Anda di halaman 1dari 57

PERENCANAAN MESIN ROLL PLAT ALUMINIUM

Oleh :
DIDI WIDIANTO
NIM : 20181331078

Dosen Pembimbing :
HADI KUSNANTO, ST., MT.
NIDN : 0717107701

Universitas Muhamadiyah Surabaya - Fakultas Teknik


S1-Teknik Mesin
2020/2021
LEMBAR PENGESAHAN

RANCANG BANGUN MESIN ROLL BENDING PLAT


ALUMUNIUM (3003)

TUGAS PERENCANAAN ELEMEN MESIN


Diajukan untuk memenuhi Syarat Kelulusan Mata Kuliah
ELEMEN MESIN
FAKULTAS TEKNIK MESIN - UMS
Universitas Muhamadiyah Surabaya

Oleh :

Didi Widianto
NIM : 20181331078

Disetujui Dosen Pembimbing :

Hadi Kusnanto, St., Mt.


NIDN : 0717107701

Mojokerto, 12 Juli 2021

i
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...................................................................................................................i


LEMBAR PENGESAHAN ...................................................................................................... ii
DAFTAR ISI .............................................................................................................................iii
KATA PENGANTAR ...............................................................................................................iv

BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................................... 1


1.1 Latar belakang ................................................................................................................... 1
1.2 Permusan masalah ............................................................................................................ 1
1.3 Tujuan ............................................................................................................................... 2
1.4 Batasan masalah .................................................................................................................2
1.5 Manfaat ..............................................................................................................................2

BAB II DASAR TEORI ............................................................................................................ 3


2.1 Plat alumunium .................................................................................................................. 3
2.2 Proses bending ................................................................................................................... 5
2.3 Proses roll bending ............................................................................................................ 5
2.4 Gaya pada mesin roll ......................................................................................................... 5
2.5 Torsi dan daya perencanaan ............................................................................................... 6
2.6 Rantai roll .......................................................................................................................... 7
2.7 Poros .................................................................................................................................. 8
2.8 Pasak ................................................................................................................................ 10
2.9 Bantalan (Bearing) ........................................................................................................... 13

BAB III METODOLOGI ....................................................................................................... 16


3.1 Diagram Alir Proses Pebuatan mesin Roll Bending besi plat ......................................... 16
3.2 Tahapan Proses pembuatan mesin roll bending besi plat ................................................ 17
3.3 Mekanisme Mesin Roll Bending Plat Alumunium .......................................................... 18

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................................19


4.1 Perhitungan Gaya Bending .............................................................................................. 20
4.2 Perhitungan Daya Bending .............................................................................................. 22
4.3 Perencanaan Rantai Dan Sproket ..................................................................................... 23
4.4 Perencanaan Poros ........................................................................................................... 40

ii
4.5 Perencanaan Pasak Pada Poros Roll ................................................................................ 41
4.6 Perhitungan Bantalan Pada Poros Roll ............................................................................ 42
4.7 Perhitungan Radius Minimum Kelengkungan Plat ......................................................... 42
4.8 Pembahasan ...................................................................................................................... 43

BAB V PENUTUP ................................................................................................................... 45


5.1 Kesimpulan ...................................................................................................................... 45
5.2 Saran ................................................................................................................................ 45

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

iii
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT. Karena atas
rahmat dan hidayah - Nya, Tugas Perencanaan Elemen Mesin yang berjudul “Rancang Bangun
Mesin Roll Bending Plat Alumunium“ ini dapat disusun dan diselesaikan dengan baik dan lancar.
Tugas Perencanaan Elemen Mesin yang berjudul “Rancang Bangun Mesin Roll Bending
Plat Alumunium“ ini merupakan salah satu persyaratan yang harus dipenuhi oleh setiap
mahasiswa Program Studi S1 Teknik Mesin UMSurabaya-Disnaker Surabaya, sesuai dengan
kurikulum yang telah ditetapkan.
Selain itu, Tugas Perencanaan elemen mesin ini juga merupakan suatu bukti yang
diberikan almamater dan masyarakat. Banyak dorongan dan bantuan yang penulis dapatkan
selama penyusunan Tugas perencanaan elemen mesin ini sampai terselesaikannya laporan.
Untuk itu penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan sebesar-besarnya
kepada :
1. Allah SWT dan junjungan besarku, Nabi Muhammad SAW yang telah memberikan
ketenangan dalam jiwaku.
2. Ayah dan Ibu serta saudara-saudaraku tercinta yang benar-benar memberikan
dorongan dan semangat dengan cinta dan kasih sayangnya yang tiada batas dan tak
terbalaskan, doa dan restunya.
3. Bapak Dosen penguji yang telah memberikan kritik dan saran dalam penyempurnaan
dan pengembangan Tugas Akhir ini.
4. Seluruh dosen dan staf pengajar Jurusan S1 Teknik Mesin UMSurabaya, yang telah
memberikan ilmunya dan membantu semua selama menimba ilmu di bangku kuliah.
5. Semua teman yang telah membantu dalam pengerjaan Tugas Perencanaan Elemen
Mesin ini.
Semoga segala keikhlasan dan kebaikan yang telah diberikan mendapatkan balasan yang
terbaik dari Tuhan Yang Maha Esa, Amin. Karena keterbatasan waktu dan kemampuan penulis,
sebagai manusia biasa kami menyadari dalam penulisan ini masih terdapat beberapa kesalahan,
keterbatasan, dan kekurangan. Oleh karena itu, kami mengharap kritik dan saran membangun
sebagai masukan untuk penulis dan kesempurnaan Tugas Akhir ini. Semoga dengan penulisan
Tugas perencanaan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukan, mahasiswa
UMSurabaya khususnya.

Mojokerto, 6 Juni 2021

Penulis,

iv
v
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Rancangan mesin roll bending yang akan diwujudkan adalah mesin roll bending plat
Alumunium mengunakan sistem 3 roll yang disusun secara segitiga Prinsip kerja pada
perencanaan roll bending yang sudah ada menggunaan sistem 3 roll disusun secara segitiga yaitu
roll A dan B dibagian bawah dan roll C pada bagian atas sebagai penggerak.Setelah benda kerja
berada di atas 2 roll bagian bawah yaitu roll Adan B maka penggerak (roll C) diturunkan dengan
cara diputar
hingga menyentuh benda kerja sehingga terjadi bending dititik roll C. Proses berakhir ketika
ujung benda kerja tepat berada diatas roll 1 maka motor dimatikan kemudian motor dinyalakan
kembali dengan arah putaran yang berlawanan. (M Hafiluddin, 2007)

1.2 Perumusan masalah


Permasalahan yang dibahas dalam mesin rancang bangun ini adalah sebagai
berikut:
1. Melakukan perencanaan elemen mesin dengan 3 buah roll yang disusun secara segitiga.
2. Menghitung gaya diperlukan bending tool untuk menekuk plat alumunium
3. Mementukan tipe rantai mana yang paling sesuai digunakan.
4. Menghitung berapa diameter poros yang aman digunakan.
5. Menentukan daya motor yang diperlukan beserta beberapa perhitungan elemen mesin
(sprocket,pasak,rantai,poros )
6. Melakukan Analisa dan pengujian mesin roll

1.3 Tujuan
Tujuan dari perencanaan Rancang Bangun Mesin Roll Bending plat besi ini adalah
sebagai berikut :
1. Mengetahui perhitungan elemen mesin yang digunakan antara lain : gaya yang
dibutuhkan untuk menekuk plat alumunium, tipe rantai yang sesuai, diameter poros
yang aman, daya motor dan daya pemanas yang diperlukan.
2. Memperoleh rancangan mesin roll bending dengan komponen yang relatif murah dan
memiliki kemampuan kerja yang baik, sehingga dapat membantu industri kecil

1.4 Batasan masalah


Pada pembahasan yang ada, maka dilakukan suatu batasan masalah agar pembahasan
tidak meluas, di antara batasan tersebut antara lain :

1
1. Spesimen yang digunakan adalah plat alumunium dengan lebar maksimum specimen
300 mm dan tebal 1mm
2. Diameter roll yang digunakan adalah 30mm.
3. Kekuatan sambungan las pada rangka diasumsikan aman untuk pemakaian.

1.5 Manfaat
Adapun manfaat dari pembuatan mesin Roll Bending Alumunim yang utama adalah :
1. Mampu membuat silinder alumunium yang presisi dan tanpa memakan waktu yang
lama.
2. Dengan mesin ini diharapkan dapat memberikan rasa aman dan nyaman bagi
operator yang mengoperasikannya.

1.6 Sistematika penulisan


Penyusunan Tugas Perencanaan Elemen Mesin ini terbagi dalam lima bab yang secara
garis besar dapat dijelaskan sebagai berikut :

Bab I. PENDAHULUAN
Pada bab ini membahas bagaimana tinjauan umum tentang latar belakang masalah,
tujuan, batasan masalah dan sistematika penulisan laporan tugas akhir.

