Anda di halaman 1dari 11

BAB 4

PROSES PRODUKSI

4.1 Bahan Baku, Penunjang dan Produk


4.1.1 Bahan Baku
Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan semen terbagi menjadi
bahan baku utama dan bahan baku korektif. Adapun bahan baku utama pembuatan
semen adalah batu kapur dan tanah liat yang dapat diperoleh dari tambang
(quarry). Sedangkan bahan baku korektif meliputi pasir besi dan pasir silika yang
di peroleh dari hasil pembelian (receiving).
4.1.1.1 Bahan Baku Utama
1. Batu Kapur (lime stone)
Komponen utama dalam pembuatan semen adalah batu kapur (lime
stone). Pemakaiannya dalam tepung baku sebanyak 77%. Komposisi
utama batu kapur yaitu CaCO3 dengan kandungan minimal 86% dan
MgCO3 dengan kandungan yang tidak lebih dari 0,7%. Kebutuhan batu
kapur diambil dari tambang atau quarry yang terletak di pegunungan
kapur daerah Kabupaten Tuban, dimana proses pengambilannya dilakukan
dengan cara peledakan. Material hasil peledakan kemudian dibawa dan
disimpan dalam bentuk pile (timbunan).
Tabel 4.1 Komposisi Batu Kapur
Komponen Komposisi (% Berat)
CaCO3 86-90
SiO2 1,5-2,46
Al2O3 0,7-1,5
Fe2O3 0,37-0,6
MgCO3 0,4-0,7
Na2O 0,01-0,034
K2O 0,02-1,2
H2O 7-7,2

IV-1
LAPORAN KERJA
PRAKTEK
PT. Holcim Indonesia Tbk.
Tuban Plant
2. Tanah Liat (Clay)
Tanah liat merupakan sumber oksida silika (SiO2) dan alumina.
Dalam semen, tanah liat digunakan sebagai bahan pembantu (pengoreksi).
Umumnya tanah liat terbentuk oleh aluminat silikat hidroksida
(Al2O3.SiO3.2H2O) mineral oksida silika (SiO2) merupakan komponen
yang paling dominan dalam tanah liat. Komposisi dalam tepung baku
sebanyak 15%. Tanah liat yang digunakan didapat dari penambangan.
Tabel 4.2 Komposisi Tanah Liat
Komponen Komposisi (% berat)
Fe2O3 7,2-8
MgCO3 1,8-2,4
SiO2 48,4-52,3
Al2O3 16,7-18,2

4.1.1.2 Bahan Baku Korektif


1. Pasir Silika (silica sand)
Pasir Silika (silica sand) merupakan bahan baku yang mempunyai
fungsi untuk menaikkan kadar silika dalam campuran bahan baku,
karena kandungan SiO2 dari tanah liat tidak mencukupi. Pasir silika
dikatakan baik jika mempunyai kandungan SiO2 lebih dari 90% dan
dalam keadaan murni biasanya berwarna putih. Komposisi pasir silika
dalam tepung baku sebanyak 6%.
Tabel 4.3 Komposisi Pasir Silika
Komponen Komposisi (% berat)
SiO2 89-91
Al2O3 4-5
Fe2O3 1,5-5
H2O 3,5-4

2. Pasir Besi (iron ore)

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA INDUSTRI


FAKULTAS VOKASI IV-2
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH
LAPORAN KERJA
PRAKTEK
PT. Holcim Indonesia Tbk.
Tuban Plant
Fungsi pasir besi dalam pembuatan semen adalah untuk
mempermudah pelelehan. Komposisi pasir besi dalam tepung baku
sebanyak 2%. Pasir tidak perlu ditambahkan bila kadar Fe2O3 dari batu
kapur dan tanah liat telah mencukupi dari persentase yang telah
ditentukan. Pasir besi jika bereaksi dengan CaO dan Al2O3 akan
membentuk garam calcium aluminat ferit.
Tabel 4.4 Komposisi Pasir Besi
Komponen Komposisi (% berat)
Fe2O3 64-66
SiO2 23-23,6
Al2O3 7-8,2
H2O 4-4,2

