Genetika
Baru pada akhir tahun 1930-an mekanisme evolusi Darwin – yakni
seleksi alam –diterima secara luas. Pada masa ini, para ilmuwan terkemuka
seperti Fisher, Haldane dan Wright menjadi para pendiri neo-Darwinisme,
yang menggabungkan seleksi alam dengan genetika Mendel. Teori hereditas
[pewarisan ciri-ciri induk] adalah esensial bagi hubungan antara teori evolusi
dan teori sel. Di abad ke-19, ahli biologi Scheilden, Schwann dan Virchow
menjelaskan bahwa sel adalah unit dasar dari makhluk hidup. Di tahun 1944,
Oswald Avery mengidentifikasi DNA dalam inti sel sebagai bahan yang
membangun basis hereditas. Penemuan struktur heliks ganda DNA oleh
Crick dan Watson semakin memperjelas proses evolusi. Variasi-variasi
Darwinian disebabkan oleh perubahan dalam DNA, yang muncul dari mutasi
acak dan pengaturan ulang molekular internal, yang menjadi landasan
bekerjanya seleksi alam.
Gen adalah unit hereditas. Seluruh koleksi gen yang dimiliki oleh
satu organisme disebut genom. Pada saat ini pada ilmuwan sedang berusaha
mengenali semua gen-genyang dimiliki manusia, yang jumlahnya sekitar 100
ribu. Gen-gen itu sendiri mereproduksi diri dalam tiap generasi sel; protein
dalam bentuk enzim-enzim khusus memainkan peran penting dalam proses
ini. Melalui reproduksi-diri, gen dibentuk lagi dan lagi dalam tiap sel baru.
Dengan demikian, gen-gen secara tidak langsung menghasilkan protein yang
Nalar yang Memberontak: Filsafat Marxisme dan Sains Modern. Bab 15. Gen yang Egois? |2
membangun dan memelihara semua sel. Dari sel-sel bakteri, sel-sel
tumbuhan dan sel-sel hewan; sel-sel yang terspesialisasi untuk membentuk
daun dan batang, otot dan tulang, hati dan ginjal, dan banyak lagi, termasuk
otak. Tiap sel mengandung gen yang sama dengan yang ada pada sel yang
pertama membentuk mereka. Tiap sel manusia mungkin mengandung
informasi genetik yang dibutuhkan untuk membuat tiap jenis sel manusia,
dan dengan demikian keseluruhan manusia, tapi dalam tiap sel hanya satu
potongan informasi yang digunakan. Ini dapat disamakan dengan sebuah
buku panduan, di mana hanya beberapa halaman tertentu, dan bahkan hanya
beberapa baris atau kata yang dipilih untuk menyandikan protein tertentu
yang diperlukan untuk menghasilkan berbagai jenis sel.
Nalar yang Memberontak: Filsafat Marxisme dan Sains Modern. Bab 15. Gen yang Egois? |3
Gen dan Lingkungan
Selama lebih dari 25 tahun terakhir, ideologi kembar reduksionisme
dan determinisme biologis telah mendominasi segala cabang biologi. Metode
reduksionisme berusaha menjelaskan properti-properti dari keseluruhan
yang kompleks – misalnya, protein – melalui properti-properti atom-atomnya
dan bahkan partikel-partikel fundamental yang menyusun atom-atom itu.
Semakin dalam kita pergi, semakin baik pula pemahaman kita (klaimnya
begitu). Lebih jauh lagi, mereka menyatakan bahwa unit-unit yang menyusun
keseluruhan terjadi sebelum keseluruhan itu terjadi, bahwa satu rantai
kausalitas yang berjalan dari bagian menuju keseluruhan, bahwa telur selalu
datang lebih dahulu dari ayam.
Nalar yang Memberontak: Filsafat Marxisme dan Sains Modern. Bab 15. Gen yang Egois? |4
dengan mengambil salah satu saja tanpa menyertakan yang lain karena
adanya interaksi terus-menerus antara unsur-unsur biologis dan “budaya”.
