Anda di halaman 1dari 28

PERANAN PENTING RULE OF LAW DI INDONESIA

DOSEN : SIHA ABDUROHIM M.Pd

Disusun oleh:
1. Deprima Tivani (2108107004)
2. Anwar Ibrahin Fauz (2108107006)

PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
IAIN SYEKH NURJATI CIREBON
2021
Kata pengantar
Puji syukur kami panjatkan kepada tuhan YME atas rahmat dan karunianya
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Tak lupa sebagai
penulis, kami ucapkan terima kasih kepada para sahabat dan pihak-pihak yang
mendukung dalam pembuatan makalah ini. Makalah ini disusun guna melengkapi
tugas Pendidikan Kewarganegaraan “Rule of Law” ( Penegakan Hukum ). Dalam
penyusunan makalah ini dengan kerja keras dan dukungan dari berbagai pihak dan
juga berusaha dapat memberikan serta mencapai hasil yang semaksimal mungkin
dan sesuai dengan harapan, walaupun dalam pembuatannya kami menghadapi
berbagai kesulitan karena keterbatasan ilmu pengetahuan dan keterampilan yang
kami miliki.

Oleh sebab itu, pada kesempatan kali ini kami ingin mengucapkan terima kasih
banyak khusus Bapak Siha Abdurahman M.Pd selaku dosen pembimbing
Pendidikan Kewarganegaraan. Saya menyadari bahwa dalam penulisan dan
pembuatan makalah ini masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karen itu saran
dan kritik yang membangun sangat kami butuhkan untuk dapat menyempurnakan
makalah dimasa yang akan datang. Semoga apa yang disajikan dalam makalah ini
dapat bermanfaat bagi kami, teman-teman dan pihak lainnya.

Cirebon, 06 September 2021

Deprima tivani

Anwar Ibrahim Fauz


Daftar isi
Kata pengantar.........................................................................................................(i)

Daftar isi..................................................................................................................(ii)

Bab 1 pendahuluan.................................................................................................(iii)

a. Latar belakang............................................................................................(iii)
b. Rumusan masalah.......................................................................................(iv)
c. Tujuan penulisan..........................................................................................(v)
d. Manfaat penulisan.......................................................................................(vi)

Bab 2 pembahasan...................................................................................................(1)

a. Definisi Rule of Law....................................................................................(1)


b. Pengertian Perundang-undangan...................................................................(3)
c. Jenis dan Hierarki Rule of Law.....................................................................(4)
d. Konsep Negara Hukum Rule of Law............................................................(5)
e. Prinsip-prinsip Rule of Law...........................................................................(6)
f. Teori dan konsepsi Rule of Law....................................................................(7)
g. Strategi Rule of Law......................................................................................(8)
h. Faktor-faktor Rule of Law.............................................................................(9)
i. Fungsi-fungsi Rule of Law...........................................................................(11)
j. Dinamika pelaksanaan Rule of Law.............................................................(13)
k. Unsur-unsur Rule of Law.............................................................................(14)
l. Disorientasi Rule of Law..............................................................................(15)
m. Cita-cita Rule of Law...................................................................................(18)

Bab 3 penutup...........................................................................................................(27)

a. Rangkuman...................................................................................................(27)
b. Penutup........................................................................................................ (28)
Bab 1

Pendahuluan

1.1 Latar Belakang


Hukum merupakan sumber dari segala peraturan yang semestinya harus
ditaati oleh semua orang di dalamsuatu masyarakat, dengan ancaman akan
mendapatkan celaan, harus mengganti kerugian, atau mendapat hukuman
bagi pelaku pelanggaran dan kejahatan. Sehingga akan membuat tentram,
adil dan makmur dibawah naungan tertib hukum.
Hukum tidak pernah terlepas dari setiap aspek kehidupan sehari-hari kita,
mulai dari nilai, tata krama, norma, hingga hukum perundang-undangan
dalam peradilan. Sayangnya hukum di indonesia masih kurang dalam hal
penegakkannya, terutama dikalangan pejabat bila dibandingkan dengan apa
yanga ada pada golongan kelas menengah kebawah. Fenomena sosial ini
terjadi karena negara kita segala sesuatu dapat dibeli dengan uang.
Dengan melihat kenyataan seperti itu, pembenahan peradilan dapat
dimulai dari diri sendiri dengan mempelajari norma atau hukum sekaligus
memahami dan menegakannya sesuai dengan keadilan yang benar. Dalam
bahasan ini dibahas supaya keadilan dapat ditegakkan maka akan terkait
semua aspek yang ada didalammya akan mempengaruhi dan menjadi
penentu apakah keadilan akan ditegakkan.

1.2 Rumusan Masalah


Adapun yang akan dibahas serta menjadi rumusan masalah dalam
makalah ini sebagai berikut:
1. Apakah yang dimaksud dengan Rule of Law?
2. Apakah undang-undang di indonesia sudah berjalan dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku?
3. Bagaimana konsep negara hukum Rule of Law
4. Menjelaskan teori dari Rule of Law
5. Menyebutkan strategi, faktor dan unsur dari Rule of Law

1.3 Tujuan penulisan


Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Menjelaskan maksud dari Rule of Law
2. Menjelaskan bagaimana undang-undang yang sudah berjalan
sesuai aturan perundang-undangan
3. Menjelaskan konsep negara hukum Rule of Law
4. Menjelaskan teori dari Rule of Law
5. Menjelaskan strategi, faktor, dan unsur dari Rule of Law
6. Menjelaskan faktor, langkah serta usaha dari Rule of Law

