Oleh :
JUDUL : HEPATITIS
DISUSUN OLEH : dr. TRI WAHYUNINGTYAS
TAHUN : 2021
Mengetahui
DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM DAERAH
KABUPATEN SIDOARJO
i
DAFTAR ISI
DIABETES MELLITUS.....................................................................................................................1
LEMBAR PENGASAHAN.................................................................................................................i
DAFTAR ISI....................................................................................................................................ii
BAB 1............................................................................................................................................1
PENDAHULUAN............................................................................................................................1
1.1 Latar Belakang..............................................................................................................1
BAB 2............................................................................................................................................3
PEMBAHASAN..............................................................................................................................3
2.1 Definisi..........................................................................................................................3
2.2 Klasifikasi Diabetes Mellitus.........................................................................................3
2.3 Patofisiologi Diabetes Mellitus.....................................................................................4
2.4 Faktor Resiko................................................................................................................5
2.5 Diagnosis......................................................................................................................6
2.6 Komplikasi....................................................................................................................9
2.7 Terapi.........................................................................................................................10
BAB 3..........................................................................................................................................15
PENUTUP....................................................................................................................................15
3.1 Kesimpulan.................................................................................................................15
3.2 Saran..........................................................................................................................15
Daftar Pustaka............................................................................................................................17
ii
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hepatitis virus akut adalah infeksi sistemik yang dominan menyerang hati.
Hampir semua kasus hepatitis virus akut disebabkan oleh salah satu dari lima jenis virus
yaitu: virus hepatitis A (HAV), virus hepatitis B (HBV), virus hepatitis C (HCV), virus
hepatitis D (HDV) dan virus hepatitis E (HEV). Jenis virus lain yang ditularkan
pascatransfusi seperti virus hepatitis G dan virus TT telah dapat diidentifikasi akan
tetapi tidak menyebabkan hepatitis. Semua jenis hepatitis virus yang menyerang
manusia merupakan virus RNA kecuali virus hepatitis B, yang merupakan virus DNA.
Walaupun virus-virus tersebut berbeda dalam sifat molecular dan antigen, akan tetapi
semua jenis virus tersebut memperlihatkan kesamaan dalam gejala klinis dan perjalanan
penyakitnya. Gambaran klinis hepatitis virus sangat bervariasi mulai dari asimtomatik
sampai yang sangat berat yaitu hepatitis fulminan yang dapat menimbulkan kematian.
Selain itu, gejala juga bisa bervariasi dari infeksi persisten subklinis sampai penyakit
hati kronik progresif cepat dengan sirosis hepatis dan karsinoma hepatoseluler yang
umum ditemukan pada tipe virus yang ditransmisi melalui darah (HBV, HCV, dan
HDV). 1.2
Hepatitis virus akut merupakan urutan pertama dair berbagai penyakit hati di
seluruh dunia. Penyakit tersebut ataupun gejala sisanya bertanggung jawab atas 1-2 juta
kematian setiap tahunnya. Banyak episode hepatitis dengan klinik anikterik, tidak nyata
atau subklinis. Secara global virus hepatitis merupakan penyebab utama viremia yang
1
2
persisten. Di Indonesia berdasarkan data yang berasal dari rumah sakit, hepatitis A
masih merupakan bagian terbesar dari kasus- kasus hepatitis akut yang dirawat yaitu
berkisar dari 39,8-68,3%. Peningkatan prevalensi anti HAV yang berhubungan dengan
umur mulai terjadi dan lebih nyata di daerah dengan kondisi kesehatan di bawah
standar. Lebih dari 75% anak dari berbagai benua Asia, Afrika, India, menunjukkan
sudah memiliki antibody anti-HAV pada usia 5 tahun. Sebagian besar infeksi HAV
1
didapat pada awal kehidupan, kebanyakan asimtomatik atau sekurangnya aniktertik.
penyebaran perinatal dari ibu pengidap hepatitis merupakan jawaban atas prevalensi
infeksi virus hepatitis B yang tinggi. Hampir semua bayi yang dilahirkan dari ibu
dengan HBeAg positif akan terkena infeksi pada bulan kedua dan ketiga kehidupannya.
