KITAB SHALAT
Shalat Jenazah
[KITAB SHALAT]
[KITAB JENAZAH]
[Mengurus Jenazah]
ال
ٍ صَ ت َأرْ بَ ُع ِخ
ِ ِّال ِذيْ يَ ْلزَ ُم لِ ْل َمي:
1- َ ُغ ْسلُه.
ُ تَ ْكفِ ْينُه-2 َو.
صالَةُ َعلَ ْي ِه َّ ال-3 َو.
ُ َد ْفنُه-4 َو.
Fasal: Empat hal yang harus dilakukan kepada mayat (orang mati), yaitu [1] memandikannya, [2]
mengkafaninya, [3] menyolatinya, dan [4] menguburnya.
Catatan:
Kewajiban yang harus dilakukan terhadap mayat seorang muslim—selain yang mati syahid–, walaupun mati
karena tenggelam, bunuh diri, bayi prematur yang lahir masih hidup, ada empat hal:
1. Memandikan
2. Mengkafani
3. Menyalatkan
4. Menguburkan
Yang belum disertakan adalah:
5. Membawanya ke kubur
Pengurusan jenazah di atas dihukumi fardhu kifayah.
Apabila semua ini dikerjakan oleh seorang di antara kita, walaupun belum mumayyiz, atau mayat
memandikan dirinya sendiri karena karamah yang ia miliki, maka sudah terpenuhi fardhu kifayah, yang lain
tidak berdosa.
Apakah sudah dianggap cukup jika yang memandikan adalah jin?
Jawab:
1. Cukup menurut Ar-Ramli.
2. Tidak cukup menurut Ibnu Hajar Al-Haitami.
Orang yang mati syahid:
Haram dimandikan dan dishalatkan.
Wajib dikafani dan dikuburkan.
Adapun mayat orang kafir:
Boleh dimandikan
Haram dishalatkan
Apabila orang kafir mu’ahad, muamman, dzimmiy (ketiga ini bukanlah orang kafir yang memerangi kaum
muslimin), maka:
Wajib dikafani
Wajib dikuburkan
ْ َأقَلُّ ال ُغ.
تَ ْع ِم ْي ُم بَ َدنِ ِه بِال َما ِء:س ِل
وَأ ْن،ك بِال ِّس ْد ِر
َ ُ وَأ ْن يَ ْدل،ُ وَأ ْن ي َُوضِّ َئه، وَأ ْن ي ُِز ْي َل ْالقَ َذ َر ِم ْن َأ ْنفِ ِه، َأ ْن يَ ْغ ِس َل َسوْ َأتَ ْي ِه:ُوَأ ْك َملُه
ً يَصُبَّ ْال َما َء َعلَيْ ِه ثَالَثا.
Fasal: cara memandikan jenazah minimalnya adalah meratakan air ke seluruh tubuhnya, dan yang sempurna
adalah mencuci dua auratnya (qubul dan dubur), menghilangkan kotoran dari hidungnya, mewudhukannya,
dimandikan dengan daun bidara (sidr), dan disiram tiga kali dengan air.
Catatan:
تَ ْع ِم ْي ُم بَ َدنِ ِه بِال َما ِء:َأقَلُّ ال ُغس ِْل.
Cara memandikan jenazah minimalnya adalah meratakan air ke seluruh tubuhnya.
Maksudnya: Memandikan jenazah minimalnya adalah meratakan seluruh badannya, baik rambut atau kulitnya,
dengan air, artinya setelah dihilangkan najis ‘ainiyah yang ada pada mayat. Sedangkan najis hukmiyah yang
ada pada mayat, maka cukup dengan sekali aliran air untuk menghilangkan najis dan untuk memandikannya.
Tidak ada kewajiban niat untuk memandikan mayat. Berniat untuk memandikan jenazah dihukumi sunnah
saja.
وَأ ْن،ك بِال ِّس ْد ِر
َ ُ وَأ ْن يَ ْدل،ُ وَأ ْن ي َُوضِّ َئه، وَأ ْن ي ُِز ْي َل ْالقَ َذ َر ِم ْن َأ ْنفِ ِه، َأ ْن يَ ْغ ِس َل َسوْ َأتَ ْي ِه:ُوَأ ْك َملُه
ً يَصُبَّ ْال َما َء َعلَ ْي ِه ثَالَثا.
dan yang sempurna adalah mencuci dua auratnya (qubul dan dubur), menghilangkan kotoran dari
hidungnya, mewudhukannya, dimandikan dengan daun bidara (sidr), dan disiram tiga kali dengan air.
Catatan:
Cara memandikan mayat yang sempurna adalah:
Orang yang memandikan mengusap/ mengurut perut mayat dengan tangan kiri dan sedikit ditekan.
Membasuh dubur dan qubulnya disertai najis yang ada di sekitar dubur dan qubul dengan kain lap
yang menutupi tangan kirinya.
Menghilangkan kotoran dari hidungnya, begitu pula dari giginya dengan kain lap yang lain.
Mewudhukan mayat dengan menghadirkan niat seperti wudhu orang yang hidup.
Menggosok tubuh dengan sidr (atau semacamnya seperti sabun), dibasuh bagian kepala terlebih
dahulu, lalu jenggotnya, lalu bagian depan tubuhnya yang sisi kanan, lalu bagian depan tubuhnya yang
sisi kiri, lalu bagian belakang sebelah kanan, lalu bagian belakang sebelah kiri.
Kemudian dihilangkan bekas sidr (sabun) dengan air dari ujung kepala hingga bawah kakinya.
Setelah itu membasuh seluruh tubuhnya tiga kali dengan air murni (maa’ qoroh) dicampuri sedikit
kapur barus sebagai suatu hal yang sunnah.
Inilah makna yang disebutkan oleh Safinah An-Naja sehingga terdapat lima kali basuhan:
Dengan sidr (sabun)
Dibilas
Membasuh seluruh tubuh dengan tiga kali dengan air murni (maa’ qoroh) dicampuri sedikit kapur
barus.
Cara minimal memandikan mayat yang sempurna adalah mengguyurkan air qoroh sekali setelah bilasan untuk
menghilangkan sidr (sabun), sehingga jumlahnya tiga kali basuhan, yaitu:
Dengan sidr (sabun)
Dibilas
Mengguyurkan air qoroh sekali
Cara lain memandikan jenazah adalah dengan lima kali basuhan:
Dengan sidr (sabun)
Bilasan
Dengan sidr (sabun)
Bilasan
Dengan air qoroh
Cara yang lebih utama dari lima kali basuhan adalah tujuh kali basuhan, yaitu dengan tiga cara berikut ini.
Cara pertama dari tujuh kali basuhan:
Dengan sidr (sabun)
Bilasan
Dengan sidr (sabun)
Bilasan
Dengan air qoroh tiga kali
Cara kedua dari tujuh kali basuhan:
Dengan sidr (sabun)
Bilasan
Dengan air qoroh
Dengan sidr (sabun)
Dengan sidr (sabun)
Bilasan
Dengan air qoroh
Cara ketiga dari tujuh kali basuhan:
Dengan sidr (sabun)
Bilasan
Dengan sidr (sabun)
Bilasan
Dengan sidr (sabun)
Bilasan
Mengguyurkan air qoroh
Cara yang lebih utama dari tujuh kali basuhan adalah sebanyak sembilan kali basuhan, yaitu ada dua cara.
Cara pertama dari sembilan kali basuhan:
Dengan sidr (sabun)
Bilasan
Dengan air qoroh
Dengan sidr (sabun)
Bilasan
Dengan air qoroh
Dengan sidr (sabun)
Bilasan
Dengan air qoroh
Cara kedua dari sembilan kali basuhan:
Dengan sidr (sabun)
Bilasan
Dengan sidr (sabun)
Bilasan
Dengan sidr (sabun)
Bilasan
Dengan air qoroh
Dengan air qoroh
Dengan air qoroh
Yang dianggap memandikan jenazah dari semua cara itu adalah menggunakan air qoroh.
Beberapa hal yang disunnahkan saat memandikan jenazah:
1. Memandikan dalam ruangan tersendiri.
2. Tidak masuk kecuali orang yang memandikan dan orang yang membantunya serta kerabat mayat
yaitu ahli waris terdekat.
3. Memandikan dengan gamis yang basah atau tipis.
4. Mayat diletakkan di tempat yang cukup tinggi.
5. Menggunakan air yang tidak panas kecuali untuk suatu keperluan seperti keadaan dingin atau kotor.
6. Wajahnya ditutup dengan kain.
7. Orang yang memandikan hendaklah tidak melihat auratnya kecuali sekadar diperlukan. Karena
asalnya melihat aurat itu haram.
