SYOK ANAFILAKTIK
Oleh :
dr. I Gede Okky Sukrasena
Pembimbing :
dr. Ketut Sadiarta
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa karena
atas karunia-Nya, penulisan laporan kasus ini dapat diselesaikan tepat pada
waktunya. Laporan kasus ini disusun dalam rangka mengikuti “Program Internsip
Dokter Indonesia” di Puskesmas Selat dan menambah wawasan kita tentang
bagaimana gejala, diagnosis dan tatalaksana terkait kasus ini.
Dalam penyusunan laporan kasus ini, penulis memperoleh dokter
pembimbing dalam membimbing dan memberi petunjuk, serta bantuan dan
dukungan dari berbagai pihak. Melalui kesempatan ini penulis mengucapkan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat :
Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini masih jauh dari sempurna.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis
harapkan. Semoga laporan kasus ini dapat memberikan sumbangan ilmiah dalam
masalah kesehatan dan memberi manfaat bagi masyarakat.
Penulis
dr. I Gede Okky Sukrasena
2
BAB I
PENDAHULUAN
1
dan mengalami peningkatan prevalensi pada tahun 2006 sebesar 4
kasus/10.000 total pasien anafilaksis.1,2
Ditingkat pelayanan dasar, anafilaksis sering diartikan sebagai
penyebab kematian yang tidak diketahui. Kematian oleh karena anafilaksis
sering tidak terdiagnosis dikarenakan tidak adanya riwayat yang detail dari
saksi mata, investigasi kematian yang kurang lengkap , temuan patologi pada
pemeriksaan post-mortem yang sedikit dan kurangnya pemeriksaan
laboratorium yang spesifik. Oleh karena itu syok anafilaktik adalah suatu
tragedi dalam dunia kedokteran, yang membutuhkan pertolongan cepat dan
tepat. Tanpa pertolongan yang cepat dan tepat, keadaan ini dapat
menimbulkan malapetaka yang berakibat ganda. Disatu pihak penderita dapat
meninggal seketika, dilain pihak dokternya dapat dikenai sanksi hukum yang
digolongkan sebagai kelalaian atau malpratice.. Untuk itu diperlukan
pengetahuan serta keterampilan dalam pengelolaan syok anafilaktik. 1
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. SYOK
A. DEFINISI
Syok adalah suatu keadaan dimana pasokan darah tidak
mencukupi untuk kebutuhan organ-organ di dalam tubuh. Syok juga
didefinisikan sebagai gangguan sirkulasi yang mengakibatkan penurunan
kritis perfusi jaringan vital atau menurunnya volume darah yang
bersirkulasi secara efektif dan biasanya berhubungan dengan tekanan
darah rendah serta kematian sel maupun jaringan.1
B. KLASIFIKASI DAN ETIOLOGI SYOK
Berdasarkan penyebabnya, ada beberapa macam syok yang cukup
sederhana dan mudah dipahami. Ada empat kategori syok, tujuan dari
pembagian ini adalah untuk mempermudah diagnosa hemodinamiknya
sehingga terapi yang tepat dapat dilakukan sebelum diagnosa klinis dapat
ditegakkan. Klasifikasi syok tersebut antara lain sebagai berikut 1,2 :
1) Syok hipovolemik
Disebabkan oleh kehilangan volume akut sebesar ≥20-25% dari volume
darah yang beredar.
2) Syok kardiogenik
Syok yang disebabkan kegagalan jantung, metabolisme miokard. Apabila
lebih dari 40% miokard ventrikel mengalami gangguan, maka akan
tampak gangguan fungsi vital dan kolaps kardiovaskular.
