DOSEN PENGAMPU
DISUSUN OLEH
2022
1
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI 2
KATA PENGANTAR 3
BAB I 4
PENDAHULUAN 4
1.1 Latar Belakang 4
1.2 Rumusan Masalah 5
1.3 Metode Penulisan 5
1.4 Tujuan Masalah 5
1.5 Manfaat 6
BAB II 7
PEMBAHASAN 7
2.1 Penemuan Hukum 7
2.1.1 Pengertian Penemuan Hukum 7
2.1.2 Peristilahan yang sering dikaitkan dengan penemuan Hukum 7
2.1.3 Pembentukan Hukum oleh Hakim 8
2.1.4 Penafsiran Hukum 9
2.1.5 Pengisian Kekosongan Hukum 11
2.1.6 Instrumen Pembentukan Hukum 13
BAB III 15
PENUTUP 15
Kesimpulan 15
Saran 15
DAFTAR PUSTAKA 17
2
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT. Yang telah melimpahkan rahmat,
taufik, dan hidayah-Nya sehingga kami bisa berkumpul bersama-sama di Fakultas Hukum
Universitas Negeri Semarang dan bisa mengerjakan tugas makalah mata kuliah pengantar
ilmu hukum bersama dengan baik dan lancar. Proses mempelajari sebuah Ilmu selalu dimulai
dengan pengantar atau pengenalan, seperti hal-nya ilmu hukum, mengenal ilmu hukum secara
historis mulai dari penemuan hukum dan pembentukan hukum perlu untuk dipelajari.
Tugas makalah ini kami susun dengan harapan bisa menambah wawasan dan
pengetahuan tentang penemuan hukum dan pembentukan hukum. Semoga dengan makalah
yang kami susun ini bisa menaikan ilmu pengetahuan kita menjadi lebih luas lagi.
Kami sebagai penyusun juga menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan pada diri
kami dalam menyusun makalah ini. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan pengetahuan dan
pengalaman yang kami miliki. Oleh karena itu, kritik serta saran akan sangat membantu kami
guna kesempurnaan makalah kami. Kami mengucapkan terima kasih kepada Bpk. Ubaidillah
Kamal S. Pd., M. H. sebagai dosen pengampu mata kuliah pengantar ilmu hukum dan kepada
kawan-kawan yang turut menolong dalam penyelesaian makalah ini. Atas perhatian serta
waktu, Kami sampaikan banyak terima kasih.
Tim penyusun
3
BAB I
PENDAHULUAN
Menurut Aristoteles, hukum adalah kumpulan aturan yang dapat mengikat dan
berlaku pada masyarakat saja, tapi juga berlaku pada hakim itu sendiri. Sebenarnya,
pengertian dari ilmu hukum itu sangat luas, karena setiap ahli hukum memiliki batasan yang
berbeda mengenai pengertian ilmu hukum. Hukum bertujuan untuk mencapai ketertiban
bersama dalam suatu masyarakat. Dalam masyarakat, hukum sangat diperlukan keberadaanya
sebagai social control. Maksud dari social control adalah bagaimana hukum ini mengatur
kehidupan sosial masyarakat, menciptakan ketertiban dan terwujudnya keadilan sosial.
Kita ambil perumpamaan hukum di negara kita, Indonesia merupakan suatu negara
dengan masyarakat yang heterogen (pluralistik). Heterogenitas ini berpengaruh kepada
masyarakat, setiap masyarakat memiliki kepentingan yang dimana kepentingan itu memiliki
kemungkinan persamaan dan juga perbedaan, sehingga tak jarang terjadi konflik. Gangguan
kepentingan atau konflik harus dicegah atau tidak bisa dibiarkan, karena mengganggu
keseimbangan tatanan dalam masyarakat. Fungsi dan kaidah hukum sangat diperlukan untuk
melindungi kepentingan manusia. Hukum dan manusia adalah hal yang tidak dapat
dipisahkan. Dimana ada masyarakat disana pasti ada hukum.