Bab II. DASAR TEORI


Pada bab ini dijelaskan mengenai teori penunjang dasar perhitungan yang
mendukung dalam pembuatan laporan tugas Perencanaan Elemen Mesin.

Bab III. METODOLOGI


Pada bab ini akan dibahas mengenai metodologi perencanaan pembuatan alat,
diagram alir pembuatan alat dan proses mekanisme kerjaalat.

Bab IV. HASIL DAN PEMBAHASAN


Pada bab ini dijelaskan mengenai tentang pengujian elemen mesin yang didapat
setelah perencanaan dan perhitungan elemen mesin.

Bab V. KESIMPULAN DAN SARAN


Memuat kesimpulan berdasarkan tujuan tugas perencanaan elemen mesin dan
rumusan masalah yang dibuat.

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

2
BAB II
DASAR TEORI

2.1 Plat Alumunium 3003


Aluminium ialah unsur kimia. Lambang aluminium ialah Al, dan nomor atomnya 13.
Aluminium ialah logam paling berlimpah. Aluminium bukan merupakan jenis logam berat, tetapi
merupakan elemen yang berjumlah sekitar 8% dari permukaan bumi dan paling berlimpah
ketiga. Aluminium terdapat dalam penggunaan aditif makanan, antasida, buffered aspirin,
astringents, semprotan hidung, antiperspirant, air minum, knalpot mobil, asap tembakau,
penggunaan alumunium foil, peralatan masak, kaleng, keramik, dan kembang api.

Aluminium merupakan konduktor listrik yang baik. Ringan dan kuat. Merupakan
konduktor yang baik juga buat panas. Dapat ditempa menjadi lembaran, ditarik menjadi kawat
dan diekstrusi menjadi batangan dengan bermacam-macam penampang. Tahan korosi

2.1.1 Sifat Bahan


Sifat teknik bahan aluminium murni dan aluminium paduan dipengaruhi oleh konsentrasi
bahan dan perlakuan yang diberikan terhadap bahan tersebut. Aluminium terkenal sebagai bahan
yang tahan terhadap korosi. Hal ini disebabkan oleh fenomena pasivasi, yaitu proses
pembentukan lapisan aluminium oksida di permukaan logam aluminium segera setelah logam
terpapar oleh udara bebas. Lapisan aluminium oksida ini mencegah terjadinya oksidasi lebih
jauh. Namun, pasivasi dapat terjadi lebih lambat jika dipadukan dengan logam yang bersifat
lebih katodik, karena dapat mencegah oksidasi aluminium.
 Kekuatan Utimate Tensile Strenth (UTS)
Kekuatan tensil adalah besar tegangan yang didapatkan ketika dilakukan pengujian tensil.
Kekuatan tensil ditunjukkan oleh nilai tertinggi dari tegangan pada kurva tegangan-regangan
hasil pengujian, dan biasanya terjadi ketika terjadinya necking. Kekuatan tensil bukanlah ukuran
kekuatan yang sebenarnya dapat terjadi di lapangan, tetapi dapat dijadikan sebagai suatu acuan
terhadap kekuatan bahan.
Kekuatan Utimate Tensile Strenth (UTS) pada aluminium murni pada berbagai perlakuan
umumnya sangat rendah, yaitu sekitar 90 MPa, sehingga untuk penggunaan yang memerlukan
kekuatan yang tinggi, aluminium perlu dipadukan. Dengan dipadukan dengan logam lain,
ditambah dengan berbagai perlakuan termal, aluminium paduan akan memiliki kekuatan Utimate
Tensile Strenth (UTS) hingga 580 MPa (paduan 7075).
 Kekerasan
Kekerasan gabungan dari berbagai sifat yang terdapat dalam suatu bahan yang mencegah
terjadinya suatu deformasi terhadap bahan tersebut ketika diaplikasikan suatu gaya. Kekerasan
suatu bahan dipengaruhi oleh elastisitas, plastisitas, viskoelastisitas, kekuatan tensil, ductility,
dan sebagainya. Kekerasan dapat diuji dan diukur dengan berbagai metode. Yang paling umum
adalah metode Brinnel, Vickers, Mohs, dan Rockwell.

3
Kekerasan bahan aluminium murni sangatlah kecil, yaitu sekitar 65 skala Brinnel,
sehingga dengan sedikit gaya saja dapat mengubah bentuk logam. Untuk kebutuhan aplikasi
yang membutuhkan kekerasan, aluminium perlu dipadukan dengan logam lain dan/atau diberi
perlakuan termal atau fisik. Aluminium dengan 4,4% Cu dan diperlakukan quenching, lalu
disimpan pada temperatur tinggi dapat memiliki tingkat kekerasan Brinnel sebesar 135.
 Ductility
Ductility didefinisikan sebagai sifat mekanis dari suatu bahan untuk menerangkan
seberapa jauh bahan dapat diubah bentuknya secara plastis tanpa terjadinya retakan. Dalam suatu
pengujian tensil, ductility ditunjukkan dengan bentuk neckingnya; material dengan ductility yang
tinggi akan mengalami necking yang sangat sempit, sedangkan bahan yang memiliki ductility
rendah, hampir tidak mengalami necking. Sedangkan dalam hasil pengujian tensile, ductility
diukur dengan skala yang disebut elongasi. Elongasi adalah seberapa besar pertambahan panjang
suatu bahan ketika dilakukan uji kekuatan tensile. Elongasi ditulis dalam persentase pertambahan
panjang per panjang awal bahan yang diujikan.
Aluminium murni memiliki ductility yang tinggi. Aluminium paduan memiliki ductility
yang bervariasi, tergantung konsentrasi paduannya, tetapi pada umumnya memiliki ductility
yang lebih rendah daripada aluminium murni, karena ductility berbanding terbalik dengan
kekuatan tensil, serta hampir semua aluminum paduan memiliki kekuatan tensile yang lebih
tinggi daripada aluminium murni

2.2 Proses Bending


Bending adalah proses deformasi secara plastik dari logam terhadap sumbu linier
dengan hanya sedikit atau hampir tidak mengalami perubahan perubahan luas
permukaan.Bending menyebabkan logam pada sisi luar sumbu netral mengalami tarikan,
sedangkan pada sisi lainnya mengalami tekanan.
Karakteristik dimensi dan tegangan-teganganselama bending Karena tegangan lulur dari
logam untuk kompresi lebih besar dibandingkan dengan tarikan,maka logam pada sisi luar
lengkungan akan mengalami lulur terlebih dahulu, sehingga posisi sumbu netral tidak lagi
mempunyai jarak yang sama terhadap kedua sisi pada bidang lengkung. (Kalpakjian, Schmid,
2009)

2.3 Proses Roll Bending


Roll Bending merupakan proses pembentukan lembaran plat menjadi bentuk silinder atau
tabung menggunakan tiga buah silinder roll dengan diameter tertentu yang disusun secara
segitiga dengan roll yang ditengah bergerak hanya pada sumbu yang tetap dan dapat diatur
kedalamannya, Mesin roll bending ini digerakan oleh motor AC.

4
2.4 Gaya pada mesin roll bending
Supaya hasil perencanaan aman, maka besarnya gaya untuk perencanaan dapat
dinyatakan dengan persamaan (Kalpakjian, Schmid, 2009) :
2
LT (UTS)
F=
W
Dimana :
L = Panjang Plat (mm)
T = Tebal Plat (mm)
W = Lebar Dies (mm)
k = Faktor jenis dies ;
0,3 untuk Wiping dies
0,7 untuk U-dies
1.3 untuk V-dies

2.5 Torsi dan daya perencanaan


Supaya hasil perencanaan aman, maka besarnya daya dan momen untuk perencanaan
dinaikkan sedikit dari daya yang ditrasmisikan (P), yang disebut dengan daya perencanaan atau
daya desain (Pd) yang dapat dinyatakan dengan persamaan :
Pd=fc . P
( Sularso,1997 : 7)
Dimana :
Pd =Daya Perencanaan
Fc = Faktor koreksi
P = Daya yang ditransmisikan

Hubungan antara daya dan torsi dapat dilihat pada rumus –rumus dibawah ini :
1. Torsi satuannya kg.cm dan Daya satuannya HP.
(dobrovolsky, 1985: 401)
P
T =71.6200
n
Dimana :
T = Torsikg.cm
N = Daya HP
n= Putaran poros, rpm

2. Torsi satuannya kgf.mm dan Daya satuannya kW


(Sularso, 2000 : 7)
5 p
T =9,74. 10
n
Dimana :
T = Torsi , kg.mm
Pd = Daya, kW
3. Torsi satuanya lbf.in dan daya satuanya HP

5
(collins jack A, 2003 : 180)

p
T =63.025
n
Dimana :
T= Torsi,lbf.in
N = Daya, HP

4. Torsi satuannya N.m dan Daya satuannya HP


(deutschman, 1983 : 334 )
p
T =9549
n
Dimana :
T = Torsi, N.m
n = HP

2.6 Rantai Roll


Rantai adalah salah satu elemen mesin yang berfungsi untuk mentransmisikan daya.
Jarak yang jauh antara dua buah poros sering tidak memungkinkan transmisi langsun dengan
roda gigi. Dan hal ini secara transmisi daya yang lain dapat diterapkan, dimana sebuah rantai
dibelitkan disekeliling sproket yang terdapat pada poros. Sproketrantai dibuat dari baja karbon
untuk ukuran kecil, dan besi cor atau baja cor untuk ukuran besar.

Gambar 2.1 rantai roll

Kelebihan atau keuntungan menggunakan transmisi rantai, antara lain :


a. Dapat meneruskan daya tanpa adanya slip.
b. Mampu memindahkan daya yang cukup besar.
c. Perbandingan putarannya tetap.
d. Jarak kedua poros dapat lebih jauh.
e. Dapat digunakan untuk menggerakkan beberapa mekanisme dengan hanya satu
penggerak.
f. Efisiensi cukup tinggi (ή ≈ 98%)

6
Secara garis beasar rantaiterbagi menjadi 2 jenis :
1. Rantai gigi (silent chain inverted tooth)
2. Rantai rol (roller chain)

2.6.1 Putaran dan jumlah gigi sprocket


Untuk mendapatkan putaran n dan jumlah gigi Nt pada sprocket, maka menggunakan
perbandingan:
n1 Nt 2
=
n2 Nt 1
dimana :
n1 = putaran 1 (rpm)
n2 = putaran 2 (rpm)
Nt 1 = jumlah gigi pada sproket penggerak
Nt 2 = jumlah gigi pada sproket yang digerakkan

2.6.2 Diameter sproket


Bila sproket bergerak atau berputar berlawanan dengan arah jarum jam, maka akan
diperoleh :
y p/2 p
sin = =atau d=
2 d /2 y
sin ⁡( )
2
Keterangan:
p = pitch (mm)
y = sudut pitch
d = diameter sproket (mm)

360
dimana : y= ¿ = Jumlah gigi sproket)
Nt

Sehingga, persamaan menjadi :


p
d=
180
sin ⁡( )
Nt
Dengan demikian dapat diartikan sproket dengan jumlah gigi lebih banyak dianggap
baik untuk sproket penggerak, namun dalam aplikasinya keuntungan akan didapat bila sproket
dibuat sekecil mungkin dengan jumlah gigi sproket yang sedikit.

2.6.3 Kecepatan rantai


Kecepatan rantai biasanya diartikan sebagai jumlah panjang (meter) yang masuk ke
dalam sproket tiap satuan waktu (menit), sehingga dapat dinyatakan dengan :

7
π . d .n Nt. p.n
v= = ( m/detik )
60.1000 60.1000

dimana :
v = kecepatan keliling sproket (m/det)
Nt = jumlah gigi sproket p = pitch (mm)
d = diameter sproket (mm)
n = putaran (rpm)

2.6.4 Panjang rantai


Panjang rantai yang iperlukan dalam transmisi sproket dihitung berdasarkan jumlah
pitch, sehingga perhitungan panjang rantai secara pendekatan dapat dihitung dengan persamaan :

L 2. C N t 1 + N t 2
= = +¿ ¿
P P 2
dimana :
L = panjang rantai (mm)
p = pitch (mm)
C = jarak kedua sumbu sproket (mm)
Nt1 = Jumlah gigi pada sproket penggerak
Nt2 = Jumlah gigi pada sproket yang digerakkan

2.7 Poros
Poros merupakan salah satu bagian yang penting dari setiap mesin. Tergantung dari
beban yang diterima, maka pada poros dapat terjdi beban bending murni, atau gabungan antara
beban bending dan torsi. Dalam permsalahan ini poros berfungsi sebagai penyambung, maka
dalam penyambungannya akan menggunakan pasak, sehingga pembuatan pasak, pembuatan
lubang pasak pada poros harus dipertimbangkan. Pada perhitungan poros, yang dihitung adalah
diameter poros, sehingga perlu diketahui tegangan yang diterima atau yang ditimbulkan oleh
mekanisme yang terpasang pada poros, seperti tmomen bending, torsi, atau kombinasi momen
bending dan torsi.

2.7.1 Hal-hal Penting dalam Perencanaan Poros


Untuk merencanakan sebuah poros, hal-hal berikut ini perlu diperhatikan :

(1) Kekuatan poros


Suatu poros dapat mengalami beban puntir atau lentur atau gabungan antara puntir dan
lentur. Juga ada poros yang mendapat beban tarik atau tekan seperti poros baling-baling kapal
atau turbin, dll. Sebuah poros harus direncanakan dengan baik hingga cukup kuat untuk
menahan beban-beban yang terjadi.

(2) Kekakuan poros

8
Meskipun sebuah poros mempunyai kekuatan yang cukup besar, tetapi jika lenturan
puntirannya terlalu besar akan mengakibatkan getaran dan suara (contoh pada turbin dan kotak
roda gigi). Karena itu,kekuatan poros terhadap puntir juga diperhatikan dan disesuaikan dengan
macam beban mesin yang akan ditopang poros tersebut.

(3) Putaran kritis.


Putaran kritis yaitu ketika putaran mesin dinaikkan dan terjadi getaran yang cukup
besar. Oleh sebab itu poros harus direncanakan sedemikian rupa sehingga putaran poros lebih
rendah dari putaran kritis.

(4) Korosi
Bahan–bahan yang dipilih yakni yang bersifat tidak korosif karena ini akan
menyebabkan kekuatan pada poros melemah karena korosi/karat dan memperpendek umur
komponen.

2.7.2 Poros dengan beban bending murni


Dari bahan yang dipilih dapat ditentukan tegangan bending yang diijinkan. Momen
tahanan bending untuk poros dengan diameter d, adalah :

π . d2
w b=
32

Dari tegangan bending, momen bending dan momen tahanan bending dapat ditentukan
diameter poros minimum yang diijinkan.

Mb
σ b≥
Wb
Syp M 10,2 M
≥ =
( )
N π
3
d
3
d
32

( )
1
10,2
d≥ M 3
Syp
( )
N

Dimana :
σn = tegangan bending yang diijinkan (kg/mm2)
M = momen bending (kg.mm)
Z = momen tahanan bending (mm3)
Syp = tegangan tarik bahan (kg/mm2)
N = angka keamanan
d = diameter poros (mm)

9
2.7.3 Poros dengan beban bending dan torsi
Poros mendapat beban torsi dan bending karena meneruskan daya melalui sabuk, roda
gigi ataupun rantai sehingga pada permukaan poros akan terjadi tegangan geser dan tegangan
karena bending.Beban yang bekerja pada poros pada umumnya adalah beban berulang. Jika
poros tersebut mempunyai roda gigi, maka akan terjadi kejutan pada saat awal berputar.
Dengan mengingat macam beban, sifat beban, dan lain-lain, ASME menganjurkan suatu
rumus yang sederhana untuk menghitung diameter poros dimana sudah dimasukkan pengaruh
kelelahan karena beban berulang. Faktor koreksi yang digunakan adalah Kt untuk momen torsi
yang besarnya 1-1,5 jika terjadi sedikit kejutan, Km untuk momen bending yang besarnya 1,5-2
jika terjadi tumbukan ringan.

Rumus yang digunakan untuk mencari diameter poros :

d ≥¿

dimana : d = diameter poros (mm)


M = momen bending (kg.mm)
T = momen torsi (kg.mm)

2.8 Pasak
Seperti halnya baut dan sekrup, pasak digunakan untuk membuat sambungan yang dapat
dilepas yang berfungsi untuk menjaga hubungan putaran relatif antara poros dengan elemen
mesin yang lain seperti : Roda gigi, Pulley, Sprocket, Impeller dan lain sebagainya.
Distribusi tegangan secara aktual pada sambungan pasak tidak dapat diketahui secara
lengkap, maka dalam perhitungan tegangan disarankan menggunakan faktorkeamanan sebagai
berikut :

a. Untuk torsi yang tetap dan konstan fk = 1,5


b. Untuk beban kejut yang kecil ( rendah ) fk = 2,5
c. Untuk beban kejut yang besar terutama bolak –balik fk = 4,5

Pada pasak yang rata, sisi sampingnya harus pas dengan alur pasak agar pasak tidak
goyah dan rusak. Ukuran dan standard yang digunakan terdapat dalam spesifikasi.Untuk
pasak,umumnya dipilih bahan yang mempunyai kekuatan tarik lebih dari 60 kg/ mm, lebihkuat
dari pada porosnya.Kadang dipilih bahan yang lemah untukpasak, sehingga pasak terlebih
dahulu rusak daripada porosnya. Ini disebabkan harga pasak yang murah serta mudah
menggantinya.

2.8.1 Klasifikasi pasak


Menurut bentuk dasarnya pasak dapat dibedakan menjadi:

10
1. Pasak datar ( Square key ).
2. Pasak Tirus ( Tapered key ).
3. Pasak setengah silinder ( Wood ruff key ).
Menurut arah gaya yang terjadi pasak digolongkan menjadi :
1. Pasak memanjang
Pasak yang menerima gaya sepanjang penampang pasak secara merata. Pasak ini
digolongkan menjadi pasak baji, pasak kepala, pasak benam dan pasak tembereng.

2. Pasak melintang (pen)


Pasak yang menerima gaya melintang pada penampang pen.Pen ini dibagi dua
yaitu pen berbentuk pipih dan pen berbentuk silindris.

Gambar 2.2 Macam-macam pasak

Pada perencanaan mesin penekuk plat ini dipakai tipe pasak datar segi empat karena
dapat meneruskan momen yang besar. Pasak ini mempunyai dimensilebar (W) dan panjang (L).
Perlu diperhatikan bahwa lebar pasak sebaiknya antara 25 -35 % dari diameter poros, dan
panjang pasak jangan terlalu panjang dibandingkan dengan diameter poros ( antara 0,75 sampai
1,5 D ). Karena lebar dan tinggi pasak sudah distandardkan.

Gambar 2.3 Gaya yang terjadi pada pasak

Keterangan :
h = Tinggi pasak (mm)
b = Lebar pasak (mm)
11
D = Diameter poros (mm)
Fs = Gaya geser (kgf/mm2)
Fc = Gaya Kompresi (kgf/mm2)

2.8.2 Tinjauan terhadap gaya geser


Besarnya gaya F adalah :

T = F (D / 2)

Dimana :
F = Gaya pada pasak (kgf)
Dp = Diameter poros (mm)
T = Torsi yang ditransmisikan (kgf.mm)
Pada pasak gaya F akan menimbulkan tegangan geser :

F 2T 1
τ s= =
A W .L .DP
Dimana :
τs = Tegangan geser ( kg/mm2)
W = Lebar pasak ( mm )
L = Panjang pasak ( mm )
Dp = Diameter poros ( mm )
T’ = Torsi ( kg.mm )

Panjang pasak pada tegangan geser :

2.T 1 S syp

W . L . DP f k
2. T 1 . f k
L≥
W . D p . S syp
Dimana :
W = Sisi pasak ( mm )
Dp = Diameter poros ( mm )
T1 = Torsi ( kg.mm )
fk = Faktor keamanan

2.8.3 Tinjauan terhaap kompresi


pada pasak akan menimbulkan gaya kompresi :

F 2T1 4T1
σ c= = =
A c D P .0,5 W . L D p .W . L
Dimana :

12
σc = Tegangan kompresi ( kg/mm2)
W = Lebar pasak ( mm )
L = Panjang pasak ( mm )
Dp = Diameter poros ( mm )
T1 = Torsi ( kg.mm )
Panjang pasak pada tegangan kompresi :

2T 1 S syp

W . L . DP f k
4. T poros . f k
→ L≥
W . D P . Ssyp
Dimana :
W = sisi pasak (mm)
Dp = diameter poros (mm)
T1 = Torsi (kg.mm)
Fk = factor keamanan

2.9 Bantalan ( Bearing )


Bantalan (Bearing) adalah elemen mesin yang menumpu poros berbeban sehingga
putaran atau Gerakan bolak-baliknya dapat berlangsung secara halus, aman dan berumur
panjang.

Gambar 2.4 Bantalan bola

Bantalan harus cukup kokoh untuk memungkinkan poros serta elemen mesin lainnya
bekerja dengan beik jika bantalan tidak berfungsi dengan baik maka proses seluruh sistem akan
menurun atau tak dapat bekerja secara semestinya.

2.9.1 Klasifikasi Bantalan


a. Bantalan luncur
Pada bantalan ini terjadi gesekan luncur antara poros dan bantalan karena permukaan
poros ditumpu oleh permukaan dengan perantaraan lapisan pelumas. Bantalan luncur
mampu menumpu poros berputar tinggi dengan beban besar. Bantalan ini sederhana

13
konstruksinya dan dapat dibuat serta dipasang dengan mudah Karena gesekannya yang besar,
pada waktu mulai jalan,bantalan luncur memerlukan momen awal yang besar dan memerlukan
pendinginan khusus. Sekalipun demikian karena adanya lapisan pelumas, bantalan ini
dapat meredam tumbukan dan getaran sehingga hampir tidak bersuara. Tingkat ketelitian
yang diperlukan tidak setinggi bantalan gelinding sehingga dapat lebih murah.
b. Bantalan gelinding
Pada bantalan ini terjadi gesekan gelinding antara bagian yang berputar dengan yang
diam melalui elemen gelinding seperti bola (peluru),rol atau rol jarum dan rol bulat. Bantalan
gelinding pada
umumnya lebih cocok untuk beban kecil daripada bantalan luncur. Tergantung pada bentuk
elemen gelindingnya. Putaran pada bantalan ini dibatasi oleh gaya sentrifugal yang timbul pada
elemen gelinding tersebut.
Karena konstruksinya yang sukar dan ketelitian yang tinggi maka bantalan
gelinding hanya dapat dibuat oleh pabrik-pabrik tertentu saja. Adapun harganya pada
umumnya lebih mahal daripada bantalan luncur. Untuk menekan biaya pembuatan serta
memudahkan pemakaian, bantalan gelinding diproduksikan menurut standar dalam berbagai
ukuran dan bentuk.
Keunggulan bantalan ini adalah pada gesekannya yang rendah. Pelumasannya pun
sangat sederhana cukup dengan gemuk, bahkan ada macam yang memakai sil sendiri tidak
perlu pelumasan lagi. Meskipun ketelitiannya sangat tinggi namun karena adanya gerakan
elemen gelinding dan sankar, pada putaran tinggi bantalan ini agak bising dibandingkan
dengan bantalan luncur. Pada waktu memilih bantalan, ciri masing-masing masih harus
dipertimbangkan sesuai dengan pemakaian lokasi.

14
Gambar 2.5 macam macam bantalan

2.9.2 Menghitung Beban Ekuivalen


Sesuai dengan definisi dari AFBMA yang dimaksud dengan Beban ekuivalen adalah
beban radial yang konstan dan bekerja pada bantalan dengan ring dalam berputar,sedangkan
ring luar tetap. Ini akan memberikan umur yang sama seperti pada bantalan bekerja dengan
kondisi nyata untuk beban dan putaran yang sama.

Untuk menghitung beban ekuivalen pada bantalan dapat meggunakan rumus :

P = X . V . FR + Y Fa
Dimana :
P = Beban ekivalen (lb)
Fr = Beban radial (lb)
Fa = Beban aksial (lb)
V = Faktor putaran konstanta

15
1,0 untuk ring dalam berputar
1,2 untuk ring luar berputar
k = Konstanta radial dari tabel
Y = Konstanta aksial dari tabel yang sama

2.9.3 Menghitung Gaya Radial Pada Bantalan


Gaya radial bantalan dapat dihitung dengan menggunakan rumus :

F=√ ¿ ¿ ¿ ¿
Dimana :
Fr = beban radial dalam (lb)
Fh = gaya sumbu horizontal (lb)
FV = gaya sumbu vertical (lb)

16
BAB III
METODOLOGI

Pada bab ini akan dibahas secra detail mengenai perencanaan dan penbuatan alat,secara
keseluruhan proses pembuatan dan penyelesaian Tugas Perencanaan Elemen Mesin ini akan
digambarkan dalam diagram flow chart dibawah :

3.1 Diagram Alir Proses Pembuatan Mesin Roll Bending Plat alumunium

MULAI

STUDI LITERATUR OBSERVASI

DATA LAPANGAN

PERENCANAAN DAN PERHITUNGAN

ALAT DAN BAHAN

PEMBUATAN MESIN

UJI PERALATAN

TIDAK
SESUAI DENGAN
PERENCANAN

YA

PEMBUATAN LAPORAN

SELESAI

Gambar 3.1 Diagaram alir pembuatan mesin roll bending plat alumunium

17
1.2 Tahapan Proses Pembuatan Mesin Roll Bending Alumunium

Proses dalam menyelesaikan Tugas perencanaan elemen mesin ini melalui beberapa
tahap sebagai berikut:

1. Observasi
Observasi atau studi lapangan ini dilakukan dengan survei langsung. Hal ini dilakukan
dalam rangka pencarian data yang nantinya dapat menunjang penyelesaian tugas akhir ini.

2. Studiliteratur
Pada studi literatur meliputi proses mencari dan mempelajari bahan pustaka yang
berkaitan dengan segala permasalahan mengenai perencanaan mesin roll bending. Studi literatur
ini diperoleh dari berbagai sumber antara lain text book, tugas ini yang berkaitan, juga dari
media internet dan survey mengenai komponen-komponen di pasaran.