Adanya HbeAg pada ibu sangat berperan penting untuk penularan. Walaupun ibu
mengandung HBsAg positif namun jika HBeAg dalam darah negative, maka daya
tularnya menjadi rendah. Data di Indonesia telah dilaporkan oleh Suparyatmo, pada
tahun 1993, bahwa dari hasil pemantauan pada 66 ibu hamil pengidap hepatitis B,
bayi yang mendapat penularan secara vertical adalah sebanyak 22 bayi (45,9%).1
kedua setelah hepatitis A akut (39,8%-68,3%) sedangkan urutan ketiga ditempati oleh
3
hubungannya dengan infeksi hepatitis B, di Asia Tenggara dan Cina infeksi hepatitis D
tidak biasa dijumpai pada daerah dimana prevalensi HBsAg sangat tinggi. Laporan dari
Indonesia pada tahun 1982 mendapatkan hasil 2,7% (2 orang) anti HDV positif dari 73
karier hepatitis B dari donor darah. Pada tahun 1985, Suwignyo dkk melaporkan, di
Mataram, pada pemeriksaan terhadap 90 karier hepatitis B, terdapat satu anti HDV
positif (1,1%). 1
Kalimatan Barat yang diduga terjadi akibat pencemaran sungai yang digunakan untuk
aktivitas sehari-hari. Didapatkan HEV positif sebanyak 28/82 (34,1%). Letupan kedua
terjadi pada tahun 1991, hasil pemeriksaan menunjukkan HEV positif 78/92 orang
(84,7%). Di daerah lain juga ditemukan adanya HEV seperti di kabupaten Bawen, Jawa
Timur. Pada saat terjadi letupan tahun 1992, ditemukan 2 kasus HEV dari 34 sampel
1
darah. Dari rumah sakit di Jakarta ditemukan 4 kasus dari 83 sampel.
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Hepatitis A
infeksi yang ditandai dengan tingkatan antibody anti-HAV telah diketahui secara
yang tercemar, namun hampir sebagian besar infeksi HAV didapat melalui
yang puncaknya biasanya terjadi pada akhir musim semi dan awal musim dingin.
Penurunan kejadian VHA akhir-akhir ini telah menunjukan bahwa infeksi VHA
terbatas pada kelompok social tertentu yaitu kelompok turis yang sering
bepergian, sehingga variasi musiman sudah tidak begitu menonjol lagi. Di daerah
tropis puncak insiden yang pernah dilaporkan cenderung untuk terjadi selama
musim hujan dan pola epidemic siklik berulang setiap 5-10 tahun sekali, yang
B. Usia Insidens.
Semua kelompok umur secara umum rawan terhadap infeksi VHA. Insidens
tertinggi pada populasi orang sipil, anak sekolah, tetapi dibanyak negara di Eropa
Utara dan Amerika Utara ternyata sebagian kasus terjadi pada orang dewasa. Di
4
5
negara berkembang dimana kondisi hygiene dan sanitasi sangat rendah, paparan
sangat tinggi pada tahun pertama kehidupan dan tentu saja gambaran usia
mulai terjadi dan lebih nyata di daerah dengan kondisi kesehatan dibawah
standar.3
virus hepatitis A telah menurun dalam beberapa tahun terakhir ini dan telah
beralih ke usia yang lebih tua, hal ini disebabkan kondisi secara social dan
ekonomi lebih baik, begitu pula hygiene dan sanitasi. Seperti di negara-negara lain
data yang berasal dari rumah sakit, hepatitis A masih merupakan bagian terbesar
dari kasus-kasus hepatitis akut yang dirawat yaitu berkisar dari 39,8%-68,3
kemudan disusul oleh hepatitis non A-non B sekitar 15,5%-46,4% dan hepatitis B
6,4%-25,9%. 3
2.1.1. Etiologi
tidak memiliki mantel, hanya memiliki suatu nukleokapsid yang merupakan ciri
Seuntai molekul RNA terdapat dalam kapsid, satu ujung dari RNA ini
sitoplasma sel hati. Virus hepatitis A bisa dibiak dalam kultur jaringan. Replikasi
dalam tubuh dapat terjadi dalam sel epitel usus dan epitel hati. Virus hepatitis A
yang ditemukan di tinja berasal dari empedu yang dieksresikan dari sel-sel hati
setelah replikasinya, melalui sel saluran empedu dan dari sel epitel usus. Virus
hepatitis A sangat stabil dan tidak rusak dengan perebusan singkat dan tahan
terhadap panas pada suhu 60ºC selama ± 1 jam. Stabil pada suhu udara dan pH
yang rendah. Tahan terhadap pH asam dan asam empedu memungkinkan VHA
3
melalui lambung dan dikeluarkan dari tubuh melalui saluran empedu.