Namun apakah hukum itu tercipta dengan sendirinya? Hukum sendiri tercipta karena
adanya sebuah kepentingan bersama antara manusia satu dengan yang lain. Hukum diartikan
sebagai keputusan hukum (pengadilan), yang menjadi pokok masalah adalah tugas dan
kewajiban hakim mengenai tugas dan kewajiban hakim, karena dalam penegakan hukum.
Hakim mempunyai peran sentral, hakim melakukan penerapan hukum yang abstrak dan
sifatnya konkret dalam mencari apa yang menjadi hukum, hakim bisa dianggap sebagai salah
satu faktor pembentuk hukum.
4
1.2 Rumusan Masalah
Penulis telah menyusun rangkaian permasalahan yang hendak dibahas dalam makalah
ini. Adapun permasalahan yang hendak dibahas adalah sebagai berikut:
Bersumber dari rumusan permasalahan yang telat disusun penulis di atas, maka tujuan
dari makalah ini antara lain:
5
4) Untuk mengetahui siapa saja pihak yang berwenang untuk melakukan pembentukan
hukum?
1.5 Manfaat
6
BAB II
PEMBAHASAN
Pengertian penemuan hukum sendiri terdapat pendapat bahwa penemuan hukum oleh
hakim merupakan hal yang lain dari penerapan pada peraturan-peraturan pada peristiwa nya,
kadang dan bahkan sering terjadi bahwa peraturan harus ditemukan, baik dengan jalan
interpretasi maupun dengan jalan analogi ataupun rechtsvervijning (pengkonkretan hukum).
7
2.1.3 Pembentukan Hukum oleh Hakim
Seorang hakim harus bertindak selaku pembentuk hukum dalam hal peraturan
perundangan tidak menyebutkan sesuatu ketentuan untuk menyelesaikan suatu perkara yang
terjadi. Dengan kata lain, bahwa Hakim harus menyesuaikan undang-undang dengan hal yang
konkrit, oleh karena peraturan tidak dapat mencangkup segala peristiwa hukum yang terjadi
di masyarakat.
Oleh karena hakim turut menemukan mana yang merupakan hukum dan mana yang
bukan Hukum, Prof. Mr Paul Scholten mengatakan bahwa hakim itu menjalankan
“rechtsvinding” (turut menemukan hukum). Akan tetapi, meskipun memiliki kemampuan
untuk menciptakan undang-undang Hakim bukan merupakan pemegang kekuasaan legislatif,
melainkan tanggung jawab itu dimiliki oleh Lembaga Legislatif yakni MPR (Majelis
Permusyawaratan Rakyat). Lembaga legislatif memiliki kekuasaan untuk membuat hukum
dan menetapkannya. Keputusan hakim tidak memiliki kekuatan Hukum seperti peraturan
umum. Tetapi hanya berlaku untuk pihak- pihak yang bersangkutan.
Hal ini juga bahwa “Hakim tidak dapat memberi keputusan yang nantinya akan
berlaku sebagai peraturan umum", ditegaskan dalam Pasal 21 AB, lebih dalam lagi hal ini
juga ditegaskan dalam undang-undang Hukum sipil Pasal 191 Ayat 1 didalamnya tertulis
bahwa Keputusan Hakim hanya berlaku tentang hal-hal yang diputuskan dalam keputusan
itu”.
8
2.1.4 Penafsiran Hukum
Apabila suatu undang-undang isinya tidak jelas maka sudah menjadi kewajiban
Hakim untuk menafsirkannya, sehingga dapat diberi keputusan yang adil sesuai maksud
Hukum, yakni mencapai kepastian Hukum. Namun demikian, untuk menafsirkan atau
menambah isi dan pengertian peraturan-perundangan tidak dapat dilakukan secara sewenang-
wenang dan harus sesuai dengan kenyataan dalam hidup masyarakat, maka dari itu
diperlukan beberapa cara penafsiran perundang-undangan.
Dengan adanya kodifikasi, hukum menjadi beku, statis, dan sungkar berubah. Adapun
pihak yang melaksanakan hukum adalah Hakim, karena Hakim berkewajiban menegakan
hukum ditengah-tengah masyarakat.
