Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN HASIL PRAKTIKUM ALAT DETEKSI DAN

PENGUKURAN RADIASI

“Judul Percobaan : Statistik Pencacahan”

Disusun Oleh :

Nama : Ira Palupi


NIM : 022000021
Tgl. Praktikum : 30 Mei 2022
Dosen Pengampu : Ayu Jati Puspitasari, M. Si
Kelompok :E
Teman kerja : 1. Ibnu Idqan NIM. 022000020
2. Izatul Fadhila NIM. 022000022
3. M Arfin Hussein NIM. 022000024

PROGRAM STUDI ELEKTRONIKA INSTRUMENTASI


POLITEKNIK TEKNOLOGI NUKLIR INDONESIA
BADAN RISET DAN INOVASI NASIONAL
2022
LAPORAN HASIL PRAKTIKUM
ALAT DETEKSI DAN PENGUKURAN RADIASI

BAB I
PENDAHULUAN

I.1. Judul Percobaan


Praktikum ini terdapat 2 (dua) macam percobaan, di antaranya:
a. Percobaan 1 : Menentukan Daerah Kerja.
b. Percobaan 2 : Menentukan Nilai Cacah Sumber (cacah latar dan cacah total).

I.2. Tujuan
Tujuan umum dari praktikum ini ialah agar mahasiswa mampu :
a. Menghitung penyimpangan pengukuran cacahan.
b. Menghitung penyimpangan pengukuran dengan mempertimbangkan faktor
error propagasi.
c. Menerapkan Chi-Square Test pada sekumpulan data pengukuran radiasi.
BAB II
DASAR TEORI

II.1. Sifat Acak (random)


Suatu pengukuran mengikuti kecenderungan atau distribusi tertentu. Sebagai
contoh, jika kita memiliki sebuah dadu, berapakah peluang terjadinya dadu mata satu
pada satu kali pelemparan? Maka,
𝑵𝑨
𝑷(𝑨) = (1)
𝑵

Dengan P(A) adalah peluang atau probabilitas terjadinya, NA adalah banyaknya


kejadian dan N adalah kejadian seluruhnya/peristiwa yang mungkin terjadi. Persamaan
(1) dapat dituliskan kembali
𝑵𝑨 = 𝑷(𝑨). 𝑵 (2)
Peluruhan zat radioaktif dan reaksi nuklir lainnya adalah peristiwa yang
bersifat random, karena itu sistem pencacahan atau perhitungan kuantitatifnya harus
dilakukan secara statistik. Hal itu disebabkan oleh perubahan aktivitas yang konstan
dari setiap cuplikan terkait waktu paruh dan fluktuasi laju peluruhan terhadap waktu
karena sifat stokastik atau random peluruhan zat radioaktif. Persamaan aktivitas zat
radioaktif adalah
𝑨 = 𝝀 .𝑵 (3)
A adalah aktivitas zat radioaktif, λ adalah konstanta peluruhan, sedangkan N adalah
jumlah inti yang tidak stabil. Konstanta peluruhan (λ) merupakan probabilitas salah
satu inti atom tersebut meluruh atau tidak. Dengan menganalogikan dua rumusan
tersebut di atas maka dapat disimpulkan bahwa aktivitas radioaktif bersifat acak
(random). Jadi, bila suatu zat radioaktif mempunyai aktivitas sebesar 100 Bq maka
tidak berarti bahwa zat radioaktif tersebut selalu memancarkan 100 radiasi per detik,
melainkan berbeda-beda tetapi mempunyai kecenderungan di sekitar nilai 100.
II.2. Distribusi Gauss (normal)
Sifat acak suatu pengukuran selalu mengikuti suatu distribusi tertentu, sebagai
contoh eksperimen uang logam dan dadu di atas mengikuti distribusi binomial. Bila
distribusi binomial tersebut mempunyai probabilitas sangat kecil maka akan berubah
menjadi distribusi Poisson, sedangkan bila distribusi Poisson tersebut menghasilkan
nilai ukur yang besar (beberapa literatur menuliskan > 40) maka berubah menjadi
distribusi Gauss (Normal).

