Disusun oleh:
Kelompok 6.
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Aliran filsafat bahasa biasa inilah yang memiliki bentuk yang paling kuat
apabila dibandingkan dengan aliran yang lain, dan memiliki pengaruh yang
sangat luas, baik di Eropa maupun di Amerika. Aliran ini dipelopori oleh
Wittgenstein.
Aliran filsafat bahasa juga memiliki kelemahan yaitu kekaburan makna,
bergantung pada konteks, penuh emosi, dan menyesatkan. Selebihnya akan
kami bahas secara lebih rinci mengenai filsafat bahasa biasa dalam bab
selanjutnya, yaitu pembahasan.
1
M.Kholison, hlm. Viii
2
Drs Muhammad Khoyin, hlm.7
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Tentang Filsafat Bahasa Biasa
Pada umumnya, aliran yang ada dalam filsafat analitik itu memiliki titik
tolak yang berbeda tentang masalah penggunaan bahasa bagi maksud-maksud
filsafat.
Yang kedua, kelompok yang berpandangan bahwa bahasa biasa itu tidaklah
cukup memadai bagi maksud filsafat karena bahasa biasa itu mengandung
kekaburan, dan tidak dapat mengungkapkan sesuatu secara jelas.
3
Charlesworth, M.J analisis filosofi dan linguistik, hlm.14
Bagi Moore keputusan itu tidak hanya membingungkan, tetapi juga tidak
dapat diterima oleh akal sehat. Dalam karyanya, Proof Of The External World,
Moore menyanggah ungkapan kaum hagelian itu melalui analogi sebagai
berikut :
“ Sebagai contoh, saya dapat membuktikan bahwa kedua tangan manusia itu
benar-benar ada dalam fakta. Caranya adalah dengan menggenggam kedua
tangan saya itu, sambil menggerakkan tangan kanan, saya mengatakan “ini
tangan yang satu” kemudian sambil menggerakkan tangan sebelah kiri, saya
mengatakan “ini tangan kedua”. Melalui Tindakan ini, saya telah membuktikan
keperiadaan benda-benda lahiriah berdasarkan fakta”.4
4
Charlesworth, M.J analisis filosofi dan linguistik, hlm.13
2.2 Penggunaan Bahasa Biasa (Ordinary Language)
Menurut Ryle, penggunaan bahasa baku dalam teknik analisis bahasa yaitu
agar dapat memberikan kita penjelasan yang memadai bagi ungkapan
pengguna yang standar.
5
Charlesworth, M.J analisis filosofi dan linguistik, hlm.180
6
Charlesworth, M.J analisis filosofi dan linguistik, hlm.181
dengan bahasa yang baku pula. Dengan demikian kita bisa membatasi
pengertian “rantai” itu sesuai lingkup penggunaannya dalam ilmu biologi.
Oleh sebab itu, Ryle menyarankan para filsuf mencari penggunaan kata yang
standar sebagaimana menemukan penggunaan yang past dan tepat dari suatu
alat, yaitu dengan cara memanipulasi alat yang dipergunakan itu sendiri.7
Seperti seorang anak kecil, kita mempelajari sebuah istilah melalui uji coba
(trial and error), misalnya jika menjelaskan kata “Tuhan” kepada seorang anak
kecil, ada baiknya menggunakan kata yang mudah dipahami, seperti
“pencipta”. Oleh karena itu Ryle menyimpulkan tentang penggunaan bahasa
biasa itu dengan mengatakan bahwa kita semua mengetahui cara menerapkan
setiap kata, dan kita pun mengerti pada saat orang lain menerapkannya.
Menurut Ryle, sangatlah aneh dua substansi yang begitu berbeda corak
logis, atau kategorinya dapat bergabung secara harmonis dalam diri manusia.
Ini menurutnya sebagai dogma tentang hantu dalam sebuah mesin.9 Descartes
telah melakukan kekeliruan ketika menjelaskan kedua hal tersebut sebagai dua
istilah yang terpisah dari kategori manusia. Untuk menjelaskannya, Ryle
membuat analogi seperti berikut:
9
Gilbert Ryle, The Concept of mind , hlm 23
10
Gilbert Ryle, The Concept of mind , hlm 23
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan