Anda di halaman 1dari 9

TUGAS

Masalah Ekonomi Yang Berdampak Pada Pendidikan Anak

OLEH
FREDRIK HENDRIK THOME
NIM 2211060002

MATA KULIAH

Anatomi Masalah Sosial

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN IPS


PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS NUSA CENDANA
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah,karena kasih dan AnugerahNYA hingga saat ini memberikan
hikmat sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah tentang “ Sampah Sebagai Masalah Sosial.
Makalah ini ditulis untuk memenuhi tugas Anatomi Masalah Sosial Pasca sarjana Undana Kupang.
Penulis tentu mengucapkan terimakasih kepada setiap pihak yang telah mendukung serta membantu
penulis selama proses penyelesaian hingga selesainya makalah ini.

Pada makalah ini akan dibahas mengenai Sampah Sebagai Masalah Sosial. Penulis
menyadari bahwa dalam penulisan karya tulis ini masih jauh dari sempurna serta kesalahan yang
penulis yakini diluar batas kemampuan penulis. Maka dari itu penulis dengan senang hati menerima
kritik dan saran yang membangun dari para pembaca. Penulis berharap karya tulis ini dapat
bermanfaat bagi semua pihak.

Kupang, Maret 2023

Penulis

DAFTAR ISI

1
KATA PENGANTAR......................................................................................................... i

DAFTAR ISI....................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN................................................................................................... 1

A. Latar Belakang........................................................................................................ 1

B. Rumusan Masalah................................................................................................... 3

C. Tujuan...................................................................................................................... 3

BAB II  PEMBAHASAN.................................................................................................... 4

A. Hak Anak Yang Tidak Terpenuhi........................................................................... 4


B. Faktor Penyebab Anak Putus sekolah..................................................................... 5

BAB III  PENUTUP............................................................................................................ 6

A. Kesimpulan............................................................................................................. 6

B. Saran........................................................................................................................ 6

2
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Bagi bangsa indonesia, masyarakat, keluarga miskin dan terlebih lagi anak-anak,
situasi krisis ekonomi adalah awal mula dari timbulnya berbagai masalah yang
sepertinya makin mustahil untuk dipecahkan dalam waktu singkat, situasi krisis ekonomi
bukan Cuma melahirkan kondisi kemiskinan yang makin parah, tetapi juga menyebabkan
situasi menjadi teramat sulit. Krisis ekonomi meski bukan merupakan satu-satunya faktor
pencipta anak-anak rawan, tetapi bagaimanapun krisis yang tak kunjung usai
menyebabkan daya tahan, perhatian dan kehidupan anak-anak menjadi makin marginal,
kususnya bagi anak –anak yang sejak awal tergolong anak –anak rawan.
Anak rawan sendiri pada dasarnya adalah sebuah istilah untuk menggambarkan
kelompok anak-anak yang karena situasi, kondisi dan tekanan –tekanan kultur maupun
strukur menyebabkan mereka belum atau tidaknya terpenuhi hak-hak nya dan bahkan
acap kali pula dilanggar hak-haknya. Anak rawan tersebut tergolong marginal karena
dalam kehidupan sehari-hari biasanya mereka mengalami berbagai bentuk ekploitasi dan
diskriminasi, mudah diperlakukan salah dan bahkan acap kali pula kehilangan
kemerdekaannya. Beberapa siuasi yang dianggap rawan bagi anak sehingga
membutuhkan upaya perlindungan khusus, anatara lain : pertaama, jika anak berada
dalam lingkungan dimana hubungan antara anak dan orang-orang sekitanya, khususnya
orang dewasa penuh dengan kekerasan atau cenderung tidak peduli alias menelantarkan .
kedua, jika anak berada dalam lingkungan yang sedang mengalami konflik bersenjata
seperti yang terjadi di daerah konfik. Ketiga, anak berada dalam ikatan kerja baik
informal maupun formal yang dimana kepentingan perkembangan pertumbuhan anak-
anak itu tidak memperoleh perhatian dan perlindungan yang memadai.
Sebagai sebuah permasalahan sosial, disadari bahwa dalam menyikapi persoalan
anak rawan pemerintah bukan hanya dituntut untuk meningkatkan perlindungan sosial
dan santunan sosial seperti beasiswa bagi siswa yang miskin, ada juga pelatihan program
kerja paket A dan B bagi buruh anak yang terlanjur Drop-Out (DO) atau upaya lain yang
sifatnya karitatif semata. Lebih dari itu yang dibutuhkan anak-anak rawan itu
sesunguhnya ialah sebuah komitmen yang benar-benar serius tidak hanya menjadi slogan
politik ketika pemilu berlangsung, yang kemudian dioperasionalkan dalam bentuk
program aksi bersama yang konkret dan kontekstual, sesuai dengan prinsip –prinsip
dasar yang tercantum dalam Konvensi Hak anak (KHA).

3
Anak –anak yang bertahun-bertahun hidup dalam ketakutan dan penganiayaan,
jangan heran jika dibenak mereka mengendap sebuah bayangan ingatan yang serba
kelam. Anak –anak yang selalu menjadi korban tindak kekerasan, maka ketika dewasa
mereka justru akan berubah menjadi pelaku tindak kekerasan itu sendiri, dan yang
mencemaskan sebagai bangsa, kita sebenarnya diam-diam tengah melangsungkan dan
menanam sebuah investasi buruk yang tidak mustahil hasilnya akan kita petik di kelak
kemudian hari. Sebagai kelompok masyarakat yang paling rentan, anak-anak
sesungguhnya adalah korban pertama yang paling menderita akibat krisis dan sikap acuh
tak acuh pemerintah terhadaparti penting investasi sosial.
Berbeda dengan pengembangan fisik dan angka pertumbuhan ekonomi yang
hasilnya kasat mata dan dapat dirasakan dengan segera. Yang namanya pemenuhan hak
dan pemberdayaan anak-anak umumnya adalah bentuk dari kegiatan investasi sosial
yang hasilnya baru akan kelihatan sekian tahun kemudian. Investasi sosial bagi anak-
anak sendiri, seringkali tidak diabaikan dalam kegiatan pembangunan, biasanya karena
dua alasan berikut.
Pertama, karena parameter untuk mengukur keberhasilan pembangunan bidang
sosial dan penanganan anak rawan relatif sulit dirumuskan dalam satuan angka yang
konkret, sehingga cara paling mudah untuk mengatasinya ialah dengan melupakannya .
di era otonomi seperti sekarang ini, seorang Gubernur, Walikota, Bupati, niscaya mereka
akan lebih bangga melaporkan laju pertumbuhan ekonomi dan besarnya nilai investasi
PMA daripada memparkan data tentang perkembangan kesehatan anak, rendahnya angka
siswa putus sekolah atau melaporkan fakta telah terpenuhinya hak dasar anak, seperti
pemelikan akte kelahiran atau tiadanya anak yang menjadi korban child abouse.
Kedua, karena isu tentang anak dinilai hanya merupakan urusan domestik yang
akan dapat terselesaikan dengan sendirinya setelah isu lebih makro seperti kemiskinan
dan krisi ekonomi dapat diatasi . dimata pemerintah, persoalan anak putus sekolah atau
melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi dipandang merupakan tanggungjawab pribadi
orangtuanya. Demikian juga ketika anak terserang busung lapar atau meninggal dunia
karena kurang gizi semua selalu dikembalikan kepada tanggungjawab orangtuanya. Dam
bahkan lebih memprihatinkan, ketika dimedia masa terekpos berbagai khasus anak yang
bermasalah, maka segera saja yang paling mudah untuk dijadikan kambing hitam adalah
perilaku dan kultur masyarakat itu sendiri yang belum kondusif bagi upaya perlindungan
dan pemberdayaan anak.

4
B. Rumusan Masalah
Hak anak yang tidak terpenuhi
Faktor penyebab anak putus sekolah
C. Tujuan
Hak anak yang tidak terpenuhi
Faktor penyebab anak putus sekolah

5
BAB II
ISI

Anak rawan adalah sebuah istilah untuk menggambarkan kelompok anak yang karena
situasi, kondisi dan tekanan kultur maupun struktur menyebabkan mereka belum atau tidak
terpenuhi haknya, dan bahkan acap kali pula dilanggar haknya. Inferior, rentan, dan marginal
adalah beberapa ciri yang umumnya diidap oleh anak-anak rawan. Sebagai salah satu contoh
fenomena yang terjadi pada anak rawan adalah kasus putus sekolah dengan siswa rawan DO di
tengah perekonomian yang cenderung fluktuatif alias tidak menentu. Secara garis besar
beberarap hal yang terjadi akibat meluasnya tekanan kemiskinan dan keterbatasan kondisi
keuangan pemerintah terhadap kelangsungan pendidikan anak-anak ialah. Pertama, akses atau
kesempatan anak-anak dari keluarga miskin untuk memperoleh pelayanan publik di bidang
pendidikan jelas akan makin berkurang, dan bahkan tidak mustahil sama sekali pupus karena
mereka terpaksa masuk dalam situasi yang teramat sulit dan dilematis antara meneruskan sekolah
ataukah membantu orangtua untuk menutupi kebutuhan hidup yang makin mencekik akibat
situasi krisis
Kedua, bersamaan dengan terjadinya gelombang anak putus sekolah dan tingginya angka
siswa yang tidak meneruskan ke jenjang SLTP, tidak mustahil akan menyebabkan anak-anak dari
keluarga miskin potensial terpuruk dalam kondisi hubungan kerja yang merugikan, eksploitasi
dan bahkan tidak menutup kemungkinan mereka terpaksa terperangkap pada kegiatan produktif
atau sektor yang sesungguhnya sangat tidak dapat ditoleransi.
Ketiga, terjadi krisis nya ekonomi bukan tidak mungkin menyebabkan batas toleransi
terhadap kasus-kasus eksploitasi dan pelibatan anak dalam kegiatan produktif menjadi makin
longgar, sebab situasi dan kondisi yang ada dinnilai sebagai faktor pendorong yang tak terelakan.
Bahkan, bisa jadi pula terjadinya situasi krisis ekonomi yang berkepanjangan kemudia berubah
menjadi “kambing hitam” untuk menutup- nutupi kurangnya perhatian dan ketidakmampuan kita
untuk memberikan pelayanan pendidikan yang nota-bene merupakan salah satu hak dasar anak.
Dalam konvensi Hak Anak yang telah diratifikasi oleh Pemerintah , sebenarnya telah
disebutkan diakui bahwa anak-anak pada hakikatnya berhak untuk memperoleh pendidikan yang
layak dan mereka seyogianya tidak terlibat dalam aktivitas ekonomi secara dini. Namun
demikian, akibat tekanan kemiskinan, kurangnya animo orangtua terhadap arti penting
pendidikan, dan sejumlah faktor lain,maka secara sukarela maupun terpaksa akan menjadi salah
satu sumber pendapatan keluarga yang penting.
Dari segi pendidikan anak-anak yang bekerja disinyalir cenderung mudah putus sekolah,
baik putus sekolah karen bekerja terlebih dahulu atau putus sekolah dahulu baru kemudian
bekerja, bagi anak-anak, sekolah dan bekerja adalah beban ganda yang sering kali dinilai terlalu
berat, sehingga setelah ditambah tekanan ekonomi dan faktor lain yang sifatnya struktural, tak
pelak mereka terpaksa memilih putus sekolah ditengah jalan. Mengulang atau tidak naik kelas,