akut bervariasi antara 14 hari sampai 49 hari, dengan rata-rata 30 hari. Penularan
melalui makanan dan minuman yang tercemar oleh virus hepatitis A. Untuk
Ditinjau dari kelompok umur, makin bertambah usia making tinggi kemungkinan
sudah memiliki antibody secara alamiah terjadi baik setelah terinfeksi dengan
muda. Pada fase akut hepatitis A umumnya 90% asimtomatik atau bentuk yang
Pada anak manifestasinya sering kali asimtomatk dan anikterik. Gejala dan
7
perjalanan klinis hepatitis virus akut secara umum dapat dibedakan dalam 4
stadium:
A. Masa Tunas
B. Fase pra-ikterik/prodromal
lelah/lemas, hilang nafsu makan, nyeri & rasa tidak enak di perut, tinja
sakit kepala, nyeri pada sendi, pegal-pegal pada otot, diare dan rasa
C. Fase Ikterik
Fase ini pada awalnya disadari oleh penderita, biasanya setelah demam
air teh ataupun tanpa disadari, orang lain yang melihat sclera mata dan
bisa berlangsung sekitar 10-14 hari. Pada stadium ini gejala klinis sudah
mulai berkurang dan pasien merasa lebih baik. Pada usia lebih tua dapat
terjadi gejala kolestasis dengan kuning yang nyata dan bisa berlangsung
lama.
D. Fase penyembuhan
memerlukan waktu sekitar 6 bulan. Menurut Koff (1992) pada beberapa kasus
Dilaporkan 50-90 hari setelah timbul keluhan dan hepatitis kolestasis timbul pada
sebagian kecil kasus dimana terjadi peningkatan kembali bilirubin serum yang
merupakan komplikasi yang sangat jarang kurang dari 1%, kematiannya yang
2.1.4. Patogenesis
sebelum hepatitis akut timbul. Kemudian, jumlah virus akan menurun setelah
timbul manifestasi klinis, baru kemudian muncul IgM anti HAV spesifik.
Kerusakan sel-sel hati terutama terjadi karena viremia yang terjadi dalam waktu
sangat pendek dan terjadi pada masa inkubasi. Serngan antigen virus hepatitis A
dapat ditemukan dalam tinja 1 minggu setelah ikterus timbul. Kerusakan sel hati
disebabkan oleh aktifasi sel T limfosit sitolitik terhadap targetnya, yaitu antigen
cytotoxic CD8+ T Cell di dalam hati pada hepatitis virus A yang akut. Gambaran
histologis dari sel parenkim hati yaitu terdapatnya nekrosis sel hati berkelompok,
dimulai dari senter lobules yang diikuti oleh infiltrasi sel limfosit, makrofag, sel
plasma, eosinofil, dan neutrofil. Ikterus terjadi sebagai akibat hambatan aliran
empedu karena kerusakan sel parenkim hati, terdapat peningkatan bilirubin direct
9
dan indirect dalam serum. Ada 3 kelompok kerusakan yaitu di daerah portal, di
dalam lobules, dan di dalam sel hati. Dalam lobules yang mengalami nekrosis
ini mengakibatkan tinja berwarna pucat seperti dempul (faeces acholis) dan juga
kerusakan sel parenkim hati lebih spesifik daripada peningkatan SGOT, karena
SGOT juga akan meningkat bila terjadi kerusakan pada myocardium dan sel otot
rangka. Juga akan terjadi peningkatan enzim laktat dehidrogenase (LDH) pada
2.1.5 Diagnosis
riwayat kontak. Pemeriksaan jasmani : warna kuning terlihat lebih mudah pada
sclera, kulit, selaput lendir langit-langit mulut, pada kasus yang berat (fulminant).