1.4 Manfaat penulisan


Manfaat yang diperoleh dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Menambah pengetahuan tentang Rule of Law dan peraturan
perundang-undangan di indonesia
2. Menambah wawasan kita tentang pengertian Rule of Law
3. Menjadi tahu bagaimana teori dari Rule of Law
4. Mengetahu apa saja strategi, faktor, dan unsur dari Rule of
Law
5. Menjadi tahu apa saja faktor, langkah dan usaha dari Rule of
Law
Bab 2

Pembahasan

2.1 Definisi Rule of Law


Rule of Law merupakan suatu legalisme sehingga mengandung gagasan
bahwa keadilan dapat dilayani melalui pembuatan sistem peraturan dan
prosedur yang bersifat projektif, ridak memihak, tidak personal, dan otonom.
Rule of law merupakan konsep tentang common law tempat segenap lapisan
masyarakat dan Negara beserta seleruh kelembagaannya menjunjung tinggi
supremasi hukum yang dibangun diatas prinsip keadilan dan egalitarian. Rule
of law adalah Rule by the law dan bukan Rule by the man.
Negara indonesia pada hakikatnya, menganut prinsip Rule of Law and Not
of Man yang sejalan dengan pengertian nomocratie yaitu kekuasaan yang
dijalankan oleh hukum atau nomos. Oleh karena itu, prinsip nega hukum
hendaklah dibangun dan dikembangkan menurut prinsip-prinsip demokrasi
atau kedaulatan rakyat (democratische rechstssaat).
Rule Of Law ialah berdasarkan subtansi ataupun isinya yang sangat
berkaitan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku didalam suatu
negara. Konsekuensinya ialah pada setiap negara akan mengatakan
mendasarkan pada Rule Of Law didalam kehidupan negaranya, walaupun
negara tersebut ialah negara otoriter.
 Adapun para ahli yang mengemukakan gagasan atau pendapat
mengenai Rule of Lae adalah sebagai berikut:
a. Menurut Philipus M.Hadjon ialah bahwa negara hukum yang
menurut istilah bahasa Belanda adalah “rechtsstaat” ini lahir dari
suatu perjuangan menentang suatu absolutisme, ialah dari
kekuasaan raja yang semena-mena untuk dapat mewujudkan
negara yang didasarkan pada suatu peraturan perundang-undangan
b. Menurut (Satjipto Raharjo ; 2003) Rule Of Law ialah sebagai
suatu institusi sosial yang juga memiliki struktur sosial sendiri
serta memperakar budaya sendiri. Rule Of Law tumbuh serta
berkembang ratusan tahun seiring dengan pertumbuhan pada
masyarakat Eropa, sehingga dapat memperakar sosial serta budaya
Eropa,yang bukan institusi netral.
c. Menurut Friederich J.Stahl, Ada 4 unsur pokok untuk berdirinya
satu rechstaat, ialah sebagai berikut:
 Hak-hak manusia
 Pemisahan atau pembagian kekuasaan untuk menjamin hak-
hak itu
 Pemerintahan berdasarkan peraturan-peraturan
 Peradilan administrasi dalam perselisihan

d. Menurut Friedman (1959) membedakan Rule of Law menjadi 2


yaitu pengertian secara formal dan hakiki/materiil, yang dijelaskan
sebagai berikut:
 Secara formal, Rule OF Law dapat diartikan sebagai
kekuasan umum yang terorganisasi, contohnya negara
 Secara hakiki/materiil, Rule of Law terkait dengan
penegakkan karena menyangkut ukuran hukum yang baik dan
buruk.

2.2 Pengertian Perundang-undangan


Perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang dibentuk oleh lembaga
atau negara pejabat yang berwenang dan meningkat secara umum. Peraturan
perundang-undangan memuat aturan dan mekanisme hubungan antarwarga,
antarwarga negara dan negara, serta antara warga negara dengan pemerintah
(pusat dan daerah), dan antarlembaga negara. Oleh karena itu, peraturan
perundang-undangan berlaku bagi semua warga negara indonesia tanpa
terkecuali.

2.3 Jenis dan Hierarki


Maksud dari hiearki disini adalah peraturan perundang-undangan yang
lebih rendah dan tidak boleh bertentangan dengan paraturan perundang-
undangan yang lebih tinggi. Berikut adalah Hierarki peraturna perundang-
undangan di indonesia menurut UU No.12/2011 (yang menggantikan UU No
10/2004) tentang pembentukan peraturan perundang-undangan.
Dalam UUD 1945 yang merupakan hukum dasar peraturan perundang-
undangan yang ditempatkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia
1. Ketetapan MPR
2. Undang-undang (UU) atau peraturan pemerintah pengganti undang-
undang (PERPU)
3. Peraturan pemerintah
4. Peraturan daerah
Berikut adalah penjelasannya:
1. Ketetapan MPR
Perubahan (Amandemen) UUD 1945 membawa implikasi terhadap
kedudukan, tugas, wewenang MPR. Yang berkedudukan sebagai
lembaga tertinggi negara, yang kini berkedudukan sebagai lembaga
negara yang setara dengan lembaga lainnya (seperti Kepresidenan,
DPR, DPD, BPK, MA, dan MK).
2. Undang-undang (UU) atau peraturan pemerintah pengganti undang-
undang (PERPU)
Undang-undang adalah peraturan perundang-undangan yang
dibentuk oleh DPR dengan persetujuan bersama Presiden. Materi
muatan Undang-Undang adalah sebagai berikut:
 Mengatur lebih lanjut ketentuan UUD 1945 yang meliputi hak-
hak asasi manusia, hak dan kewajiban negara, pelaksanaan dan
penegakkan kedaulatan negara.
 Diperintahkan oleh suatu Undang-Undang Dasar 1945 untuk
diatur Undang-Undang
 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undangan yang
ditetapkan oleh Presiden dalam hal ikhwal kegentingan yang
memaksa.
3. Peraturan Pemerintah
Adalah peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh
presiden untuk menjalankan Undang-Undang sebagaiman mestinya.
4. Peraturan Presiden
Adalah peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh presiden.
Materi muatannya adalah diperintahkannya oleh Undang-Undang atau
melaksanakan peraturan Pemerintah.
5. Peraturan daerah
Adalah peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh DPR
dengan persetujuan bersama kepala daerah (gubernur atau bupati)

2.4 Konsep Negara Hukum Rule of Law


Konsep negara (Rechstaat atau Rule of Law) adalah konsep yang
menempatkan hukum sebagai supremasi tertinggi dalam pelaksanaan
kehidupan berbangsa-bernegara. Berdasarkan hal ini, maka konsep negara
tidak bisa dipisahkan dari entitas negara sebagai struktur sosiopolitik
makro yang memiliki kuasa atas seluruh warga negara yang ada di
dalamnya, termasuk kekuasaan dalam pembentukan dan penegakan negara
sebagai dasar dari negara tersebut. Sehingga, jika membicarakan konsep
negara atau supremasi negara, maka sejatinya kita sedang membicarakan
konsep supremasi negara (the rule of the state laws). Salah satu contoh
utama dari kelompok masyarakat seperti ini adalah masyarakat adat yang
sudah ada eksistensinya jauh sebelum negara Indonesia didirikan.
Konstitusi Indonesia (UUD 1945) di Pasal 18B ayat 2 secara tegas
mengakui eksistensi masyarakat adat beserta hak-hak tradisionalnya.
Konsep negara hukum (Rechstaat atau rule of law) adalah konsep yang
menempatkan hukum sebagai supremasi tertinggi dalam pelaksanaan
kehidupan berbangsa bernegara, bertujuan menyelenggarakan ketertiban
hukum. Dalam Negara Hukum, kekuasaan menjalankan pemerintahan
didasarkan kedaulatan hukum (supremasi hukum) dan bertujuan untuk
menyelenggarakan ketertiban hukum, sedangkan ciri-ciri negara hukum
dikemukakan oleh Winarno (2011 : 116) yaitu “Adanya supremasi hukum,
jaminan hak asasi manusia, dan legalitas hukum.

2.5 Prinsip-Prinsip Rule of Law


1. Prinsip Rule of Law secara hakiki (materiil) sangat erat kaitannya dengan
“the enforcement of rides of law” (penyelenggaraan menyangkut
ketentuan-ketentuan hukum) dalam penyelenggaraan pemerintahan,
terutama dalam hal penegakkan hukum dan implementasi prinsip-prinsip
rule of law.
Karena bersifat legalisme maka mengandung gagasan bahwa
keadilan dapat dilayani dengan pembuatan sistem peraturan dan prosedur
yang bersifat objektif dan otonom. Rule of Law juga merupakan gagasan
tentang hubungan antar manusia, masyarakat, dan negara.

2. Prinsip Secara Formal di Indonesia


Di Indonesia, prinsip-prinsip rule of law secara formal tertera
dalam pembukaan UUD 1945 yang menyatakan:
a. Bahwa kemerdekaan itu hak segala bangsa, karena tidak sesuai
dengan peri kemanusiaan dan “peri keadilan”
b. Kemerdekaan Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat,
“adil” dan makmur
c. Untuk memajukan “kesejahteraan umum” dan “keadilan
sosial”
d. Disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam
suatu “Undang-undang Dasar Negara Indonesia”
e. Kemanusiaan yang adil dan beradab”
f. Serta dengan mewujudkan suatu “keadilan sosial” bagi seluruh
rakyat Indonesia.
Penjabaran prinsip-prinsip rule of law secara formal termuat
didalam pasal-pasal UUD 1945, yaitu :
a. Negara Indonesia adalah Negara hukum (pasal 1Ayat 3)
b. Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka
untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum
dan keadilan (Pasal 24 Ayat 1)
c. Segala warga Negara bersamaan kedudukannnya di dalam
hukum dan pemerintahan, serta wajib menjunjung hukum dan
pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya (pasal 27 ayat 1)
d. Tentang Hak Asasi Manusia, memuat 10 Pasal, antara lain
bahwa setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan,
perlindungan dan kepastian hukum yang adil, serta perlakuan
yang di hadapan hukum (pasal 28 D ayat 1).
e. Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan
perlakua yang adil dan layak dalam hubungan kerja (pasal 28
D Ayat 2).

2.6 Teori dan konsepsi Rule of Law


konsep negara hukum di Eropa Kontinental dikembangkan antara lain
oleh Immanuel Kant, Paul Laband, Julius Stahl, Fichte, dan lain-lain
dengan menggunakan istilah Jerman, yaitu “rechtsstaat”. Sedangkan
dalam tradisi Anglo Amerika, konsep Negara hukum dikembangkan atas
kepeloporan A.V. Dicey dengan sebutan “The Rule of
Law”. Menurut Julius Stahl, konsep Negara Hukum yang disebutnya
dengan istilah “rechtsstaat” itu mencakup empat elemen penting, yaitu:
1. Perlindungan hak asasi manusia
2. Pembagian kekuasaan
3. Pemerintahan berdasarkan undang-undang
4. Peradilan tata usaha Negara
Pengertian dan Lingkup Rule of Law Berdasarkan pengertiannya,
Friedman (1959) membedakan rule of law menjadi 2 (dua), yaitu
pengertian secara formal (in the formal sense) dan pengertian secara
hakiki/materiil (ideological sense).
 Secara formal, rule of law diartikan sebagai kekuasaan
umum yang terorganisasi (organized public power),
misalnya Negara. Sementara itu,
 Secara hakiki, rule of law terkait dengan penegakan rule of
law karena menyangkut ukuran hukum yang baik dan dan
buruk (just and unjust law). Rule of law terkait erat dengan
keadilan sehingga rule of law harus menjamin keadilan
yang dirasakan oleh masyarakat.