3. Data lapangan
Dari lapangan didapat data bahwa mesin roll bending yang digunakan untuk pembuatan
reaktor cylinder alumunium masih menggunakan mekanis memanual, yang relatif membutuhkan
waktuyang lama dan tidak safety.

4. Perencanaan dan perhitungan


Perencanaan dan perhitungan ini bertujuan untuk mendapatkan desain dan mekanisme
yang optimal dengan memperhatikan data yang telah didapat dari studi literatur dan observasi
langsung. Rencana mesin yang akan di rancang ini adalahmesin roll bending Alumunium untuk
pembuatan silinder Alumunium

5. Penyiapan komponen peralatan


Penyiapan komponen ini meliputi beberapa alat antara lain: Motor AC 6000 rpm
(0.13Hp),Reducer (1:200), elemen mesin (bantalan, poros,power screw,rantai dan
sprocket,pasak), kerangka mesin.

6. Pembuatan mesin
Dari hasil perhitungan dan perencanaan dapat diketahui spesifikasi dari bahan maupun
dimensi dari komponen yang akan diperlukan untuk pembuatan alat. Dari komponen yang
diperoleh kemudian dilakukan perakitanuntuk membuat alat yang sesuai dengan desain yang
telah dibuat.

7. Uji peralatan
Setelah alat selesai dibuat lalu dilakukan pengujian dengan mengoperasikan alat tersebut.
Dalam pengujian nanti akan dicatat dan dibandingkan waktu dan juga benda yang dihasilkan
melalui proses manual dengan mesin.

18
8. Pembuatan laporan
Tahap ini merupakan ujung dari pembuatan mesin roll bending akrilik, dengan menarik
kesimpulan yang didapat dari hasil pengujian yang telah dilakukan.

1.3 Mekanisme Kerja Mesin Roll Bending Palat Alumunium


Mekanisme kerja mesin roll bending plat besi ini pada awalnya adalah menggunakan tiga
buah roll yang disusun secara segitiga seperti ditunjkan pada gambar desain mesin dibawah ini :

Screw Penggerak

Roll 2

Plat alumunium

Roll 1 Roll 3

Gambar 3.2 Proses Bending Plat Alumunium

19
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini akan dibahas tentang perhitungan mesin roll plat alumunium, yaitu Analisa
daya gaya yang nantinya dibutuhkan dalam mesin agar dapat berjalan dan berfungsi dengan
baik, yaitu menghitung daya motor pada saat bekerja memutar poros engkol dilanjutkan dengan
perhitungan perencanaan elemen mesin yang mendukung perencanaan mesin roll plat sehingga
aman dalam pengoperasiannya.

4.1 Perhitungan Gaya Bending

Gambar 4.1 Ultimate Tensile Strenht (UTS) Aluminium ( ASM International, 1990, 102-103 )

Dengan asumsi perbandingan antara tebal plat dan radius lebih kecil dibandingkan
dengan lebar antara roll bawah maka berlaku persamaan dibawah :

K . Y . L2
F=
W

Dengan asumsi perbandingan antara tebal plat dan radius lebih kecil dibandingkan
dengan lebar jarak antar roll bawah. Maka, berlaku bending menjadi mekanisme tarik,
dimana persamaan diatas menjadi :

( UTS )<¿ 2
F= ¿
W
(Kalpakjian, Schmid, 2009)

Diketahui :

20
Ultimate Tensile Strenht Alumunium 3003 Pada Temperature Udara Normal : 150 Mpa
Lebar plat alumunium (L) = 300 mm
Tebal plat alumunium (T) = 1 mm
Lebar bentangan dies (W) = 46 mm

( UTS )<¿ 2
F= ¿
W
( 150mpa ) . 300mm .(1 mm)2
F=
46 mm
F=978,26 N

F=99,75 kgf

4.2 Perhitungan Gaya Bending


Dari data diatas, maka dapat dihitung besarnya daya yang dibutuhkan untuk membending
plat, menggunkan persamaan :

P daya(HP )
T =71.6200
n ptaran (rpm)

T .n
P=
716200

3.2.1 Mencari Resultan Gaya Pada Roller


Diketahui :
F roll A = Gaya pada roll A
F roll B = Gaya pada roll B

Gambar 4.2 Free Body Diagram Gaya Pada Roller

21
Dengan asumsi gaya yang diterima roller A dan roller B adalah sama maka
diperoleh persamaan :
Fr A ( 50 % )+ Fr B (50 % )=99,75 kgf

50
Fr A atau Fr B = 99,75 kgf
100
Fr A atau Fr B = 49,87 kgf

Karena Fr A = FrB, Maka diketahui Fr A dan Fr B adalah : 49,87 kgf

4.2.2 mencari gaya gesek

Gambar 4.3 free body diagram gaya gesek pada roller

a. Gaya gesek

Koefisien gaya gesek statis dan kinetis antar material

22
Gambar 4.4 (Mikrajuddin. 2016. Fisika Dasar 1)

Fs = gaya gesek (kgf)


μ = koefisien gesek pada benda yang bergerak antara baja degan alumunium = 0,47

Fs=Fr A . μ
Fs=49,87 kgf . 0.47
Fs=23,44 kgf

b. Torsi pengerollan
T = Torsi (kgfmm)
R = Jari Jari Roller (mm)

T =Fs . r
T =23,44 kgf . 15 mmT =351,6 kgfmm

1.2.3 Mencari Daya Motor


Untuk mencari daya motor yang dibutuhkan untuk roll bending alumunium ini dapat
dicari
melalui persamaan sebagai berikut :

P daya(HP )
T =71.6200
n ptaran (rpm)

T .n
P=
716200

351,6 kgf . 30 rpm


P= P=0,014 HP
716200

Sehingga, mesin roll bending alumunium ini menggunakan motor listrik dengan 0,13 HP.

3.3 Perencanaan Rantai Dan Sprocket

Data -data yang diketahui :


a. Putaran motor direncanakan = 6000 rpm
b. Rasio reduser = 1 : 200
c. Putaran output reduser (n1) = 30 rpm
d. Putaran roll direncanakan (n2) = 30 rpm
e. Daya motor = 0,13 HP

23
3.3.1 Mengjitung Daya Yang Ditransmsikan
Daya desain,
Digunakan factor koreksi (fc) = 1,3

Pd= p× f . c Pd=0,014 ×1,3Pd=0,018 HPPd=0,013 kW

4.3.2 Memilih Jenis Rantai


Berdasarkan perhitungan daya diatas Pd = 0,013 Kw dan kecepatan n = 30 rpm, maka
dipilih rantai no 25 dengan rangkaian tunggal dengan spesifikasi pitch (p) = 6,35 mm

Table standar rantai dan dimensinya

Gambar 4.5 ukuran rantai tipe 25

4.3.3 Menghitung jumlah gigi sprocket


Dari nomor rantai yang dipilih yaitu no 25,maka z 1 = 14, Dimana lebih besar dari z 1 min
= 13, maka z 2 diperoleh dengan menggunakan rumus :

n1 z 1 n1 30
= z 2=z 1 × z 2=14 × z 2=14
n2 z 2 n2 30

4.3.4 Menghitung Diameter Luar Sprocket (D)


Diameter sproket dihitung dengan mengguakan rumus :
P 6,35
D= D=
180 ° 180 ° D=28,5mm
sin(¿ )¿ sin( ¿ )¿
z1 14

Maka, diameter sprocket 1 dan 2 adalah 28,5 mm

4.3.5 menghitung kecepatan rantai

24
Kecepatan rantai dihitung dengan menggunakan rumus :

p × z 1 ×n1 6,35× 14 ×30


v= v= v=0,044 m/ s
60 ×1000 60 ×1000

4.3.6 Menghitung Beban Yang Bekerja Pada Satu Rantai


Beban satu rantai dihitung menggunakan rumus :

102× Pd 102× 0,013


F= F= F=30,13 kgf
v 0,044

4.3.7 Menghitung Panjang Rantai


Direncanakan jarak sumbu poros penggerak ke poros Roll 1 dan jarak sumbu poros Roll1
ke sumbu poros Roll3. Maka,panjang rantai dihitung dengan menggunakan rumus:

L 2. C N t 1 + N t 2
= + +¿¿¿
P P 2
dimana :
L = panjang rantai (mm)
P = pitch (mm) = 6,35 mm
C = jarak kedua sumbu sproket (mm)= 150 mm
Nt1 = Jumlah gigi pada sproket penggerak = 14
Nt2 = Jumlah gigi pada sproket yang digerakkan = 14
a. Panjang rantai dari poros penggerak ke Roll 1. Diketahui : C = 150 mm

Gambar 4.6 jarak sprocket penggerak ke sprocket roll 1

25
L 2.150 14+14
= + +¿ ¿ L=( 47,24+14 +0 ) . 6,35 L=61,24 .6,35L=388,8 mm
6,35 6,35 2

Jadi, rantai yang sesuai adalah rantai tipe no 25 dengan Panjang 388,8 mm
b. Panjang rantai dari poros roll 1 ke roll 3