Gambar 1. Distribusi Gauss


Zat radioaktif mempunyai konstanta peluruhan (λ) yang sangat kecil, misalnya
U-238 adalah 4.88×10-18 dan aktivitas sumber biasanya bernilai “sangat besar” dalam
orde Bq (peluruhan per detik), misalnya aktivitas 1 µCi setara dengan 3.7×104
peluruhan per detik. Oleh karena itu pancaran radiasi mengikuti distribusi Gauss
(Normal).
Oleh karena aktivitas zat radioaktif bersifat acak mengikuti distribusi Gauss
(Normal) maka intensitas radiasi yang terukurpun akan bersifat acak sehingga data
hasil pengukurannya juga akan mengikuti distribusi Gauss. Pengukuran intensitas
radiasi yang dilakukan secara berulang pasti akan memperoleh hasil pengukuran yang
berbeda-beda. Yang menjadi pertanyaan adalah“berapakah nilai ukur yang
sebenarnya”. Dengan fenomena tersebut di atas maka pengukuran intensitas radiasi
harus dilakukan secara berulang, baik beberapa kali atau dalam selang waktu cukup
panjang, yang berarti akumulasi nilai dari pengulangan waktu beberapa detik. Nilai
ukur sebenarnya diduga berada di dalam rentang nilai rata-rata ± nilai simpangannya.
II.3. Propagasi Error (normal)
Propagasi error atau rambatan error adalah metode untuk menghitung
simpangan suatu nilai yang berasal dari beberapa faktor, misalnya beberapa hasil
pengukuran dan data pendukung lainnya. Rumusan dasar propagasi error untuk suatu
nilai F yang merupakan fungsi dari factor X, Y, dan Z adalah sbb
(4)

II.3.1. Laju Cacah


Laju cacah atau cacahan per detik adalah suatu nilai yang sebanding
dengan aktivitas atau intensitas radiasi
𝒄
𝑹 = 𝜟𝑻 (5)

Karena simpangan waktu (st) dapat diasumsikan tidak ada, maka


simpangan laju cacah (sr) hanya dihitung dari satu factor saja yaitu nilai cacah
(C).

(6)
II.3.2. Cacahan Rata-Rata
Cacahan rata-rata merupakan nilai rata-rata dari beberapa kali
pengukuran, misalnya N kali

(7)
II.3.3. Laju Cacah Sumber
Laju cacah radiasi yang hanya berasal dari sumber saja (Rs) dapat
dihitung dengan cara mengurangi laju cacah keseluruhan (Rt) dengan laju
cacah latar belakang (RL).
𝑹𝒔 = 𝑹𝒕 − 𝑹𝑳 (8)
Simpangan laju cacah adalah

(9)
II.3.4. Efisiensi Pengukuran
Simpangan dari efisiensi pengukuran (η) suatu nilai yang
membandingkan antara laju cacah dan aktivitas sumber standar

(10)

(11)
Dengan sebesar 1% atau 0.01A . Rs adalah laju cacah sumber rata-rata,
A adalah aktivitas, dan p adalah probabilitas pancaran radiasi yang nilainya
bergantung dari jenis radionuklida. Nilai p dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Probabilitas dan Energi Beberapa Jenis Radionuklida


Nilai efisiensi dipengaruhi oleh geometri (jarak, dimensi, dan posisi)
pengukuran, jenis, dan energi radiasi.

II.4. Limit Deteksi


Setiap pengukuran radiasi akan menghasilkan kesalahan atau ketidakpastian,
termasuk pengukuran radiasi latar belakang (background). Yang menjadi
permasalahan sekarang adalah bila aktivitas suatu sumber atau intensitas radiasi yang
dipancarkan oleh sumber kurang dibandingkan dengan intensitas radiasi background.
Sebagai contoh, hasil pengukuran intensitas suatu sampel (sumber dan background)
adalah 120 sedangkan pengukuran tanpa sampel (background) adalah 100. Secara
perhitungan dengan mudah dapat ditentukan bahwa radiasi latar belakang adalah 100,
sehingga radiasi sumbernya saja adalah 20. Hal tersebut tidak dapat dibenarkan karena
nilai intensitas radiasi latar belakang selalu berfluktuasi sehingga nilai 120 tersebut
mungkin saja hanya fluktuasu nilai intensitas radiasi latar belakang. Jadi sampel
tersebut sebenarnya tidak mengandung zat radioaktif sama sekali
Limit deteksi adalah suatu batas nilai yang digunakan untuk menemukan
apakah zat radioaktif “terdeteksi” ada di dalam sampel yang diukur atau memang tidak
terdeteksi. Nilai limit deteksi ditentukan sebesar simpangan pengukuran latar belakang
dengan tingkat kepercayaan 3 sigma.