4.1.2 Bahan Baku Penunjang


Bahan penunjang merupakan bahan yang ditambahkan pada saat
pembuatan semen yaitu ketika proses finish mill dimana clinker yang telah melalui
proses pembakaran dan pendinginan akan di grinding atau dihaluskan dengan alat
ball mill kemudian ditambahkan bahan seperti gypsum, filler dan mineral penting
lainnya yang fungsinya untuk memperbaiki mutu dan kualitas semen. Filler yang
digunakan di PT. Holcim Indonesia, Tbk. Tuban Plant berupa Hydrant lime stone
dan pozzolan.
1. Gypsum CaSO4. 2H2O
Dalam pembuatan semen Portland, gypsum berfungsi untuk
mengendalikan kecepatan pengerasan semen (setting time). Gypsum ini
digunakan pada proses pencampuran akhir dan persentase pemakaiannya
sebanyak 3–4%, bila pemakaian gypsum kurang maka akan terjadi
kelebihan C3A yang mengakibatkan panas yang besar sehingga semen
mudah retak dan cepat mengeras. Sedangkan apabila gypsum berlebihan,
maka akan mengakibatkan kadar SiO2 naik dan terjadi blocking. Gypsum
ditambahkan dalam bahan–bahan utama yang telah digiling dan dimasak
menjadi klinker, kemudian digiling bersama–sama dalam finish mill

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA INDUSTRI


FAKULTAS VOKASI IV-3
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH
LAPORAN KERJA
PRAKTEK
PT. Holcim Indonesia Tbk.
Tuban Plant
menjadi semen. Gypsum merupakan satu-satunya bahan yang masih
diimpor dari Thailand.

Tabel 4.5 Komposisi Gypsum


Komposisi % berat
CaSO4. 2H2O 92-98
H2O 1,2-3,25
SiO2 0,45-2,72
Al2O3 0,17-0,96
Fe2O3 ≤0,15
MgO ≤0,16
SO3 43-52
K2O ≤0,11
Na2O 0,16-0,28

1. Pozzolan
Bahan pozzolan mengandung silika aktif dan alumina, dan jika
bertemu dengan kalsium hidroksida dan air juga akan mengalami reaksi
hidrasi membentuk calcium silica hydrat dan tetra calcium alumina
hydrat.
SiO2 + Ca(OH)2 + Air → CSH
4.1.3 Produk
PT. Holcim Indonesia Tbk Tuban Plant memproduksi clinker sebanyak
4000 ton/hari, beserta semen 260 ton/jam. Jenis semen hasil produksi terdiri 3
macam produk, yaitu GU, RFP, dan OPC.
1. GU (General Use)
General Use atau yang biasa disebut GU merupakan jenis semen
tipe PCC (Portland Composite Cement) yang merupakan semen pada
umumnya yang digunakan untuk pembangunan perumahan dan akt4itas
pembangunan lainnya. Tipe semen ini memiliki proporsi clinker, gypsum

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA INDUSTRI


FAKULTAS VOKASI IV-4
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH
LAPORAN KERJA
PRAKTEK
PT. Holcim Indonesia Tbk.
Tuban Plant
dan lime stone berturut-turut sebesar 66,3 %; 3,8 %; dan 26,9 %. GU
(General Use) diproduksi di Tuban Plant 1 dengan kapasitas silo 5.000 ton
dan Tuban Plant 2 dengan kapasitas silo 10.000 ton dan 5.000 ton.

2. RFP (Ready Flow Plus)


Jenis semen ini digunakan sebagai bahan pembuat beton pada
perusahaan-perusahaan lain sehingga pembuatan semen RFP (Ready Flow
Plus) ini dibuat berdasarkan keinginan konsumen. Tipe semen ini
memiliki proporsi clinker, gypsum, dan lime stone berturut-turut sebesar
69 %; 9,2 %; dan 21,8 %. RFP (Ready Flow Plus) diproduksi di Tuban
Plant 1 dengan kapasitas silo 10.000 ton.
3. OPC (Ordinary Portland Cement)
Jenis semen OPC (Ordinary Portland Cement) ini pada umumnya
digunakan sebagai bahan pembuat asbes, dan biasanya dibuat sesuai
dengan permintaan konsumen. Tipe semen ini memiliki proporsi clinker,
gypsum, dan lime stone berturut-turut sebesar 94,2 %; 3,8 %; dan 2 %.
OPC (Ordinary Portland Cement) diproduksi di Tuban Plant 1 dengan
kapasitas silo 10.000 ton.