Didapatkan mulut yang berbau spesifik (foeter hepaticum). Pada perabaan hati
membengkak, 2 sampai 3 jari di bawah arcus costae, konsistensi lunak, tepi tajam
dan sedikit nyeri tekan. Perkusi pada abdomen kuadran kanan atas, menimbulkan
laboratorium : tes fungsi hati (terdapat peninggian bilirubin, SGPT dan kadang-
kadang dapat disertai peninggian GGT, fosfatase alkali), dan tes serologi anti
2.1.6 Laboratorium
10
yaitu dengan timbulnya gejala, maka anti-HAV akan menjadi positif. IgM anti-
HAV adalah subkelas antibody terhadap HAV. Respons inisial terhadap infeksi
HAV hampir seluruhnya adalah IgM. Antibodi ini akan hilang dalam waktu 3-6
bulan. IgM anti-HAV adalah spesifik untuk diagnosis dan konfirmasi infeksi
hepatitis A akut. Infeksi yang sudah lalu atau adanya imunitas ditandai dengan
adanya anti-HAV total yang terdiri atas IgG anti-HAV dan IgM anti- HAV.
Antibodi IgG akan naik dengan cepat setelah virus dieradikasi lalu akan turun
2.1.7 Penatalaksanaan
I. Perawatan Suportif
dihindari.
c. Rawat jalan pasien, kecuali pasien dengan mual atau anoreksia berat
II. Dietetik
a. Makanan tinggi protein dan karbohidrat, rendah lemak untuk pasien yang
b. Selama fase akut diberikan asupan kalori dan cairan yang adekuat. Bila
III. Medikamentosa
2.1.8 Pencegahan
Lamanya
penyembuhan yang kadang-kadang memerlukan waktu sampai 4-6
bulan sampai tes faal hati menjadi normal, faktor ini yang akan menyebabkan
kerugian dalam hal kehilangan produktivitas kerja, dan pada anak-anak tentu saja
tertinggal dalam hal pelajaran, juga biaya perawatan yang tinggi. Bila dilakukan
analisa manfaat biaya tentu saja akan lebih ekonomis kalau dilakukan suatu usaha
pencegahan, pertama dengan pola hidup yang baik dan bersih dan usaha kedua
3
dengan imunisasi.
4
A. Upaya Preventif umum
13
nefron. Susunan nefron – nefron ini membagi ginjal menjadi 2 bagian, yaitu
korteks dan medulla. Nefron sendiri terdiri atas glomerulus dan tubulus.
suatu untaian di kapsula Bowman. Glomerulus berasal dari arteri ginjal, arteri ini
awalnya terbagi menjadi afferent arterioles yang masing – masing menuju 1 nefron
terakhir tersebut lalu menjadi kapiler yang berfungsi memberi pasokan oksigen dan
energi bagi ginjal. Kapiler ini sekaligus berfungsi menerima zat – zat reabsorbsi
Tubulus ginjal tersusun atas sel – sel epitel kuboid selapis. Tubulus ini
dimulai dari kapsul Bowman lalu menjadi tubulus kontortus proksimal, lengkung
Jalur naik dari tubulus kontortus distal akan lewat diantara afferent dan efferent
Nefron ginjal sendiri terbagi atas 2 jenis, nefron kortikal yang lengkung
Henlenya hanya sedikit masuk medulla dan memiliki kapiler peritubular, dan
memiliki vasa recta. Vasa recta dalam susunan kapiler yang memanjang mengikuti
bentuk tubulus dan lengkung Henle. Secara makroskopis, korteks ginjal akan
terlihat bergaris – garis karena adanya lengkung Henle dan tubulus kolektus.2
Tiga proses utama akan terjadi di nefron dalam pembentukan urin, yaitu
filtrasi, reabsorbsi, dan sekresi. Filtrasi akan mengambil 20 % plasma yang masuk
atau 180 liter/hari. Dari jumlah itu, 178,5 liter/hari akan direabsorbsi. Maka rata –
2.2 Definisi
Quality Initia- tive (ADQI) yang beranggotakan para nefrolog dan intensivis di
Amerika pada tahun 2002 sepakat mengganti istilah ARF menjadi AKI.
