Anda di halaman 1dari 36

2.

1 Hiperlipidemia
2.1.1 Definisi
Hiperlipidemia atau yang sering disebut sebagai dislipidemia didefinisikan
sebagai suatu keadaan dimana kadar lemak di dalam darah meningkat di atas batas
normal. Total kolesterol menjadi tinggi, LDL (low density lipoprotein) atau
trigliserida tinggi, HDL (high density lipoprotein) rendah, atau kombinasi kelainan
lain. (Wells et al., 2009). Kondisi hiperlipidemia bila berkelanjutan memicu
terbentuknya aterosklerosis (hilangnya elastisitas disertai penyempitan dan
pengerasan pembuluh darah arteri). Aterosklerosis menjadi penyebab utama
terjadinya penyakit jantung koroner (PJK) (Katzung, 2002). Hiperlipidemia sering
dikenal juga sebagai hiperlipoproteinemia, karena sebelum mengalami sirkulasi dalam
darah, lemak harus berikatan dengan protein membentuk lipoprotein. Sehingga
semakin banyak lemak yang dikonsumsi akan menyebabkan semakin banyaknya
lipoprotein yang terbentuk.

2.1.2 Patofisiologi
Kolesterol adalah suatu jenis lemak yang ada dalam tubuh dan dibagi menjadi
LDL, HDL, Total kolesterol dan Trigliserida. Kolesterol di angkut oleh lipoprotein
yang bernama LDL untuk dibawa ke sel-sel tubuh yang memerlukan, termasuk ke sel
otot jantung, otak dan lain-lain agar dapat berfungsi sebagaimana mestinya.
HDL dibentuk di usus dan hati, HDL ini akan menyerap kolesterol bebas dari
pembuluh darah, atau bagian tubuh lain seperti sel makrofag, kemudian membawanya
ke hati. VLDL adalah Lipoprotein yang dibentuk di hati yang kemudian akan diubah
di pembuluh darah menjadi LDL. Bentuk Lipoprotein ini memiliki kolesterol paling
banyak dan akan membawa kolesterol tersebut ke jaringan seperti dinding pembuluh
darah.
Kelebihan kolesterol akan diangkat kembali oleh lipoprotein yang disebut
HDL (High Density Lipoprotein) untuk dibawa kembali ke hati yang selanjutnya akan
diuraikan lalu dibuang ke dalam kantung empedu sebagai asam (cairan) empedu. LDL
mengandung lebih banyak lemak dari pada HDL sehingga ia akan mengambang di
dalam darah. Protein utama yang membentuk LDL adalah Apo-B (Apolipoprotein-B).
LDL dianggap sebagai lemak yang “jahat” karena dapat menyebabkan penempelan
kolesterol di dinding pembuluh darah.

1
Sebaliknya, HDL disebut sebagai lemak yang “baik” karena dalam operasinya
ia membersihkan kelebihan kolesterol dari dinding pembuluh darah dengan
mengangkutnya kembali ke hati. Protein utama yang membentuk HDL Apo-a
(Apolipoprotein-A). HDL ini mempunyai kandungan lemak lebih sedikit dan
mempunyai kepadatan tinggi sehingga lebih berat.
Konsentrasi kolesterol pada HDL dan LDL atau VLDL lipoprotein adalah
prediktor kuat untuk penyakit jantung koroner. HDL fungsional menawarkan
perlindungan dengan cara memindahkan kolesterol dari sel dan atheroma. Konsentrasi
tinggi dari LDL dan konsentrasi rendah dari HDL fungsional sangat terkait dengan
penyakit kardiovaskuler karena beresiko tinggi terkena ateroklerosis. Keseimbangan
antara HDL dan LDL semata-mata ditentukan secara genetikal, tetapi dapat diubah
dengan pengobatan, pemilihan makanan dan faktor lainnya (Anonim, 2008).

2.1.3 Etiologi
Secara umum penyebab hiperlipidemia adalah faktor genetik, mengkonsumsi
makanan tinggi lemak dan kolesterol, konsumsi alkohol, konsumsi makanan berkalori
tinggi, penyakit lain dan pengaruh obat-obatan. 
Secara umum, hiperlipidemia dapat dibagi menjadi dua sub-kategori, yaitu
hiperkolesterolemia (kadar kolesterol tinggi) dan hipertrigliserida (kadar trigliserida
tinggi).
1. Hiperkolesterolemia
Kelebihan kolesterol dalam darah akan menimbulkan suatu proses kompleks pada
pembuluh darah. Mulai dari terjadinya plaque (penimbunan lemak) dalam pembuluh
darah, perlekatan monosit, agregasi platelet, dan pembentukan trombus. Berbagai
proses tersebut akhirnya dapat menyebabkan terjadinya penyumbatan pembuluh
darah. Akibatnya, organ-organ yang disuplai pembuluh darah akan mengalami
kekurangan atau penghentian suplai darah. Kondisi inilah yang pada akhirnya akan
bermanifestasi sebagai penyakit jantung koroner (PJK), stroke, atau penyakit vaskuler
lainnya. Idealnya, kadar kolesterol LDL tidak boleh lebih dari 130 mg/dL dan kadar
kolesterol HDL tidak boleh kurang dari 40 mg/dL. Kadar HDL harus meliputi lebih
dari 25% dari kadar kolesterol total (Neal, 2006).
2. Hipertrigliserida
Kadar trigliserida yang tinggi belum tentu meningkatkan resiko terjadinya penyakit
jantung atau stroke, masih belum jelas. Kadar trigliserida darah diatas 250 mg/dL

2
dianggap abnormal, tetapi kadar yang tinggi ini tidak selalu meningkatkan resiko
terjadinya aterosklerosis maupun penyakit arteri koroner. Kadar trigliserida yang
sangat tinggi (sampai lebih dari 800 mg/dL) bisa menyebabkan pancreatitis (Neal,
2006).
Dapat pula dibedakan menjadi hiperlipidemia primer dan sekunder berdasarkan faktor
risikonya. (di kelas B berdasar penyebab penyakit)
1. Hiperlipidemia Primer
Hiperlipidemia primer dibagi dalam dua kelompok besar :
a. Hiperlipoproteinemia monogenik karena kelainan gen tunggal yang
diturunkan. Sifat penurunan ini mengikuti hukum Mendel;
b. Hiperlipoproteinemia poligenik/multifaktorial. Kadar kolesterol pada
kelompok ini ditentukan oleh gabungan faktor-faktor genetik dengan
faktor lingkungan (Suyatna, 2007).
2. Hiperlipidemia Sekunder
Hiperlipidemia sekunder terjadi akibat adanya komplikasi penyakit metabolik
lain yang lebih umum seperti diabetes melitus, hipotirodisme, sindrom
nefrotik, gangguan hati atau karena penggunaan obat dan asupan alkohol yang
berlebihan

A. Hiperlipidemia Primer
Hiperlipidemia primer oleh oleh Fredrickson-Levy-Lees menjadi 6 tipe:
Tabel 2.1 Pembagian Hiperlipidemia primer berdasarkan Fredrickson-Levy-Lees
Lipoprotein Kadar
Tipe yang Penyebab Akibat lemak
meningkat darah
Kelainan pada
Apo C-II  Eliminasi
I TG 
>> defisiensi kilomikron yang
Hiperkilomikro
Kilomikron Lipoprotein lambat dalam CH 
nemia Familial
Lipase (LPL) sirkulasi darah
secara aktif
IIA >> LDL Penurunan TG
Kecacatan pada
Hiperkolesterol VLDL kecepatan Normal
reseptor LDL
emia Familial Normal eliminasi LDL CH 
IIB  Kecacatan
Penurunan TG 
Hiperkolesterol >> LDL reseptor LDL
kecepatan
emia Kombinasi >> VLDL  Peningkatan CH 
eliminasi LDL
Familial Apo B
III >> IDL Kecacatan sintesis Defisiensi TG 

3
Disbetalipoprot
metabolisme
einemia Apo E-II CH 
sisa dalam hati
Familial
IV Peningkatan
TG 
Hiperlipidemia / produksi VLDL Penurunan kadar
>> VLDL CH
Hipertrigliserida namun penurunan LDL dan HDL
Normal
Familial eliminasi VLDL
 Peningkatan
V >> VLDL produksi Triasilgliserole TG 
Hipertrigliseride >> VLDL mia dan
CH 
mia Endogen Kilomikron  Penurunan kolesterolemia
produksi LDL

a) Hiperlipoproteinemia tipe I
Disebut juga hiperkilomikronemia familial, merupakan penyakit keturunan
yang jarang terjadi dan ditemukan pada saat lahir. Dimana tubuh penderita tidak
mampu membuang kilomikron dari dalam darah. Anak-anak dan dewasa muda
dengan kelainan ini mengalami serangan berulang dari nyeri perut. Hati dan limpa
membesar, pada kulitnya terdapat pertumbuhan lemak berwarna kuning-pink
(xantoma eruptif). Pemeriksaan darah menunjukkan kadar trigliserida yang sangat
tinggi. Penyakit ini tidak menyebabkan terjadi aterosklerosis tetapi bisa menyebabkan
pankreatitis, yang bisa berakibat fatal. Penderita diharuskan menghindari semua jenis
lemak (baik lemah jenuh, lemak tak jenuh maupun lemak tak jenuh ganda). Tipe ini
disebabkan akibat adanya kelainan pada Apolipoprotein C-II. Secara normal, Apo C-
II berfungsi untuk aktivasi Lipoprotein Lipase (LPL) pada jaringan ekstrahepatik. Jika
terjadi penghambatan dari LPL karena adanya kelainan Apo C-II sebagai
pengaktifnya, maka penyerapan trigliserid ke jaringan ekstrahepatik akan menurun.

