Disusun oleh:
1. Deprima Tivani (2108107004)
2. Anwar Ibrahin Fauz (2108107006)
Oleh sebab itu, pada kesempatan kali ini kami ingin mengucapkan terima kasih
banyak khusus Bapak Siha Abdurahman M.Pd selaku dosen pembimbing
Pendidikan Kewarganegaraan. Saya menyadari bahwa dalam penulisan dan
pembuatan makalah ini masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karen itu saran
dan kritik yang membangun sangat kami butuhkan untuk dapat menyempurnakan
makalah dimasa yang akan datang. Semoga apa yang disajikan dalam makalah ini
dapat bermanfaat bagi kami, teman-teman dan pihak lainnya.
Deprima tivani
Daftar isi..................................................................................................................(ii)
Bab 1 pendahuluan.................................................................................................(iii)
a. Latar belakang............................................................................................(iii)
b. Rumusan masalah.......................................................................................(iv)
c. Tujuan penulisan..........................................................................................(v)
d. Manfaat penulisan.......................................................................................(vi)
Bab 2 pembahasan...................................................................................................(1)
Bab 3 penutup...........................................................................................................(27)
a. Rangkuman...................................................................................................(27)
b. Penutup........................................................................................................ (28)
Bab 1
Pendahuluan
Pembahasan
2. Penegak hukum
Yakni pihak-pihak yang secara langsung berkecimpung dalam
bidang penegakan hukum. Penegak hukum harus menjalankan
tugasnya dengan baik sesuai dengan peranannya masing-masing
yang telah diatur dalam peraturan perundang-undangan. Dalam
menjalankan tugas tersebut dilakukan dengan mengutamakan
keadilan dan profesionalisme, sehingga menjadi panutan
masyarakat serta dipercaya oleh semua pihak termasuk semua
anggota masyarakat.
4. Masyarakat
Yakni masyarakat lingkungan di mana hukum tersebut berlaku
atau diterapkan. Maksudnya warga masyarakat harus mengetahui
dan memahami hukum yang berlaku, serta mentaati hukum yang
berlaku dengan penuh kesadaran akan penting dan perlunya hukum
bagi kehidupan masyarakat.
5. Kebudayaan
Yakni sebagai hasilkarya, cipta dan rasa yang didasarkan pada
karsa manusia di dalam pergaulan hidup. Dalam hal ini
kebudayaan mencakup nilai-nilai yang mendasari hukum yang
berlaku, nilai-nilai mana merupakan konsepsi-konsepsi abstrak
mengenai apa yang dianggap baik sehingga dianut, dan apa yang
dianggap buruk sehingga dihindari
2.9 Fungsi Rule of Law
Pada hakikatnya adalah jaminan adanya keadilan sosial bagi masyarakat,
terutama keadaan sosial. Ada berbagai fungsi Rule of Law, diantaranya:
1. Mengatasi perselisihan
Aturan hukum memastikan bahwa hakim memutuskan
perselisihan dalam hal aturan yang diketahui dan umum yang ada
dan tidak sesuai dengan keinginan yang diinginkan dari hasil
tertentu.
Tujuan hakim adalah untuk menjaga ketertiban, bukan untuk
mencapai beberapa hasil spesifik atau mengarahkan sumber daya
masyarakat kepada orang atau kegunaan tertentu.
Fungsinya adalah untuk memastikan, mengartikulasikan, dan
menyempurnakan aturan keadilan yang akan memungkinkan
pelestarian tatanan sosial.
2. Disorientasi kedua
Tidak jelas lagi batas-batas system pengendalian internal dan
eksternal dalam penegakan hukum. Yang terjadi “kontrol internal”
dilakukan oleh masyarakat sipil, seharusnya oleh lembaga
pengawas internal (irjen dll) dan “kontrol eksternal” dilakukan oleh
“orang dalam” lembaga penegak hukum itu sendiri. Di sini tidak
jelas lagi siapa mengawasi siapa. Lebih tidak jelas lagi kepada
siapa semua fungsi kontrol tersebut harus dipertanggungjawabkan,
kepada DPR RI sebagai lembaga pengawas kinerja pemerintah
(eksekutif) atau kepada rakyat Indonesia, atau masyarakat sipil di
mana saja dan kapan saja dikehendaki rakyat Indonesia itu atau
hanya Kepada seorang satu presiden saja.