Nalar yang Memberontak: Filsafat Marxisme dan Sains Modern. Bab 15. Gen yang Egois? |6
ke dalam genotip. Gen kemudian “diseleksi” oleh lingkungan, yang
menentukan mana yang akan bertahan, dan mana yang akan gugur.
Nalar yang Memberontak: Filsafat Marxisme dan Sains Modern. Bab 15. Gen yang Egois? |7
“Kecerdasan” dan Gen
Sosiobiologis E. O. Wilson menyatakan pandangan kaum
determinisme biologis sebagai berikut:“Jika sebuah masyarakat terencana –
yang penciptaannya niscaya terjadi di abad berikut – dapat dengan sengaja
mengendalikan anggota-anggotanya keluar dari stres dan konflik yang
memberi keuntungan Darwinian pada fenotip-fenotip yang merusak (agresi
dan keegoisan), maka fenotip yang lain (kerja sama dan altruisme) boleh jadi
hancur bersama mereka. Dalam hal ini, dalam makna genetik sepenuhnya,
kontrol sosial justru akan merampok kemanusiaan dari tangan manusia.”[3]
Nalar yang Memberontak: Filsafat Marxisme dan Sains Modern. Bab 15. Gen yang Egois? | 10
Tes I
Satu istilah yang sering disalahgunakan oleh para determinis
genetik adalah hereditas, khususnya dalam bidang pengujian IQ. Psikolog
Hans Eysenck di Inggris, Richard Herrstein dan Arthur Jensen di Amerika
Serikat telah mempromosikan ide bahwa kecerdasan sebagian besar
merupakan warisan. Mereka juga beranggapan bahwa rata-rata IQ dari kulit
hitam secara genetik lebih rendah dari orang kulit putih, dan juga IQ orang -
orang Irlandia secara genetik lebih rendah dari orang Inggris. Eysenck
percaya bahwa orang kulit hitam dan Irlandia telah dibiakkan secara selektif
untuk gen-gen “IQ rendah”. Sesungguhnya, tes IQ telah terbukti
mengandung cacat inheren di dalamnya. Sebenarnya tidak ada unit
pengukuran untuk “kecerdasan”, sebagaimana halnya untuk tinggi atau berat.
IQ adalah sebuah konsep imajiner yang didasarkan pada asumsi-asumsi yang
sembarangan.
Basis bagi tes Binet cukup sederhana: anak yang lebih tua
seharusnya sanggup menjalankan tugas-tugas mental yang tidak dapat
dijalankan anak yang lebih muda. Ia kemudian mengumpulkan tes-tes yang
cocok untuk tiap kelompok usia; mereka yang dianggap lebih cerdas atau
kurang cerdas dinilai berdasarkan hal ini. Di mana anak-anak mengalami
kesulitan,makatindakan-tindakan perbaikan harus dilaksanakan. Namun
sistem ini, di tangan orang lain, digunakan untuk mencapai kesimpulan-
kesimpulan yang berbeda. Dengan wafatnya Binet, para penganjur eugenik
melihat peluang mereka untuk memperkuat pesan-pesan determinis mereka.
Kecerdasan kemudian dilihat sebagai sesuatu yang ditetapkan melalui
hereditas dan berhubungan dengan asal kelas sosial dan ras mereka. Ketika
Lewis Terman memperkenalkan tes Stanford-Binet ke Amerika Serikat, ia
memperjelas bahwa kecerdasan yang rendah“sangat jamak terdapat di tengah
orang-orang keturunan Indian-Spanyol dan keluarga-keluarga Meksiko di
Barat Daya, dan juga di kalangan orang negro. Kebodohan mereka
Nalar yang Memberontak: Filsafat Marxisme dan Sains Modern. Bab 15. Gen yang Egois? | 11
nampaknya bersifat rasial, atau setidaknya inheren dalam keturunan keluarga
mereka.... Anak-anak dari kelompok ini harus dipisahkan dalam kelas-kelas
khusus.... Mereka tidak dapat menguasai abstraksi, tapi mereka sering kali
dapat dididik menjadi buruh yang efisien.... Tidak ada kemungkinan saat ini
untuk meyakinkan masyarakat bahwa mereka seharusnya tidak
diperkenankan melakukan reproduksi, sekalipun dari sudut pandang eugenik
mereka merupakan problem yang parah karena mereka berkembang biak
dengan luar biasa cepat.”