6
meskipun tidak selalu, namun biasanya dapat menjadi awal dari kasus siswa putus sekolah
(Marzuki, 1994). Faktor penyebab siswa tinggal kelas dan putus sekolah sendiri sudah tentu
bermacam-macam. Namun demikian berbagai studi acapkali menemukan bahwa keterlibatan
anak-anak di usia sekolah untuk turut membantu orangtua mencari nafkah akan cenderung
mempersempit kesempatan anak menikmati pendidikan secara penuh; tidak hanya sekadar
kegiatan belajar disekolah tetapi juga kesempatan belajar dirumah termasuk membaca dan
mengerjakan PR (Suyanto,1999, Darmaningtyas,1999)
1. Faktor Penyebab Anak Putus Sekolah
a. Faktor Internal Dari dalam diri anak putus sekolah disebabkan malas untuk pergi sekolah
karena merasa minder, tidak dapat bersosialisasi dengan lingkungan sekolahnya, sering
dicemoohkan karena tidak mampu membayar kewajiban  biaya sekolah dipengaruhi oleh
berbagai faktor. Ketidak mampuan ekonomi keluarga dalam menopang biaya pendidikan
yang berdampak terhadap masalah psikologi anak sehingga anak tidak bisa bersosialisasi
dengan baik dalam pergaulan dengan teman sekolahnya. selain itu adalah peranan
lingkungan yang dimana terpengaruh oleh teman sebaya yang sering bolos skolah.
b. Faktor Eksternal Keadaan status ekonomi keluarga. Dalam keluarga miskin cenderung
timbul berbagai masalah yang berkaitan dengan pembiayaan hidup anak, sehingga anak
sering dilibatkan  untuk membantu memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga sehingga
merasa terbebani dengan masalah ekonomi ini sehingga mengganggu kegiatan belajar dan
kesulitan mengikuti pelajaran, kurangnya perhatian orangtua, Hubungan dengan orangtua
kurang harmonis.

7
BAB III
PENUTUP

A.     Kesimpulan
Anak putus sekolah adalah keadaan dimana anak mengalami keterlantaran karena sikap dan
perlakuan orang tua yang tidak memberikan perhatian yang layak terhadap proses tumbuh kembang
anak tanpa memperhatikan hak – hak anak untuk mendapatkan pendidikan yang layak
Pendidikan merupakan hak yang sangat fundamental bagi anak. Hak wajib dipenuhi dengan
kerjasama paling tidak dari orang tua siswa, lembaga pendidikan dan pemerintah. Pendidikan akan
mampu terealisasi jika semua komponen yaitu orang tua, lembaga masyarakat, pendidikan dan
pemerintah bersedia menunjang jalannya pendidikan
Akibat yang disebabkan anak putus sekolah adalah kenakalan remaja, tawuran, kebut-kebutan di
jalan raya , minum – minuman  dan  perkelahian, akibat lainnya juga adalah perasaan minder dan
rendah diri.

B.     Saran
Makalah ini masih jauh dari kesempurnaan untuk itu kami dari penyusun berharap agar pembaca
dapat memanfaatkan makalah ini dengan baik.
Segala kritikan maupun saran dari pembaca akan kami terima dengan lapang dada untuk
menambah wawasan serta perbaikan penyusunan yang lebih baik lagi.
Untuk kebaikan bersama kami selaku penyusun menginginkan agar pembaca dapat memahami isi
dari makalah ini agar dapat dipahami dan diamalkan kapan dan dimanapun. Serta dapat bermanfaat
bagi masyarakat yang membutuhkan.

Anda mungkin juga menyukai