4.2 Uraian Proses Produksi


Pada proses produksi PT. Holcim Indonesia Tbk, Tuban Plant terdapat
beberapa tahapan diantaranya:
1. Persiapan bahan baku
Bahan baku semen sebelum diumpankan ke dalam peralatan proses
(preheater), terlebih dahulu harus disiapkan sehingga memenuhi kualitas
umpan (komposisi kimia dan kehalusan). Kualitas bahan baku yang akan
diumpankan ke dalam preheater perlu dijaga agar kiln dapat beroperasi
secara kontinyu dan kualitas produksi dapat stabil sehingga memenuhi
spesifikasi yang telah ditentukan.

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA INDUSTRI


FAKULTAS VOKASI IV-5
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH
LAPORAN KERJA
PRAKTEK
PT. Holcim Indonesia Tbk.
Tuban Plant
Prehomogenisasi adalah suatu mekanisme atau proses yang
bertujuan untuk menghomogenkan komposisi kimia dan kehalusan bahan
baku setelah diambil dari tambang dan dipecah (crushing) sehingga
berukuran tertentu. Prehomogenisasi bahan baku dapat diperoleh pada saat
bahan baku tersebut disimpan (penuangan dari alat transport ke tempat
penyimpanan sementara) dan diambil dari storage.

2. Penggilingan awal
Setelah mengalami prehomogenisasi bahan baku, yang biasanya
masih mengandung kadar air yang cukup tinggi perlu dikeringkan. Selain
itu, bahan baku perlu digiling untuk memperoleh ukuran sesuai dengan
persyaratan proses. Dalam praktek proses penggilingan biasanya selalu
dilakukan bersamaan dengan proses pengeringan (drying during grinding).
Kedua proses ini dapat dilakukan dalam sebuat alat raw mill. Proses
pengeringan dan penggilingan di dalam raw mill pada penyiapan bahan
baku umpan proses pembuatan semen secara kering (dry process) harus
dapat mengurangi kandungan air dari bahan baku sampai batas yang
rendah sekali (±0,5%). Proses pengeringan bahan baku dilakukan terlebih
dahulu, karena kandungan air dalam bahan mentah akan memperburuk
sifat mampu gilingnya (grindability). Selain itu sifat material basah yang
cenderung lengket juga dapat menimbulkan gangguan di dalam proses
penggilingan khususnya apabila memakai tube mill. Tujuan penggilingan
terutama untuk menaikkan luas permukaan spesifik material yang
diinginkan sehingga akan diperoleh luas permukaan kontak pemanasan
yang besar untuk meningkatkan reakt4itas (kecepatan reaksi) dan
kecepatan pemanasan pada tahapan proses berikutnya.
3. Pemanasan awal
Suspension preheater merupakan salah satu peralatan produksi
untuk memanaskan awal bahan baku sebelum masuk ke dalam rotary kiln.
Pada awalnya proses pemanasan bahan baku terjadi dengan mengalirkan