b) Hiperlipoproteinemia tipe II
Disebut juga hiperkolesterolemia familial, merupakan suatu penyakit
keturunan yang mempercepat terjadinya aterosklerosis dan kematian dini, biasanya
karena serangan jantung. Kadar kolesterol LDLnya tinggi. Endapan lemak
membentuk pertumbuhan xantoma di dalam tendon dan kulit. 1 di antara 6 pria
penderita penyakit ini mengalami serangan jantung pada usia 40 tahun dan 2 diantara
3 pria penderita penyakit ini mengalami serangan jantung pada usia 60 tahun.
Penderita wanita juga memiliki resiko, tetapi terjadinya lebih lambat. 1 dari 2 wanita
penderita penyakit ini akan mengalami serangan jantung pada usia 55 tahun. Orang

4
yang memiliki 2 gen dari penyakit ini (jarang terjadi) bisa memiliki kadar kolesterol
total sampai 500-1200 mg/dL dan seringkali meninggal karena penyakit arteri koroner
pada masa kanak-kanak.
Tipe IIA (Hiperkilomikronemia familial)
Tipe ini akibat adanya kecacatan pada reseptor LDL, sehingga LDL tidak
dapat dieliminasi sehingga kecepatan eliminasinya menurun. LDL merupakan
pembawa kolesterol, sehingga kadar kolesterol dalam darah agak tinggi, sedangkan
trigliserida cenderung normal karena trigliserida tidak berada di LDL, melainkan di
IDL.
Peningkatan LDL dengan kadar VLDL normal karena penghambatan dalam
degradasi LDL, sehingga terdapat peningkatan kolesterol serum tetapi triasilgliserol
normal. Ini disebabkan oleh berkurangnya reseptor LDL normal.. Pengobatan untuk
hiperlipidemia tipe IIA ini yaitu dengan diet rendah kolesterol dan lemak jenuh.
Untuk heterozigot dapt diterapi dengan kolestipol atau kolestiramin dan levostatin
atau mevastatin. Untuk homozigot sama seperti heterozigot tetapi dengan
penambahan niasin.

Tipe IIB (Hiperlipidemia kombinasi familial)


Tipe ini sama dengan tipe IIA kecuali adanya peningkatan VLDL,
menyebabkan triasilgliserol serum dan kolesterol meningkat, peningkatan Apo B yang
berada di VLDL, IDL dan LDL sehingga kadar trigliserida dalam darah juga tinggi.
Yang disebabkan karena produksi VLDL oleh hati berlebihan. Pengobatan untuk
hiperlipidemia tipe IIA ini yaitu dengan pembatasan kolseterol dan lemak jenuh
dalam diet serta alkohol. Terapi obat sama dengan IIA kecuali heterozigot juga
menerima niasin.

c) Hiperlipoproteinemia tipe III


Pada tipe ini, terjadi kecacatan pada sintesis Apo E-II yang terdapat pada IDL
mengakibatkan IDL tidak dapat dimetabolisme oleh hati dan kadarnya di dalam darah
menjadi meningkat sehingga serum kolesterolnya cenderung tinggi dan serum
trigliseridanya tinggi.
Merupakan penyakit keturunan yang jarang terjadi, yang menyebabkan tingginya
kadar kolesterol VLDL dan trigliserida. Pada penderita pria, tampak pertumbuhan
lemak di kulit pada masa dewasa awal. Pemeriksaan darah menunjukkan tingginya

5
kadar kolesterol total dan trigliserida. Kolesterol terutama terdiri dari VLDL.
Penderita seringkali mengalami diabetes ringan dan peningkatan kadar asam urat
dalam darah. Pengobatannya meliputi pencapaian dan pemeliharaan berat badan ideal
serta mengurangi asupan kolesterol dan lemak jenuh. Biasanya diperlukan obat
penurun kadar lemak. Kadar lemak hampir selalu dapat diturunkan sampai normal,
sehingga memperlambat terjadinya aterosklerosis
d) Hiperlipoproteinamia tipe IV
. Pada tipe ini, terjadi peningkatan produksi VLDL namun eliminasinya
rendah sehingga kadar VLDL dalam darah tinggi serta HDL dan LDL rendah. VLDL
membawa trigliserida dan kolesterol, sehingga kadar keduanya cenderung agak tinggi.
e) Hiperlipoproteinamia tipe V
Merupakan penyakit keturunan yang jarang terjadi, dimana tubuh tidak
mampu memetabolisme dan membuang kelebihan trigliserida sebagaimana mestinya.
Sama dengan tipe IV, namun pada tipe ini, kemampuan produksi LDL menurun
sehingga kolesterol di dalam darah tidak dapat dibawa dan kadar kilomikron dalam
darah juga meningkat yang menyebabkan hipertrigliseridamia dan kolesterolemia.

B. Hiperlipidemia Sekunder merupakan gangguan yang disebabkan oleh faktor


tertentu seperti penyakit dan obat-obatan. Beberapa jenis penyakit penyebab
hiperlipidemia
Diabetes melitus : Pada glukosa darah tinggi akan menginduksi sintesis
kolesterol dan glukosa akan dimetabolis memenjadi Acetyl Co A. Acetyl Co A ini
merupakan prekusor utama dalam biosintesis kolesterol. Sehingga akan menyebabkan
produksi VLDL-trigliserida yang berlebihan oleh hati dan adanya pengurangan proses
lipolisispada lipoprotein yang kaya trigliserida
Hipotiroidisme : Pengaruh hipotiroidisme pada metabolisme lipoprotein adalah
peningkatan kadar kolesterol-LDL diakibatkan oleh penekanan metabolic pada
reseptor LDL, sehingga kadar-LDL akanmeningkat. Di samping itu, bila penderita
menjadi gemuk karena kurangnya pemakaian energi oleh jaringan perifer, maka
kelebihan kalori akan merangsang hati untuk meningkatkan produksi VLDL-
trigliserida dan menyebabakan peningkatan kadar trigliserida.
Sindrom nefrotik : Menyebabkan hiperkolesterolemia. Diakibatkan oleh adanya
hipoalbuminemia yang merangsang hati memproduksi lipoprotein berlebih.

6
Gangguan hati : Sirosis empedu primer dan obstruksi empedu ekstra hepatik
dapat menyebabakan hiperkolesterolemia dan peningkatan kadar fosfolipid plasma
yang berhubungan dengan abnormalitas lipoprotein, kerusakan hati yang parah dapat
menyebabakan penurunan kadar kolesterol dan trigliserida. 
Obesitas : Pada orang yang obesitas, karena kurangnya pemakaian energy oleh
jaringan perifer meyebabkan kelebihan kalori yang dapat merangsang hati untuk
meningkatkan produksi VLDL-trigliserida dan peningkatan trigliserida.

2.1.4 Gejala dan Diagnosis


Penderita hiperlipidemia umumnya tidak merasakan gejala yang spesifik,
bahkan penderita tidak merasakan adanya gejala penyakit sama sekali. Namun pada
sebagian orang, hiperlipidemia ditandai dengan: Sakit dada, jantung berdebar,
berkeringat, cemas, nafas pendek, hilangnya kesadaran atau kesulitan berbicara atau
bergerak, sakit abdominal, kematian mendadak.
Sakit kepala dan pegal-pegal sebagai gejala awal. Gejala ini muncul sebagai
akibat dari kekurangan oksigen. Kadar lipid yang tinggi akan menyebabkan aliran
darah menjadi kental sehingga oksigen menjadi kurang.
Gejala yang lain adalah adanya endapan lemak yang akan membentuk suatu
pertumbuhan yang disebut xantoma di dalam tendo (urat daging) dan di dalam
kulit.  Kadar trigliserida (sampai 800 mg/dL atau lebih) bisa menyebabkan
pembesaran hati dan limpa dan gejala-gejala lain misalnya nyeri perut yang hebat
Diagnosa pemeriksaan untuk penderita hiperlipidemia dilakukan dengan
memeriksa kadar lemak darah yang diambil setelah berpuasa selama 6-12 jam. Kadar
lemak yang diperiksa meliputi kolesterol total, kolesterol LDL, kolesterol HDL dan
trigliserida (Hasibuan, 2011).
Tabel 2.2 Kadar lipid plasma normal,batas dan tinggi.
Kadar kolesterol Total Kategori Kolesterol Total
kurang dari 200 mg/dL Bagus
200-239 mg/dL Ambang batas atas
240 mg/dL dan lebih Tinggi

Kadar LDL Kategori LDL


Kurang dari 100 mg/Dl Optimal

7
100-129 mg/dL Di atas optimal
130-159 mg/dL Ambang batas atas
160-189 mg/dL Tinggi
190 mg/dL dan lebih Sangat tinggi

Kadar HDL Kategori HDL


Kurang dari 40 mg/Dl Rendah
60 mg/dL dan lebih Tinggi

Kadar Trigliserida Kategori Trigliserida


Kurang dari 150 mg/dL Normal
150-199 mg/Dl Ambang batas atas
200-499 mg/Dl Tinggi
500 mg/dL dan lebih Sangat tinggi
Sumber : diadaptasi dari National Institutes of Health, Detection, Evaluation dan
Treatment of High Blood Cholesterol in Adults (Adults Treatment Panel III)

2.2 Hiperkolesterolemia Familial


Hiperkolesterolemia terjadi ketika kadar kolesterol (LDL) dalam plasma tinggi
akibat reseptor LDL bermutasi, berubah, cacat, atau kurang sehingga LDL tidak
mampu berikatan dengan reseptornya. Hati memiliki reseptor LDL paling banyak dan
menguraikan ~ 70 - 75% LDL dalam plasma. Terikatnya LDL dengan reseptornya
terjadi karena adanya interaksi antara reseptor LDL dan apolipoprotein B-100 yang
terdapat pada LDL. Hiperkolesterolemia memiliki sifat autosomal dominan.
Hiperkolesterolemia familial ditandai dengan:
 Kadar LDL dalam plasma yang tinggi