2.7 Strategi pelaksanaan Rule of Law


Agar pelaksanaan Rule of Law bisa berjalan dengan yang diharapkan,
maka:
1. Keberhasilan “the enforcement of the rules of law” harus
didasarkan pada corak masyarakat hukum yang bersangkutan dan
kepribadian masing-masing setiap bangsa
2. Rule of law yang merupakan intitusi sosial harus didasarkan pada
budaya yang tumbuh dan berkembang pada bangsa
3. Rule of law sebagai suatu legalisme yang memuat wawasan social,
gagasan tentang hubungan antar manusia, masyarakat dan negara,
harus ditegakan secara adil juga memihak pada keadilan
Untuk mewujudkan hal tersebut, perlu dikembangkan hukum
progresif yang memihak hanya kepada keadilan itu sendiri, bukan sebagai
alat politik yang memihak kepada kekuasaan seperti seperti yang selama
ini diperlihatkan. Hukum progresif merupakan gagasan yang ingin
mencari cara untuk mengatasi keterpurukan hukum di Indonesia secara
lebih bermakna. Asumsi dasar hukum progresif bahwa “hukum adalah
untuk manusia”, bukan sebaliknya, hukum bukan merupakan institusi yang
absolut dan final, hukum selalu berada dalam proses untuk terus menerus
menjadi (law as process, law in the making).

2.8 Faktor-faktor Rule of Law


Berikut adalah berbagai faktor dari Rule of Law, diantaranya:
1. Hukumnya.
Dalam hal ini yang dimaksud adalah undang-undang,
maksudnya bahwa undang-undang harus dibuat dengan mengikuti
asas-asas berlakunya undang-undang, seperti misalnya undang-
undang tidak berlaku surut, undangundang yang bersifat khusus
mengesampingkan undang-undang yang bersifat umum, undang-
undang yang dibuat oleh penguasa yang lebih tinggi mempunyai
kedudukan yang lebih tinggi pula, undang-undang yang berlaku
belakangan membatalkan undang-undang yang berlaku terdahulu,
Undang-undang tidak dapat diganggu gugat.

2. Penegak hukum
Yakni pihak-pihak yang secara langsung berkecimpung dalam
bidang penegakan hukum. Penegak hukum harus menjalankan
tugasnya dengan baik sesuai dengan peranannya masing-masing
yang telah diatur dalam peraturan perundang-undangan. Dalam
menjalankan tugas tersebut dilakukan dengan mengutamakan
keadilan dan profesionalisme, sehingga menjadi panutan
masyarakat serta dipercaya oleh semua pihak termasuk semua
anggota masyarakat.

3. Sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum.


Sarana atau fasilitas`tersebut mencakup tenaga manusia yang
terdidik dan terampil, organisasi yang baik, peralatan yang
memadai, keuangan yang cukup, dan sebagainya. Ketersediaan
sarana dan fasilitas yang memadai merupakan suatu keharusan bagi
keberhasilan penegakan aturan hukum.

4. Masyarakat
Yakni masyarakat lingkungan di mana hukum tersebut berlaku
atau diterapkan. Maksudnya warga masyarakat harus mengetahui
dan memahami hukum yang berlaku, serta mentaati hukum yang
berlaku dengan penuh kesadaran akan penting dan perlunya hukum
bagi kehidupan masyarakat.

5. Kebudayaan
Yakni sebagai hasilkarya, cipta dan rasa yang didasarkan pada
karsa manusia di dalam pergaulan hidup. Dalam hal ini
kebudayaan mencakup nilai-nilai yang mendasari hukum yang
berlaku, nilai-nilai mana merupakan konsepsi-konsepsi abstrak
mengenai apa yang dianggap baik sehingga dianut, dan apa yang
dianggap buruk sehingga dihindari
2.9 Fungsi Rule of Law
Pada hakikatnya adalah jaminan adanya keadilan sosial bagi masyarakat,
terutama keadaan sosial. Ada berbagai fungsi Rule of Law, diantaranya:
1. Mengatasi perselisihan
Aturan hukum memastikan bahwa hakim memutuskan
perselisihan dalam hal aturan yang diketahui dan umum yang ada
dan tidak sesuai dengan keinginan yang diinginkan dari hasil
tertentu.
Tujuan hakim adalah untuk menjaga ketertiban, bukan untuk
mencapai beberapa hasil spesifik atau mengarahkan sumber daya
masyarakat kepada orang atau kegunaan tertentu.
Fungsinya adalah untuk memastikan, mengartikulasikan, dan
menyempurnakan aturan keadilan yang akan memungkinkan
pelestarian tatanan sosial.

2. Memberikan keadilan hukum


Keadilan distributif tidak dapat didamaikan dengan supremasi
hukum. Aturan hukum hanya menetapkan aturan untuk masalah
sosial. Aturan-aturan perilaku yang adil ini berlaku untuk sejumlah
orang, kasus, dan kejadian yang belum diketahui dan tidak dapat
ditentukan. Aturan-aturan ini tidak memiliki referensi ke orang,
tempat, atau objek tertentu.