Evaluasi dan manajemen awal pasien dengan cedera ginjal akut (AKI)
15
yang cermat pada status volume, dan 4) langkah-langkah terapi yang tepat yang
abnormali ginjal. Penilaian awal pasien dengan AKI klasik termasuk perbedaan
ginjal yang terjadi dalam beberapa jam sampai hari. Diagnosis AKI saat ini dibuat
atas dasar adanya kreatinin serum yang meningkat dan blood urea nitrogen (BUN)
dan urine output yang menurun, meskipun terdapat keterbatasan. Perlu dicatat
bahwa perubahan BUN dan serum kreatinin dapat mewakili tidak hanya cedera
ginjal, tetapi juga respon normal dari ginjal ke deplesi volume ekstraseluler atau
Cedera ginjal akut didefinisikan ketika salah satu dari kriteria berikut
terpenuhi :
Serum kreatinin naik sebesar ≥ 0,3 mg/dL atau ≥ 26μmol /L dalam waktu
48 jam atau
Serum kreatinin meningkat ≥ 1,5 kali lipat dari nilai referensi, yang
diketahui atau dianggap telah terjadi dalam waktu satu minggu atau
ADQI mengeluarkan sistem klasifikasi AKI dengan kriteria RIFLE yang terdiri dari
3 kategori (berdasarkan peningkatan kadar Cr serum atau penurunan LFG atau kriteria
UO) yang menggambarkan beratnya penurunan fungsi ginjal dan 2 kategori yang
Risk >1,5 kali nilai dasar > 25% nilai dasar <0,5 mL/kg/jam,
>6 jam
Injury >2,0 kali nilai dasar > 50% nilai dasar <0,5 mL/kg/jam,
>12 jam
Failure >3,0 kali nilai dasar > 75% nilai dasar <0,5 mL/kg/jam,
atau >4 mg/dL >24 jam atau
dengan kenaikan
akut > 0,5 mg/dL
Anuria ≥12 jam
End Stage Penurunan fungsi ginjal menetap selama lebih dari 3 bulan
RIFLE secara berurutan adalah sesuai dengan kriteria AKIN tahap 1, 2, dan 3.
sehingga tidak dimasukkan dalam tahapan. Klasifikasi AKI menurut AKIN dapat
TPG akan meningkat. Selain itu, diketahui risiko jangka panjang setelah
berdasarkan derajat tertingginya. Jadi jika SCr dan UO memberikan hasil derajat
2.3 Epidemiologi
AKI menjadi penyakit komplikasi pada sekitar 5-7% acute care admission
patient dan mencapai 30% pada pasien yang di admisi di unit perawatan intensif
(ICU). AKI juga menjadi komplikasi medis di Negara berkembang, terutama pasien
dengan latar belakang adanya penyakit diare, penyakit infeksi seperti malaria,
leptospirosis, dan bencana alam seperti gempa bumi. Insidennya meningkat hingga 4
kali lipat di United State sejak 1988 dan diperkirakan terdapat 500 per 100.000
populasi pertahun. Insiden ini bahkan lebih tinggi dari insiden stroke. 4,5
0,5- 0,9% pada komunitas, 7% pada pasien yang dirawat di rumah sakit, hingga 36-
67% pada pasien yang dirawat di unit perawatan intensif (ICU) dan 5-6% Pasien
ICU dengan AKI memerlukan Terapi Penggantian Ginjal ( TPG atau Replacement
dalam studi klinis dan diperkirakan menyebabkan variasi yang luas dari laporan
insiden dari AKI itu sendiri (1-31%) dan angka mortalitasnya (19-83%). Dalam
penelitian Hoste (2006) diketahui AKI terjadi pada 67 % pasien yang di rawat di
ruang intensif dengan maksimal RIFLE yaitu 12% kelas R, 27% kelas I dan 28%
kelas F. Hospital mortality rate untuk pasien dengan maksimal RIFLE kelas R, I dan
F berturut- turut 8.8%, 11.4% dan 26.3% dibandingkan dengan pasien tanpa AKI
mortality rate yang lebih tinggi yaitu 20.9%, 45.6% dan 56.8% berturut- turut untuk
untuk mencegah terjadinya AKI. Hal ini terutama berguna di rumah sakit, dimana
bisa dilakukan penilaian faktor resiko terlebih dahulu sebelum adanya paparan
Trauma CKD