 Pengendapan LDL dalam tendon (xanthomas) dan arteri (atheromas)

 Pewarisan gen dominan autosomal

Hiperkolesterolemia familial dibagi menjadi 2 bentuk:


a. Homozigot
Ciri – cirinya adalah:
 Dasarnya tidak memiliki LDL fungsional

8
 Kadar kolesterol 650 – 1000 mg/dL
 Gangguan kardiovaskular muncul sebelum usia 20 tahun
b. Heterozigot
Ciri – cirinya adalah:
 Hanya memiliki 1 – ½ jumlah normal reseptor LDL
 Kadar kolesterol total 300 – 600 mg/dL
 Gangguan kardiovaskular dimulai pada umur 30 – 40 tahun

Hiperkolesterolemia familial terjadi akibat reseptor LDL bermutasi atau


berubah sehingga LDL tidak mampu berikatan dengan reseptornya. Dalam keadaan
normal, LDL akan berikatan dengan reseptornya melalui Apolipoprotein B-100.
Selanjutnya LDL akan masuk ke dalam hati untuk diuraikan. Namun pada
hiperkolesterolemia familial, LDL tidak dapat berikatan dengan reseptornya sehingga
hati tidak melakukan penguraian LDL. Karena hati memiliki reseptor LDL paling
banyak dan menguraikan ~ 70 - 75% LDL dalam plasma menyebabkan kadar LDL
dalam plasma sangat tinggi. Selain itu, Karena hati tidak menguraikan LDL maka hati
akan mengeluarkan VLDL karena hati mengira tubuh sedang kekurangan LDL.
Tingginya kadar LDL dalam plasma menyebabkan pasien menjadi hiperlipidemia.

2.3 Xanthoma
Xanthoma merupakan lesi pada kulit berwarna kekuningan yang dihasilkan
karena deposit lemak (lipid) pada tendon atau kulit sehingga dapat menimbulkan rasa
nyeri pada penderita. Xanthoma berasal dari bahasa Yunani―xanthos yang berarti
kuning. Xanthoma dapat terjadi pada jaringan konektifa setiap bagian tubuh, tetapi
umumnya muncul kulit di tangan, kaki, sekitar mata, dan tendon, mata. Xanthoma
dapat berhubungan dengan penyakit hiperlipidemia primer (hipertrigliserida familial
dan disbeta lipoproteinemia), dan pada hiperlipidemia sekunder (diabetes dan
obstruksi hati). Xanthoma biasanya disebabkan oleh tingginya kadar lipid dalam
plasma darah akibat gangguan dalam metabolisme lipid atau hiperlipidemia (Zak et
Al., 2014).

Penyebab lainnya dapat dibedakan menjadi (Zak et Al., 2014):


a. Dyslipidemi bawaan atau yang diperoleh sejak lahir, yang disebut dengan
hiperkolesterolemia dominan autosomal.

9
 Familial hipercholesterolemia, disebabkan karena terjadinya mutasi pada
gen yang mengkode LDL-reseptor (LDL-R).
 Familial defective apolipoprotein B-100, disebabkan karena terjadinya
mutasi pada gen APOB.
 Non Familial Hipercholesterolemia / non-FDB hipercholesterolemia,
disebabkan karena terjadinya mutasi pada gen PCSK9.
b. Tipe lain dari xanthoma yang dapat dideteksi dengan diagnostik, dapat
disebabkan karena hipertrigliseridemia parah dan dysbetalipoproteinemia
primer.
c. Dapat ditandai dengan adanya beberapa kondisi yang tidak umum, seperti:
 Cerebrotendinous xanthomatosis, disebabkan karena terjadinya mutasi pada
gen sterol-27-hydroxylase (CYP27A) karena defisiensi 27-hydroxylase.
 Familial β-sitosterolemia (phytosterolemia), disebabkan karena terjadinya
mutasi pada gen yang mengkode transporter sterol spesifik ABCG5 dan
ABCG8.
Gejala klinis yang dialami oleh pasien dapat bervariasi, dimulai dari
munculnya makula, yang halus hingga kenyal, hingga muncul benjolan (nodula) yang
lebih besar. Xantoma biasanya berwarna kuning karena adanya karotin yang
terkandung dalam lipid, timbul rasa nyeri, kesulitan bergerak atau berjalan jika
xanthoma muncul di daerah tendon, dan terkadang asimtomatik. Xanthoma
berkembang sebagai sekelompok foam cells pada jaringan ikat kulit, tendon, dan
terkadang pada periosteum. Foam cells terbentuk dari makrofag akibat akumulasi
intraseluler dari lipid yang ditangkap oleh reseptor spesifik atau terbentuk oleh
mekanisme fagositosis (Zak et Al., 2014).

2.3.1 Klasifikasi Xantoma


a. Xantoma Tuberosum
Lesi berbentuk datar atau menonjol berwarna kuning, terdapat di dermis atau
jaringan subkutan dan berdiamater 3 mm – beberapa cm. Biasanya terdapat pada
permukaan sendi (siku, lutut), bokong, serta persendian pada tangan dan kaki. Jenis
xanthoma ini terjadi pada hiperkolesterolemia autosomal dominan,
disbetalipoproteinemia, β-sitosterolemia, atau cerebrotendineous xantomatosis.
Xantoma tuberosum juga dapat mubcul pada hiperlipidemia sekunder (sindrom
neftrotik dan hipotireosis) (Zak et Al., 2014).

10
Gambar 2.1 Xantoma Tuberosum
b. Xantoma Disseminatum
Lesi umumnya berbentuka papula dan nodula berwarna kuning jingga, coklat
kemerahan, atau biru keunguan. Xantoma disseminatum sering muncul di muka atau
pada area lipatan (Zak et Al., 2014).

Gambar 2.2 Xantoma Disseminatum


c. Xantoma Striatum Palmare
Lesi berbentuk datar berwarna kekuningan, muncul pada bagian telapak
tangan atau jari. Lama kelamaan lesi menebal menjadi berbentuk papula. Jenis
xanthoma ini terjadi pada penderita hiperlipoproteinemia tipe III dan pre-β-lipoprotein
(Braun-Falco, et Al., 1991).

Gambar 2.3 Xantoma Striatum Palmare

d. Xanthelasma palpebrarum

11
Bentuk xanthoma yang paling umum, lesi kekuningan berbentuk plak lembut
pada kelopak mata. Jenis xanthoma ini muncul pada penderita hiperlipoproteinemia
III (disbetalipoproteinemia) (Braun-Falco, et Al., 1991).

Gambar 2.4 Xanthelesma Palpebrarum


e. Xantoma Eruptivum
Lesi berbentuk papula, berwarna kuning berdiameter 1-4 mm, biasanya
terdapat pada ekstremitas bawah, seperti betis dan bokong. Jenis xanthoma ini terjadi
pada penderita hipertrigliserida (TG > 11,2 mmol/L) dan sindrom kilomikronemik.
Lesi muncul tiga minggu setelah kenaikan trigliserida plasma (Zak et Al., 2014).

Gambar 2.5 Xantoma Eruptivum


f. Xantoma Tendineum
Muncul pada tendon tangan dan jari, ligamen, siku, lutut, dan periosteum.
Berbentuk nodula keras. Muncul pada penderita hiperkolesterolemia autosomal
dominan, β-sitosterolemia, atau cerebrotendineous xantomatosis (Zak et Al., 2014).

12
Gambar 2.6 Xantoma Tendineum

g. Xantoma Diffusum Planum


Terjadi diskolorasi kekuningan di badan, tanpa nodula dan papula. Muncul
pada pasien dengan limfoma malignan dan multipel myeloma. Xantoma jenis ini
menandakan terjadi peningkatan β-lipoprotein (Braun-Falco, et Al., 1991).

Gambar 2.7 Xantoma Diffusum Planum

2.3.2 Mekanisme Patogenesis


Perkembangan dari xanthoma dianalogikan dengan aterosklerosis, dimulai dari
meningkatnya sirkulasi lokal dari lipid melalui dinding vaskular ke bagian interstitial
jaringan ikat. Monosit dan makrofag yang terakumulasi akan menangkap partikel
lipid dengan adanya reseptor spesifik atau dengan proses fagositosis antara agregat
LDL dan kompleks lipid dengan antibodi. Agregat LDL dan kompleks lipid
teroksidasi oleh aktivitas makrofag sehingga kolesterol terlepas dari LDL teroksidasi.
Proses tersebut menyebabkan terbentuknya sel-sel busa (foam cells) yang terdeposit
pada jaringan ikat perivaskular. Kolestrol yang dilepaskan dari LDL akan
menghambat sintesis de novo. Kolesterol bebas menghambat sintesis reseptor LDL
dan menekan endositosis LDL ke dalam sel. Efflux kolestrol dimediasi oleh transpor
kolesterol balik (reverse cholesterol transport). Foam cells merupakan sel spesifik

13
yang terbentuk dari makrofag sebagai hasil dari penyerapan berlebih partikel low
density lipoprotein (LDL) dan modifikasi oksidatifnya (Zak et Al., 2014).
Dari sudut pandang patologis, faktor-faktor yang dapat mempengaruhinya
adalah (Zak et Al., 2014):
a. Tingginya konsentrasi lipid secara lokal pada jaringan ikat
b. Adanya perbedaan lipoprotein secara kualitatif pada konsentrasi lipid plasma
normal
c. Meningkatnya ekstravasasi dari lipid (permeabilitas vaskular meningkat,
sirkulasi lokal meningkat, inflamasi kronik)
d. Sintesis lipid in situ dan terdeposisi pada histiosit
e. Disfungsi transpor balik kolesterol.