[Kafan]
ُ ثَوْ بٌ يَ ُع ُّمه:َأقَلُّ ْال َكفَ ِن.
َولِفَافَتَا ِن،ٌ َوِإزَ ار،ٌ َو ِخ َمار، ٌ قَ ِميْص: َولِ ْل َمرْ َأ ِة. َث لَفَاِئفُ َ ثَال: َوَأ ْك َملُهُ لِل َّرج ُِل.
Fasal: Kafan minimalis adalah pakaian yang menutupi semua badannya. Yang sempurna bagi jenazah lelaki
adalah tiga lapis kain dan untuk wanita adalah gamis, khimar (penutup kepala), izar (sarung), dan dua lapis
kain.
Catatan:
Kain kafan minimal yaitu dipandang dari sisi hak mayat adalah kain yang menutupi tubuhnya di mana kainnya
dari suatu yang halal dipakai ketika ia masih hidup, walaupun ia dikafani dari harta orang lain.
Dipandang dari sisi hak Allah Ta’ala, kain kafan itu berupa penutup aurat yang berbeda bila dilihat dari mayat
laki-laki, perempuan, budak, merdeka. Mayat punya hak untuk menghapus kain yang melebihi dari penutup
aurat menurut Ibnu Hajar, berbeda dengan Ar-Ramli.
Para piutang (kreditur) mempunyai hak untuk mencegah mayat dikafani dengan dua atau tiga kain. Sedangkan
ahli waris boleh mencegah mayat untuk dikafani lebih dari tiga. Namun, tidak punya hak mencegah mayat
untuk dikafani dengan tiga kain kafan.
Apabila mayat itu adalah seorang yang sedang ihram haji atau umrah, maka haram ditutup kepalanya bila laki-
laki dan haram ditutup wajahnya bila perempuan.
َولِفَافَتَا ِن،ٌ َوِإزَ ار،ٌ َو ِخ َمار، ٌ قَ ِميْص: َولِ ْل َمرْ َأ ِة. َث لَفَاِئف
ُ َ ثَال: َوَأ ْك َملُهُ لِل َّرج ُِل.
Yang sempurna bagi jenazah lelaki adalah 3 lapis kain dan untuk wanita adalah gamis, khimar (penutup
kepala), izar (sarung), dan dua lapis kain.
Catatan:
Mengkafani laki-laki yang sempurna adalah dengan tiga kain kafan dengan setiap kain kafan menutupi seluruh
tubuhnya, kecuali kepala laki-laki dan wajah wanita yang meninggal dunia dalam keadaan ihram.
Diharamkan bila kain kafan itu tidak dapat menutupi seluruh tubuhnya kecuali dengan kesulitan (masyaqqah).
Mengkafani dengan tiga kain kafan itu dianggap sempurna atau sunnah bila orang tersebut dikafani dengan
hartanya atau ia mempunyai utang yang menghabiskan harta warisnya, sehingga bila tidak semacam itu, maka
wajib dikafani dengan tiga kain. Artinya, kalau ada utang didahulukan masalah utang diselesaikan daripada
memenuhi tiga kain tadi.
Sempurnanya mengkafani wanita—termasuk pula khuntsa—dengan lima kain kafan yaitu:
1. Qamis seperti qamis orang yang hidup.
2. Sarung yaitu menutupi antara pusar dan lututnya, dan diletakkan di bawah qamis.
3. Khimar yaitu penutup kepala dan diletakkan setelah qamis.
4. Dua kain kafan yang menutupi seluruh tubuhnya.
Hal ini berlaku jika tidak ada waris yang mahjur (tertahan untuk bayar utang). Namun, bila ada masalah utang,
maka tidak boleh dikafani kecuali dengan tiga helai kain kafan.
Kain kafan yang paling utama adalah berwarna putih, berupa kain katun. Kain yang baru lebih utama daripada
yang sudah dicuci.
[Rukun Shalat Jenzah]
ٌصالَ ِة ْال َجنَازَ ِة َس ْب َعة َ ان ُ َأرْ َك:
ُ النِّيَّة:اَأل َّو ُل.
ت
ٍ يرا َ ِ َأرْ بَ ُع تَ ْكب:الثَّانِ ْي.
القِيَا ُم َعلَى القَا ِد ِر:ث ُ ِالثَّال.