untuk mencegah AKI, bahkan disarankan untuk selalu menilai resiko AKI sebagai
Monitor tetap dilaksanakan pada pasien dengan resiko tinggi hingga resiko pasien
2.5 Patofisiologi
Dalam keadaan normal aliran darah ginjal dan laju filtrasi glomerolus relatif
20
konstan yang diatur oleh suatu mekanisme yang disebut otoregulasi. Dua mekanisme
Selain itu norepinefrin, angiotensin II, dan hormon lain juga dapat
mempengaruhi autoregulasi. Pada gagal ginjal pre-renal yang utama disebabkan oleh
hipoperfusi ginjal. Pada keadaan hipovolemi akan terjadi penurunan tekanan darah,
mempertahankan tekanan darah dan curah jantung serta perfusi serebral. Pada
keadaan ini mekanisme otoregulasi ginjal akan mempertahankan aliran darah ginjal
dan laju filtrasi glomerulus (LFG) dengan vasodilatasi arteriol afferent yang
dipengaruhi oleh reflek miogenik, prostaglandin dan nitric oxide (NO), serta
ET-1. 4,9
Ada tiga patofisiologi utama dari penyebab acute kidney injury (AKI) :
Pada hipoperfusi ginjal yang berat (tekanan arteri rata-rata < 70 mmHg) serta
21
berlangsung dalam jangka waktu lama, maka mekanisme otoregulasi tersebut akan
mesangial dan penigkatan reabsorbsi natrium dan air. Keadaan ini disebut prerenal
atau gagal ginjal akut fungsional dimana belum terjadi kerusakan struktural dari
ginjal.
menjadi normal kembali. Otoregulasi ginjal bisa dipengaruhi oleh berbagai macam
obat seperti ACEI, NSAID terutama pada pasien – pasien berusia di atas 60 tahun
dengan kadar serum kreatinin 2 mg/dL sehingga dapat terjadi GGA pre-renal. Proses
ini lebih mudah terjadi pada kondisi hiponatremi, hipotensi, penggunaan diuretic,
sirosis hati dan gagal jantung. Perlu diingat bahwa pada pasien usia lanjut dapat
polikistik, dan nefrosklerosis intrarenal. Sebuah penelitian terhadap tikus yaitu gagal
ginjal ginjal akut prerenal akan terjadi 24 jam setelah ditutupnya arteri renalis. 9,10
parenkim ginjal. Berdasarkan lokasi primer kerusakan tubulus penyebab gagal ginjal
2. Glomerulus ginjal
4. Interstitial ginjal
Gagal ginjal akut intra renal yang sering terjadi adalah nekrosi tubular akut
22
disebabkan oleh keadaan iskemia dan nefrotoksin. Pada gagal ginjal renal terjadi
kelainan vaskular yang sering menyebabkan nekrosis tubular akut. Dimana pada
NTA terjadi kelainan vascular dan tubular. Pada kelainan vaskuler terjadi:
Salah satu Penyebab tersering AKI intrinsik lainnya adalah sepsis, iskemik
menyebabkan nekrosis tubular akut (NTA). Penyebab lain yang lebih jarang ditemui
dan bisa dikonsep secara anatomi tergantung bagian major dari kerusakan parenkim
Sepsis-associated AKI
23
Penurunan LFG pada sepsis dapat terjadi pada keadaan tidak terjadi hipotensi,
walaupun kebanyakan kasus sepsis yang berat terjadi kolaps hemodinamik yang
secara jelas dengan AKI pada sepsis dengan manifestasi adanya debris tubular dan
memicu sintesis NO pada pembuluh darah. Jadi terjadi vasodilatasi arteriol eferen
yang banyak pada sepsis awal atau vasokontriksi renal pada sepsis yang berlanjut
Obstruksi intrarenal terjadi karena deposisi kristal (urat, oksalat, sulfonamide) dan
ureter oleh obstruksi intrinsic (tumor, batu, nekrosis papilla) dan ekstrinsik (
keganasan pada pelvis dan retroperitoneal, fibrosis) serta pada kandung kemih (batu,
tumor, hipertrofi/ keganasan prostate) dan uretra (striktura). GGA post- renal terjadi
bila obstruksi akut terjadi pada uretra, buli – buli dan ureter bilateral, atau obstruksi