(12)
Nilai hasil pengukuran radiasi sumber pada contoh di atas (=20) masih kurang dari
limit deteksinya (=30). Sehingga pada contoh di atas tidak ada zat radioaktif dalam
sampel.
Contoh lain, hasil pengukuran intensitas suatu sampelyang berarti pengukuran
radasi yang berasal dari sumbernya dan ditambah dengan radiasi latar belakang- adalah
150 sedangkan pengukuran tanpa sampel -yang berarti hanya pengukuran radiasi letar
belakang- adalah 100. Secara perhitungan dengan mudah dapat ditentukan bahwa
radiasi latar belakang adalah 100 sehingga radiasi sumbernya saja adalah 50.
Berdasarkan pembahasan limit deteksi, sampel pada contoh tersebut di atas
dapat dinyatakan mengandung zat radioaktif karena hasil pengukuran sumber ( = 50 )
sudah lebih besar daripada limit deteksi pengukurannya. Tetapi nilai hasil pengukuran
( = 50 ) belum dapat dinyatakan sebagai kuantitas (atau dalam contoh ini adalah
aktivitas) sumber. Limit kuantisasi adalah suatu batas nilai yang digunakan untuk
menentukan apakah nilai hasil pengukuran dapat dinyatakan secara kuantitatif atau
tidak. Nilai limit kuantisasi harus ditetapkan secara konvensi, dari satu negara atau
laboratorium ke negara atau laboratorium lain mempunyai nilai yang berbeda. Nilai
limit kuantisasi yang banyak digunakan adalah sebesar simpangan pengukuran latar
belakang dengan tingkat kepercayaan 7 sigma.

(13)
Jadi pada contoh pengukuran di atas hanya dapat dinyatakan secara kualitatif
saja bahwa di dalam sampel terdeteksi adanya zat radioaktif tetapi kuantitas atau
aktivitas sumber tidak layak untuk dinyatakan karena masih kurang dari limit
kuantisasinya ( = 70 ).
II.5. Chi-Square Test
Pengukuran besaran fisis yang bersifat acak secara berulang selalu akan
menghasilkan nilai yang berubah-ubah, sebagai contoh 10 kali pengukuran intensitas
radiasi akan menghasilkan 10 nilai yang berbeda-beda. Hal ini menimbulkan
kesulitan untuk mengetahui bahwa perubahan nilai tersebut memang karena sifat
acak dari sumber yang diukur, bukan disebabkan oleh ”anomali” alat pengukur. Chi-
Square test adalah sebuah metode yang lazim digunakan untuk menguji apakah
sekumpulan data mengikuti distribusi Gauss atau tidak. Nilai Chi-Square ditentukan
dengan persamaan berikut.

(14)
Cara pembacaan tabel Chi-Square n adalah derajat kebebasan pengukuran
yaitu jumlah pengulangan dikurangi 1 ( N – 1 ). Nilai-nilai pada kolom χ2 0,50 adalah
nilai ideal bila semua nilai hasil pengukuran tepat sesuai dengan distribusi Gauss,
tentu saja hal ini sangat sulit dicapai dalam pengukuran sebenarnya. Seberapa besar
toleransi tidak ideal harus ditentukan oleh masing-masing keperluan atau
laboratoriumnya. Tetapi walaupun begitu, nilai yang banyak digunakan adalah nilai
di dalam rentang χ2 0.90 dan χ2 0.10. Data hasil 10 kali pengukuran “layak diterima”
sebagai distribusi Gauss dengan tingkat kepercayaan 95% (degree of
freedom/df=0.05) bila nilai χ2 di dalam rentang 4.17 ~ 14.7 pengukuran, sedangkan
data 15 kali pengukuran harus berada di dalam rentang 7.79 ~ 21.1. Apabila data
hasil pengukuran intensitas radiasi tidak memenuhi kriteria tersebut maka terdapat
kesalahan, mungkin di peralatan ukur atau di sumbernya sendiri
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN

III.1. Alat dan Bahan


Alat atau perangkat yang digunakan pada praktikum alat deteksi pengukuran
radiasi, dengan judul “Statistik Pencacahan” diantaranya detektor Geiger Muller,
sumber radioaktif Sr-90, Counter, PC/komputer, dan software STX.

III.2. Langkah Kerja


III.2.1. Menentukan Daerah Kerja
Langkah kerja diawali dengan menghubungkan detektor GM,
counter, dan PC seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2. Kemudian, PC dan
counter dinyalakan.

Gambar 2. Skema Percobaan


Selanjutnya, informasi radioaktif yang digunakan seperti aktivitas,
waktu paro, dan waktu awal dicatat. Dan sumber Sr-90 diletakkan pada posisi
sejajar dengan detektor GM pada jarak tertentu. Lalu, jarak sumber dengan
detektor diukur. Kemudian, PC dinyalakan dan software STX dibuka. Ketika
masuk ke windows STX, menu Experiment kemudian Plateu dipilih. Dari
sini, dapat ditentukan rentang tegangan dari 600 sampai 1200 volt, dengan
step voltage 50 volt dan time per step sebesar 60 detik.
Setelah itu, menu show graph diklik untuk menampilkan grafik
pencacahan secara langsung, dan dijalankan dengan klik RUN. Terakhir, hasil
cacahan dicatat, dan dapat dinyatakan dalam pembuatan grafik cacahan untuk
menentukan tegangan kerja. Dimana, tegangan kerja diperoleh dari 1/3
sampai ½ lebar plato.
III.2.2. Menentukan Nilai Cacah Sumber
Nilai cacah sumber dapat diperoleh dengan cara menentukan nilai
cacah latar dan cacah total. Sehingga langkah kerja pada percobaan ini ialah
sebagai berikut :
Untuk menentukan nilai cacah latar, pertama yang harus dilakukan
tentunya menjauhkan sumber dari detektor. Kemudian, menu Experiment
kemudian Half Life dipilih pada tampilan software STX. Selanjutnya, banyak
cacahan atau number of runs sebanyak 30, waktu cacah (count time) 45 detik,
dan HV menggunakan tegangan kerja yang diperoleh dari percobaan
sebelumnya. Setelah itu, menu graph result diklik, dan dimulai (START).
Terakhir, data cacah yang tertampil dicatat padalaporan sementara.
Sementara itu, untuk menentukan nilai cacah total. Pada dasarnya
sama seperti penentuan nilai cacah latar, hanya saja langkah kerja diawali
dengan meletakkan sumber Sr-90 pada posisi sejajar dengan detektor GM
pada jarak tertentu, kemudian jarak tersebut diukur. Selanjutnya, menu
Experiment kemudian Half Life dipilih pada tampilan software STX. Lalu,
banyak cacahan atau number of runs sebanyak 30, waktu cacah (count time)
45 detik, dan HV menggunakan tegangan kerja yang diperoleh dari
percobaan sebelumnya. Setelah itu, menu graph result diklik, dan dimulai
(START). Terakhir, data cacah yang tertampil dicatat padalaporan
sementara.
BAB IV
ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

IV.1. Analisis Data


IV.1.1. Data Percobaan 1 : Menentukan Daerah Kerja
No. Tegangan Nilai Grafik Plateau
(V) Cacah
1. 600 2709
2. 650 2906
3. 700 3029
4. 750 3046
5. 800 3107
6. 850 3030
7. 900 3192
8. 950 3283
9. 1000 3243
10. 1050 3229
11. 1100 55766
12. 1150 162
13. 1200 0
Tabel 1. Nilai Cacah untuk Menentukan Tegangan Kerja

Jangkauan minimal daerah plato = 600 Volt


Daerah Plato (𝑉2 − 𝑉1 ) = 1050 𝑣𝑜𝑙𝑡 − 600 𝑣𝑜𝑙𝑡 = 450 𝑣𝑜𝑙𝑡
Tegangan kerja :
𝑑𝑎𝑒𝑟𝑎ℎ 𝑝𝑙𝑎𝑡𝑜
- 𝐽𝑎𝑛𝑔𝑘𝑎𝑢𝑎𝑛 𝑚𝑖𝑛 𝑑𝑎𝑒𝑟𝑎ℎ 𝑝𝑙𝑎𝑡𝑜 +
2
450 𝑣𝑜𝑙𝑡
600 𝑣𝑜𝑙𝑡 + = 825 𝑣𝑜𝑙𝑡
2
𝑑𝑎𝑒𝑟𝑎ℎ 𝑝𝑙𝑎𝑡𝑜
- 𝐽𝑎𝑛𝑔𝑘𝑎𝑢𝑎𝑛 𝑚𝑖𝑛 𝑑𝑎𝑒𝑟𝑎ℎ 𝑝𝑙𝑎𝑡𝑜 +
3
450 𝑣𝑜𝑙𝑡
600 𝑣𝑜𝑙𝑡 + = 750 𝑣𝑜𝑙𝑡
3