“Kami tidak tahu apa itu yang dimaksud dengan heritabilitas IQ.
Data itu sama sekali tidak memungkinkan kami untuk menghitung sebuah
estimasi yang cukup baik tentang variasi genetik untuk IQ dalam populasi
apapun. Sejauh yang kami tahu, heritabilitas IQ mungkin nol atau mungkin
juga 50%. Kenyataannya, sekalipun banyak sekali penelitian yang
dicurahkan untuk menelaahnya, persoalan apakah IQ diwariskan atau tidak
sama sekali tidak ada hubungannya dengan persolan yang sedang dibahas.
Signifikansi besar yang dilekatkan oleh para determinis pada heritabilitas
adalah konsekuensi dari kepercayaan mereka yang keliru bahwa heritabilitas
berarti keadaan yang tidak akan pernah dapat diubah.
Nalar yang Memberontak: Filsafat Marxisme dan Sains Modern. Bab 15. Gen yang Egois? | 14
Eugenik
Eugenik adalah sebuah kata yang diciptakan di tahun 1883 oleh
Francis Galton, yang merupakan sepupu Darwin. Keinginan untuk
“memperbaiki” stok gen manusia sering kali terkait dengan teori-teori
pseudo-ilmiah yang diajukan oleh mereka yang ingin menunjukkan
“keunggulan” dari satu kelompok tertentu – ras, bangsa, kelas sosial, atau
jenis kelamin, dalam hal darah atau “keturunan yang baik”. Omong kosong
reaksioner semacam itu biasanya dibungkus dengan atmosfer“ilmiah” untuk
memberi kesan keilmiahan pada prasangka-prasangka yang paling irasional
dan menjijikkan. Di Amerika, “negeri orang-orang bebas” itu, gerakan
eugenik mencatat kemenangan dalam pengesahan berbagai undang-undang
pemandulan paksa bagi mereka yang “inferior secara biologis”. Negara
bagian Indiana meloloskan Undang-undang Pemandulan di tahun 1907.
Praktek ini dapat dijalankan atas mereka yang dianggap gila, imbesil atau
idiot, sebagaimana saran dari dewan ahli. Tujuh puluh tahun lalu John
Scopes[9] mengajar biologi dengan menggunakan sebuah buku berjudul A
Civic Biology, karangan G. W. Hunter, yang mengandung satu kasus
terkenal tentang keluarga Juke dan Kallikak[10]. Di bawah judul Paratisitism
and Its Cost to Society – the Remedy (Parasitisme dan Kerugiannya terhadap
Masyarakat – Pengobatannya), buku itu mengatakan:
Nalar yang Memberontak: Filsafat Marxisme dan Sains Modern. Bab 15. Gen yang Egois? | 15
dengan berbagai cara mencegah mereka kawin dengan orang lain dan
mencegah mereka menyebarkan ras yang demikian rendah dan bodoh itu.”
Nalar yang Memberontak: Filsafat Marxisme dan Sains Modern. Bab 15. Gen yang Egois? | 16
Dalam mencari calon-calon untuk dibedah otaknya, sebuah surat
dari tahun 1971 antara Direktur Penjara, Badan Humas di Sacramento, dan
Direktur Rumah Sakit dan Klinik, Pusat Medik Universitas California,
menunjukkan mentalitas dari sebagian komunitas “ilmiah”. Direktur Penjara
itu minta diberikan narapidana yang cocok “yang telah menunjukkan sikap
agresif dan destruktif, yang mungkin disebabkan oleh penyakit syaraf yang
parah” untuk dikenai “prosedur pembedahan dan diagnostik... untuk
menemukan pusat di otak yang mungkin telah rusak dan yang mungkin dapat
menjadi fokus bagi berbagai episode perilaku penuh kekerasan,” untuk
diangkat melalui pembedahan.