Dengan demikian maka akan ada keluasan hukum, dan untuk itu perlu diadakan
penafsiran hukum. Ada beberapa macam penafsiran hukum, antara lain:
9
dalam Pasal 98 KUHP; “malam” berarti waktu antara matahari terbenam dan
matahari terbit.
3. Penafsiran historis.
Penafsiran historis dilakukan berdasarkan:
● Sejarah hukumnya, yaitu berdasarkan sejarah terjadinya hukum
tersebut. Sejarah terjadinya dapat diselidiki dari memori penjelasan ,
laporan-laporan dalam DPR, dan surat-menyurat antara menteri dan
komisi DPR yang bersangkutan.
● Sejarah undang-undangnya, yaitu dengan menyelidiki maksud
pembentuk undang-undang pada saat membentuk undang-undang
tersebut.
4. Penafsiran sistematis.
Penafsiran sistematis dilakukan dengan meninjau susunan yang
berhubungan dengan pasal-pasal lainnya, baik dalam undang-undang yang
sama maupun dengan undang-undang yang lain.
5. Penafsiran nasional.
Penafsiran nasional merupakan penafsiran yang didasarkan pada kesesuaian
dengan sistem hukum yang berlaku misal, hak-milik Pasal 570 KUHS
sekarang harus ditafsirkan menurut hak milik sistem hukum Indonesia
(Pancasila).
6. Penafsiran teleologis (sosiologis).
Penafsiran sosiologis merupakan penafsiran yang dilakukan dengan
memperhatikan maksud dan tujuan dari undang-undang tersebut. Penafsiran
sosiologis dilakukan karena terdapat perubahan di masyarakat, sedangkan
bunyi undang-undang tidak berubah.
7. Penafsiran ekstensif.
Penafsiran ekstensif dilakukan dengan memperluas arti kata-kata yang terdapat
dalam suatu peraturan perundang-undangan.
8. Penafsiran restriktif.
Penafsiran restriktif dilakukan dengan mempersempit arti kata-kata yang
terdapat dalam suatu peraturan perundang-undangan.
10
9. Penafsiran analogis.
Penafsiran analogis dilakukan dengan memberikan suatu kiasan atau ibarat
pada kata-kata sesuai dengan asas hukumnya,
10. Penafsiran a contrario (menurut peringkaran).
Penafsiran a contrario adalah penafsiran yang didasarkan pada perlawanan
antara masalah yang dihadapi dengan masalah yang diatur dalam undang-
undang.
Berhubung dengan hal itulah (undang-undang yang statis, masyarakat yang dinamis),
maka hakim sering harus memperbaiki undang-undang tersebut agar sesuai dengan keadaan
yang sedang berlaku di masyarakat. Dapat pula dikatakan, hukum positif adalah merupakan,
suatu sistem yang sulit untuk diubah atau mencabutnya walau sudah tidak sesuai lagi dengan
keadaan yang ada di dalam masyarakat. Ada beberapa macam poin dalam pengisian
kekosongan hukum, antara lain:
11
tertutup; di luar undang-undang tidak ada hukum, hakim tidak boleh menjalankan
keadaan hukum yang tidak ada di dalam peraturan-perundangan.
Namun kemudian, paham tentang kesatuan lengkap daripada hukum itu tidak
bisa diterima oleh para sarjana hukum. Prof. Mr Paul Scholten mengatakan
bahwasannya hukum itu adalah suatu sistem yang terbuka (open system van het
recht). Pendapat ini lahir dari kenyataan, yang membuat hukum terlihat dinamis dan
terus mengikuti perkembangan masyarakat. Berhubung itulah telah menimbulkan
konsekuensi, bahwa hakim dapat dan bahkan harus mengisi kekosongan yang ada di
dalam sistem hukum, asalkan penambahan itu tidaklah membawa perubahan prinsipil
pada sistem hukum yang berlaku.
2. Konstruksi Hukum
Jadi walaupun Pasal 1576 KUHS yang menetapkan, bahwa penjualan tidak dapat
memutuskan perjanjian sewa-menyewa sebelum jangka waktu tersebut berakhir,
namu ketentuan Pasal 1576 KUHS tersebut dapat juga dijalankan terhadap perbuatan
memberikan, menukarkan, dan mewariskan. Jelas perbuatan tersebut tidak dapat
12
memutuskan perjanjian sewa-menyewa sebelum jangka waktu yang ditentukan
berakhir. Meskipun Pasal 1576 KUHS menyebutkan kata “menjual”, namun hakim
masih juga dapat menjalankan analogi ketentuan tersebut dalam perbuatan memberi,
menukar, dan mewariskan secara legal.