3. Memberikan fungsi administratif


Ada kecenderungan pada fungsi administratif untuk
pemerintah. Dan banyak dari apa yang kita anggap sebagai hukum
adalah undang-undang yang mengarah pada pemerintah, selain
untuk mempertahankan keadilan. Maka aturan organisasi yang
berwenang harus diberi status yang sama dengan aturan umum
keadilan.

4. Mengontrol sifat pluralisme dan konstitusionalisme


Dalam pemerintahan harus diterapkannya pluralisme yang
merupakan paham yang menghargai adanya perbedaan dalam suatu
masyarakat dan memperbolehkan kelompok yang berbeda untuk tetap
menjaga budayanya masing-masing. Sama hal nya dengan negara
indonesia yang mempunya perbedaan disetiap suku maupun golongan
lainnya, hal itu menjadi dasar dari suatu kesadaran setiap manusia
untuk saling menghormati. Karena negara kita adalah negara hukum,
dan jika ada seseorang yang akan diadili harus sesuai dengan aturan
dan harus secara adil serta terbuka. Tujuan utama dari pluralisme
adalah saling menghargai dan menghormati satu sama lain untuk
meminimalisir terjadinya konflik di dalam masyarakat.
Selain pluralisme, ada paham lain yang harus diperhatikan dalam
suatu pemerintahan yaitu paham konstitusionalisme adalah suatu
konsep atau gagasan yang berpendapat bahwa kekuasaan pemerintah
perlu dibatasi agar penyelenggaraan negara tidak sewenang-wenang
atau otoriter. Konstitusionalisme menganggap bahwa suatu undang-
undang dasar atau konstitusi adalah jaminan untuk melindungi rakyat
dari perilaku semena-mena pemerintah.
Dengan demikian, konstitusionalisme melahirkan suatu konsep
yang disebut “negara konstitusional” dimana undang-undang dasar
menjadi instrument yang paling efektif dengan menjalankan konsep
Rule of Law atau negara hukum.
2.10 Dinamika Pelaksanaan Rule of Law
Pelakasanaan Rule of Law mengandung keinginan untuk
terciptanya kedamaian akan adanya hukum, yang membawa keadilan
bagi seluruh rakyat. Rule of law diartikan secara hakiki (materill)
Sangat erat kaitannya dengan “the enforcement of the rule of law”
dalam penyelenggaraan pemerintah terutama dalam Hal pengalaman
hukum dari implentansi prinsip-prinsip Rule of Law.
Secara kuantitatif peraturan perundang-undangan yang terjadi
pada Rule of Law banyak dijumpai di negara indonesia, namun
implementasi atau penegakannya belum mencapai hasil yang optimal
sehingga rasa keadilan sebagai perwujudan pelakasanaan Rule of Law
belum diketahui sebagian besar masyarakat.
Dasar pijakan bahwa Negara Indonesia adalah Negara hukum
sekarang ini tertuang dengan jelas pada pasal 1 ayat ( 3 ) UU 1945
Perubahan Ketiga, yang berbunyi “ Negara Indonesia adalah Negara
hukum “. Dimasukkanya ketentuan ini ke dalam pasal UUD 1945
menunjukkan semakin kuatnya dasar hukum serta menjadi amanat
Negara, bahwa Negara Indonesia adalah dan harus merupakan Negara
hukum.

2.11 Unsur-Unsur Rule of Law


 Unsur- Unsur penting dalam Rule of Law
Dalam buku yang ditulis oleh Didi Nazmi Yunus dikemukakan
konsep Dicey yang intinya bahwa Rule of Law mengandung 3 unsur,
yaitu:
1. Supremacy of Law
2. Equality Before the Law
3. Constitution based on Human Right
Penjelasannya :
1. Supremacy of Law mengandung arti bahwa tidak ada
kekuasaan yang sewenang-wenang (arbritaty power) baik
rakyat (yang diperintah) maupun raja (yang memerintah)
keduanya tunduk pada hukum (regular law). dapat
dikatakan sama saja dengan ajaran yang dikemukakan oleh
Krabbe tentang teori kedaulatan hukum (rechts
souvereniteit). Teori yang mengemukakan ini umumnya
dianut oleh pemerintah jerman.
2. Equality Before the Law mengandung arti bahwa semua
warga negara tunduk selaku pribadi maupun kualifikasinya
sebagai pejabat negara yang tunduk pada hukum yang sama
dan diadili di pengadilan. Jadi warga negara sama
kedudukannya dihadapan hukum. yang dikemukakan oleh
Dicey adalah dilatarbelakangi adanya suatu realitas di
Inggris yang bermaksud memberikan kritikan pada situasi
saat itu terhadap perancis yang pemerintahannya
melakukan perbedaan kepada pejabat negara dengan rakyat
biasa.
3. Constitution based on Human Right mengandung arti
adanya suatu Undang-Undang Dasar yang biasa disebut
Konstitusi. Konstitusi disini bukan berarti merupakan
sumber hak asasi manusia yang melainkan indikato-
indikator dari hak asasi manusia itulah yang ditanamkan
dalam sebuah konstitusi. Secara harfiah, dapat dikatakan
bahwa apa yang telah dituangkan dalam sebuah konstitusi
itu haruslah dilindungi keberadaannya.

2.12 Disorientasi Rule of Law


1. Disorientasi pertama
Polisi, jaksa dan hakim saat ini tampak kehilangan jati diri
karena keberadaan lembaga pengawas eksternal seperti Komisi
Yudisial, Komisi Kejaksaan dan Komisi Kepolisian. Selain belum
efektif juga tampak ada keinginan kuat untuk memasuki terlalu
jauh pekerjaan lembaga penegak hokum tersebut yang
bertentangan dengan UU. Kekuatan kritik sosial dan pers bebas
yang sering menimbulkan kegamangan penegak hukum dalam
melaksanakan tugas dan wewenangnya secara benar menurut UU
yang berlaku.