Nalar yang Memberontak: Filsafat Marxisme dan Sains Modern. Bab 15. Gen yang Egois? | 17
Kejahatan dan Genetika
Sejak awal 1970-an, proporsi warga negara Amerika yang
menghuni penjara telah meningkat lebih dari tiga kali lipat. Di Inggris,
mereka yang tinggal di balik jeruji jumlahnya mencapai rekor tertinggi
sepanjang segala abad. Penjara-penjara demikian penuh sesak sehingga
banyak narapidana kini ditempatkan di kantor-kantor polisi. “Inggris di tahun
1991 memiliki tingkat proporsi populasi penghuni penjara yang lebih tinggi
daripada setiap negara yang tergabung dalam Dewan Eropa, kecuali
Hungaria,” lapor Financial Times (10 Maret 1994). Sekalipun demikian,
tingkat kekerasan masih tetap tinggi di kedua negeri ini. Krisis ini telah
menyebabkan berkembangnya ide-ide reaksioner yang berusaha
menghubungkan perilaku kriminal dengan faktor-faktor biologis. “Untuk
setiap pengurangan tingkat kejahatan sebesar 1%, kita menghemat anggaran
negeri ini sebesar $1,2 miliar,” ujar psikolog Amerika Adrian Raine.
Berhubungan dengan ini, US Institute of Health telah meningkatkan
anggaran untuk penelitian yang berhubungan dengan kekerasan sebesar $58
juta. Dan di bulan Desember 1994 National Science Foundation memulai
promosi proposal untuk pembentukan sebuah konsorsium riset lima tahun
berbiaya $12 juta. “Dengan kemajuan yang dapat diharapkan, kita akan
sanggup mendiagnosa banyak orang yang otaknya secara biologis terdorong
untuk melakukan kekerasan,” demikian klaim Stuart Yudofsky, ketua
jurusan psikologi di Baylor College of Medicine dalam majalah Scientific
American edisi Maret 1995.
Nalar yang Memberontak: Filsafat Marxisme dan Sains Modern. Bab 15. Gen yang Egois? | 18
diperkirakan memiliki cacat genetik dan biokimia yang akan membuat
mereka cenderung melakukan kekerasan di masa mendatang.”
Nalar yang Memberontak: Filsafat Marxisme dan Sains Modern. Bab 15. Gen yang Egois? | 21
Rasisme dan Genetika
Pada tahun 1900, Albert Beveridge, seorang anggotaSenat Amerika
Serikat dari Indiana, mengatakan pada salah satu sesi parlemen
bahwa“Tuhan tidak menyiapkan orang-orang berbahasa Inggris dan orang-
orang Teutonic[11] selama seribu tahun hanya supaya kita dapat mengagumi
diri kita sendiri.... Ia telah membuat kita sanggup membentuk pemerintahan
supaya kita boleh mendirikan pemerintahan itu di kalangan orang-orang
barbar dan terkebelakang.”[12]
Nalar yang Memberontak: Filsafat Marxisme dan Sains Modern. Bab 15. Gen yang Egois? | 22
dunia hewan, yang berusaha dipopulerkan oleh ahli ilmu hewan Desmond
Morris.