3. Disorientasi ketiga
Kepakaran yang “dimonopoli” oleh kalangan akademisi dalam
menyikapi masalah penegakan hukum.Yang terjadi saat ini telah
tumbuh berkembang, tidak jelas lagi bedanya antara seorang
“pekerja intelek” dan seorang “intelektual”.
Hal ini sebagaimana pernah dilontarkan oleh Widjojo
Nitisastro yang mengutip pendapat Baran Widjojo menerangkan
bahwa, seorang “pekerja intelek” cuma “menjual otaknya” dan
tidak peduli untuk apa hasil otaknya itu dipakai. Sebaliknya,
seorang “intelektual” mempunyai sikap jiwa yang berlainan, pada
asasnya seorang intelektual adalah seorang pengkritik masyarakat.
Dia menjadi “hati nurani masyarakat” dan juru bicara kekuatan
progresif.
4. Disorientasi keempat
Penegakan hukum saat ini khususnya yang berkaitan dengan
pelaku ekonomi tidak mendukung atau memperkuat system
ekonomi nasional melainkan bahkan “meruntuhkan” efisiensi dan
efektivitas serta produktivitas para pelaku ekonomi. Bahkan
menjauhkan investasi domestik dan asing untuk memperkuat
ekonomi nasional. Ada banyak sebab dan di antaranya adalah ekses
negative “pemerasan” dan “pemaksaan” yang mendatangkan
keuntungan finansial oleh oknum penegak hukum lebih besar
ketimbang proses peradilan yang berjalan jujur, adil dan
bermanfaat bagi bangsa dan negara. Penyebab yang pasti dari
kondisi ini adalah ideologi globalisasi telah mendorong kehidupan
bangsa yang bersifat hedonistis mempertuhankan kebendaan
belaka, jauh dari kesejahteraan batiniah bagi masyarakatnya.
5. Disorientasi kelima
Terdapat kekeliruan mendasar mengenai hukuman yang
dipandang sebagai satu-satunya alat untuk penjeraan dan
pertobatan bahkan jika perlu hukuman mati. Tujuan pembentukan
hukum dan penegakan aturan hokum dalam Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2010-
2014, tidak mendahulukan tujuan balas dendam melainkan
mendahulukan tujuan perkuatan pembangunan ekonomi nasional.
RPJM tersebut juga tidak terkandung maksud menciptakan
golongan baru, “koruptor”, dalam masyarakat Indonesia.
4. Pembatasan kekuasaan
Adanya pembatasan kekuasaan Negara dan organ-organ Negara
dengan cara menerapkan prinsip pembagian kekuasaan secara
vertikal atau pemisahan kekuasaan secara horizontal. Sesuai
dengan hukum berisi kekuasaan, setiap kekuasaan pasti memiliki
kecenderungan untuk berkembang menjadi sewenang-wenang,
seperti dikemukakan oleh Lord Acton: “Power tends to corrupt,
and absolute power corrupts absolutely”. Karena itu, kekuasaan
selalu harus dibatasi dengan cara memisah-misahkan kekuasaan
kedalam cabang-cabang yang bersifat ‘checks and balances’ dalam
kedudukan yang sederajat dan saling mengimbangi dan
mengendalikan satu sama lain. Pembatasan kekuasaan juga
dilakukan dengan membagi-bagi kekuasaan ke dalam
beberapa organ yang tersusun secara vertical. Dengan
begitu, kekuasaan tidak tersentralisasi dan terkonsentrasi dalam
satu organ atau satu tangan yang memungkinkan terjadinya
sewenang-wenangnya