2.4 Obesitas
Obesitas adalah penumpukan lemak berlebihan/abnormal yang dapat
mengganggu kesehatan atau ketidakseimbangan antara asupan energy (bersamaan
dengan makanan) dengan jumlah energy yang digunakan dari waktu ke waktu
sehingga jumlah energy yang disimpan akan meningkat. Nilai obesitas diukur dengan
menggunakan pengukurman Indeks Massa Tubuh (IMT) atau Body Mass Index (BMI)
dengan mengukur perbandingan berat tubuh (kg) dengan kuadrat tinggi badan (m).

Tabel 2.3 Klasifikasi overweight dan Obesitas berdasarkan Body Mass Index (BMI),
Lingkar pinggang/Waist Circumference (WC) dan hubungan dengan resiko penyakit

Disease Risk (Relative to


Normal Weight and Waist
Circumference)
Men ≤ 40 in (≤ > 40 in (> 102
102 cm) cm)
BMI (kg/m2) Obesity Class
Women ≤ 35 > 35 in (> 89
in (≤89 cm) cm)
Underweight < 18.5 - -
Normal
18.5 – 24.9 - High
Weight
Overweight 25 – 29.9 Increased High

14
30 – 34.9 I High Very High
Obesity
35 – 39.0 II Very High Very High
Extreme Extremely Extremely
≥ 40 III
Obesity High High
Sumber : Dipiro (2008), adopted from World Health Organization (WHO), 1997

Pada tabel diatas menjelaskan bahwa seseorang dengan nilai BMI ≥ 30 dapat
dikatakan obesitas, oleh karena itu perlu diperhatikan kembali mengenai asupan
makanan dan kegiatan atau aktivitas sehari-harinya. Selain itu, terdapat hubungan
antara berat badan dibandingkan dengan tinggi badan dan lingkar pinggang.
Seseorang yang memeliki lingkar pinggang lebih dari 102 cm (laki-laki) dan nilai
BMI 30 – 34.9 dengan seseorang yang memiliki lingkar pinggang kurang dari 102 cm
(laki-laki) dan memiliki BMI 30 – 34.9 memiliki nilai resiko terkena penykit lebih
tinggi.

2.4.1 Penyebab Obesitas


1. Faktor Genetik
Faktor genetik yang diketahui memiliki peranan penting adalah parental
fatness, anak yang obesitas biasanya berasal dari keluarga yang obesitas. Bila
kedua orang tua obesitas, sekitar 80% anak-anak mereka akan menjadi
obesitas. Peningkatakn resiko menjadi obesitas tersebut kemungkinan
disebebkan oleh pengaruh gen atau factor lingkungan dalam keluarga
(Damayanti, 2002)
2. Faktor Lingkungan
a. Kebiasaan Makan
Kebiasaan makan diartikan sebagai cara individu atau kelompok
infividu dalam memilih pangan dan mengkonsumsinya sebagai reasi
terhadap pengaruh fisiologik, psikologik, social, dan budaya.
b. Konsumsi Fast Food
Konsumsi fast food/makanan cepat saji yang banyak mengandung
energy dari lemak, karbohidrat, dan gula akan mempengaruhi kualitas
diet dan meningkatkan resiko obesitas (MMI Volume 40, No 2 Tahun
2005). Meningkatkan konsumsi fast food diyakini merupakan salah
satu masalah, karena umumnya penderita obesitas terjadi pada

15
keluarga yang sering mengkonsumsi makanan cepat saji dan tidak
memiliki waktu untuk menyiapkan makanan di rumah (WHO, 2000)
3. Kurangnya Aktivitas Fisik
Mempebanyak aktivitas fisik seperti olahraga dapat mengurangi
jumlah lemak yang ada di dalam tubuh sehingga dapat mencegah terjadinya
obesitas atau dapat mengurangi nilai BMI seseorang. Namun tidak sedikit
orang yang enggan untuk melakukan aktivitas fisik, sehingga angka obesitas
semakin meningkat.

2.4.2 Hiperlipidemia-Obesitas
Hiperlipidemia adalah kelainan metabolism lipid yang ditandai dengan
peningkatan kolesterol total, LDL atau TG (trigliserida) diatas nilai normal atau
penurunan HDL di dalam darah atau kombinasi tersebut. Seorang penderita obesitas
umumnya mengalami gangguan pada lipolysis lipoprotein kaya-trigliserol (VLDL dan
Kilomikron) yang dapat disebabkan oleh menurunnya ekspresi mRNA terhadap LPL
di jaringan adipose, berkurangnya aktivitas LPL di otot, dan terjadinya kompetidi
lipolysis antara VLDL dan kilomikron.

Gambar 2.8 Mekanisme hubungan Obesitas dan Hiperlipidemia


Sumber : Klop, Boudewijn., Elte, Jan Willem F., Cabezas, Manuel Castro. (2013).
Dyslipidemia in Obesity : Mechanisms and Potenail Targets. Department on Internal
Medicine, Diabetes and Vascular Centre, Sint Franciscus Gasthuis, Rotterdam

16
Obesitas menginduksi terjadinya Hiperlipidemia melalui peningkatakn Fatty
Free Acid/Asam Lemak Bebas dan Trigliserida sehingga menyebabkan tingginya
Very Low Density Lipoprotein (VLDL) dan kilomikron dalam darah, peningkatakn
Low Density Lipoprotein (LDL), dan penurunan jumlah High Density Lipoprotein
(HDL) dalam darah.
VLDL merupakan lipoprotein yang disekresikan di hati dan mengandung lebih
banyak trigliserida yang berfungsi sebagai transport pembawa kolesterol yang nanti
akan diubah menjada LDL yang nantinya LDL dengan jumlah terbanyaknya adalah
kolesterol ssekitar kurang lebih 70% akan membawa kolesterol ke dalam hati untuk di
hati nantinya akan dibentuk sebagai vitamin D, empedu, dll dan 30% akan disimpan
di jaringan hepatic. Sedangkan HDL merupakan lipoprotein yang
mengangkut/mengambil kolesterol didalam jaringan dalam bentuk kolesterol bebas
yang nantinya di dalam HDL akan diubah menjadi kolesterol-ester yang sebagian
akan dibawa langsung kr hati oleh HDL dan sebgian akan di pindahkan ke LDL
dengan bantuan CETP dan akan dibawa oleh LDL ke hati dan ke jaringan hepatic.
Makanan yang kita makan mengandung kolesterol dan asam lemak bebas yang
nantinya akan diubah menjadi trigliserida yang akan dimasukkan ke kilomikron.
Kilomikron yang ada diusus akan dibawa ke dalam darah dan akan dilipolisis menjadi
kilomikron remnant dimana proses lipolysis tersebut akan akan menghidrolisis
trigliserida yang ada di kilomikron. Namun, karena terganggungnya lipolysis pada
penderita obesitas, maka kilomikron tidak terlipolisis sempurna sehingga kadar
trigliserida di dalam kilomikron dalam darah menjadi tinggi sehingga
mengindikasikan hyperlipidemia. Selain itu, karena tingginya asam lemak menuju ke
hati yang akan diubah menjadi trigliserida akan memicu sekresi VLDL oleh hati.
VLDL merupakan lipoprotein yang mengandung banyak trigliserida dan akan
membawa kolesterol ke hati melalu LDL. Untuk menjadi LDL, VLDL akan dilipolisis
menjadi IDL yang akan mengandung kolesterol lebih banyak. Namun karena pada
penderita obesitas terjadi gangguan pada proses lipolysis maka trilgiserida yang
berada di VLDL tidak terhidrolisis sempurna dan menyebabkan tingginya kadar
trigliserida di dalam darah yang mengindikasikan hyperlipidemia.
Selain itu, tingginya kadar triliserida akan memicu aktivitas CETP yaitu enzim
yang akan mentransfer kolesterol dan trigliserida dari VLDL ke HDL atau LDL ke
HDL. Tingginya aktivitas CETP tersebut membuat kadar TG di dalam HDL menjadi

17
meningkat. Peningkatan kadar trigliserida di dalam HDL akan memicu proses
hidrolisis oleh enzim hepatic lipase yang akan mengubah HDL menjadi small HDL
dan menurunkan afinitas apolipoprotein A-1. Apolipoprtein a1 atau apo A-1 adalah
apolipopretin yang dapat membentuk kembali pra-beta-HDL yang nantinya akan
bergabung bersama sejumlah kecil fosfolipid dan kolesterol akan membentuk kembali
HDL.Namun, menurunnya afinitas apolipoprotein A-1 dapat menyebabkan apo A-1
dihancurkan, sehingga tidak dapat membentuk pre-beta-HDL kembali dan
menyebabkan berkurangnya kadar HDL di dalam darah dan mengindikasikan
hyperlipidemia.
Small dense LDL dapat terbentuk karena adanya peningkatakn kadar
trigliserida dalam darah. Perubahan ukuran LDL tersebut berhubungan erat dengan
transpost lipid antara LDL dengan HDL. Tingginya aktivitas CETP yang
memindahkan CE dan TG dari HDL ke LDL menyebabkan kadar TG di dalam LDL
meningkat dan memicu terjadinya oksidasi LDL. LDL yang teroksidasi berukuran
padat dan sangat kecil akan masuk ke sel endotel dan akan ditangkap oleh scavenger
reseptor dan masuk ke dalam sel busa yang dapat membentuk plaque yang memicu
terjadinya aterosklerosis (Silbernagl, 2000).