Nalar yang Memberontak: Filsafat Marxisme dan Sains Modern. Bab 15. Gen yang Egois? | 25
The Selfish Gene
Richard Dawkins, yang menjadi terkenal dengan bukunya yang
diberi judul kontroversial The Selfish Gene (Gen yang Egois), telah menjadi
pusat dari polemik yang panas tentang genetika. Para ahli biologi molekuler
telah mengidentifikasi pentingnya gen dalam mereplikasi salinan molekul
DNA. Gen mengandung perintah-perintah sandi yang menghasilkan batu-
batu penyusun kehidupan, asam amino. Zat-zat ini menyusun protein yang
membentuk sel dan organ. Karena ini, beberapa ahli biologi molekuler dan
juga sosiobiologi telah menyatakan bahwa seluruh seleksi alam, pada
akhirnya, berlaku pada tingkat DNA. Ini telah menyebabkan sejumlah
ilmuwan untuk menjadi terobsesi dengan sifat menakjubkan dari gen,
sehingga tidak sedikit yang gagal membedakan kayu dari pohon. Beberapa
orang telah melekatkan sifat-sifat mistik pada gen, yang lalu melahirkan
kesimpulan-kesimpulan reaksioner. Ide bahwa ciri-ciri fisik, mental dan
moral merupakan warisan dari gen yang tak berubah dan tak dapat diubah
jelas tidak didukung oleh fakta-fakta ilmu genetika. Namun ide ini terus
muncul lagi dan lagi dalam literatur dan telah menimbulkan dampak yang
serius pada kebijakan sosial sepanjang abad ke-20.
Nalar yang Memberontak: Filsafat Marxisme dan Sains Modern. Bab 15. Gen yang Egois? | 26
dalam perbandingan. Dalam bukunya The Selfish Gene, Dawkins melompat-
lompat dari satu definisi [berkontribusi] ke definisi yang lain [menentukan],
sambil mengklaim bahwa keduanya dapat dipertukarkan – padahal tidak.
Hasilnya adalah dukungan terhadap determinisme biologis. Satu generasi
penuh orang Amerika dan para ilmuwannya tumbuh besar dengan
kebingungan semacam ini.
Nalar yang Memberontak: Filsafat Marxisme dan Sains Modern. Bab 15. Gen yang Egois? | 28
yang sebenarnya demikian unik tentang gen? Jawabannya adalah bahwa
mereka semua adalah replikator.”
“Saya curiga,” kata Dawkins dalam pembelaannya, “bahwa Rose dan Gould
adalah determinis karena mereka percaya bahwa setiap tindakan kita punya
basis fisik dan materialistik. Begitu juga saya... pandangan apapun yang kita
ambil tentang persoalan determinisme, dimasukkannya kata 'genetik' tidak
akan mengubah sesuatu pun.” Ia kemudian menambahkan, “jika Anda
memiliki darah determinis Anda akan percaya bahwa segala tindakan Anda
ditentukan oleh sebab-sebab fisik di masa lalu... Apa bedanya kalau salah
satu sebab fisik itu adalah genetik? Mengapa determinisme genetik dianggap
lebih niscaya, atau lebih merupakan satu pembenaran, daripada
'determinisme lingkungan'?”[15]
Segala hal di alam ini memiliki sebab dan akibat, di mana sebuah
akibat pada gilirannya menjadi sebab. Dawkins mencampuradukkan
determinisme dan fatalisme: “Satu organisme adalah alat bagi DNA.”
Determinisme genetik memiliki definisi yang jelas, di mana gen dikatakan
sebagai “menentukan” sifat fenotip. Tidak ada keraguan bahwa gen memiliki
dampak yang kuat terhadap bentuk organisme, tapi entitasnya akan secara
menentukan dipengaruhi oleh lingkungannya. Contohnya, jika dua kembar
identik ditempatkan pada dua lingkungan yang sama sekali berbeda, akan ada
dua karakter yang berbeda. Seperti yang dijelaskan Rose, “Pada
kenyataannya, seleksi harus bekerja pada berbagai tingkat. Serangkaian
DNA boleh atau boleh tidak diseleksi, tapi DNA itu terekspresikan dengan
latar belakang seluruh genotip; serangkaian gen-gen tertentu atau seluruh
genotip pastilah mewakili satu tingkatan seleksi yang berbeda. Lebih jauh
lagi, genotip eksis dalam fenotip, dan apakah fenotip ini dapat bertahan atau
Nalar yang Memberontak: Filsafat Marxisme dan Sains Modern. Bab 15. Gen yang Egois? | 29
tidak bergantung pada interaksinya dengan fenotip-fenotip lain. Maka ia
hanya akan diseleksi dengan latar belakang populasi di mana ia muncul.”[16]
Misalnya, ia mengatakan:
Ia melanjutkan:
Nalar yang Memberontak: Filsafat Marxisme dan Sains Modern. Bab 15. Gen yang Egois? | 30
Menurut Dawkins pengadopsian anak berlawanan dengan naluri dan
kepentingan “gen yang egois”.