2. Disorientasi kedua
Tidak jelas lagi batas-batas system pengendalian internal dan
eksternal dalam penegakan hukum. Yang terjadi “kontrol internal”
dilakukan oleh masyarakat sipil, seharusnya oleh lembaga
pengawas internal (irjen dll) dan “kontrol eksternal” dilakukan oleh
“orang dalam” lembaga penegak hukum itu sendiri. Di sini tidak
jelas lagi siapa mengawasi siapa. Lebih tidak jelas lagi kepada
siapa semua fungsi kontrol tersebut harus dipertanggungjawabkan,
kepada DPR RI sebagai lembaga pengawas kinerja pemerintah
(eksekutif) atau kepada rakyat Indonesia, atau masyarakat sipil di
mana saja dan kapan saja dikehendaki rakyat Indonesia itu atau
hanya Kepada seorang satu presiden saja.

3. Disorientasi ketiga
Kepakaran yang “dimonopoli” oleh kalangan akademisi dalam
menyikapi masalah penegakan hukum.Yang terjadi saat ini telah
tumbuh berkembang, tidak jelas lagi bedanya antara seorang
“pekerja intelek” dan seorang “intelektual”.
Hal ini sebagaimana pernah dilontarkan oleh Widjojo
Nitisastro yang mengutip pendapat Baran Widjojo menerangkan
bahwa, seorang “pekerja intelek” cuma “menjual otaknya” dan
tidak peduli untuk apa hasil otaknya itu dipakai. Sebaliknya,
seorang “intelektual” mempunyai sikap jiwa yang berlainan, pada
asasnya seorang intelektual adalah seorang pengkritik masyarakat.
Dia menjadi “hati nurani masyarakat” dan juru bicara kekuatan
progresif.

4. Disorientasi keempat
Penegakan hukum saat ini khususnya yang berkaitan dengan
pelaku ekonomi tidak mendukung atau memperkuat system
ekonomi nasional melainkan bahkan “meruntuhkan” efisiensi dan
efektivitas serta produktivitas para pelaku ekonomi. Bahkan
menjauhkan investasi domestik dan asing untuk memperkuat
ekonomi nasional. Ada banyak sebab dan di antaranya adalah ekses
negative “pemerasan” dan “pemaksaan” yang mendatangkan
keuntungan finansial oleh oknum penegak hukum lebih besar
ketimbang proses peradilan yang berjalan jujur, adil dan
bermanfaat bagi bangsa dan negara. Penyebab yang pasti dari
kondisi ini adalah ideologi globalisasi telah mendorong kehidupan
bangsa yang bersifat hedonistis mempertuhankan kebendaan
belaka, jauh dari kesejahteraan batiniah bagi masyarakatnya.

5. Disorientasi kelima
Terdapat kekeliruan mendasar mengenai hukuman yang
dipandang sebagai satu-satunya alat untuk penjeraan dan
pertobatan bahkan jika perlu hukuman mati. Tujuan pembentukan
hukum dan penegakan aturan hokum dalam Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2010-
2014, tidak mendahulukan tujuan balas dendam melainkan
mendahulukan tujuan perkuatan pembangunan ekonomi nasional.
RPJM tersebut juga tidak terkandung maksud menciptakan
golongan baru, “koruptor”, dalam masyarakat Indonesia.

2.13 Cita-Cita Negara Hukum Indonesia


Dalam rangka merumuskan kembali ide-ide pokok
konsepsi Negara Hukum itu dan pula penerapannya dalam
situasi Indonesia dewasa ini, menurut pendapat saya, kita dapat
merumuskan kembali adanya tiga-belas prinsip pokok Negara Hukum
(Rechtsstaat) yang berlaku di zaman sekarang. Ketiga-belas prinsip
pokok tersebut merupakan pilar-pilar utama yang menyangga berdiri
tegaknya satu negara modern sehingga dapat disebut sebagai Negara
Hukum (The Rule of Law, ataupun Rechtsstaat) dalam arti yang
sebenarnya, yaitu:
1. Supremasi Hukum (Supremacy of Law)
Adanya pengakuan normatif dan empirik akan prinsip
supremasi hukum, yaitu bahwa semua masalah diselesaikan dengan
hukum sebagai pedoman tertinggi. Dalam perspektif supremasi
hukum (supremacy of law), pada hakikatnya pemimpin tertinggi
negara yang sesungguhnya, bukanlah manusia, tetapi konstitusi
yang mencerminkan hukum yang tertinggi.
Pengakuan normative mengenai supremasi hukum adalah
pengakuan yang tercermin dalam perumusan hukum
dan/atau konstitusi, sedangkan pengakuan empirik adalah
pengakuan yang tercermin dalam perilaku sebagian terbesar
masyarakatnya bahwa hukum itu memang ‘supreme’. Bahkan,
dalam republik yang menganut sistem presidential yang bersifat
murni, konstitusi itulah yang sebenarnya lebih tepat untuk disebut
sebagai ‘kepala negara’. Itu sebabnya, dalam sistem pemerintahan
presidential, tidak dikenal adanya pembedaan antara kepala Negara
dan kepala pemerintahan seperti dalam system pemerintahan
parlementer.