2.5 Perlemakan Hati (Fatty Liver)


2.5.1 Definisi
Perlemakan hati adalah penumpukan lemak berlebihan yang terjadi pada
hati dengan jumlah melebihi 5% dari total berat hati normal atau lebih dari 30%
sel hati dalam lobulus hati yang menyebabkan hati tampak membesar, kuning,
berlemak dan bila dilihat secara mikroskopik lemak tersebut terlihat seperti vakuola
besar. Perlemakan hati bervariasi jenisnya mulai dari perlemakan hati saja
(steatosis) dan perlemakan hati yang disertai dengan inflamasi (steatohepatitis).

2.5.2 Klasifikasi
Perlemakan hati terdiri dari Perlemakan Hati Alkoholik (ALD) dan
Perlemakan Hati Non Alkoholik (NAFLD)

18
2.5.2.1 Perlemakan Hati Alkoholik (ALD)
Perlemakan Hati Alkoholik ini terjadi dikarenakan seseorang mengonsumsi
etanol dalam jumlah berlebihan (pria > 40-80g / hari ; wanita > 20-40 g/hari).
Penyakit ini bersifat reversible apabila tidak dilanjutkan konsumsi alkohol yang
berlebihan Ditandai oleh akumulasi trigliserida dan lemak lainnya di dalam sel-sel
hati (Gramenzi, A, et al, 2006).
Patofisiologi Alkoholik Liver Disease (Murray R., Granner D., & Rodwell
V, 2009).
1. Etanol dioksidasi dimediasi tiga sistem enzim hepatik utama yang pertama
adalah alkohol dehidrogenase yang ada di sitosol, sistem oksidasi mikrosomal
terutama CYP2E1 yang ada di reticulum endoplasma halus mitokondria, dan
Katalase di membrane peroksisomal. Namun yang paling berperan dalam
metabolisme etanol adalah enzim alkohol dehidrogenase. Hasil dari oksidasi
etanol oleh enzim alkohol dehidrogenase menghasilkan produk antara berupa
asetaldehid yang beracun.
2. Proses pertama adalah oksidasi etanol Proses oksidasi menjadi asetaldehid
oleh enzim Alkohol dehidrogenase secara bersamaan menghasilkan bentuk
NAD tereduksi (NADH) dalam jumlah yang berlebih.
3. Asetaldehid dioksidasi lebih lanjut dengan enzim asetaldehid dehidrogenase
menghasilkan asetat. Pada jalur ini juga dihasilkan NADH dalam jumlah yang
berlebihan. Asetat yang dihasilkan tadi memasuki sirkulasi portal dan diambil
oleh hati di mana diubah menjadi asetil-CoA oleh asetil-CoA sintetase
(AceCS) dependent ATP dengan reaksi berikut:
ATP + asetat + CoA ← → AMP + PPi + asetil-CoA
Asetil koA yang dihasilkan ini sebagian akan masuk ke siklub krebs, dan
sebagian lagi akan masuk ke jalur pembentukan badan keton.
4. Terbentuknya NADH yang berlebihan menyebabkan terganggunya beberapa
proses biokimia dalam tubuh. Pertama adalah, NADH dalam jumlah berlebih
tidak dapat digunakan sebagai koenzim Oksidasi β asam lemak (yang
dibutuhkan NAD+) sehingga mengakibatkan menurunnya aktivitas oksidasi
asam lemak .
5. Peningkatan NADH juga menurunkan aktivitas siklus krebs. Siklus krebs
merupakan sistem yang bergantung akan keberadaan NAD+ karena siklus ini

19
terganggu. Asetil koA dialihkan untuk sintesis de novo asam lemak di hati
dan pembentukan badan keton.
6. Gangguan yang terjadi lainnya adalah terjadi penurunan aktivitas gliserol 3-
fosfat dehidrogenase (enzim ini kerjanya juga bergantung pada NAD+).
Enzim ini berfungsi untuk mengubah gliserol 3- fosfat menjadi
dihidroksiaseton fosfat yang akan masuk ke jalur glikolisis. Akibat dari
terganggunya kerja enzim ini maka gliserol 3-fosfat tidak diubah
menyebabkan peningkatan level gliserol 3-fosfat yang merupakan bahan
penting untuk sintesis trigliserida di hati.
7. Trigliserida menumpuk dihati menyebabkan perlemakan pada hati .

2.5.2.2 Perlemakan Hati Non Alkoholik (NAFLD)


Penyakit ini diderita oleh seseorang yang tidak mengkonsumsi alkohol.
Biasanya diderita oleh orang yang menderita penyakit seperti, obesitas, diabetes
mellitus, hiperlipidemia, atau resistensi insulin (Schreuder, T.C., Verwer, B.J.,
Nieuwkerk, C.MJ., Mulder, C.J, 2008).
Patofisiologi perlemakan hati non-alkoholik (Murray R., Granner D., &
Rodwell V, 2009).
1. Tingginya asam lemak di plasma dikarenakan adanya mobilisasi lipid dari
jaringan adiposity atau hidrolisis triasilgliserol oleh lipoprotein lipase
meningkatkan influks asam lemak ke hati . Hal ini diperparah dengan adanya
diet tinggi lemak, dan penyakit yang diderita pasien seperti diabetes mellitus,
hiperlipidemia, atau obesitas semakin meningkatkan influks asam lemak ke
hati.
2. Tingginya kadar asam lemak di hati akan meningkatkan proses oksidasi dan
esterifikasi asam lemak menjadi trigliserida
3. Trigliserida yang sudah terbentuk tadi akan dikeluarkan dari hati dalam bentuk
VLDL
4. Namun dengan jumlah asam lemak yang terlalu banyak. Hati tidak dapat
menyeimbangkan kapasitas antara jumlah asam lemak yang harus dioksidasi
dan dire-esterifikasi menjadi trigliserida dengan yang dikeluarkan dalam
bentuk VLDL.
5. Trigliserida menumpuk di hati menyebabkan perlemakan hati.

20
2.5.3 Tanda dan Gejala
Perlemakan hati merupakan peryakit dengan penyebab yang multifaktorial
sehingga semua faktor resiko perlu dipertimbangkan. Perlemakan hati merupakan
tahap awal dari gangguan hati yang lebih progresif, sebagian besar tidak
menimbulkan keluhan saat diagnosis karena penyakit ini terjadi secara perlahan-
lahan. Gejala yang umum diberikan yaitu rasa tidak nyaman atau terkadang nyeri
pada perut kanan atas disertai rasa cepat lelah, lesu dan lemas, penurunan berat
badan serta hepatomegali. Pada keadaan yang parah dapat menyebabkan berat
badan menurun (Syafitri, 2015).

2.5.4 Progres Penyakit Fatty Liver

[Sumber : Beth Israel Deaconess Medical Center, 2016]


Gambar 2.9 Progres penyakit fatty liver

Keterangan :
Apabila hati mengalami perlemakan maka hati akan membesar. Apabila lemak terus
menumpuk hingga batas tertentu, hati dapat mengalami inflamasi. Kondisi ini disebut
dengan steatohepatitis. Hati akan terlihat berwarna pucat, membengkak. Seiring
berjalannya waktu, hati yang mengalami inflamasi dapat menjadi bekas luka dan
mengeras. Luka pada hati ini akan menghancurkan hati . Kondisi ini disebut dengan
sirosis (hati cenderung mengecil). Kondisi ini sering menyebabkan gagal hati.

21
2.6 Chronic Kidney Disease
CKD (chronic kidney deasese) adalah penyakit penurunan fungsi ginjal yang
progresif selama beberapa bulan hingga menahun. CKD dapat dikategorikan
menjadi beberapa tahap berdasarkan fungsi ginjal yaitu Laju Filtrasi Glomerulus
(LFG) (Dipiro, 2005). Kriteria yang mengindikasikan terjadinya CKD meliputi
kerusakan struktural atau fungsional ginjal selama tiga bulan atau lebih dengan
2
LFG < 60 mL/menit/ 1,73 m (KDOQI, 2007). Karakteristik CKD selain
penurunan LFG yaitu terdapat mikroalbuminuria yang dapat berlanjut menjadi
makroalbuminuria atau albuminuria persisten yang terdeteksi pada 2 pemeriksaan
terpisah dengan interval 3-6 bulan (Inzucchi dan DeFronzo, 2005) dan terdapat
peningkatan tekanan darah yang menandakan penurunan fungsi ginjal.
Tabel 2.4 Klasifikasikan CKD berdasarkan nilai LFG
Laju Filtrasi Glomerulus
Tahap
(mL/menit/1,73m2)
Kerusakan ginjal dengan laju filtrasi
1 glomerulus normal atau mengalami >90
peningkatan
Kerusakan ginjal dengan sedikit
2 60 - 89
penurunan laju filtrasi glomerulus
Penurunan laju filtrasi glomerulus
3 30 - 59
sedang
4 Penurunan laju filtrasi glomerulus parah 15 - 29
5 Gagal ginjal <15

[Sumber: National Kidney Foundation, 2007]

22
Gambar 2.10.Anatomi ginjal (Dipiro, 2005 telah
diolah kembali)

Gambar 2.11 Skema hubungan penyakit Diabetes Melitus dan


Hiperlipidemia pada gangguan ginjal

Mekanisme terjadinya gagal ginjal kronis bisa berawal dari


diabetes melitus, kondisi dimana tubuh hanya memiliki sedikit insulin.
Sedangkan insulin berperan dalam pemecahan glukosa menjadi glikogen yang
digunakan sebagai energi. Akibatnya tubuh melakukan glukoneolisis lipid
untuk mendapatkan energy. Sehingga kadar asam lemak bebasbanyak di
darah. Keadaan ini menyebabkan hiperlipidemia. Hiperlipidemia seiring
berjalannya waktu, akan menyebabkan LDL small dense masuk kebagian