3) Syok distributif
Terjadinya gangguan distribusi aliran darah, pada seseorang yang sehat
mendadak timbul demam tinggi dan keadaan umum memburuk setelah
dilakukan tindakan instrumentasi atau prosedur invasif. Syok distributif
3
dikenali dari penurunan denyut vaskular akibat vasodilatasi arterial,
venous pooling, dan redistribusi aliran darah. Hal ini dapat disebabkan
oleh bakteria hidup dan produk mereka dalam syok septik, berbagai
macam bahan vasoaktif dalam syok anafilaktik, atau karena hilangnya
denyut vaskular dalam syok neurogenik.
4) Syok obstruktif
Terjadinya gangguan anatomis dari aliran darah berupa hambatan aliran
darah pada arus balik vena dan tau aliran ke jantung.
Tipe Gangguan Sirkulasi Primer Penyebab
Hipovolemik Penurunan volume darah sistemik Perdarahan
Diare
Diabetes Mellitus
Luka bakar
Distributif Vasodilatasi- Venous Pooling-Penurunan Sepsis
preload
Maldistribusi dari aliran darah regional Anafilaksis
Cidera spinal – Syok neurogenik
Intoksikasi obat-obatan
Kardiogenik Penurunan kontraktilitas otot jantung Penyakit jantung kongenital
Aritmia
Cidera hipoksik / iskemik
Kardiomiopati
Gangguan metabolik
Miokarditis
Intoksikasi obat
Kawasaki disease
Obstruktif Obstruksi mekanik terhadap pengisian Tamponade jantung
ventrikel maupun aliran keluar Emboli paru masif
Tension pneumothorax
4
Perubahan satus mental , dapat gelisah
Nyeri kepala
Nyeri dada, sesak nafas
Nyeri abdomen
Hematochezia
2) Tanda
Hemodinamik tidak stabil, dapat berupa hipotensi, sistolik
<90mmHg, MAP <60 mmHg atau penurunan sistolik>40mmHg
dari garis batas tekanan darah
Iskemia dalam EKG
Penurun jumlah urin atau oligouri
Peningkatan konsentrasi urea dan creatinin
Akral dingin, cappillary refill > 3 detik
Tanda-tanda syok sesuai jenis syok
Syok Syok
Syok Kardiogenik
Hipovolemik Distributif
Tekanan darah ↓ ↓ ↑
Nadi ↑ ↑/↓ ↑
CVP ↓ ↑ ↓
Cardiac ↓ / ↑/↓
Arterio-venous O2-diff ↑ ↑ ↓
Laktat ↑ ↑ ↑
Stadium Syok
1) Syok Ringan
Penurunan perfusi hanya pada jaringan dan organ non vital seperti
kulit, lemak, otot rangka, dan tulang. Jaringan ini relatif dapat hidup
lebih lama dengan perfusi rendah, tanpa adanya perubahan jaringan
yang menetap (irreversible). Kesadaran tidak terganggu, produksi urin
normal atau hanya sedikit menurun, asidosis metabolik tidak ada atau
ringan
5
2) Syok Sedang
Perfusi ke organ vital selain jantung dan otak menurun (hati, usus,
ginjal). Organ-organ ini tidak dapat mentoleransi hipoperfusi lebih
lama seperti pada lemak, kulit dan otot. Pada keadaan ini terdapat
oliguri (urin kurang dari 0,5 mg/kg/jam) dan asidosis metabolik. Akan
tetapi kesadaran relatif masih baik.
3) Syok Berat
Perfusi ke jantung dan otak tidak adekuat. Mekanisme kompensasi
syok beraksi untuk menyediakan aliran darah ke dua organ vital. Pada
syok lanjut terjadi vasokontriksi di semua pembuluh darah lain. Terjadi
oliguri dan asidosis berat, gangguan kesadaran dan tanda-tanda
hipoksia jantung (EKG abnormal, curah jantung menurun).