Tegangan kerja :
825 𝑣𝑜𝑙𝑡 +750 𝑣𝑜𝑙𝑡
= 787.5 ≈ 800 𝑣𝑜𝑙𝑡
2
IV.1.2. Data Percobaan 2 : Menentukan Nilai Cacah Sumber (cacah latar dan
cacah total).
Sumber radiasi = Sr-90
Jarak sumber radiasi ke detektor = 3 cm
𝐴0 Sr-90 = 0.1 μCi
t = 4.6 tahun
T1/2 = 28.8 tahun

Tabel 2. Data Perhitungan Simpangan Nilai Cacah


Keterangan :
Ct adalah cacah total
CL adalah cacah latar
CS adalah cacah sumber ( 𝐶𝑆 = 𝐶𝑡 − 𝐶𝐿 )
𝐶𝑆
RS adalah laju cacah sumber ( 𝑅𝑆 = )
∆𝑇

A adalah aktivitas radiasi


1/2
𝐴 = 𝐴0 . 𝑒 −0.693.𝑡/𝑇
𝐴 = 0.1 × 10−6 𝐶𝑖 × 𝑒 −0.693 × 4.6 / 28.8
𝐴 = 8.95 × 10−8 𝐶𝑖
IV.1.3. Perhitungan Data Percobaan 2
a. Standar Deviasi Sampel

(𝐶𝑡 − ̅̅̅
𝐶𝑡 ) 2 49799.2
Standar deviasi cacah total (Ct) : 𝑆𝑐𝑡 = √∑ 𝑛−1 =√ = 41.44
29

(𝐶𝐿 − ̅̅̅̅
𝐶𝐿 ) 2 1453.37
Standar deviasi cacah latar (CL) : 𝑆𝑐𝑡 = √∑ 𝑛−1 =√ = 7.08
29

(𝐶𝑆 − ̅̅̅̅
𝐶𝑆 ) 2 48252.97
Standar deviasi cacah sumber (CS) : 𝑆𝑐𝑆 = √∑ 𝑛−1 =√ = 40.8
29

b. Varian
Varian cacah total 𝑆𝑐𝑡2 = 41.442 = 1717.27

Varian cacah latar 𝑆𝑐𝐿2 = 7.082 = 50.13

Varian cacah sumber 𝑆𝑐𝑆2 = 40.82 = 1664.64

c. Propagasi Error
Simpangan cacah sumber (CS) : 𝑆𝑐𝑆 = √𝑆𝑐𝑡2 + 𝑆𝑐𝐿2 = √1717.27 + 50.13 = 42.04

1 1
Simpangan laju cacah total (Rt) : 𝑆𝑅𝑡 = √(∆𝑇 ) 2 𝑆𝑐𝑡2 = √( ) 2
1717.27 = 0.92
45

1 1
Simpangan laju cacah latar (RL) : 𝑆𝑅𝐿 = √(∆𝑇 ) 2 𝑆𝑐𝐿2 = √( ) 2
50.13 = 0.16
45

1 1
Simpangan laju cacah sumber (RS) : 𝑆𝑅𝑆 = √(∆𝑇 ) 2 𝑆𝑐𝑆2 = √( ) 2
1664.64 = 0.906
45

Simpangan laju cacah sumber (RS) : 𝑆𝑐𝑆 = √𝑆𝑅𝑡2 + 𝑆𝑅𝐿2 = √0.92 + 0.16 = 0.93

̅̅̅̅ ̅̅̅̅ 𝐶̅𝑡 2621


Simpangan cacah total rata-rata (𝐶 𝑡 ) : (𝑆𝑐𝑡 ) = √ 𝑁 = √ 30 = 9.35
d. Efisiensi Pengukuran
𝑅𝑠 57.25
η = 𝐴. = 8.95 × 10−8 × 1 = 6.4 × 10−8 𝑐𝑝𝑠/𝐶𝑖
𝑝

Simpangan efisiensi pengukuran (jika SA = 0.01 A)