Analisa ini telah didukung oleh Steven Rose dalam kritiknya atas Dawkins:
Nalar yang Memberontak: Filsafat Marxisme dan Sains Modern. Bab 15. Gen yang Egois? | 33
tidak bergantung pada interaksinya dengan fenotip-fenotip lain. Maka ia
hanya akan diseleksi dengan latar belakang populasi di mana ia muncul.”[19]
Nalar yang Memberontak: Filsafat Marxisme dan Sains Modern. Bab 15. Gen yang Egois? | 34
Masa Depan Genetika
“Sampai baru-baru ini, satu-satunya akses pada gen yang
membentuk dunia natural ini adalah melalui perubahan atas lingkungan. Kini
gen-gen itu dapat direkayasa secara langsung. Ini membuat perubahan
menjadi mudah, segera dan dapat dipahami; teknologi yang memungkinkan
rekayasa genetika langsung juga membuka pintu untuk memeriksa aktivitas
gen. Tapi pada saat bersamaan ia membuat perubahan menjadi sesuatu yang
acak, karena gen yang tidak akan dikembangkan secara spontan oleh hewan
apapun kini menjadi mungkin. Teknik-teknik baru ini akan memberi umat
manusia satu kekuatan yang belum pernah ada sebelumnya untuk mengubah
dunia – dan untuk mengubah dirinya sendiri.” (The Economist, 25 Februari
1995.)
Nalar yang Memberontak: Filsafat Marxisme dan Sains Modern. Bab 15. Gen yang Egois? | 35
perkembangan yang revolusioner, yang penuh berisi berbagai konsekuensi
yang besar bagi masa depan umat manusia.
Nalar yang Memberontak: Filsafat Marxisme dan Sains Modern. Bab 15. Gen yang Egois? | 36
terkontrol, yang hanya berminat pada keuntungan besar, merupakan sebuah
ancaman yang mendirikan bulu roma.
Apa yang kita lihat pada saat ini adalah sebuah potensi raksasa.
Dalam konteks perekonomian yang demokratik dan direncanakan secara
harmonis, di mana manusiasecara bebas dan dengan sadar menentukan
takdirnya sendiri, ilmu sains genetika akan berhenti menjadi penghambat
kemajuan manusia dan akan menempati kedudukannya yang sebenarnya, di
dalam telaah dan transformasi atas kehidupan itu sendiri. Ini bukanlah satu
khayalan. Mengutip Oliver Morton:
“Apa yang semula unik pada gen kini berada dalam genggaman
umat manusia. Genggaman itu kelak akan segera memiliki semua kuasa yang
pada satu waktu pernah dilekatkan pada gen dan lain-lain. Kecerdasan yang
sama akan dapat membentuk gen dan lingkungan, yang selama ini bekerja
sama untuk membuat semua organisme seperti adanya. Kendali atas
informasi biologis pada skala ini – atas data mentah dan cara pengolahannya
– berarti kendali atas biologi, kendali atas kehidupan itu sendiri.” (The
Economist, 25 Februari 1995.)