Gambar 4.7 jarak sprocket roll 1 ke sprocket 2


Diketahui : C = 15 mm
L 2.46 14+14
= + + ¿ ¿ L=( 14,48+14 +0 ) . 6,35 L=28,48 . 6,35L=180,84 mm
6,35 6,35 2
Jadi, rantai yang sesuai adalah rantai tipe no 25 dengan Panjang 180,84 mm

4.4 Perencanaan Poros


Pada poros terpasang sebuah poros roll dan dua bantalan. Data-data perencanaan sebagai
berikut :
1.Diameter roll 1 = 30mm
2.Beban pada Sproket = 30 kgf
3.Daya Motor = 0,13 HP
4.Kecepatan Motor = 30 rpm

Data – data yang direncanakan dalam perencanaan poros Mesin Roll Bending Plat
Akrilik ini dapat digambarkan oleh gambar distribusi gaya pada arah Horizontal dan Vertical, di
bawah ini :

Gambar 4.8 Gaya – Gaya Yang Bekerja Pada Poros

Keterangan :
S1x = Gaya Sproket 1 pada sumbu horisontal

26
S1y = Gaya Sproket 1 Pada Sumbu Vertical
S2x = Gaya Sproket 2 Pada Sumbu Horizontal
S2y = Gaya Sproket 2 Pada Sumbu Vertical
Bx = Gaya Bearing B Pada Sumbu Horizontal
By = Gaya Bearing B Pada Sumbu Vertical
Rx = Gaya Roll Pada Sumbu Horizontal
Ry = Gaa Roll Pada Sumbu Vertical
Wr = Berat Roll
Ax = Gaya Bearing A Pada Sumbu Horizontal
Ay = Gaya Bearing A Pada Sumbu Vertical

1. Gaya yang terjadi pada Sprocket 1 (S1)

Gambar 4.9 gaya gaya pada sprocket 1


Diketeahui :
Gaya pada sprocket (S1) = 30,13 Kgf
Sudut sprocket satu pada sprocket pada motor ( β ¿=0 °
a. Gaya sprocket 1 pada sumbu vertical
S1y = S1 . cos 0°
S1y = 30,13 Kgf . 1
= 30,13 kgf
b. Gaya sprocket 1 pada sumbu horizontal
S1x = S1 . sin 0°
S1x = 30,13 Kgf . 0
= 0 Kgf
2. Gaya Yang Terjadi Pada Roller

27
Gambar 4.10 gaya - gaya pada roll 1
Diketahui :
Gaya resultan (R) = 49,87 kgf
Sudut Kontak ( α ¿ = 5°

a. Gaya roll pada sumbu vertical


Ry = R . cos 5°
Ry = 49,87 Kgf . cos 5°
= 49,68 Kgf

b. Gagya roll pada sumbu horizontal


Rx = R . sin 5°
Rx = 49,87 . sin 5°
= 4,34 kgf

3. Beban Merata Pada Roller

Gambar 4.11 Beban merata pada roller


Diketahui :
Gaya roller sumbu vertical (Ry) = 49,68 Kgf
Gaya roller pada sumbu horsontal = 4,34 Kgf
Panjang roller = 300 mm

a. Beban merata pada sumbu vertical


Ry 49,68 Kgf
F Dy = F Dy = F =0,16 kgf /mm
b 300 mm Dy

b. Beban merata pada sumbu horizontal

28
Rx 4,34 kgf
F Dx = F = F =0,014 kgf / mm
b Dx 300 mm Dx

4.4.1 Menentukan Momen Bending


1. Arah Horisontal
a. reaksi tumpuan pada arah horizontal

Gambar 4.12 Reaksi Tumpuan Arah Horizontal

↑+∑ Fx=0 −S 1 x + S 2 x + Bx−W □ + Ax=0 −0 kgf + 30,13 kgf + Bx−4,34 kgf + Ax=0
Ax+ Bx=−25,79 kgf ……(1)

↑+∑=0 −W □(173)+ Bx ( 346 ) + S 2 x ( 360 )−S 1 x (374 )=0


−4,34(173)+Bx ( 346 ) +30,13 ( 360 )−0( 374)=0 −750,8+346 Bx+10846,8−0=0
−10096
346 Bx=−10096 Bx= Bx=−29,17 kgf ……(2)
346
Subttusi persamaan (2) ke (1)
−29,17+ Ax=−25,79 kgf Ax=−25,79+29,17 kgf
Ax=3,38 kgf
b. Tinjauan Pada Arah Horizontal

29
Gambar 4.13 Tinjauan Arah Horisontal

 Momen bending dipotong I-I


Potongan I-I : 0 ≤ X 1≤ 14 mm

Gambar gambar 4.14 Potongan Momen Bending I-I Horisontal

↑+∑ Fy=0 −S 1 x−V 1=0 −0 kgf −V 1=0 V 1=0 kgf

↑+∑ M 1=0 −S 1 x ( x 1 )−M 1=0 −0 ( x 1 ) −M 1=0 M 1=0 ( x 1 ) kgf . mm jika :


x 1=0 , maka M 1=0 x 1=14 mm maka ,=0 kgf.mm

 Momen Bending Potongan II-II


Potongan II-II : 0 ≤ X 2≤ 14 mm

Gambar 4.15 Potongan Momen Bending II-II


↑+∑ Fy=0 −S 1 x−S 2 x−V 2=0 −0 kgf −30,13 kgf −V 2=0 V 2=30,13 kgf

↑+∑ M 2=0 −S 1 x ( 14+ x 2 )+ S 2 x−M 2=0 −0 ( 14+ x 2 ) +30,13( x 2)−M 2=0


M 2=30,13 ( x 2 )−0 (14+ x 2) jika : x 2=0 , maka M 2=0
x 2=14 mm maka M 2=421,82 kgf.mm

 Momen Bending Di Potongan III-III

30
Potongan III-III : 0 ≤ x 3 ≤ 23 mm

Gambar gambar 4.16 Potongan Momen Bending III-III

↑+∑ Fy=0 −S 1 x + S 2 x + Bx−V 3=0 −0 kgf + 30,13 kgf −29,17−V 3=0


V 3=0,96 kgf
↑+∑ M 3=0−S 1 x (28+ x 3)+ S 2 x (14+ x 3)+ Bx ( x 3)−M 3=0
−0 ( 28+ x 3 ) +30,13 (14 + x 3 )−29,17 ( x 3 ) −M 3=0 M 3=30,13 ( 14+ x 3 )−29,17 ( x 3)
jika : x 3=0 , maka M 2=421,82 kgf x 3=23 maka M 2=443,9 kgf .mm

 Momen bending di potogan IV


Potongan Iv-Iv : 00 ≤ x 4 ≤300 mm

Gambar 4.17 potongan momen bending IV-IV Horisontal

↑+∑ Fy=0 −S 1 x + S 2 x + Bx−W □−V 4=0


−0 kgf + 30,13 kgf −29,17−0,014 ( x 4 )−V 4=0 V 4=0,96 kgf −0,014 ( x 4 ) jika :
x 4=0 , maka M 4=0,96 kgf . mm
x 4=150 maka M 4=−1,14 kgf . mm x 4=300 maka M 4=−3,24 kgf .mm

31
x4
↑+∑ M 4=0 −S 1 x ( 51+ x 4 ) + S 2 x ( 37+ x 4 ) + Bx ( 23+ x 4 )−W −M 4=0
2
−0 ( 51+ x 4 ) +30,13 ( 37+ x 4 )−29,17 ( 23+ x 4 )−0,014 x 4 ( x24 )−M 4=0
x4
M 4=30,13 ( 37+ x 4 ) −29,17 ( 23+ x 4 ) −0,014. x 4 ( ) jika : x 4=0 , maka M 4=443,9 kgf
2
mm
x 4=150 maka M 4=430,4 kgfmm x 4=300 maka M 4=101,9 kgf mm
 Momen bending potongan V-V
Potongan V-V : 0≤ x 5 ≤ 23 mm

Gambar 4.18 Potongan momen bending V-V

↑+∑ Fy=0 −S 1 x + S 2 x + Bx−W □−V 5=0


−0 kgf + 30,13 kgf −29,17−0,014 ( x 5 )−300 kgf −V 5=0 V 5=−3,24 kgf

↑+∑ M 5=0 −S 1 x ( 351+ x 5 ) + S 2 x ( 337+ x 5 )+ Bx ( 323+ x 5 )−W □ ( 150+ x 5 ) −M 5=0


M 5=−0 ( 351+ x 5 )+ 30,13 ( 337+ x 5 )−29,17 ( 323+ x 5 )−¿ 0,014 ( 300 )( 150+ x 5 )
jika : x 5=0 , maka M 5=101,9 kgf mm
x 5=11,5 maka M 5=64,64 kgfmm x 5=23 maka M 5=27,38 kgf mm