1 2 𝑆𝑅2 + 𝑅
Sη = √(𝐴) 𝑆 (𝐴2𝑆 ) 2 𝑆2𝐴

1 2 (0.93)2 +
57.25
Sη = √( ) ( ) 2 (0.01) 2
8.95 × 10−8 (8.95 × 10−8 ) 2

Sη = 7.15 × 1013

e. Limit Deteksi dan Limit Kuantisasi


Limit Deteksi (LD) : LD = 3√𝑅𝐿 = 3√0.99 = 2.98

Limit Kuantisasi (LK) : LK = 7√𝑅𝐿 = 3√0.99 = 6.96

f. Nilai Chi-Square Test


(𝐶𝑆 − ̅̅̅
𝐶𝑆 ) 2 48252.97
𝑋2 = ∑ = = 18.727
̅̅̅𝑆
𝐶 2576.63
IV.2. Pembahasan
Secara instruksional, tujuan dari praktikum Alat Deteksi dan Pengukuran Radiasi
dengan judul “Statistik Pencacahan” yaitu agar mahasiswa sebagai praktikan mampu
menentukan tegangan kerja pada detektor Geiger Muller, mampu menghitung
penyimpangan pengukuran cacahan dengan mempertimbangkan faktor error propagasi,
serta mampu menerapkan Chi-Square Test pada sekumpulan data pengukuran radiasi. Oleh
karena itu, untuk mencapai tujuan instruksional tersebut, praktikum dilakukan sebanyak 2
(dua) macam percobaan dan 6 (enam) perhitungan data.

Percobaan pertama merupakan penentuan tegangan kerja. Pada prinsipnya, daerah


tegangan kerja detektor Geiger Muller diperoleh dari 1/3 sampai ½ lebar plato. Melalui
penggunaan sumber radiasi standar Sr-90 dan tegangan tinggi (HV) dari 600 s.d. 1200 volt
dengan range 50 volt pada software STX, nilai cacahan terhadap tegangan dinyatakan dalam
bentuk grafik plateau pada tabel 1. Bahwa berdasarkan grafik tersebut, dapat ditentukan
jangkauan minimal daerah plato sebesar 600 volt, dan untuk memperoleh lebar plato
sebenarnya yakni dengan 1050 volt – 600 volt = 450 volt. Sehingga melalui nilai pada data
hasil percobaan yang telah diketahui, tegangan kerja dapat dihitung menggunakan
𝑑𝑎𝑒𝑟𝑎ℎ 𝑝𝑙𝑎𝑡𝑜 𝑑𝑎𝑒𝑟𝑎ℎ 𝑝𝑙𝑎𝑡𝑜
persamaan 𝐽𝑎𝑛𝑔𝑘𝑎𝑢𝑎𝑛 𝑚𝑖𝑛 𝑑𝑎𝑒𝑟𝑎ℎ 𝑝𝑙𝑎𝑡𝑜 +
2
atau 𝐽𝑎𝑛𝑔𝑘𝑎𝑢𝑎𝑛 𝑚𝑖𝑛 𝑑𝑎𝑒𝑟𝑎ℎ 𝑝𝑙𝑎𝑡𝑜 +
3
,
kemudian hasil keduanya dirata-rata, dan diperoleh hasil sebesar 800 volt. Dimana, tegangan
kerja ini dapat memengaruhi hasil cacah dan laju cacah yang dihasilkan, serta akan berfungsi
sebagai tegangan kerja (HV) dalam menentukan nilai cacah sumber.