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA INDUSTRI


FAKULTAS VOKASI IV-6
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH
LAPORAN KERJA
PRAKTEK
PT. Holcim Indonesia Tbk.
Tuban Plant
gas hasil sisa proses pembakaran di kiln melalui suspension preheater.
Namun dengan berkembangnya teknologi, di dalam suspension preheater
proses pemanasan ini dapat dilanjutkan dengan proses kalsinasi sebagian
dari bahan baku asal peralatan suspension preheater ditambah dengan
kalsiner yang memungkinkan ditambahkannya bahan bakar (dan udara)
untuk memenuhi kebutuhan energi yang diperlukan untuk proses kalsinasi
tersebut. Peralatan terakhir ini sudah banyak ditemui untuk pabrik baru
dengan kapasitas produksi yang cukup besar dan disebut dengan
suspension preheater dengan kalsiner.
Pada suspension preheater tanpa kalsiner, prosentase proses
kalsinasi lebih kecil dibandingkan dengan yang terjadi di dalam preheater
dengan kalsiner. Pada suspension preheater dengan kalsiner ini derajat
kalsinasi raw mix (artinya prosentase bahan baku yang telah mengalami
proses kalsinasi) pada saat masuk ke kiln dapat mencapai 90-95%.
Sedangkan pada suspension preheater tanpa kalsiner, menurut hasil
penelitian tidak melebihi 40%.
Penggunaan kalsiner mempunyai keuntungan diantaranya:
 Diameter kiln dan thermal load-nya lebih rendah terutama untuk
kiln dengan kapasitas besar.
 Di dalam kalsiner dapat digunakan bahan bakar dengan kualitas
rendah karena temperature yang diinginkan di kalsiner relatif
rendah (850-900°C), sehingga peluang pemanfaatan bahan bakar
dengan harga yang lebih murah.
 Dapat mengurangi konsumsi refraktori kiln khususnya di zona
pembakaran karena thermal load-nya relatif rendah dan beban
pembakaran sebagian dialihkan ke kalsiner.
 Emisi Nox -nya rendah karena pembakaran bahan bakarnya terjadi
pada temperatur yang relatif rendah.
 Operasi kiln lebih stabil sehingga bisa memperpanjang umur
refraktori.

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA INDUSTRI


FAKULTAS VOKASI IV-7
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH
LAPORAN KERJA
PRAKTEK
PT. Holcim Indonesia Tbk.
Tuban Plant
 Masalah senyawa yang menjalani sirkulasi (seperti alkali misalnya)
relatif lebih mudah diatasi.
Selain beberapa keuntungan di atas, penggunaan kalsiner ini juga
memiliki beberapa hal yang kurang menguntungkan, di antaranya:
 Temperatur gas buang keluar dari top cyclone relatif lebih tinggi.
Untuk mengatasi hal ini dirancang siklon dengan penurunan
tekanan yang rendah sehingga dapat ditambah dengan siklon ke-
lima sehingga secara keseluruhan suspension preheater memiliki
lima tingkat siklon.
 Temperatur klinker yang keluar dari kiln relatif lebih rendah
karena berkurangnya jumlah udara sekunder yang diperlukan di
kiln. Untuk mengatasi hal ini biasanya digunakan pendingin
klinker yang efektif yaitu grate cooler.
 Penurunan tekanan total di suspension preheater lebih tinggi
dibanding yang tanpa kalsiner sehingga dapat mengakibatkan
meningkatnya konsumsi daya listrik pada motor ID fan. Namun hal
ini biasanya dikompensasi dengan desain siklon yang hemat
energi.
 Lokasi kalsiner, ducting, tambahan alat pembakaran, duct udara
tersier akan menambah kompleknya konstruksi peralatan.
4. Pembakaran
Untuk memproduksi klinker semen, bahan baku (raw meal) harus
dipanaskan sampai ±1450°C sehingga terjadi proses klinkerisasi. Proses
pembakaran membutuhkan kondisi oksidasi untuk menghasilkan klinker
yang berwarna abu-abu kehijauan. Jika kondisi ini tidak memadai akan
dihasilkan klinker yang berwarna coklat sehingga semen yang dihasilkan
kekuatannya rendah dan waktu setting-nya rendah. Proses kimia fisika
penting yang terjadi selama pembakaran adalah dehidrasi mineral tanah
liat, dekarbonisasi senyawa karbonat (kalsinasi), reaksi pada fasa padat,
reaksi pada fasa cair dan kristalisasi.
Tabel 4.6 Perubahan Bentuk Kimia Selama Proses Pembakaran

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA INDUSTRI


FAKULTAS VOKASI IV-8
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH
LAPORAN KERJA
PRAKTEK
PT. Holcim Indonesia Tbk.
Tuban Plant
Temp (°C) Proses