32
2. Arah vertikal
a. Reaksi Tumpuan Pada Arah Vertical

gambar 4.19 reaksi tumpuan arah vertical

↑+∑ Fy=0 −S 1 y −S 2 y + By−W □−Wr + Ay =0 −30,13+0−By−0,16 ( 300 )−6+ Ay=0


Ay+ By=72,13 kgf
↻+∑ M 4=0 −W □ ( 173 )−Wr ( 173 ) + By ( 346 )−S 2 y ( 360 )−S 1 y ( 374 )=0
−0,16 ( 300 ) ( 173 )−6 ( 173 )+ By ( 346 )−0 ( 360 )−30,13 ( 374 )=0 346 By=20610,62
20610,62
By= By=59,56 kgf subtitusi persamaan ( 2 ) ke ( 1 ) By+ Ay=72,13 kgf
346
59,56+ Ay=72,13 Ay=72,13−59,56 Ay=12,56 kgfmm

b. Tinjauan Arah Vertical

33
Gambar 4.20 Tinjauan arah vertical

 Momen Bending dipotongan I-I


Potongan I-I : 0≤ X 1≤ 14 mm

Gambar 4.21 Potongan Momen Bending I-I Vertikal

↑+∑ Fy=0 −S 1 y −V 1=0 −30,13 kgf −V 1=0 V 1=−30,13 kgf


↻+∑ M 1=0 −S 1 y ( x 1 ) −M 1=0 −30,13 ( x 1 )−M 1=0 M 1=−30,13 ( x 1 ) kgfmm
jika ; x 1=0 , maka M 1=0 x 1=7 maka M 1=−210,91 kgfmm
x 1=14 maka M 1=−421,82 kgfmm

 Momen bending potongan II-II


Potongan II-II : 0≤ x 2 ≤14 mm

Gambar 4.22 Potongan Momen Bending II-II Vertikal

34
↑+∑ Fy=0 −S 1 y −S 2 y −V 2=0 −30,13 kgf −0−V 2=0 V 2=−30,13 kgf
↻+∑ M 2=0 −S 1 y ( 14+ x 2 )−S 2 y ( x 2)−M 2=0 −30,13 ( 14+ x 2 )−0(x 2)−M 2=0
M 2=−30,13 ( 14+ x 2 )−0 ( x 2 ) jika ; x 2=0 , maka M 2=−421,82kgfmm
x 2=7 maka M 2=−632,73 kgfmm x 2=14 maka M 2=−843,64 kgfmm

 Momen Bending Di Potongan III-III Vertikal


Potongan III-III : 0≤ x 3 ≤ 23 mm

Gambar 4.23 Potongan Momen Bending III-III Vertikal

↑+∑ Fy=0 −S 1 y −S 2 y + By−V 3=0 −30,13 kgf −0+59,56 kgf −V 3=0


V 3=29,43 kgf
↻+∑ M 3=0 −S 1 y ( 28+ x 3 )−S 2 y ( 14+ x 3 ) + By( x 3)−M 3=0
−30,13 ( 28+ x 3 )−0 ( 14+ x 3 ) +59,56( x 3)−M 3=0 M 3=−30,13 ( 28+ x 3 )+ 59,56(x 3)
jika ; x 3=0 , maka M 3=−843,64 kgfmm x 3=11,5 maka M 3=−505,19 kgfmm
x 3=23 maka M 3=−166,75 kgfmm

 Momen bending di potongan IV-IV Vertikal


Potongan IV-IV : 0≤ x 4 ≤150 mm

35
Gambar 4.24 Potongan Momen Bending IV-IV Vertikal

↑+∑ Fy=0 −S 1 y −S 2 y + By−W □−V 4=0


−30,13 kgf −0+59,56 kgf −0,16 ( x 4 )−V 4=0 V 4=−30,13 kgf +59,56 kgf −0,16 ( x 4 )
Jika; x 4=0 , makaV 4=29,43 kgf x 4=75 , makaV 4=17,43 kgf
x 4=150 , makaV 4=5,43 kgf

V4
↻+∑ M 4=0 −S 1 y ( 51+ x 4 ) −S 2 y ( 28+ x 4 ) + By ( 23+ x 3 )−W □( )−M 4=0
2
x4
−30,13 ( 51+ x 4 )−0 (28+ x 4 ) +59,56 ( 23+ x 4 )−0,16( )−M 4=0
2
x4
M 4=−30,13 ( 51+ x 4 ) +59,56 ( 23+ x 4 )−0,16(x 4)( ) jika ;
2
x 4=0 , maka M 4=−166,75 kgfmm x 4=75 maka M 4=1590,5 kgfmm
x 4=150 maka M 4=2447,75 kgfmm

 Momen Bending Di Potongan V-V


Potongan V-V : 0≤ x 5 ≤150 mm

Gambar 4.25 Potongan Momen Bending V-V Vertikal

↑+∑ Fy=0 −S 1 y −S 2 y + By−W □ (150 )−Wr−V 5=0


−30,13 kgf −0+59,56 kgf −0,16 ( 150 )−6 kgf −0,16 ( x 5)−V 5=0
V 5=−30,13 kgf −0+59,56 kgf −0,16 ( 150 ) −6 kgf −0,16( x 5)Jika;
x 5=0 , makaV 5=5,43 kgf x 5=75 , makaV 5=−6,57 kgf
x 5=150 , maka V 5=−18,57 kgf
↻+∑ M 5=0
−S 1 y ( 201+ x 4 ) −S 2 y ( 178+ x 4 ) + By ( 153+ x 3 )−W □ 1 ( 75+ x 5 )−Wr ( x 5 )−¿

36
W □2 ( )
x5
2
−M 5=0

M 5=−30,13 ( 201+ x 5 ) +59,56 ( 173+ x 5 )−0,16 ( 150 ) ( 75+ x 5 )−6 ( x 5 )−¿


x5
0,16( x 5)( ) jika ; x 5=0 , maka M 5=2447,75 kgf . mm
2
x 5=75 maka M 5=1955 kgf . mm x 5=150 maka M 5=562,25 kgf . mm

 Momen Bending Potongan VI-VI


Potongan VI-VI : 0≤ x 5 ≤ 23 mm

Gambar 4.26 Potongan Momen Bending VI-VI Vertikal

↑+∑ Fy=0 −S 1 y −S 2 y + By−W □−Wr −V 6=0


−30,13 kgf −0+59,56 kgf −0,16 ( 300 )−6−V 6=0 V 6=−24,57 kgf
↻+∑ M 6=0 −S 1 y ( 351+ x 6 )−S 2 y ( 328+ x 6 ) + By ( 323+ x 6 )−W □(150+ x 6)−Wr ¿
x 6 ¿−M 6=0 −30,13 ( 351+ x 6 )+59,56 ( 323+ x 6 ) −0,16 ( 150+ x 6 )−6(150+ x 6)−M 4=0
M 6=−30,13 ( 351+ x 6 ) +59,56 ( 323+ x 6 )−0,16( 300) ( 150+ x 6 )−6 (150+ x 6) jika ;
x 6=0 , maka M 6=562 kgf .mm x 6=11,5 maka M 6=279,69 kgf . mm
x 6=23 maka M 6=−2,86 kgf . mm

3. Resultan Momen Bending Poros


Untuk mencari momen resultan pada poros roll dapat memakai persamaan berikut :

M r= √ (M ¿¿ H )2 +(M V )2 ¿

37
Dimana :
M H =M X =¿ 443,9 kgf .mm (Momen yang terjadi pada bidang horizontal)
M v =M y =¿ 2447,75 kgf . mm (momen yang terjadi pada bidang vertical)

Maka, M r= √( M ¿¿ H )2 +(M V )2 ¿
M r= √ ( 443,9 ) + ( 2447,75 ) M r=2487,67 kgf .mm
2 2

4..4.2 Menentukan Momen Torsi Poros


Diketahui :
Daya motor = 0.13 HP
Kecepatan motor = 30 rpm
Untuk mencari momen torsi dari poros ini digunakan persamaan :
N 0,13
M T =716200 M T =716200 M =3103,53 kgf .mm
n 30 T

4.4.3 Menghitung Diameter Poros


Dari data bahan poros telah ditentukan sehingga diperoleh strength yield point (Syp).
Dengan data tersebut kemudian dilakukan perhitungan diameter poros dengan persamaan :

d ≥¿

Dimana :
Mr = 2487,67 kgf . mm
T = 3103,53 kgf.mm
n = 2,5 ( faktor keamanan untuk beban kejut, terlampir )
Syp = 58 kg/mm2 (bahan AISI 1045, lambang S45C dan baja karbon kontruksi mesin)
d ≥ ¿d ≥ ¿
d ≥ ¿d ≥12,04 mm

Diameter dalam perancangan yang ditemukan adalah lebih besar dari 12,04 mm, maka
dilapangan akan menggunakan bering dengan diameter inside 15 mm.