Nalar yang Memberontak: Filsafat Marxisme dan Sains Modern. Bab 15. Gen yang Egois? | 38
Catatan Kaki
[5] Dari tahun 1944 hinggal awal 1970an, anak-anak Inggris yang tidak lolos
tes ujian “Eleven Plus” dimasukkan ke dalam sekolah “Secondary Modern”.
Mereka yang tidak lolos ujian dianggap tidak cocok untuk pendidikan
akademis dan teknik, dan dimasukkan ke sekolah “Secondary Modern” untuk
diajarkan hal-hal praktis (kerja kayu, kerja domestik, dsb). Yang lolos ujian
dimasukkan ke dalam “Grammar School”.Anak-anak sekolah “Secondary
Modern” biasanya datang dari kelas pekerja, sementara “Grammar School”
dari kelas atas. Sekolah “Secondary Modern” juga menerima anggaran
pendidikan yang lebih kecil.
[7] Penemuan Piltdown Man adalah salah satu skandal terbesar dalam sejarah
ilmu pengetahuan, di mana beberapa orang ilmuwan, untuk keperluan
membuktikan teori penciptaan, merekayasa fosil palsu di Piltdown. Setelah
ditemukannya teknik penentuan usia geologis melalui pengukuran isotop
radioaktif, terbukti bahwa fosil itu adalah palsu. Namun fosil-fosil palsu itu
telah terlanjur melahirkan berbagai buku setelah selama puluhan tahun
dianggap sebagai pembenaran yang paling meyakinkan atas teori Penciptaan.
(Catatan Penerjemah)
Nalar yang Memberontak: Filsafat Marxisme dan Sains Modern. Bab 15. Gen yang Egois? | 39
[8] See S. Rose, L. Kamin dan R. Lewontin, Not in our Genes, hal. 84, 86,
87, 96, 116 dan 95.
[10] Pada tahun 1912, seorang psikolog dan eugenis terkenal dari Amerika,
Henry G. Goddard menerbitkan buku berjudul “The Kallikak Family: A
Study in the Heredity of Feeble-Mindedness”. Buku ini mengandung
studinya mengenai heritabilitas dari catat mental (sakit jiwa, kedunguan,
kesulitan belajar, dll). Nama Kallikak adalah nama keluarga palsu yang
digunakan di buku ini, yang berasal dari bahasa Yunani: kallos yang berarti
cantik, dan kakos yang berarti buruk.
Buku ini mengikuti seorang pasien dari institusi anak-anak cacat mentalnya,
yang bernama Deborah Kallikak. Silsilah Deborah dipelajari, dan ditemukan
bahwa kakek buyutnya, Martin Kallikak, pernah bersenggama dengan
seorang perempuan cacat mental. Kakek buyutnya lalu menikah dengan
perempuan lain yang normal, sehingga ia punya dua garis keturunan. Garis
keturunan dari perempuan yang cacat mental, menurut klaim Goddard,
semuanya lahir dengan berbagai cacat mental (miskin, gila, kriminal, bodoh,
dll.) Sementara garis keturunan dengan perempuan yang normal semuanya
adalah orang-orang yang baik, terhormat, dan makmur.
Studi yang serupa di New York dengan keluarga Juke. Sejak itu, istilah
Kallikak dan Juke adalah representasi dari kepercayaan bahwa ada gen-gen
moralitas dan kriminalitas yang diturunkan, yang digabungkan dengan
kepercayaan reliji mengenai dosa ayah dan gagasan eugenik yang pseudo-
ilmiah.
Nalar yang Memberontak: Filsafat Marxisme dan Sains Modern. Bab 15. Gen yang Egois? | 40
[11] Ras Teutonic adalah ras Germanic, yang pada masa modern ini meliputi
orang-orang Inggris, Norwegia, Denmark, Swedia, Jerman, Austria, Belanda,
Flemish.
[17] Dawkins, The Selfish Gene, hal. 126, 109, 129 dan 150.
Nalar yang Memberontak: Filsafat Marxisme dan Sains Modern. Bab 15. Gen yang Egois? | 41