktivitas udara digunakan untuk memperkirakan
masukan radionuklida melalui pernafasan yang dapat dihitung dengan persamaan:
Keterangan
I : masukan radionuklida melalui pernafasan
KRU : kadar radioaktivitas udara (Bq/L)
V : volume udara yang masuk melalui pernafasan selama berada di area tersebut (1
tahun = 2400 m3)
Apabila dalam kegiatan kerja terjadi kontaminasi, maka dapat dilakukan
tindakan dekontaminasi dengan memperhatikan faktor keselamatan dan ekonomis.
Dekontaminasi adalah proses menghilangkan/mengurangi kontaminasi zat radioaktif
pada bahan menggunakan cara fisika dan atau kimia. Dekontaminasi cara fisika dapat
dilakukan dengan proses pencucian, penyemprotan, pengerokan, dan pengelupasan.
Dekontaminasi secara kimia dapat dilakukan dengan proses kimia antara lain
pengendapan dan pelarutan. Keberhasilan proses dekontaminasi dapat dilihat dari
perbandingan tingkat kontaminasi sebelum dan sesudah proses dekontaminasi.
Keberhasilan dekontaminasi dipengaruhi oleh bahan kontaminan, permukaan benda,
cara dekontaminasi, dan bahan dekontaminan. Dekontaminasi hanya efektif dilakukan
untuk kontaminasi yang bersifat mudah berpindah (removable contamination), tetapi
tidak untuk kontaminasi menetap (fix contamination). Untuk kontaminasi menetap,
maka dilakukan proses fiksasi dengan menerapkan prinsip proteksi dan keselamatan
radiasi.
II.4. Pengendalian Pekerja Radiasi
Pengendalian Pekerja Radiasi : Penggunaan Peralatan Proteksi Radiasi
Interna (Alat Pelindung Diri) Penggunaan alat pelindung diri untuk pekerja radiasi
disesuaikan dengan potensi bahaya, tingkat kontaminasi, dan jenis pekerjaan yang
dilakukan pada suatu daerah kerja. Secara umum, alat pelindung diri terdiri dari 2
jenis:
a. Pelindung pernafasan, dapat berupa half mask, full mask dan hood.
Pelindung pernafasan berfungsi untuk mencegah masuknya zat radioaktif
melalui pernafasan. Pemilihan pelindung pernafasan harus memperhatikan
kadar radioaktivitas udara, Jenis filter yang digunakan ditentukan berdasarkan
bentuk zat radioaktif sebagai kontaminan di udara (partikel debu, gas, atau
aerosol). Pada daerah kontaminasi tinggi dan tekanan kurang dari 1 atmosfer
diperlukan masker dengan air-supply.
b. Pakaian pelindung, dapat berupa sandal atau sepatu laboratorium, penutup
sepatu (shoe cover), sarung tangan, dan pakaian kerja. Pakaian pelindung
berfungsi untuk mencegah masuknya zat radioaktif melalui kulit.
c. Pemilihan APD dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Pemilihan APD Berdasarkan Tingkat Kontaminasi
V.1. Kesimpulan
Berdasarkan percobaan yang telah dilaksanakan, dapat disimpulkan :
a. Dengan diketahui nilai RS (laju cacah sumber) sebesar 81 cps diperoleh bahwa
nilai limit deteksi lebih kecil dari nilai laju cacah sumber (RS > LD) sehingga
dapat dikatakan bahwa zat radioaktif tersebut terdeteksi.
b. Nilai batasan sebesar 3.87 cps menunjukkan bahwa praktikan tidak
diperbolehkan menerima paparan lebih dari 3.87 cps.
c. Pada pengendalian sumber radiasi interna, dilakukan dengan pewadahan dan
pengungkungan yang bertujuan untuk mengendalikan penyebaran zat
radioaktif, terdapat beberapa cara yaitu pengendalian sumber radiasi,
pengendalian kerja, dan pengendalian pekerja radiasi.
d. Untuk pengendalian sumber yaitu dengan membatasi daerah pekerja radiasi
dan daerah masyarakat, dengan memberi tandan bahaya radiasi pada area yang
diperkirakan akan terkena kontaminasi radiasi.
e. Pada pengendalian daerah kerja terdapat metode langsung dan tidak langsung,
pada percobaan kali ini praktikan menggunakan metode langsung, langkah
awal yaitu menentukan daerah kerja dengan zat radioaktif yaitu dengan
mengecek kontaminasi radiasi pada tempat kerja menggunakan surveymeter
f. Untuk pengendalian pekerja radiasi yaitu dengan menggunakan APD (Alat
Pelindung Diri), pada percobaan ini cukup menggunakan pelindung
pernapasan seperti masker atau sejenisnya, pakaian pelindung seperti jas lab,
sepatu, penutup sepatu, dan sarung tangan, yang mana hal ini bertujuan agar
mencegah masuknya zat radioaktif melalui kulit.
g. Dekontaminasi dilakukan dengan menggunakan teknik “luar ke dalam” yang
mana hal tersebut mencegah terjadinya penyebaran kontaminasi radiasi keluar
area yang telah dibatasi. .
V.2. Saran
Berdasarkan percobaan yang telah dilaksanakan, saran yang dapat diberikan
adalah :
a. Dalam melakukan percobaan dengan sumber radioaktif, sebaiknya hindari
kontak langsung untuk mencegah adanya kontaminasi. Hal ini dapat dilakukan
dengan cara, menggunakan Alat Pelindung Diri (APD).
b. Selalu pasang tanda radiasi atau tali kuning, sebagai bentuk pengendalian
daerah radiasi.
c. Pada saat proses dekontaminasi, pekerja radiasi harus memahami prosedur
pelaksanaan dan standar operasional prosedur penggunaan kamera gamma,
untuk menghindari kesalahan dan/atau kecelakaan.
d. Dalam proses analisis dan perhitungan data hasil percobaan, sebaiknya
dilakukan secara teliti berdasarkan referensi atau petunjuk praktikum yang
telah diajarkan dosen sebagai kajian teori.
DAFTAR PUSTAKA
Wiyuniarti, Slamet. Dkk. 2022. “Petunjuk Praktikum Proteksi dan Keselamatan Radiasi :
PR Interna PPR Ind1 Ind2 Mdk1”. Modul. Yogyakarta: Politeknik Nuklir Indonesia
BRIN.
Yogyakarta, 11 Juni 2022
Asisten I,
Dian Pertiwi, S. S. T
Praktikan,
Kelompok 3
M Faqih Ammari
NIM. 022000025
Lampiran 1