23
intima pembuluh darah yang dapat menghasilkan aterosklerosis. Apabila
terjadi aterosklerosis pada pembuluh kapiler glomerulus, maka akan terjadi
penyempitan pembuluhdarah. Kondisi ini menyebabkan tekanan darah pada
arteriol aferen meningkat, sehingga terjadi hiperfiltrasi. Oleh sebab itu maka
ginjal akan melakukan kompensasi dengan memvasodilatasiarteriol efferent,
sehingga tekanan darah kembali normal. Namun apabila tekanan sulit
terkontrol denganbaik, ginjal pun tidak bisa mengkompensasi lagi, sehingga
bagian-bagiaan lapisan ginjal menjadi terluka, menyebabkan kerusakan sel
mesangial, endhothelial dan epindageal. Kerusakan bagian ginjal ini disebut
glomerulosklerosis. Dan pada akhirnya menyebabkan kerusakan ginjal atau
gagal ginjal kronis.
Selain itu, pada penderita CKD juga mempengaruhi metabolisme lipid,
dimana penderita CKD tidak dapat memproduksi atau mengalami gangguan
fungis HDL. Hal ini dikarenakan pada penderita CKD mengalami penurunan
produksi ApoA-1 atau pengingkatan katabolisme dari ApoA-1, sehingga HDL
tidak dapat di produksi dan menyebabkan kadar HDL dalam plasma menurun.
Selain itu, pada penderita CKD juga ditemukan penurunan produksi LCAT
(Lecitin Cholesteril AcylTransferase) sehingga terjadi penurunan pengambilan
kembali kolesterol oleh HDL (Vaziri, 2016).

Gambar 8. Abnormalitas HDL pada CKD

24
2.7 Penyakit Jantung Koroner
2.7.1 Penyakit Jantung Koroner
Penyakit jantung koroner adalah penyakit jantung dan pembuluh darah yang
disebabkan karena penyempitan arteri koroner. Penyempitan pembuluh darah ini
dapat terjadi karena adanya proses aterosklerosis, spasme atau kombinasi keduanya.
Aterosklerosis yang terjadi dikarenakan oleh adanya timbunan kolesterol dan jaringan
ikat pada dinding pembuluh darah secara perlahan-lahan. Hal ini sering ditandai
dengan keluhan nyeri pada dada.
Tabel 2.5 Faktor Risiko Penyakit Jantung Koroner

Jenis Kelamin Pria > 45 Tahun


Wanita > 55 Tahun

Riwayat Keluarga (PJK) Pria < 55 tahun, Wanita <65 tahun saat penyakit
jantung koroner muncul

Merokok Pernah merokok (minimal 30 hari)

Hipertensi Tekanan darah > 140/90 atau menggunakan obat-


obat anthipertensi

Kadar HDL-C <40 mg/dL (<50 mg/dL rendah untuk wanita)

Obesitas BMI > 25 kg/m2 dan lingkar pinggang > 40 inch


(pria), >35 inch (wanita)

Laki-laki dan perempuan memiliki faktor risiko yang sama terhadap penyakit
jantung koroner. Pada saat wanita telah mengalami menopause maka risiko untuk
terkena penyakit jantung koroner lebih tinggi. Hal ini dkarenakan estrogen memiliki
fungsi sebagai atheroprotektif. Kadar estrogen fisiologis pada wanita yang belum
menopause akan meningkatkan HDL dan menurunkan LDL. Secara eksperimental,
estrogen berpotensi sebagai antioksidan dan antiplatelet serta meningkatkan
vasodilatasi sel endotel.
Kelainan genetik juga dapat menyebabkan penyakit jantung koroner.
Seseorang yang mengalami mutasi gen yang mengkode enzime PCSK9 (proprotein
convertase substilisin/kexin type 9) yang berfungsi untuk meningkatkan reseptor LDL
pada permukaan sel, meningkatkan klirens LDL serta menurunkan konsentrasi LDL

25
di dalam darah. Merokok dapat menyebabkan aterosklerosis dan iskemia jantung serta
meningkatkan faktor risiko penyakit jantung dengan beberapa cara yaitu
meningkatkan modifikasi oksidatif LDL, mengurangi sikulasi HDL, menyebabkan
disfungsi sel endotel, dan meningkatkan stress oksidatif.
Hipertensi dapat meningkatkan risiko aterosklerosis, penyakit jantung koroner
dan stroke. Tekanan darah tinggi dapat menyebabkan sel endotel rusak sehingga
trombus akan mudah terbentuk dan menyebabkan penyempitann pembuluh darah
sehingga terjadi penyakit jantung koroner. Konsentrasi kolesterol HDL yang rendah
di dalam plasma darah menjadi salah satu indikator hiperlipidemia. HDL yang sering
disebut dengan “kolesterol baik” memiliki kemampuan untuk membawa kolesterol
dari jaringan perifer kembali ke hati. Oleh karena itu jika kadar HDL dalam plasma
darah rendah maka tidak ada yang membawa kolesterol kembali ke hati sehingga
konsentrasi kolesterol di dalam plasma darah akan tinggi dan dapat menyebabkan
aterosklerosis.
2.7.2 Penyempitan Pembuluh Darah
Penyempitan pembuluh darah yang menjadi faktor utama dalam terjadinya
penyakit jantung koroner dapat disebabkan oleh beberapa hal yaitu: ruptur plak dan
pembentukan trombus, aterosklerosis serta disfungsi sel endotelial.

Gambar 2.12 Penyempitan pembuluh darah

1) Ruptur plak

26
Penumpukan (akumulasi) lipid selama bertahun-tahun menyebabkan inflamasi
begitu juga sebaliknya. Akumulasi lipid dapat menyebabkan meningkatknya stress
dari penutup fibrosa, inflamasi dapat menyebabkan degradasi matriks dan penurunan
sintesis matriks. Hal tersebut menyebabkan rupturnya plak aterosklerosis. Rupturnya
plak menyebabkan terjadinya dua kemungkinan. Pertama, terjadinya pelepasan konten
lipid dan faktor-faktor jaringan yang menyebabkan terbentuknya trombus yang jika
dibiarkan akan terus membesar dan menghalangi keseluruhan aliran darah dan
menyebabkan infark miokard dengan elevasi ST (STEMI). Kedua, matriks
subendotelial yang terekspos lalu platelet yang menempel akan mensekresi substansi
aktvasi platelet yang menarik platelet lain untuk beragregasi. Aktivasi platelet tersebut
juga menyebabkan terjadinya perubahan bentuk platelet untuk menutupi permukaan
yang terkspos. Trombin, fibrinogen, dan fibrin akan berpolimerisasi, berikatan silang,
yang menstabilkan agregasi platelet yang terbentuk (platelete plug) yang berguna
untuk mencegah kehilangan darah lebih banyak. Adanya platelete plug tersebut
menyebabkan terjadinya oklusi parsial (penyumbatan tidak seluruhnya menyumbat
aliran darah). Hal ini menyebabkan timbulnya angina tidak stabil dengan gambaran
EKG tanpa elevasi ST (NSTEMI).

Gambar 2.13 Proses Penyebab Rupturnya Plak Aterosklerosis

2) Vasospasme atau disfungsi endotelial


Keadaan hiperkolesterolemia diyakini dapat mengganggu fungsi endotel
dengan memproduksi radikal bebas oksigen. Radikal ini menonaktifkan radikal nitrat
yang merupakan faktor relaksasi endotel yang utama. Apabila terjadi hiperlipidemia
kronis, lipoprotein tertimbun dalam lapiran intima di tempat meningkatnya

27
permeabilitas endotel. Keadaan hiperglikemia pada pasien diabetes dapat
menginhibisi produksi nitrit oksida (NO) dengan cara memblok aktivasi sintesis nitrit
oksida (NO) di sel endotel dan meningkatkan produksi sress oksidatif, khusunya
anion superoksida, pada sel otot polos vaskular dan endhotelial. Anion superoksida
yang terbentuk menghalangi NO untuk membentuk ion peroksinitrit. Produksi stress
oksidatif menyebabkan penurunan bioavailabilitas NO dan peningkatan sekresi
endhotelin-1 (ET-1). Produksi ion peroksinitrit yang menurun menyebabkan sintesis
vasodilator dan antiplatelet juga menurun. Hal ini menyebabkan pembuluh darah
cenderung mengalami konstriksi sehngga mengecilkan diameter pembuluh darah dan
meningkatkan tekanan pada aliran darah.