AUTOREGULASI Peningkatan
Symphato-adrenal
Terjadi Arteriosklerosis
(Pada kulit, otot skelet)
6
* Proses tersebut berlanjut :
Terjadi Hemokonsentrasi Viskositas darah meningkat Agregasi Eritrosit
dan Trombosit , dan terjadi anoxia kemudian infark jaringan. Terdapat fibrin
intravaskuler Aktivasi fibrinolisis ”Bleeding Diathesis”
* Proses koagulasi intravaskuler ini bisa terjadi di semua jaringan tetapi yang
mudah terkena adalah organ : Paru-paru, Liver dan Ginjal
Pelepasan Zat-zat Vasoaktif
A. Syok Melepaskan zat-zat vasoaktif antara lain :
- Katekolamin
- Histamin
- Prostaglandin
- Angiotensin I
B. Syok + Cardiac output yang normal/tinggi (Syok Septik) Melepaskan
zat-zat vasoaktif, antara lain :
- Plasmakinin
- Histamin Peningkatan permeabilitas kapiler
- Prostaglandin E
Vasodilatasi
+
Transudasi IVF
C. Syok Perdarahan Peningkatan tekanan perifer Zat-zat vasoaktif :
- Katekolamin
- Angiotensin
Gangguan Metabolisme Seluler
Pembentukan ATP menurun
Proses metabolisme oksidatif
Hipoksemia Permeabilitas dinding sel
(di dalam sel) terganggu
meningkat
Aktivasi piruvat
Laktase shunt Mekanisme sodium-pump terganggu
7
Sel membengkak
”Autodigestion”
Pengaruh Terhadap Jantung
Gagal jantung akut karena pankreas yg mengalami iskemia
Syok
Infark Myokard Pengaruh endotoksin terhadap sel myokard
Pengaruh Terhadap Paru-paru
Syok
Perfusi ↓
Tanda – tanda :
Produksi urine menurun
Urea darah meningkat
Konsentrasi Na+ > 20 mEq/L
Renin
Angiotensin I Angiotensin II
8
Produksi Aldosteron
9
Sifat alergen,
Asma
Merupakan faktor risiko yang fatal berakibat fatal. Lebih dari
90%kematian karena anafilaksis makanan terjadi pada pasien asma
10
Pencetus anafilaksis lain yang juga sering terjadi adalah pemakaian
media kontras untuk pemeriksaan radiologic. Media kontras menyebabkan
reaksi yang mengancam nyawa pada 0,1 % dan reaksi yang fatal terjadi
antara 1 : 10.000 dan 1 : 50.000 prosedure intravena. Kasus berkurang
setelah dipakainya media kontras yang hyperosmolar.selain itu
imunoterapi dan uji kulit (terutama intradermal) juga dapat berpotensi
menyebabkan anafilaksis. Lateks (Natural Rubber Latex) yang terdapat
pada peralatan medis seperti masker, endotracheal tube, sarung tangan
juga dapat mencetuskan reaksi anafilaksis.
Penyebab reaksi anafilaksis dan anafilaktoid
C. PATOFISIOLOGI
Coomb dan Gell (1963) mengelompokkan anafilaksis dalam
hipersensitivitas tipe I (Immediate type reaction). Mekanisme anafilaksis
melalui 2 fase, yaitu fase sensitisasi dan aktivasi. Fase sensitisasi
merupakan waktu yang dibutuhkan untuk pembentukan Ig E sampai
diikatnya oleh reseptor spesifik pada permukaan mastosit dan basofil.
Sedangkan fase aktivasi merupakan waktu selama terjadinya pemaparan
ulang dengan antigen yang sama sampai timbulnya gejala. 2,3
Reaksi hipersensitivitas tipe I, atau tipe cepat ini ada yang
11
membagi menjadi reaksi anafilaktik (tipe Ia) dan reaksi anafilaktoid (tipe
Ib). Untuk terjadinya suatu reaksi selular yang berangkai pada reaksi tipe
Ia diperlukan interaksi antara IgE spesifik yang berikatan dengan reseptor
IgE pada sel mast atau basofil dengan alergen yang bersangkutan. Reaksi
anafilaktoid terjadi melalui degranulasi sel mast atau basofil tanpa peran
IgE. Sebagai contoh misalnya reaksi anafilaktoid akibat pemberian zat
kontras atau akibat anafilatoksin yang dihasilkan pada proses aktivasi
komplemen. 2,3
Alergen yang masuk lewat kulit, mukosa, saluran nafas atau
saluran makan ditangkap oleh Makrofag. Makrofag segera
mempresentasikan antigen tersebut kepada Limfosit T, dimana ia akan
mensekresikan sitokin (IL4, IL13) yang menginduksi Limfosit B
berproliferasi menjadisel Plasma (Plasmosit). Sel plasma memproduksi
Ig E spesifik untuk antigen tersebut kemudian terikat pada reseptor
permukaan sel Mast (Mastosit) dan basofil.