Percobaan kedua, yakni menentukan nilai cacah sumber. Untuk memperoleh nilai
cacah sumber ini, terlebih dahulu menentukan nilai cacah latar dan nilai cacah total, melalui
30 kali pengukuran dengan waktu 45 detik di setiap perulangan. Kemudian, hasil distribusi
data dari 30 kali pengukuran dianalisis sehingga mendapatkan nilai rata-rata cacah total, nilai
rata-rata cacah latar, dan nilai rata-rata cacah sumber berturut-turut sebesar 2621.4, 44.7, dan
2576.63. Selanjutnya, dilakukan analisis berupa perhitungan standar deviasi sampel, varian,
propagasi error, efisiensi pengukuran, limit deteksi dan kuantisasi, serta nilai Chi-Square
Test.
Penyimpangan dinyatakan secara matematis sebagai standar deviasi sampel dari
pencacahan total, latar, dan sumber. Berdasarkan perhitungan teoritis, standar deviasi cacah
total, cacah latar, dan cacah sumber berturut-turut adalah 41.44, 7.08, dan 40.8. Nilai-nilai
ini dikatakan relatif besar, karena menunjukkan perbedaan yang cukup signifikan terhadap
nilai rata-rata cacahan. Sementara itu, pada 30 kali pengukuran yang dilakukan secara
berulang, tentunya akan memperoleh hasil pengukuran yang berbeda-beda, sehingga perlu
dilakukan perhitungan varian di setiap cacahannya. Varian diperoleh dari nilai standar
deviasi cacahan dikuadratkan. Selanjutnya, dengan mempertimbangkan nilai ketidakpastian,
maka dapat dinyatakan dalam bentuk propagasi error atau metode menghitung simpangan
suatu nilai dari faktor beberapa hasil pengukuran. Pada perhitungan data percobaan ini,
simpangan terjauh berada pada simpangan cacah sumber yakni sebesar 42.04, sedangkan
untuk simpangan laju cacah baik laju cacah total, laju cacah sumber, maupun laju cacah latar
nilai simpangannya berkisar antara 0.16 s.d. 0.93. Dari perolehan nilai simpangan di setiap
hasil cacahan dan laju cacah, diperoleh simpangan rata-rata cacah total sebesar 9.35.
Berikutnya, untuk mengetahui apakah zat radioaktif terdeteksi dan dapat dinyatakan secara
kuantitatif atau tidak, maka perlu ditentukan nilai limit deteksi dan kuantisasi. Nilai pada
limit deteksi ditentukan sebesar simpangan pengukuran cacah latar dengan tingkat
kepercayaam 3 sigma. Limit deteksi pada percobaan ini, menunjukkan bahwa sumber radiasi
Sr-90 telah terdeteksi, karena nilai limit deteksi yang dihasilkan tidak melebihi dari nilai laju
cacah sumber ( 2.98 < 57.25). Sedangkan, nilai pada limit kuantisasi ialah batas nilai yang
digunakan untuk menentukan apakah nilai hasil pengukuran dapat dinyatakan secara
kuantitatif atau tidak. Nilai ini ditentukan sebesar penyimpangan pengukuran cacah latar
dengan tingkat kepercayaan 7 sigma. Adapun, limit kuantisasi pada percobaan ini sebesar
6.96, tidak melebihi dari nilai laju cacah sumber, sehingga dapat dikatakan bahwa data hasil
pengukuran percobaan ini dapat dinyatakan secara kuantitatif.
Untuk selanjjutnya, perhitungan efisiensi dan simpangan efisiensi pengukuran perlu
ditentukan, karena tidak seluruh radiasi yang dilepaskan sumber dapat tercacah oleh
detektor. Selain menunjukkan kemampuan detektor dalam menangkap dan mencacah radiasi
yang dipancarkan oleh sumber radiasi standar, efisiensi pengukuran juga menunjukkan
adanya suatu korelasi antara nilai cacah yang ditunjukkan oleh detektor GM dan aktivitas
sumber. Perlu diketahui bahwa Ao (aktivitas awal) Sr-90 sebesar 0.1 μCi, sehingga melalui
perhitungan aktivitas sumber saat ini dengan menggunakan persamaan
1/2
𝐴0 . 𝑒 −0.693.𝑡/𝑇 diperoleh 8.95 × 10−8 𝐶𝑖. Dengan demikian, nilai efisiensi detektor dapat
𝑅𝑠
ditentukan menggunakan persamaan η = 𝐴 . dan dihasilkan nilai efisiensi sebesar
𝑝

6.4 × 10−8 𝑐𝑝𝑠/𝐶𝑖 dengan simpangan efisiensi pengukuran 7.15 × 1013 . Nilai efisiensi
dari setiap detektor pada dasarnya sangat dipengaruhi oleh faktor geometri antara sumber
dan detektor, sehingga apabila jarak antara sumber dan detektor berubah, maka nilai
efisiensinya juga berubah. Sementara itu, nilai simpangan efisiensi pengukuran ini dikatakan
cukup besar, kemungkinan disebabkan pada peralatan ukur atau sumber radiasi yang telah
beberapa kali digunakan. Akibatnya, nilai simpangan ini juga akan memengaruhi besar
kecilnya nilai Chi-Square Test. Perlu diketahui bahwa Chi-Square Test berfungsi untuk
menguji apakah sekumpulan data mengikuti distribusi Gauss atau tidak, dan nilai yang
banyak digunakan adalah nilai di dalam rentang χ2 0.90 dan χ2 0.10. Dimana, data hasil 10
kali pengukuran “layak diterima” sebagai distribusi Gauss dengan tingkat kepercayaan 95%
(degree of freedom/df=0.05) jika nilai χ2 di dalam rentang 4.17 ~ 14.7 pengukuran,
sedangkan pada percobaan kali ini yakni dengan data hasil 30 kali pengukuran, akan layak
diterima jika nilai χ2 di dalam rentang 19.8 ~ 39.1. Dapat dilihat pada sub bab perhitungan,
bahwa nilai Chi-Square Test yang diperoleh dari percobaan ini sebesar 18.727, tidak
termasuk ke dalam rentang χ2 data hasil 30 kali pengukuran. Dapat diartikan, bahwa
sekumpulan data hasil percobaan belum memenuhi distribusi Gauss, hal ini disebabkan oleh
beberapa faktor terutama nilai simpangan cacahan dan simpangan efisiensi pengukuran.
Dimana semakin besar nilai simpangannya, maka nilai Chi-Square Test nya akan lebih kecil
atau tidak masuk ke dalam rentang χ2.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