2. Persamaan dalam Hukum (Equality before the Law)


Adanya persamaan kedudukan setiap orang dalam hukum dan
pemerintahan, yang diakui secara normative dan dilaksanakan
secara empirik. Dalam rangka prinsip persamaan ini, segala sikap
dan tindakan diskriminatif dalam segala bentuk dan manifestasinya
diakui sebagai sikap dan tindakan yang terlarang, kecuali
tindakantindakan yang bersifat khusus dan sementara yang
dinamakan ‘affirmative actions’ guna mendorong dan
mempercepat kelompok masyarakat tertentu atau kelompok
warga masyarakat tertentu untuk mengejar kemajuan sehingga
mencapai tingkat perkembangan yang sama dan setara dengan
kelompok masyarakat kebanyakan yang sudah jauh lebih maju.
Kelompok masyarakat tertentu yang dapat diberikan
perlakuan khusus melalui ‘affirmative actions’ yang tidak
termasuk pengertian diskriminasi itu misalnya adalah
kelompok masyarakat suku terasing atau kelompok
masyarakat hukum adapt tertentu yang kondisinya terbelakang.
Sedangkan kelompok warga masyarakat tertentu yang dapat diberi
perlakuan khusus yang bukan bersifat diskriminatif, misalnya,
adalah kaum wanita ataupun anak-anak terlantar.

3. Asas Legalitas (Due Process of Law)


Dalam setiap Negara Hukum, dipersyaratkan berlakunya asas
legalitas dalam segala bentuknya (due process of law), yaitu
bahwa segala tindakan pemerintahan harus didasarkan atas
peraturan perundang-undangan yang sah dan tertulis. Peraturan
perundang-undangan tertulis tersebut harus ada dan berlaku lebih
dulu ataumendahului tindakan atau perbuatan administrasi
yang dilakukan. Dengan demikian, setiap perbuatan atau
tindakan administrasi harus didasarkan atas aturan atau ‘rules and
procedures’ (regels). Prinsip normative demikian nampaknya
seperti sangat kaku dan dapat menyebabkan birokrasi menjadi
lamban.
Oleh karena itu, untuk menjamin ruang gerak bagi para pejabat
administrasi negara dalam menjalankan tugasnya, maka
sebagai pengimbang, diakui pula adanya prinsip ‘frijs
ermessen’ yang memungkinkan para pejabat tata usaha negara atau
administrasi negara mengembangkan dan menetapkan sendiri
‘beleid-regels’ (policy rules) ataupun peraturan-peraturan yang
dibuat untuk kebutuhan internal (internal regulation) secara bebas
dan mandiri dalam rangka menjalankan tugas jabatan yang
dibebankan oleh peraturan yang sah

4. Pembatasan kekuasaan
Adanya pembatasan kekuasaan Negara dan organ-organ Negara
dengan cara menerapkan prinsip pembagian kekuasaan secara
vertikal atau pemisahan kekuasaan secara horizontal. Sesuai
dengan hukum berisi kekuasaan, setiap kekuasaan pasti memiliki
kecenderungan untuk berkembang menjadi sewenang-wenang,
seperti dikemukakan oleh Lord Acton: “Power tends to corrupt,
and absolute power corrupts absolutely”. Karena itu, kekuasaan
selalu harus dibatasi dengan cara memisah-misahkan kekuasaan
kedalam cabang-cabang yang bersifat ‘checks and balances’ dalam
kedudukan yang sederajat dan saling mengimbangi dan
mengendalikan satu sama lain. Pembatasan kekuasaan juga
dilakukan dengan membagi-bagi kekuasaan ke dalam
beberapa organ yang tersusun secara vertical. Dengan
begitu, kekuasaan tidak tersentralisasi dan terkonsentrasi dalam
satu organ atau satu tangan yang memungkinkan terjadinya
sewenang-wenangnya

5. Organ-organ campuran yang bersifat independen


Dalam rangka membatasi kekuasaan itu, di zaman
sekarang berkembang pula adanya pengaturan kelembagaan
pemerintahan yang bersifat ‘independent’, seperti bank sentral,
organisasi tentara, dan organisasi kepolisian. Selain itu, ada pula
lembaga-lembaga baru seperti Komisi Hak Asasi Manusia, Komisi
Pemilihan Umum (KPU), Komisi Ombudsman Nasional (KON),
Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), dan lain sebagainya
Independensi lembaga atau organ-organ tersebut dianggap penting
untuk menjamin demokrasi, karena fungsinya dapat
disalahgunakan oleh pemerintah untuk melanggengkan kekuasaan.

6. Peradilan bebas dan tidak memihak


Adanya peradilan yang bebas dan tidak memihak
(independent and impartial judiciary). Peradilan bebas dan
tidak memihak ini mutlak harus ada dalam setiap Negara
Hukum. Dalam menjalankan tugas judisialnya, hakim tidak
boleh dipengaruhi oleh siapapun juga, baik karena
kepentingan jabatan (politik) maupun kepentingan uang
(ekonomi). Untuk menjamin keadilan dan kebenaran, tidak
diperkenankan adanya intervensi ke dalam proses pengambilan
putusan keadilan oleh hakim, baik intervensi dari lingkungan
kekuasaan eksekutif maupun legislative ataupun dari kalangan
masyarakat dan media massa.
Dalam menjalankan tugasnya, proses pemeriksaan perkara oleh
hakim juga harus bersifat terbuka, dan dalam menentukan
penilaian dan menjatuhkan putusan, hakim harus menghayati
nilai-nilai keadilan yang hidup di tengah-tengah masyarakat.
7. Peradilan tata usaha negara
Meskipun peradilan tata usaha negara juga menyangkut
prinsip peradilan bebas dan tidak memihak, tetapi
penyebutannya secara khusus sebagai pilar utama Negara Hukum
tetap perlu ditegaskan tersendiri. Dalam setiap Negara Hukum,
harus terbuka kesempatan bagi tiap-tiap warga negara untuk
menggugat keputusan pejabat administrasi Negara dan
dijalankannya putusan hakim tata usaha Negara (administrative
court) oleh pejabat administrasi negara. Pengadilan Tata Usaha
Negara ini penting disebut tersendiri, karena dialah yang menjamin
agar warga negara tidak didzalimi oleh keputusan-keputusan para
pejabat administrasi Negara sebagai pihak yang berkuasa.