قِ َرا َءةُ ْالفَاتِ َح ِة:الرَّب ُع.
صالَةُ َعلَى النَّبِ ِّي بَ ْع َد الثَّانِيَ ِة َّ ال: ُالخَ ا ِمس. ْ
: ت بَ ْع َد الثَّالِثَ ِة ِ ِّال ُّدعَا ُء لِ ْل َمي.
ال َّسالَ ُم:السَّاب ُع.
Fasal: Rukun shalat janazah ada 7, yaitu [1] niat, [2] empat kali takbir, [3] berdiri bagi yang mampu, [4]
membaca Al-Fatihah, [5] membaca shalawat kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam setelah takbir kedua, [6]
mendoakan mayat setelah takbir ketiga, dan [7] salam.
Catatan:
Janazah atau jinazah adalah istilah untuk mayat yang ada dalam keranda. Adapun khusus untuk jinazahadalah
istilah untuk keranda yang terdapat mayat di dalamnya.
ِ َوا ْغ ِس ْلهُ بِ ْال َما ِء َوالثَّ ْل،ُ َو َو ِّس ْع َم ْد َخلَه،ُ َوَأ ْك ِر ْم نُ ُزلَه،ُف َع ْنه
ج ُ اَللَّهُ َّم ا ْغفِرْ لَهُ َوارْ َح ْمهُ َوعَافِ ِه َوا ْع
ِ َوَأ ْب ِد ْلهُ دَارًا َخ ْيرًا ِم ْن د،َس
،َار ِه ِ ض ِمنَ ال َّدن َ َب اَْأل ْبي َ ْ َونَقِّ ِه ِمنَ ْال َخطَايَا َك َما نَقَّيْتَ الثَّو،َو ْالبَ َر ِد
ِ ب ْالقَب ِْر َو َع َذا
ب ِ َوَأ ِع ْذهُ ِم ْن َع َذا،َ َوَأ ْد ِخ ْلهُ ْال َجنَّة، َوزَ وْ جًا خَ ْيرًا ِم ْن زَ وْ ِج ِه،َوَأ ْهالً خَ ْيرًا ِم ْن َأ ْهلِ ِه
ِ َّالن
ار
ALLOHUMMAGHFIRLA-HU WARHAM-HU WA ‘AAFI-HI WA’FU ‘AN-HU WA AKRIM NUZULA-HU, WA WASSI’
MADKHOLA-HU, WAGHSIL-HU BIL MAA-I WATS TSALJI WAL BAROD WA NAQQI-HI MINAL KHOTHOYAA KAMAA
NAQQOITATS TSAUBAL ABYADHO MINAD DANAAS, WA ABDIL-HU DAARON KHOIROM MIN DAARI-HI, WA
AHLAN KHOIROM MIN AHLI-HI, WA ZAWJAN KHOIROM MIN ZAWJI-HI, WA AD-KHILKUL JANNATA, WA A’IDZ-
HU MIN ‘ADZABIL QOBRI WA ‘ADZABIN NAAR.
“Ya Allah. Ampunilah dia (mayat) berilah rahmat kepadanya, selamatkanlah dia (dari beberapa hal yang tidak
disukai), maafkanlah dia dan tempatkanlah di tempat yang mulia (surga), luaskan kuburannya, mandikan dia
dengan air salju dan air dingin. Bersihkan dia dari segala kesalahan, sebagaimana Engkau membersihkan baju
yang putih dari kotoran, berilah rumah yang lebih baik dari rumahnya (di dunia), berilah keluarga (atau istri di
surga) yang lebih baik daripada keluarganya (di dunia), istri (atau suami) yang lebih baik daripada istrinya (atau
suaminya), dan masukkan dia ke surga, jagalah dia dari siksa kubur dan siksa neraka.” (HR. Muslim, no. 963)
Doa khusus untuk mayat anak kecil:
اَللَّهُ َّم اجْ َع ْلهُ لَنَا فَ َرطًا َو َسلَفًا َوَأجْ رًا
ALLAHUMMAJ’AHU LANAA FAROTHON WA SALAFAN WA AJRON.
“Ya Allah. Jadikan kematian anak ini sebagai simpanan pahala dan amal baik serta pahala buat kami.” (HR.