<100 Pelepasan air bebas

100-400 Pelepasan air terikat

400-750 Dekomposisi tanah liat

600-900 Dekomposisi metakaolin membentuk campuran


oksida yang reaktif

600-1000 Dekomposisi limestone dan pembentukan CS dan


CA

800-1300 Reaksi lime dengan CS dan CA serta


pembentukan C4AF

1250-1450 Reaksi lanjut lime dengan C2S

Proses – proses yang terjadi di atas berlangsung sejak bahan baku


diumpankan ke dalam peralatan proses (preheater) hingga saat keluar dari
reaktor (kiln). Untuk selanjutnya klinker yang dihasilkan didinginkan
dalam peralatan pendingin klinker (clinker cooler). Berdasarkan hasil
penelitian, proses pertama hingga proses kelima yaitu dekomposisi
limestone didominasi oleh mekanisme perpindahan panas antara gas
pembakaran dengan material bahan baku dalam wujud serbuk atau debu.
Sedangkan dua proses berikutnya lebih didominasi oleh difusi material
padat dan sebagian cair di dalam kiln. Oleh sebab itu untuk proses difusi
ini faktor utama yang mempengaruhi jalannya proses adalah pertemuan
antara oksida-oksida dan suhu tinggi serta waktu reaksi.
5. Pendinginan
Pendinginan klinker dilakukan dalam sebuah alat yang disebut
dengan pendingin klinker (clinker cooler) dan pendinginan dilakukan
dengan media udara. Proses pendinginan klinker diperlukan karena klinker
panas sangat sulit untuk ditransportasikan, klinker panas berpengaruh

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA INDUSTRI


FAKULTAS VOKASI IV-9
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH
LAPORAN KERJA
PRAKTEK
PT. Holcim Indonesia Tbk.
Tuban Plant
tidak baik terhadap proses penggilingan selanjutnya, recovery panas yang
terkandung pada klinker panas diperlukan untuk mengurangi biaya
produksi serta pendinginan klinker yang baik dapat meningkatkan kualitas
dan produksi semen.
Dalam proses pendinginan klinker terdapat beberapa parameter
penting yang perlu diperhatikan agar klinker yang dihasilkan memiliki
sifat-sifat yang memenuhi persyaratan di atas yaitu meningkat
grindability-nya (kemudahan digiling), mudah ditransport, dan panas yang
dimiliki dapat dimanfaatkan ulang untuk pemanasan udara yang
dibutuhkan dalam pembakaran.
6. Penggilingan akhir
Clinker yang dihasilkan pada proses pendinginan secara mendadak
(quenching) disimpan dalam clinker silo. Clinker, gypsum dan filler akan
ditimbang di weight feeder lalu ditransport menuju cement mill dengan
menggunakan belt conveyor untuk dilakukan penggilingan akhir. Pada
penggilingan akhir ini memiliki tahapan-tahapan yang hampir sama pada
proses penggilingan awal yang berlangsung di raw mill, dimana proses
yang terjadi adalah grinding, separating, drying dan transporting. Hanya
saja ukuran separator yang lebih kecil, jumlah roller pada finish mill lebih
sedikit namun memiliki kekuatan yang lebih besar apabila dibandingkan
dengan proses penggilingan awal.
7. Pengemasan
Material yang telah halus hasil dari penggilingan cement mill, lalu
diangkut menggunakan air slide menuju cement silo. Dari cement silo ini
semen akan masuk ke packing plant untuk dilakukan pengemasan. Untuk
semen curah akan dimasukkan ke dalam truck. Proses tersebut dilakukan
oleh bagian khusus yaitu unit pengantongan semen.

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA INDUSTRI


FAKULTAS VOKASI IV-10
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH
LAPORAN KERJA
PRAKTEK
PT. Holcim Indonesia Tbk.
Tuban Plant

4.3 Diagram Alir Proses

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA INDUSTRI


FAKULTAS VOKASI IV-11
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH

Anda mungkin juga menyukai