4.5 Pasak Pada Poros Roll

38
Gambar 4.27 Gaya Yang Terjadi Pada Pasak

D poros = 15 mm, maka didapatkan data sebagai berikut


W = 5 mm
L = 5 mm
fk = 2,5 beban kejut dengan tumbuka besar

4.5.1 Tinjauan Terhadap Tegangan Kompresi Pada Poros Roll

Gambar 4.28 Gaya Kompresi Pada Pasak

4.5.1.1 Gaya Pada Pasak


Besar gaya pada pasak adalah :

Tporos 3103,53 kgf . mm


F= F= F=413,8 kgf .
0,5. Dp 0,5.15mm

4.5.1.2 Panjang Pada Pasak


Syarat yang harus dipenuhi agar pasak aman adalah :

4. 3103,53 kgf . mm.2,5


4. Tporos S syp L ≥ 4 .Tporos . fk L ≥ kgf L ≥ 7,13 mm
≤ 5 mm .15 mm .58
W . L . Dp fk W . Dp. S syp
mm2

4.6 Perhitungan Bearing Pada Poros Roll


Dari Analisa dan perhitungan pada bagian sebelumnya diperoleh data data sebagai
berikut :
Diameter poros (Dp) = 15 mm
Gaya bantalan A (FAV) = 12,56 kgf =123,17 N =27,5 lb
(FAH) = 3,38 kgf = 33,14 N = 7,4 lb
Gaya bantalan B (FBV) = 59,56 kgf = 584.08 N = 130,83 lb
39
(FBH) = 29,17 kgf = 286.08 N = 64,08 lb

4.6.1 Gaya Radial Pada Bantalan A


Gaya Radial Pada Bantalan A dapat dihitung dengan rumus :


F rA= ( F ¿¿ AV ) + ( F AH ) ¿ F rA=√ ( 27,5 lb ) + ( 7,4 lb ) F rA=√ 783,76 lb F rA=27,7 lb
2 2 2 2 2

4.6.2 Gaya Radial Pada Bantalan B


Gaya Radaial Pada Bantalan B Dapatdihitung Dengan Rumus :


F rB= (F ¿¿ BV )2+ ( F BH ) ¿F rB=√ ( 130,83 ) + ( 64,08 ) F rB=√ 21220,1lb
2 2 2 2

F rB =145,6 lb

4.7 Pembahasan
Dari hasil perhitungan yang telah dilakukan, kami telah mewujudkan sebuah mesin roll
bending untuk alumuium. Pada mesin tersebut menggunakan motor AC 1 phase dengan daya
0,13 HP dan kecepatan 6000 rpm. Namun jika digunakan untuk proses roll bending yang relatif
memerlukan putaran yang tidak terlalu tinggi maka, digunakan pula gear box dengan ratio 1:200
sehingga luaran kecepatan yang dihasilkan oleh motor yang digunakan adalah 30 rpm.
Selain menggunakan motor sebagai penggerak, dalam mesin roll bending ini juga
menggunakan beberapa komponen lain, Beberapa komponen tersebut adalah :

1. Sproket
Sproket yang digunakan berjumlah 3 buah yaitu satu sprocket single yang terpasang
pada motor dan dua sproket yang terpasang pada dua poros roll bawah, namun salah
satu nya menggunakan sproket double.
Spesifikasi dari sproket yang digunakan adalah :
- Diameter 28,5 mm.
- Jumlah gigi 14 buah.
- Rantai

2. Rantai
Rantai yang digunakan adalah rantai dengan nomor 25 panjang rantai 1 (dari motor ke
poros 1) adalah 388,8 mm dan rantai 2 (dari poros 1 ke 2) adalah 180,84 mm. Rantai
tersebut berfungsi mentransmisikan putaran dari motor menuju roll sehingga roll bisa
berputar.

40
3. Poros.
Poros yang digunakan pada mesin roll bending ini adalah besi S45C. Poros yang
digunakan ada 4 buah dimana 3 buah poros yang terpasang pada roll memiliki panjang
dan diameter yang sama yaitu diameter 15 mm dan panjang 380 mm. Sedangkan satu

4. Pasak
Pasak yang terpasang diantara sproket dan poros memiliki dimensi 15x5x5 mm.

5. Bearing
Bearing yang digunakan adalah jenis ball bearing mempunya diameter dalam (d) 15
mm. sesuai dengan diameter poros yang digunakan dan diameter luar (D) 37

6. Silinder roll
Silinder roll yang digunakan berjumlah 3 buah yang memilik panjang dan diameter
yang sama yaitu panjang 300 mm dan diameter 30 mm. 3 buah roll tersebut
dipasang secara segitiga dengan 2 roll pada bagian bawah dan 1 roll atas yang
berfungsi sebagai penekan.
7. Kanal U digunakan sebagai rangka dari alat. Kanal U yang digunakan memiliki tebal
5mm dan panjang beraneka ragam sesuai dengan fungsinya.

8. Plat besi.
Plat besi memilik beberapa fungsi yaitu sebagai dudukan atau penyangga motor,
bantalan roda dan sebagai hendel. Plat yang digunakan memilik tebal, ukuran dan
bentuk yang beraneka ragam sesuai dengan fungsi masing-masing.

9. Mur dan baut


Mur dan baut adalah salah satu komponen pendukung yang berfungsi sebagai pengunci.
Ukuran dari mur dan baut beranekaragam sesuai dengan fungsinya. Beberapa mur dan
baut yang digunakan pada mesin roll bending akrilik antara lain : M5, M8, M10, M12.

41
42
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Dari perhitungan dan perencanaan pada “Rancang Bangun Mesin Roll Bending
alumunium”, diperoleh kesimpulan sebagai berikut :
1. Daya yang dibutuhkan sebesar 0,014 HP. Maka dari itu motor yang digunakan adalah
motor AC dengan daya 0,13 HP putaran 6000 rpm serta menggunakan gear box dengan
ratio 1:200
2. Sistem transmisi yang digunakan :
a. Rantai dan Sproket Dari reducer ke poros roll rantai no: 25 dengan diameter Luar
sprocket 28,5 mm dan jumlah gigi 14.
b. Poros yang digunakan pada roll adalah bahan AISI 1045, besi S45C dengan diameter
15 mm dan panjang 380 mm.
c. Tipe Bearing yang digunakan pada poros roll adalah tipe Single Row Ball Bearing,
dengan diameter dalam 15 mm dan diameter luar 37 mm.
d. Pasak
Pasak yang digunakan adalah square key dengan dimensi W x H x L (15x5x5) mm.

5.2 Saran
1. Pada kontruksi sebaiknya frame atau rangka mesin dibuat lebih presisi, agar pada
proses kerja mesin akan lebih berkualitas hasilnya.
2. Kecepatan putaran penggerak sebaiknya dapat diatur agar hasil dari pengerolan bisa
menyesuaikan dengan lebar material yang bervariasi dan hasilnya maksimal.
3. Untuk pembuatan sebuah silinder alumunium sebaiknya dilakukan 2 kali proses
pengerollan dengan setiap proses hanya membuat setengah silinder. Setelah itu
dilakukan proses penyambungan untuk memperoleh bentuk silinder. Proses ini
dilakukan supaya proses unloading lebih cepat.

43
DAFTAR PUSTAKA

Deutschman, Aaron D. 1975. Machine Design : Theory and Practice. New York: Macmillan
Publishing Co, Inc.
Dobrovolsky, V. 1978. Machine Elements 2nd Edition. Moscow : Peace.
George E. Dieter, Jr. 1961. Mechanical Metallurgy, McGraw-Hill Book Company. New
York
Kalpakjian, Schmid, 2009. Manufacturing Engineering And Technology, Sixth Edition,
Addison Wesley.
R. C. Hibbeler, 2001. Engineering Mechanics Statics, second edition, Prentice Hall.
Robert L. Mott, 2009. Elemen-Elemen Mesin Dalam Perancangan Mekanis, edisi pertama,
University Of Dayton.
Sato, G. Takeshi, N. Sugiarto H. 2000. Menggambar Mesin Menurut Standar ISO, PT.
Pradnya Paramita, Jakarta.
Schey, John A., 2000. Introduction to Manufacturing Processes. McGraw-Hill. New York
Sularso, Kiyokatsu Suga. 1994. Dasar Perencanaan dan Pemilihan Elemen Mesin, Cetakan
ke 10. PT. Pradnya Paramita, Jakarta.
William D. Callister, Jr. 2007. Material Science and Engineering, An Introduction, 7th
Edition. John Wiley & Sons, Inc. USA
Lampiran 1. Table konversi satuan
Lampiran 2. Table kekuatan Tarik alumunium
Lampiran 3. Tabel Koefisien Gesek Antara Dua Material
Lampiran 4. Ukuran umum rantai
Lampiran 5. Baja Paduan Untuk Poros
Lampiran 6. Factor koreksi rantai
Lampiran 7. Table Ukuran Bantalan dan beban ekivalen

Anda mungkin juga menyukai