Mastosit dan basofil melepaskan isinya yang berupa granula yang
menimbulkan reaksi pada paparan ulang. Pada kesempatan lain masuk
alergen yang sama ke dalam tubuh. Alergen yang sama tadi akan diikat
oleh Ig E spesifik dan memicu terjadinya reaksi segera yaitu pelepasan
mediator vasoaktif antara lain histamin, serotonin, bradikinin dan
beberapa bahan vasoaktif lain dari granula yang di sebut dengan istilah
preformed mediators. 2,3
Patofisiologi Reaksi Anafilaksis
12
Ikatan antigen-antibodi merangsang degradasi asam arakidonat
dari membran sel yang akan menghasilkan leukotrien (LT) dan
prostaglandin (PG) yang terjadi beberapa waktu setelah degranulasi yang
disebut newly formed mediators.
Fase Efektor adalah waktu terjadinya respon yang kompleks
(anafilaksis) sebagai efek mediator yang dilepas mastosit atau basofil
dengan aktivitas farmakologik pada organ organ tertentu. Histamin
memberikan efek bronkokonstriksi, meningkatkan permeabilitas kapiler
yang nantinya menyebabkan edema, sekresi mucus, dan vasodilatasi.
Serotonin meningkatkan permeabilitas vaskuler dan Bradikinin
menyebabkan kontraksi otot polos. Platelet activating factor (PAF)
berefek bronkospasme dan meningkatkan permeabilitas vaskuler,
agregasi dan aktivasi trombosit. Beberapa faktor kemotaktik menarik
eosinofil dan neutrofil. Prostaglandin leukotrien yang dihasilkan
menyebabkan bronkokonstriksi.4
Vasodilatasi pembuluh darah yang terjadi mendadak
menyebabkan terjadinya fenomena maldistribusi dari volume dan aliran
darah. Hal ini menyebabkan penurunan aliran darah balik sehingga curah
jantung menurun yang diikuti dengan penurunan tekanan darah.
Kemudian terjadi penurunan tekanan perfusi yang berlanjut pada
13
hipoksia ataupun anoksia jaringan yang berimplikasi pada keaadan syok
yang membahayakan penderita.4
Patofisiologi Reaksi Anafilaksis
14
Patofisiologi
Sel Th 2 (helper)
Diperkenalkan ke sel B naive
Mengubah membran monomer IgG dan IgM pada sel B naive menjadi IgE
IgE terlepas dari sel B dan menempel pada FcεR di sel Mast
15
Alergen menempel pada IgE yang satu dengan yang lainnya
D. DIAGNOSIS
1) Anamnesis
a. Onset
Secara klinik terdapat 3 tipe dari reaksi anafilaktik, yaitu reaksi cepat
yang terjadi beberapa menit sampai 1 jam setelah terpapar dengan
allergen, reaksi moderat terjadi antara 1 sampai 24 jam setelah terpapar
dengan allergen,serta reaksi lambat terjadi lebih dari 24 jam setelah
terpapar dengan allergen. Namun pada umumnya berlangsung cepat
dan bersifat mendadak. 1,2
16
f. Riwayat diare atau muntah-muntah hebat
2) Pemeriksaan Fisik
17
nafas, dan penurunan volume tidal. Obstruksi saluran napas yang
komplit adalah penyebab kematian paling sering pada anafilaksis.