Pada fase awal dari obstruksi total ureter yang akut terjadi peningkatan aliran
24
darah ginjal dan peningkatan tekanan pelvis ginjal dimana hal ini disebabkan oleh
prostaglandin-E2. Pada fase ke-2, setelah 1,5-2 jam, terjadi penurunan aliran darah
ginjal dibawah normal akibat pengaruh tromboxane-A2 dan A-II. Tekanan pelvis
ginjal tetap meningkat tetapi setelah 5 jam mulai menetap. Fase ke-3 atau fase
kronik, ditandai oleh aliran ginjal yang makin menurun dan penurunan tekanan
pelvis ginjal ke normal dalam beberapa minggu. Aliran darah ginjal setelah 24 jam
adalah 50% dari normal dan setelah 2 minggu tinggal 20% dari normal. Pada fase ini
mulai terjadi pengeluaran mediator inflamasi dan faktor - faktor pertumbuhan yang
2.6 Etiologi
gangguan pada parenkim ginjal (AKI prarenal,~55%); (2) penyakit yang secara
(3) penyakit yang terkait dengan obstruksi saluran kemih (AKI pascarenal,~5%).
Angka kejadian penyebab AKI sangat tergantung dari tempat terjadinya AKI.
25
2.7 Diagnosis
1. Pendekatan Diagnosis
Pada pasien yang memenuhi kriteria diagnosis AKI sesuai dengan yang telah
merupakan AKI atau merupakan suatu keadaan akut pada PGK. Beberapa patokan
umum yang dapat membedakan kedua keadaan ini antara lain riwayat etiologi PGK,
riwayat etiologi penyebab AKI, pemeriksaan klinis (anemia, neuropati pada PGK)
27
dan perjalanan penyakit (pemulihan pada AKI) dan ukuran ginjal. Patokan tersebut
tidak sepenuhnya dapat dipakai. Misalnya, ginjal umumnya berukuran kecil pada
PGK, namun dapat pula berukuran normal bahkan membesar seperti pada neuropati
diabetik dan penyakit ginjal polikistik. Upaya pendekatan diagnosis harus pula
2. Pemeriksaan Klinis
renal dan post-renal. Dalam menegakkan diagnosis gagal ginjal akut diperiksa:
kadar ureum, kreatinin atau laju filtrasi glomerulus. Pada pasien rawat
selalu diperiksa asupan dan keluaran cairan, berat badan untuk memperkirakan
adanya kehilangan atau kelebihan cairan tubuh. Pada GGA berat dengan
berkurangnya fungsi ginjal ekskresi air dan garam berkurang sehingga dapat
menimbulkan edema, bahkan sampai terjadi kelebihan air yang berat atau edema
GGA lebih didominasi oleh factor-faktor presipitasi atau penyakit utamanya. 11,12
28
oleh ginjal
yang spesifik untuk gagal ginjal akut, yang dapat terjadi sebelum
ini adalah zat-zat yang dikeluarkan oleh tubulus ginjal yang rusak,
(hidrasi)
traktus urinarius
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Ditinjau dari genetik, penyebab dan perjalanan penyakit, DM pada anak dan
remaja berbeda dengan DM pada orang dewasa. Diabetes mellitus pada anak dan
pengobatan. Diabetes mellitus tipe 2 disamping kadar glukosa tinggi, juga kadar
insulin tinggi atau normal yang disebut resistensi insulin Gejala klinik diabetes
mellitus berupa poliuria, polidipsia, lemas, berat badan menurun, kesemutan, gatal,
Menyembuhkan diabetes
3.2 Saran
Meningkatkan penyuluhan-penyuluhan pada masyarakat, sehingga
31
32
Bays, H., Chapman, R. and Grandy, S. (2007). The relationship of body mass
index to diabetes mellitus, hypertension and dyslipidaemia: comparison
of data from two national surveys. International Journal of Clinical
Practice, 61(5), pp.737-747.
Choi, B. and Shi, F. (2001). Risk factors for diabetes mellitus by age and sex:
results of the National Population Health Survey. Diabetologia, 44(10),
pp.1221-1231.
33