3) Aterosklerosis
Aterosklerosis merupakan pengerasan pembuluh darah arteri yang ditandai
dengan penimbunan ateroma (endapan lemak, trombosit, neutrofil, monosit dan
makrofag) dalam lapisan sel endotel (tunika intima) dan akhirnya ke lapisan otot
polos (tunika media). Arteri yang paling sering terkena aterosklerosis adalah arteri
koroner, aorta, dan arteri serebral (Corwin, 2007).
Kolesterol, trigliserida, dan fosfolipid adalah lipid utama dalam tubuh yang
ditransportasikan sebagai kompleks lipid-protein yang disebut lipoprotein.
Lipoprotein plasma sebagian besar terdiri dari fosfolipid, kolesterol bebas, protein,
dan inti yang utamanya mengandung trigliserida dan kolesterol ester. Tiga golongan
lipoprotein yang umum ditemukan dalam darah adalah LDL, HDL, dan VLDL.
Abnormalitas dari lipoprotein plasma menyebabkan aterosklerosis koroner, yang lebih
lnjut dapat menyebabkan penyakit jantung.
Tingginya kadar kolesterol LDL plasma akan memicu terjadinya transport dan
retens LDL menuju matriks ekstra seluler ruang sub endotelial, melewati lapisan sel
endotelial. Namun teori lain menyatakan bahwa DL berfungsi membawa kolesterol
untuk disimpan di jaringan, salah satunya ke dalam jaringan endotel. Oleh karena itu,
kolesterol LDL dapat masuk ke dalam jaringan endotel. Setelah berada dalam dinding
arteri, kolesterol LDL akan mengalami modifikasi oksidatif. LDL yang teroksidasi ini
disebut dengan small dense LDL.
Kolesterol LDL yang teroksidasi ini kemudian menyebabkan kerusakan sel
endotel dan mobilisasi monost menuju dinding arteri, yang lalu berubah menjadi
makrofag. Makrofag akan mempercepat oksidasi kolesterol LDL dan akumulasi

28
aplipoprotein B, sehingga mempengaruhi uptake kolesterol LDL ke dalam dinding
arteri yang dimediasi oleh reseptor. Kolesterol LDL yang teroksidasi ini akan
meningkatkan konsentrasi inhibitor plasminogen (promosikoagulasi), menghambat
eksperi NO (vasodilator dan inhibitor platelet), dan menginduksi ekspresi endotelin
(vasokonstriktor). Oksidasi lipid yang terus berlanjut ini akan menyebabkan
terbentuknya lipo fosfatidilkolin, hidroperoksida, dan aldehid akibat pemecahan asam
lemak. Selain itu, pembentukan oksisterol juga terjadi dan reaksi dalam jaringan terus
berlanjut. Kejadian-kejadian tersebut menyebabkan akumulasi masif kolesterol. Sel-
sel yang dipenuhi kolesterol ini disebut dengan foam cell atau sel busa, yang
merupakan bentuk awal dari artetial fatty streak (Berliner & Watson, 2005).
Keadaan diperparah dengan migrasi sel T dan sel otot polos kedalam intima.
Sel otot polos tersebut akan berproliferasi dan mensintesis komponen matriks seperti
kolagen dan proteoglikan akibat rangsangan dari sitokin proinflamatori yang akhirnya
akan menjadi plak yang menyebabkan elastisitas dari pembuluh darah berkurang
(terjadi kekakuan) (Loscalzo, 2005). Perkembangan lebih lanjut menyebabkan sel otot
dan monosit/ makrofag yang dipenuhi oleh kolesteril ester menjadi mati dan
membentuk inti nekrotik. Kerusakan dan perbaikan berulang dalam plak
aterosklerotik tersebut akhirnya membentuk sebuah lapisan fibrous cap yang
melindungi inti lipid, kolagen, kalsium, dan sel inflamatori seperti limfosit-T di
bawahnya. Perawatan plak tersebut penting dalam mencegah terjadinya pelepasan
plak dan trombosis koroner. Jika plak terebut lepas, dapat menyebabkan terjadinya
stroke atau infark miokard. Sintesis dan degradasi plak yang tidak seimbang dapat
menyebabkan plak menjadi rentan untuk lepas dan terbawa oleh aliran darah. Fibrous
cap dapat melemah jika terjadi penurunan sintesis matriks ekstra seluler atau
degradasi matriks yang meningkat (Loscalzo, 2005; DiPiro, Talbert, Yee, Matzke,
Wells, & Posey, 2005; Berliner & Watson, 2005).

29
Gambar 2.14 Proses terjadinya Aterosklerosis
Proses penuaan dapat menghasilkan lipoprotein yang lebih rentan terhadap
oksidasi dan tinggal lebih lama dalam pembuluh darah. Dua protein yang terkait
dengan HDL – apolipoprotein J dan paraksonase – tampaknya memiliki peran penting
dalam meminimalisir oksidasi kolesterol LDL. Sitokin interferon-γ yang diproduksi
oleh limfosit-T dapat menghambat kemampuan sel otot untuk mensintesis kolagen,
sebuah komponen yang penting bagi fibrous cap. Enzim metalloproteinase matriks
dapat mendegradasi komponen utama matriks ekstraselularvaskuler, yaitu: kolagen,
elastin, dan proteoglikan, sehingga melemahkan fibrous cap (Loscalzo, 2005).
Resiko aterosklerosis berbanding lurus dengan hiperlipidemia. Tingginya kadar LDL
dan rendahnya kadar HDL darah dapat meningkatkan resiko aterosklerosis.
Aterosklerosis dapat menyebabkan terjadinya hipertensi, penyakit jantung koroner,
penyakit kardiovaskular, dan serebrovaskular. Aterosklerosis dapat dikatakan mulai
terjadi sejak masa remaja atau masa dewasa muda, namun manifestasi kliniknya baru
terlihat saat usia sekitar 45 tahun (Loscalzo, 2005). Aterosklerosis dapat menimbulkan
komplikasi seperti iskemia dan infark serebral, infark miokard, iskemia renal, dan
intermittent claudication.
Perjalanan proses aterosklerosis (initiation, progression dan complication pada
plak aterosklerotik), secara bertahap berjalan dari sejak usia muda bahkan dikatakan
juga sejak usia anak-anak sudah terbentuk bercak-bercak garis lemak (fatty streaks)

30
pada permukaan lapis dalam pembuluh darah, dan lambat-laun pada usia tua dapat
berkembang menjadi bercak sklerosis (plak atau kerak pada pembuluh darah)
sehingga terjadinya penyempitan dan/atau penyumbatan pembuluh darah. Dalam
keadaan normal peradangan adalah suatu respon protektif untuk melawan infeksi dan
mendorong perbaikan jaringan yang rusak. Namun, jika penyebab cedera menetap di
dalam pembuluh darah maka respon peradangan ringan berkepanjangan secara
beberapa decade dapat secara perlahan pembentukkan plak arteri. Kalau plak tersebut
pecah, robek atau terjadi perdarahan subendotel, mulailah proses trombogenik, yang
menyumbat sebagian atau keseluruhan suatu pembuluh koroner. Pada saat inilah
muncul berbagai presentasi klinik seperti angina atau infark miokard. Proses
aterosklerosis ini dapat stabil, tetapi dapat juga tidak stabil atau progresif.
Konsekuensi yang dapat menyebabkan kematian adalah proses aterosklerosis yang
bersifat tidak stabil /progresif yang dikenal juga dengan Sindrom koroner Akut (SKA)
(Sherwood, 2010; Depkes, 2006).

Gambar 1. Timeline Aterosklerosis (Stary et al, 1995)

2.7.3 Patofisiologi
Penyakit jantung koroner (PJK) yang juga sering disebut penyakit jantung
iskemik paling sering disebbkan karena sumbatan plak ateroma pada arteri koroner.
Arteri koroner adalah arteri yang memasok nutrisi dan oksigen ke otot jantung
(miokard). Penampilan klinis PJK sangat bervariasi. Nyeri dada biasanya merupakan
gejala yang palng menonjol pada angina pektors stabil, angina tidak stabil, angina
variant dan infark miokard. Namun demikian, tampilan klinis PJK dapat terjadi tanpa
nyeri dada atau dengan nyeri dada yang tidak menonjol, misalnya iskemia miokard
tersamar, gagal jantung, aritmia dan mati mendadak. Jantung tidak pernah berhenti

31
berdenyut sepanjang hayat. Setiap kali berkontraksi, sebanyak 70 ml darah dipompa
ke aorta. Berbeda dengan otot-oto lain dalam tubuh yang lebih banyak beristirahat,
otot jantung tidak pernah beristirahat. Arteri koroner mendistribusikan darah untuk
memenuhi kebutuhan oksigen dan nutrisi otot jantung. Oleh karenanya, arteri koroner
sangat vital untuk menjaga agar jantung dapat terus bekerja normal.
Pada PJK akibat aterosklerosis, terdapat penimbunan lemk dan zat-zat lain
yang membentuk plak pada dinding arteri. Plak aterosklerosis ini menyebabkan
penyempitan lumen arteri koroner, sehingga aliran darah ke miokard terganggu dan
menimbulkan iskemia miokard. Bila plak ruptur, maka terjadilah proses trombosis,
yaitu pembentukan trombus yang dapat mengakbatkan oklusi total arteri koroner dan
nekrosis sel-sel miokard. Rentetan kejadian ini memberikan manifestasi klinis mulai
dari angina pektoris, hipetrofi jantung, infark miokard akut dan hipertensi.
1) Hipertrofi jantung
Saat terjadi penyempitan pembuluh darah maka tekanan darah akan meningkat
dan menimbulkan resistensi terhadap pemompaan darah dari ventrikel kiri. Jika suplai
oksigen ke pembuluh darah menurun, maka pembentukan energi terjadi dalam proses
anerob. Pada glikolisis anaerob, energi yang dihasilkan hanya sedikit jika
dibandingkan dengan glikolisi aerob. Sedikitnya energi yang dihasilkan menyebabkan
kerja jantung akan meningkat untuk memenuhi suplai oksigen ke seluruh tubuh. Hal
ini dapat menyebabkan kardiomegali atau hipertrofi jantung.
2) Angina Pektoris
Angina pektoris adalah nyeri dada yang timbul akibat iskemia mioakard,
terjadi bila suplai oksigen tidak dapat memenuhi kebutuhan miokard. Meskipun
penyebab paling sering iskemia miokard adalah aterosklerosis, sumbatan pada arteri
koroner dapat pula disebabkan oleh faktor lain yang bukan aterosklerosis, misalnya
kelainan bawaan pada pembuluh koroner, jembatan miokard arteritis koroner yang
terkait vaskulitis sistemik, dan penyakit koroner akibat radiasi. Iskemia miokard dan
angina pektoris dapat pula terjadi tanpa adanya sumbatan koronerseperti pada stenosis
katup aorta, kardiomiopati hipertrofik dan kardiomiopati dilatasi idiopatik.
Angina pektoris stabil merupakan sindrom klinis yang ditandai dengan rasa
tidak nyaman di dada taya substernal agak di kiri, yang menjalar ke leher, rahang,
bahu/punggung kiri sampai dengan lengan kiri dan jari-jari bagian ulnar. Keluhan ini
dipresipitasi oleh stress fisik ataupun emosional atau udara dingin; hilang dengan
istirahat atau pemberian nitrogliserin. Pada jantung sehat, jika terjadi peningkatan