8. Peradilan tata negara (Constitutional Court)


Negara Hukum modern juga lazim mengadopsikan
gagasan mahkamah konstitusi dalam system ketatanegaraannya,
baik dengan pelembagaannya yang berdiri sendiri di luar dan
sederajat dengan Mahkamah Agung ataupun dengan
mengintegrasikannya ke dalam kewenangan Mahkamah Agung
yang sudah ada sebelumnya. Pentingnya peradilan ataupun
mahkamah Konstitusi (constitutional court) ini adalah dalam upaya
memperkuat sistem ‘checks and balances’ antara cabang-cabang
kekuasaan yang sengaja dipisah-pisahkan untuk menjamin
demokrasi.

9. Perlindungan Hak Asasi Manusia


Setiap manusia dan sejak kelahirannya menyandang hak-
hak dan kewajiban-kewajiban yang bersifat bebas dan
asasi. Terbentuknya Negara dan demikian pula
penyelenggaraan kekuasaan suatu Negara tidak boleh
mengurangi arti atau makna kebebasan dan hak-hak asasi
kemanusiaan itu. Karena itu, adanya perlindungan dan
penghormatan terhadap hak-hak asasi manusia itu merupakan pilar
yang sangat penting dalam setiap Negara yang disebut sebagai
Negara Hukum. Jika dalam suatu Negara, hak asasi manusia
terabaikan atau dilanggar dengan sengaja dan penderitaan yang
ditimbulkannya tidak dapat diatasi secara adil, maka Negara yang
bersangkutan tidak dapat disebut sebagai Negara Hukum dalam
arti yang sesungguhnya.

10.Bersifat demokratis (Democratische Rechtsstaat)


Hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku,
tidak boleh ditetapkan dan diterapkan secara sepihak oleh
dan/atau hanya untuk kepentingan penguasa secara bertentangan
dengan prinsip-prinsip demokrasi. Karena hukum tidak
dimaksudkan hanya menjamin kepentingan segelintir orang yang
berkuasa, melainkan menjamin kepentingan akan rasa adil bagi
semua orang tanpa kecuali. Dengan demikian, cita negara hukum
(rechtsstaat) yang dikembangkan bukanlah ‘absolute rechtsstaat’,
melainkan ‘democratische rechtsstaat’ atau negara hukum yang
demokratis.

11. Berfungsi sebagai Sarana Mewujudkan Tujuan Bernegara


Hukum adalah sarana untuk mencapai tujuan yang di idealkan
bersama. Cita-cita hukum itu sendiri, baik yang dilembagakan
melalui gagasan negara demokrasi (democracy) maupun
yang diwujudkan melalaui gagasan negara hukum
(nomocrasy) dimaksudkan untuk meningkatkan kesejahteraan
umum. Bahkan sebagaimana cita-cita nasional Indonesia
yang dirumuskan dalam Pembukaan UUD 1945.
Tujuan bangsa Indonesia bernegara adalah dalam rangka
melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan
kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.

12.Transparasi dan kontrol sosial


Adanya transparansi dan kontrol sosial yang terbuka terhadap
setiap proses pembuatan dan penegakan hukum, sehingga
kelemahan dan kekurangan yang terdapat dalam mekanisme
kelembagaan resmi dapat dilengkapi secara komplementer oleh
peranserta masyarakat secara langsung (partisipasi langsung)
dalam rangka menjamin keadilan dan kebenaran.
Karena itulah, prinsip ‘representation in ideas’ dibedakan dari
‘representation in presence’, karena perwakilan fisik saja belum
tentu mencerminkan keterwakilan gagasan atau aspirasi.
Demikian pula dalam penegakan hukum yang dijalankan oleh
aparatur kepolisian, kejaksaan, pengacara, hakim, dan pejabat
lembaga pemasyarakatan, semuanya memerlukan kontrol sosial
agar dapat bekerja dengan efektif, efisien serta menjamin keadilan
dan kebenaran.

13.Ber-ketuhanan Yang Maha Esa


Negara Hukum Indonesia itu menjunjung tinggi nilai-nilai ke-
Maha Esaan dan ke-Maha Kuasa-an Tuhan. Artinya, diakuinya
prinsip supremasi hukum tidak mengabaikan keyakinan mengenai
ke-Maha Kuasa-an Tuhan Yang Maha Esa yang diyakini sebagai
sila pertama dan utama dalam Pancasila. Karena itu, pengakuan
segenap bangsa Indonesia mengenai kekuasaan tertinggi yang
terdapat dalam hukum konstitusi di satu segi tidak boleh
bertentangan dengan keyakinan segenap warga bangsa mengenai
prinsip dan nilai-nilai serta dari pihak lain atas pengakuan akan
prinsip supremasi hukum yang merupakan kesadaran rasional
kenegaraan atas keyakinan pada Tuhan Yang Maha Esa yang
menyebabkan setiap manusia Indonesia bisa hidup antarsesama
warga yang bersifat egaliter dan menjamin persamaan dan
penghormatan atas kemajemukan dalam kehidupan bersama
dalam wadah Negara Pancasila.

Anda mungkin juga menyukai