Bukhari secara mu’allaq -tanpa sanad- dalam Kitab Al-Janaiz, 65 bab Membaca Fatihatul Kitab Atas Jenazah
2:113)
ِ َ ُح ْف َرةٌ تَ ْكتُ ُم َراِئ َحتَهُ َوتَحْ ُر ُسهُ ِمنَ ال ِّسب:َأقَلُّ ْالقَب ِْر.
اع
َويَ ِجبُ تَوْ ِج ْيهُهُ ِإلَى ْالقِبلَ ِة،ب َ ْ َويُو،ٌ قَا َمةٌ َوبَ ْسطَة:ُوَأ ْك َملُه.
ِ ض ُع َخ ُّدهُ َعلَى التُّ َرا َ
Fasal: Mengubur minimal (kadar wajib) adalah lubang yang menutup aroma mayat dan melindunginya dari
binatang buas. Yang paling sempurna adalah qomah (lubang seukuran manusia) dan basthoh (sedikit
terhampar/luas), pipinya diletakkan di atas tanah, dan wajib dihadapkan ke arah kiblat.
Catatan:
Minimal cara menguburkan yang dikatakan telah melakukan yang wajib dalam penguburan adalah adanya
galian yang dapat mencegah bau mayat setelah dikebumikan dan menjaganya dari binatang buas yang akan
menggali dan memakannya.
Tidak cukup adanya bangunan di atas kubur, tetapi masih memungkinkan digali kembali oleh binatang buas.
Bila tidak dapat dicegah kecuali dengan didirikan bangunan di atasnya, maka hal itu menjadi wajib hukumnya.
Cara menguburkan jenazah yang sempurna adalah galian setinggi orang berdiri dan membentangkan
tangannya ke atas. Itu berarti ukurannya adalah 4,5 dziro’ (lengan biasa).
Sunnah Menguburkan
Disunnahkan agar menambah panjang dan lebarnya yang cukup bagi orang yang menurunkan ke
dalam kubur dan orang yang membantunya.
Ketentuan penguburan untuk orang dewasa atau pun anak-anak itu sama.
Bentuk dalam kubur terbagi dua: (1) lahd, membuat galian yang cukup untuk mayat di sisi kuburan
yang bawah dan menghadap kiblat setelah digali setinggi orang yang berdiri dan membentangkan
tangan ke atas; (2) syaq, yaitu membuat galian di tengah kubur seperti sungai.
Cara mengubur dengan lahd lebih utama dibandingkan dengan syaq. Itu dengan catatan jika tanahnya
keras. Namun, jika tanahnya tidak keras, maka syaq adalah lebih utama daripada lahd.
Disunnahkan pipi mayat sebelah kanan diletakkan di atas tanah atau batu bata atau semacamnya
setelah menyingkirkan kain kafan yang menutupi wajahnya.
Catatan:
Mayat wajib digali kembali dari kuburnya bila ada sebab.
Sebab lainnya yang tidak disebutkan dalam Safinah An-Naja jika:
1. Dikubur di tanah curian, lalu orang yang punya menuntut
2. Dikafani dengan kain kafan curian, lalu orang yang punya menuntut
3. Orang kafir dikubur di tanah haram
4. Khawatir digali oleh orang lain
5. Khawatir terjadi banjir
6. Bila telah hancur menjadi debu
Pertama:
Kuburan wajib digali kembali jika untuk dimandikan mayatnya, karena ketika dikuburkan, mayat dalam
keadaan belum dimandikan. Hal itu harus dilakukan jika mayat belum berubah. Termasuk pula dalam hal ini
adalah untuk ditayamumkan bila memang seharusnya mayat ditayamumkan.
Kedua:
Kuburan wajib digali pula bila untuk dihadapkan mayatnya ke kiblat, karena mayat telah dikuburkan tanpa
menghadap kiblat. Hal itu harus dilakukan jika mayat belum berubah pula.
Ketiga:
Wajib pula digali suatu kuburan bila ada harta yang terkubur bersama mayat, walaupun sedikit, baik dari harta
warisnya atau milik orang lain, walaupun orang tersebut tidak menuntutnya selama belum dimaafkan olehnya.
Permasalahan ini adalah bila harta tidak tertelan oleh mayat. Bila sudah tertelan oleh mayat, maka tidak boleh
digali jika harta itu milik sendiri atau milik orang lain dan tidak dituntut. Apabila orang tersebut menuntutnya,
maka wajib digali dan dibelah tubuhnya untuk diambil dan diserahkan hartanya.