32
kebutuhan oksigen, arteri koroner akan berdilatasi dan mengalirkan lebih banyak
darah dan oksigen, jika:

Arteri koroner
mengalami Iskemia Kebutuhan oksigen
penyempitan dan miokardium meningkat
kekakuan

Menimbulkan rasa Sel mokardium


nyeri dan tertekan Pembentukan asam menggunakan
pada dada yg laktat yang glikolisis anaerob
disebut dengan menurunkan pH untuk memenuhi
angina pektoris kebutuhan energi

Tipe angina:
a. Stable angina
Nyeri dada muncul karena peningkatan beban jantung akibat latihan, emosi,
stress, dingin. Nyeri seperti rasa tertindih/berat di dada. Terjadi akibat
penyempitan arteri koroner.
b. Unstable angina
Nyeri dada muncul meskipun tidak ada peningkatan kebutuhan oksden dan
nutrisi. Patologi mirip dengan infark miokardial. Terjadi akibat adanya blok
arteri koroner.
c. Variant angina
Disebabkan oleh vasospasme arteri koroner. Biasanya dikaitkan dengan
penyakit arteri koroner tetapi lebih ke peningkatan aktivitas saraf simpatis.
Terjadi tanpa peningkatan jelas beban kerja jantung.

3) Infark Miokard
Infark miokard merupakan salah satu penyakit iskemia jantung atau sindrom
koroner akut yang terjadi akibat ketidakseimbangan antara kebutuhan dan suplai
oksigen pada sel miokardium. Ketidakseimbangan tersebut menyebabkan sel-sel
miokardium berada dalam keadaan hipoksia dan jika berkepanjangan akan terjadi
kematian sel irreversible disekitar penyumbatan aliran darah. Luas area kematian sel
otot jantung bergantung pada pembuluh darah yang mengalami blok aliran darah.

33
Apabila sumbatan terjadi di arteri koroner utama, area sel otot jantung yang terkena
lebih luas dibandingkan dengan apabila sumbatan terjadi di cabang kecil arteri.
Pada keadaan tidak adanya suplai darah maka tidak ada suplai gizi dan
oksigen untuk sel-sel jantung pada lokasi infark, dalam waktu 6-12 jam jika keadan
ini terus berlangsung sel-sel tersebut akan mati dan hal ini dapat berakibat gagal
jantung.
Adapun gejala dari Infark Miokard, yaitu :
1. Nyeri mendadak yang hebat di belakang tulang dada yang seringkali menyebar ke
kedua sisi dada selama lebih dari 30 menit.
2. Biasanya disertai mual, muntah, berkeringat hebat, sakit kepala, sesak nafas,
nafas tidak beraturan, kulit pucat dan dingin, muka membiru, takikardi serta tidak
mampu menggerakkan tangan dan kaki.

Gambar 2.15 Anatomi jantung normal dan jantung dengan infark miokard

4) Hipertensi
Pada hiperlipidemia, hipertensi disebabkan oleh aterosklerosis. Pada saat sel
endotel pembuluh darah mengalami kerusakan, terjadi peningkatan permeabilitas.
Dengan adanya hiperlipidemia, small-dense-LDL akan masuk ke otot polos dan akan
terjadi aterosklerosis. Selain itu, akibat rusaknya sel endotel juga menyebabkan
inflamasi yang dapat menyebabkan deposisi platelet, makrofag dan jaringan parut.
Lama-kelamaan dapat terjadi penebalan dinding arteri sehingga akan mengurangi
kelenturan pembuluh darah dan terjadi hipertensi.

34
Pada pembuluh darah yang mengalami aterosklerosis maka kelenturan
pembuluh darah akan menurun dan terjadi vasokonstriksi. Akibatnya, aliran darah
akan tersumbat dan suplai oksigen menurun yang dikenal dengan hipoksia. Keadaan
hipoksia akan memberi sinyal ke jantung untuk meningkatkan tekanan darah. Naiknya
tekanan darah menyebabkan bekuan darah (trombus) yang terbentuk dapat terlepas
dan membentuk tromboembolus yang terbawa aliran darah hingga ke pembuluh darah
perifer. Apabila tromboembolus tersebut terbawa aliran darah dan menyumbat
pembuluh darah perifer di otak menyebabkan stroke iskemia atau menyumbat
pembuluh darah perifer di jantung yang juga dapat menyebabkan infark miokard.

2.8 Pankreatitis
A. Definisi
Pankreatitis adalah kondisi medis yang ditandai dengan peradangan pankreas,
yang menyebabkan kerusakan kelenjar yang menetap. Pankreatitis terjadi sebagai
akibat dari kebocoran enzim pencernaan sehingga masuk kedalam pankreas. Enzim
pencernaan yang seharusnya mencerna makanan justru mencerna pankreas sehingga
menyebabkan peradangan. Pankreatitis berdasarkan tingkat keparahan dibagi menjadi
dua yaitu akut dan kronis.
Pankreatitis akut ditandai dengan nyeri pada bagian atas abdomen dan
meningkatnya enzim pankreas di darah. Pankreatitis akut sendiri terbagi menjadi dua,
yaitu pankreatitis akut ringan dan pankreatitis akut parah. Keduanya dibedakan secara
umum berdasarkan ada tidaknya nekrosis jaringan serta adanya disfungsi multiorgan.
Pankreatitis akut ringan maupun berat dinyatakan berdasarkan kondisi klinis, tes
laboratorium, dan studi diagnosis. Pankreatitis akut ringan biasanya tidak terkait
dengan komplikasi atau disfungsi organ, pemulihan lancar. Pankreatitis akut parah
dikaitkan dengan gangguan fungsi pankreas, komplikasi lokal dan sistemik, dan
peningkatan mortalitas.
Pankreatitis kronis ditandai dengan kerusakan permanen pada struktur dan
fungsi pankreas karena peradangan progresif dan lamanya kerusakan pankreas. Pada
awal tahap penyakit, serangan eksaserbasi menyerupai gejala dari pankreatitis akut
mungkin tidak dibedakan. Kebanyakan pasien dengan pankreatitis kronis mengalami
nyeri abdomen bagian atas. Insufisiensi kelenjar eksokrin dan endokrin secara
progesif menyebabkan gangguan pencernaan dan diabetes melitus. Pasien pankreatitis
akut maupun kronik dapat mengalami komplikasi.

35
B. Patofisiologi Pankreatitis Akut
Patofisiologi pankreatitis akut dipicu oleh berbagai hal diantaranya konsumsi
alkohol , batu empedu, dan penyakit lain contohnya hiperlipidemia. Batu empedu
adalah faktor resiko pankreatitis sebanyak 90% dilaporkan di seluruh dunia, meskipun
konsumsi alkohol juga sering dilaporkan sebagai penyebab umum. Pada beberapa
pasien, penyebab pankreatitis tidak dapat diketahui (pankreatitis idiopatik). Aktivasi
zymogen pankreas yang prematur dalam sel asinar, iskemia pankreas, atau obstruksi
pembuluh memicu pankretitis akut dan memungkinkan terjadinya keparahan
penyakit. Autoaktivasi tripsinogen dan aktivasi tripsinogen oleh enzim lisosomal
katepsin B dilaporkan memicu aktivasi intraseluler tripsinogen dan zymogen.
Abnormalitas herediter pada jalur pankreas dihubungkan dengan penyebab
meningkatnya resiko pankreatitis. Pelepasan enzim aktif pankreas secara langsung
menyebabkan kerusakan jaringan atau meningkatkan peradangan pada jaringan
lainnya. Enzim tripsin mencerna membran sel dan memicu aktivasi dari enzim lain
dalam pankreas. Lipase merusak sel lemak, memproduksi zat berbahaya yang
menyebaabkan keparahan pankreatitis dan luka peripankreatik. Pelepasan sitokin oleh
sel asinar atau peradangan sel secara langsung meningkatkan respon peradangan.
Adanya peradangan atau gangguan pada sel asinar menarik neutrofil, makrofag, dan
sel lain ke area peradangan. Gangguan vaskular dan iskemia menyebabkan pelepasan
kinin sehingga dinding kapiler menjadi permeabel dan memicu terjadinya edema
jaringan. Infeksi pada pankreas merupakan hasil dari meningkatnya permeabilitas
pencernaan dan translokasi koloni bakteri.

C. Patogenesis Hiperlipidemia-Pankreatitis Akut


Pada pasien hiperlipidemia, tingginya jumlah trigliserida menyebabkan
kilomikron tetap terus ada di dalam tubuh. Kilomikron memiliki bm paling besar
yaitu 100-1000nm sehingga menyebabkan obstruksi kapiler yang berakibat
iskemia. Trigliserida masuk ke lipase pankreas dan menyebabkan degradasi
trigliserida yang menghasilkan asam lemak bebas dan substansi berbahaya. Hal
ini memicu lepasnya mediator inflamasi lalu terjadi edema yang berujung pada
pankreatitis. Hiperlipidemia dan trigliseridemia adalah penyebab pankreatitis
akut. Hipertrigliseridemia (HTG) adalah penyebab ketiga terbanyak yang
menyebabkan pankreatitis akut setelah alkohol dan batu empedu.

36

Anda mungkin juga menyukai