Bunyi napas mengi terjadi apabila saluran napas bawah terganggu
karena bronkospasme atau edema mukosa.
e. Penurunan kesadaran sampai terjadi koma merupakan gangguan pada
susunan saraf pusat.
f. Pada sistem kardiovaskular terjadi hipotensi, takikardia, pucat,
keringat dingin, tanda-tanda iskemia otot jantung (angina), kebocoran
endotel yang menyebabkan terjadinya edema, disertai pula dengan
aritmia.
g. Pada ginjal, terjadi hipoperfusi ginjal yang mengakibatkan penurunan
pengeluaran urine (oligouri atau anuri)
3) Pemeriksaan Penunjang
18
metabolik, terjadi supresi kelenjar adrenal, resistensiinsulin, disfungsi
tiroid, dan perubahan status mental.
g. Pada keadaan syok terjadi perubahan metabolisme dari aerob menjadi
anaerob sehingga terjadi peningkatan asam laktat dan piruvat.
h. Secara histologis terjadi keretakan antar sel, sel membengkak,
disfungsi mitokondria. 1,2
19
gastrointestinal yang persisten (misalnya nyeri abdominal, kram, muntah).
Kriteria ketiga yaitu terjadi penurunan tekanan darah setelah terpapar pada
alergen yang diketahui beberapa menit hingga beberapa jam (syok anafilaktik).
Pada bayi dan anak-anak, tekanan darah sistolik yang rendah (spesifik umur) atau
penurunan darah sistolik lebih dari 30%. Sementara pada orang dewasa, tekanan
darah sistolik kurang dari 90 mmHg atau penurunan darah sistolik lebih dari 30%
dari tekanan darah awal
E. TATALAKSANA
1) Airway
Jalan napas harus dijaga tetap bebas agar tidak ada sumbatan sama
sekali. Untuk penderita yang tidak sadar, posisi kepala dan leher diatur
agar lidah tidak jatuh ke belakang menutupi jalan napas, yaitu dengan
melakukan triple airway manuver yaitu ekstensi kepala, tarik
20
mandibula ke depan, dan buka mulut. Penderita dengan sumbatan jalan
napas total, harus segera ditolong dengan lebih aktif, melalui intubasi
endotrakea, krikotirotomi, atau trakeotomi.
2) Breathing
Segera memberikan bantuan napas buatan bila tidak ada tanda-
tanda bernapas spontan, melalui hidung atau mulut 5-10 liter /menit bila
tidak bia persiapkandari mulut kemulut. Pada syok anafilaktik yang
disertai udem laring, dapat mengakibatkan terjadinya obstruksi jalan napas
total atau parsial. Penderita yang mengalami sumbatan jalan napas parsial,
selain ditolong dengan obat-obatan, juga harus diberikan bantuan napas
dan oksigen 5-10 liter/menit.
3) Circulation
Bila tidak teraba nadi pada arteri besar (a. karotis atau a.
femoralis), segera lakukan kompresi jantung luar. Pasang cathether intra
vena (infus) dengan cairan elektrolit seimbang atau Nacl fisiologis, 0,5
smpai 1 liter dalam 30 menit (dosis dewasa) monitoring dengan tensi
dan produksi urine Pertahankan tekanan darah sistole >100mmHg
diberikan 2-3L/m2 luas tubuh /24 jam. Bila < 100mmHg beri vasopressor
(Dopamin), tensi tak terukur 20 cc/kg. Apabila sistole < 100 mmHg 500
cc/30menit jam dan apabila sistole > 100 mmHg 500 cc/ 1 Jam. Bila
perlu pasang CVP
Medikamentosa
a. Adrenalin 1:1000, 0,3 –0,5 ml SC/IM lengan atas , paha,
sekitar lesi pada venom .Dapat diulang 2-3 x dengan selang waktu 15-30
menit, Pemberian IV pada stadium terminal / pemberian dengan dosis1 ml
gagal , 1:1000 dilarutkan dalam 9 ml garam faali diberikan 1-2 ml selama
5-20 menit (anak 0,1 cc/kg BB).