V.1. Kesimpulan
Berdasarkan percobaan-percobaan yang dilakukan, maka dapat disimpulkan:
a. Daerah tegangan kerja detektor Geiger Muller diperoleh dari 1/3 sampai ½
lebar plato. Dimana, tegangan kerja ini dapat memengaruhi hasil cacah dan
laju cacah yang dihasilkan, serta akan berfungsi sebagai tegangan kerja (HV)
dalam menentukan nilai cacah sumber.
b. Penyimpangan dinyatakan secara matematis sebagai standar deviasi sampel
dari pencacahan total, latar, dan sumber.
c. Pada 30 kali pengukuran dengan hasil pengukuran yang berbeda-beda, perlu
dilakukan perhitungan varian di setiap cacahannya. Varian diperoleh dari nilai
standar deviasi cacahan dikuadratkan.
d. Limit deteksi pada percobaan ini, menunjukkan bahwa sumber radiasi Sr-90
telah terdeteksi, karena nilai limit deteksi yang dihasilkan tidak melebihi dari
nilai laju cacah sumber ( 2.98 < 57.25).
e. Limit kuantisasi pada percobaan ini sebesar 6.96, tidak melebihi dari nilai laju
cacah sumber, sehingga dapat dikatakan bahwa data hasil pengukuran
percobaan ini dapat dinyatakan secara kuantitatif.
f. Nilai efisiensi dari setiap detektor pada dasarnya sangat dipengaruhi oleh
faktor geometri antara sumber dan detektor, sehingga apabila jarak antara
sumber dan detektor berubah, maka nilai efisiensinya juga berubah.
g. Nilai simpangan efisiensi pengukuran yang cukup besar, kemungkinan
disebabkan pada peralatan ukur atau sumber radiasi yang telah beberapa kali
digunakan. Akibatnya, nilai simpangan ini juga akan memengaruhi besar
kecilnya nilai Chi-Square Test.
h. Nilai Chi-Square Test yang diperoleh dari percobaan ini sebesar 18.727, tidak
termasuk ke dalam rentang χ2 data hasil 30 kali pengukuran. Dapat diartikan,
bahwa sekumpulan data hasil percobaan belum memenuhi distribusi Gauss.
i. Semakin besar nilai simpangannya (baik simpangan cacahan maupun
efisiensi), maka nilai Chi-Square Test nya akan lebih kecil atau tidak masuk ke
dalam rentang χ2.
V.2. Saran
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, maka saran yang dapat diberikan
adalah sebagai berikut:
a. Dalam melakukan percobaan dengan sumber radioaktif, sebaiknya hindari
kontak langsung untuk mencegah adanya kontaminasi. Hal ini dapat dilakukan
dengan cara, meletakkan sumber radioaktif dengan menggunakan pinset.
b. Dalam proses analisis dan perhitungan data hasil percobaan, sebaiknya
dilakukan secara teliti berdasarkan referensi atau petunjuk praktikum yang
telah diajarkan dosen sebagai kajian teori. Hal ini perlu dilakukan untuk
menghindari kesalahan data.
DAFTAR PUSTAKA

Trikasjono, Toto. Dkk. 2022. Petunjuk Praktikum Alat Deteksi dan Pengukuran Radiasi.
Politeknik Teknologi Nuklir Indonesia. Yogyakarta
G.F. Knoll. 1989. Radiation Detection and Measurement. Toronto : John Wiley
Sujadmoko. 2010. Rancang Bangun Detektor Geiger Muller. Skripsi. Universitas Sanata
Dharma. Yogyakarta
Bangun, Jorena. Dkk. 1999. Pengukuran Efisiensi Tabung Geiger Muller Counter Cacahan
ß dan ß/γ. Jurnal. Jurusan Fisika FMIPA : Universitas Sriwijaya
Lampiran 1

Gambar 3. Sumber Radiasi Standar Sr-90

Gambar 4. Proses Pencacahan Latar dengan Menggunakan Software STX

Gambar 5. Grafik Hasil Cacah Sumber dan Cacah Latar


Lampiran 2

Gambar 6. Rentang Nilai Chi-Square Test


Lampiran 3 : Laporan Sementara
Lampiran 4 : Laporan Sementara

Anda mungkin juga menyukai