Proses untuk menjadikan hukum sebagai aturan yang mengikat dimulai dengan cara
dikte hukum, selanjutnya dipergunakan alat untuk menangkap dikte hukum, dan kemudian
dituangkan dalam bentuk atau wadah yang disebut sebagai sumber hukum sebelum hukum itu
mengikat dan menimbulkan sebab-akibat.
Dalam tradisi sistem hukum Inggris maupun bangsa Germania waktu lampau,
putusan hakim dikatakan in concreto yang hanya berlaku pada kasus dan sengketa
tertentu. Sifatnya abstrak karena mengikat secara umum, bahkan mengikat hakim
yang mengadili dan memutuskan kasus yang sama. Tradisi ini kemudian kita kenal
dengan sistem hukum common law.
13
Putusan pengadilan atau yurisprudensi tetap dalam banyak hal yang menjadi
faktor yang mengubah ketentuan peraturan perundang-undangan secara tidak
langsung. Pengadilan melalui kekuatan interpretasi membuat undang-undang bergerak
dalam waktu dan sesuai tuntutan hukum.
Doktrin menjadi hukum adat pada masa Romawi, mengatakan bahwa orang
tidak boleh menyimpang dari pendapat umum para ahli hukum (communis opinio
doctorum). Tetapi kejayaannya terkubur dengan reruntuhan puing-puing tembok
Romawi. Statuta Mahkamah Pengadilan Internasional menunjuk pada rumusan Pasal
38 bahwa: judicial decisions and the teachings of the most highly qualified publicist
of the various nations. Hanya saja, rujukan yang disebutkan itu bukan merupakan
sumber hukum formil, tetapi sebagai "subsidiary means for the determination of rules
of law". Dalam sistem hukum, peraturan yang demikian tidak dapat menyebabkan
hakim merasa terikat pada communis opinio doctorum. Hal ini merupakan penting
dalam instrumen hukum.
14
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Indonesia adalah negara yang memiliki masyarakat yang heterogen, memiliki hukum
yang mengikat dan sanksi dari akibat suatu perbuatan diperlukan untuk menciptakan
ketertiban serta menjaga integritas dalam masyarakat itu sendiri. Perlu diketahui
bahwasannya hukum tidak tercipta dengan sendirinya, melainkan hukum tercipta karena
adanya suatu kepentingan dalam masyarakat. Dalam penemuan dan pembentukan hukum,
hakim dapat turut serta memberikan sebuah keputusan yang nantinya akan menjadi sumber
hukum formal dalam masyarakat. Namun, dapat digaris bawahi bahwa putusan hakim hanya
berlaku pada pihak yang bersangkutan saja. Hakim tidak memiliki kuasa dalam membuat
undang-undang seperti DPR.
Penemuan dan pembentukan hukum dapat berguna dalam mencari kepastian hukum.
Dengan adanya kepastian hukum, pengadilan dapat memberikan putusan yang tepat serta
dengan adanya kepastian hukum dapat tercipta kaidah hukum yang dapat mengikat
masyarakat.
B. Saran
Hakim haruslah Judex debet judicare secundum allegata et probata (seorang hakim
harus memberikan penilaian berdasarkan fakta-fakta dan pernyataan). Pembentukan dan
penemuan hukum yang dilakukan oleh hakim hanya berlaku pada individu yang
15
bersangkutan, ini seharusnya menjadi tanggung jawab kita untuk berhati hati dalam
bertindak.
16
DAFTAR PUSTAKA
http://dx.doi.org/10.33331/rechtsvinding.v1i3.87
University Press.
Hukum Pembangunan, Teori Hukum Progresif, dan Teori Hukum Integratif), 13(2), 2.
https://dx.doi.org/10.30631/al-risalah.v13i02.407
17