Keempat:
Wajib digali kembali suatu kuburan bila seorang wanita dikuburkan, sedangkan di dalam perutnya masih ada
janin yang masih hidup. Syaratnya adalah jika dimungkinkan janin tersebut masih bisa hidup setelah dibelah
perut ibunya, dan janin itu telah berumur enam bulan atau lebih. Bila keadaan semacam itu, maka wajib
dibelah perut ibunya dan diselamatkan janinnya. Namun, bila tidak memungkinkan untuk menyelamatkan
janin, maka ibu tersebut dibiarkan tanpa dikuburkan hingga janin itu mati dan dikuburkan bersama ibunya.
[Istianah, Meminta Tolong dalam Bersuci]
ال
ٍ ص َ َات أرْ بَ ُع ِخ ُ اال ْستِ َعان:
1- ٌ ُمبَا َحة.
ف اَألولَى ُ َ ِخال-2 َو.
ٌ َم ْكرُوْ هَة-3و.
ٌ َوا ِجبَة-4 َو.
ِه َي تَ ْق ِريْبُ ْال َما ِء:ُفَ ْال ُمبَا َحة.
صبُّ ْال َما ِء َعلَى نَحْ ِو ْال ُمتَ َوضِّى ِء َ ِه َي:ف األوْ لَى ُ َو ِخال.
َ
ُ
َ ِه َي لِ َم ْن يَ ْغ ِس ُل أ ْع:وال َمكرُوْ هَة.
ُضا َءه ْ ْ َ
ْض ِع ْن َد ْال َعجْ ِز
ِ ِه َي لِ ْل َم ِري:ُو ْال َوا ِجبَة.
َ
Fasal: Meminta tolong (dalam bersuci) ada 4 keadaan, yaitu mubah, khilaful aula (menyelisihi yang lebih
utama), makruh, dan wajib.
Yang mubah adalah mendekatkan air, yang khilaful aula adalah menuangkan air ke arah orang yang akan
berwudhu, yang makruh adalah bagi orang meminta mencucikan anggota wudhunya, dan yang wajib adalah
bagi orang sakit yang lemah.
Catatan:
Bantuan walaupun tanpa ada permintaan bila dipandang dari segi hukum syariat, terbagi menjadi empat:
1. Mubah, dikerjakan atau ditinggalkan sama keadaannya.
2. Khilaful aula, boleh dikerjakan atau ditinggalkan, tetapi bila ditinggalkan, itu lebih baik.
3. Makruh, boleh dikerjakan atau ditinggalkan, tetapi jika ditinggalkan karena melaksanakan perintah,
akan mendapatkan pahala.
4. Wajib, dikerjakan mendapatkan pahala dan bila ditinggalkan akan mendapatkan dosa.
Ada tambahan dari Nail Ar-Raja’:
5. Sunnah, seperti bermaksud mengajari orang yang membantu dirinya, dan seperti menolong yang
berdiri di shaf sendirian jika ditarik untuk berdiri bersamanya.
Catatan:
Yang lebih baik, tidak menarik jamaah yang sudah berdiri di depan. Dengan alasan: (1) shalat sendirian di
belakang shaf tetap sah jika tidak memungkinkan memenuhi shaf di depan, (2) kita sama saja membuat orang
di depan yang sudah dapat shaf yang pertama menjadi mundur ke shaf kedua. (Alasan dari Syaikh Ibnu
Utsaimin dan ulama lainnya)
6. Haram, seperti membantu orang untuk mengerjakan perbuatan haram.
ِه َي تَ ْق ِريْبُ ْال َما ِء:ُفَ ْال ُمبَا َحة.
Yang mudah adalah mendekatkan air, termasuk pula menghadirkan wadah dan timba. Hal ini tidak dapat
dikatakan khilaful aula.
Aturan dalam memandikan jenazah
Hendaklah yang memandikan jenazah itu amanat dan menutup aib yang dimandikan, dan ia
tampakkan hanya bagus-bagus saja. Namun jika yang meninggal itu seorang yang fasik (ahli maksiat),
maka sah seperti itu (membuka aib).
Yang menghadiri proses memandikan hanyalah yang memandikan atau orang yang mesti membantu.
Bagi wali dari jenazah boleh masuk dalam proses pemandian, walaupun ia tidak memandikan atau
membantu memandikan. Tujuannya untuk menyemangati dalam maslahat.