b. Diphenhidramin IV pelan (+ 20 detik ) ,IM atau PO (1-2
mg/kg BB) sampai 50 mg dosis tunggal, PO dapat dilanjutkan tiap 6 jam
21
selama 48 jam bila tetap sesak + hipotensi segera rujuk, (anak :1-2 mg
/kgBB/ IV) maximal 200mg IV.
c. Aminophilin, bila ada spasme bronchus beri 4-6 mg/ kg
BB dilarutkan dalam 10 ml garam faali atau D5, IV selama 20 menit
dilanjutkan 0,2 –1,2 mg/kg/jam.
d. Corticosteroid 5-20 mg/kg BB dilanjutkan 2-5 mg/kg
selama 4-6 jam, pemberian selama 72 jam .Hidrocortison IV, beri
cimetidin 300mg setelah 3-5 menit.1
22
23
F. PROGNOSIS
24
BAB III
LAPORAN KASUS
3.2 Anamnesis
Keluhan Utama: Gatal
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke Instalasi Gawat Darurat Puskesmas Selat diantar oleh
keluarganya pada tanggal 13 september 2022 pukul 21.51 WITA dengan keluhan
gatal-gatal pada seluruh tubuh, Pasien juga merasakan lemas dan sempat pingsan
di rumah, kurang lebih satu menit. Semua keluhan ini terjadi mendadak. Satu jam
sebelum kejadian pasien mengkonsumsi kapsul obat tawon liar. Obat lain yang
dikonsumsi: mirasic (paracetamol), primavon (antibiotik sulfa + trimetoprim),
dexanta (obat maag)
25
Keluarga pasien dikatakan tidak ada yang mengalami keluhan serupa.
Riwayat penyakit asma disangkal
Riwayat Pengobatan
Pasien sebelum kejadian ini, sudah sempat berobat ke perawat dan diberikan
obat obat penurun demam, antibiotik, dan obat maag
Status General
Kepala : normosepali
Mata : konjungtiva pucat (-/-), ikterus (-/-), refleks pupil (+/+) isokor,
edema palpebra (-/-),
Leher : pembesaran kelenjar (-), kaku kuduk (-),
Thoraks
Cor
26
Inspeksi : precordial bulging (-), iktus kordis tidak tampak
Palpasi : iktus kordis tidak teraba, kuat angkat (-), thrill (-)
Auskultasi : S1S2 normal regular, murmur (-)
Pulmo
Inspeksi : bentuk normal, gerakan dinding dada simetris saat statis dan
dinamis, retraksi (-)
Palpasi : gerakan dinding dada teraba simetris, nyeri tekan (-)
Perkusi : suara sonor (+/+)
Auskultasi : suara napas vesikuler (+/+), ronki (-/-), wheezing (-/-)
Abdomen
Inspeksi : Distensi (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Palpasi : Nyeri tekan (-), turgor kulit kembali cepat, hepar tidak teraba,
lien tidak teraba, massa tidak ada
Perkusi : timpani (+), shifting dullness (-).
Extremitas : akral hangat (+), sianosis (-), edema (-), CRT < 2 detik
Status Dermatologis :
Tampak urtikaria pada tangan, kaki, dan badan pasien ukuran bervariasi mulai
diameter 1 cm hingga diameter 2 cm, multipel, beberapa berkonfluen menjadi
satu.
3.5 Diagnosis
Syok Anafilaktik
27
3.6 Penatalaksanaan
3.8 Prognosis
28
DAFTAR PUSTAKA
3. Omoigui, Sota, Buku Saku Obat-obatan Anestesia, Edisi ke-II, Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Cetakan Pertama, Tahun 1997.
29