Oleh :
AMIRULLAH
NIM. 07320220044
PRODI ILMU KELAUTAN
Wassalam
Amirullah
i
DAFTAR ISI
ii
DAFTAR GAMBAR
iii
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Stasiun penelitian ekosistem terumbu karang di pulau liukang loe ------ 7
Tabel 2. Matriks kesesuaian lahan untuk wisata pantai ------------------------------ 8
Tabel 3. Matriks kesesuaian lahan untuk snorkling ----------------------------------- 9
Tabel 4. Matriks kesesuaian lahan untuk selam (diving)------------------------------ 9
Tabel 5. Potensi ekologis pengunjung (K) dan Luas area kegiatan (Lt) ------------ 10
Tabel 6. Prediksi waktu yang dibutuhkan untuk setiap kegiatan -------------------- 10
Tabel 7. Hasil penilaian lapangan untuk wisata pantai ------------------------------- 11
Tabel 8. Hasil penilaian lapangan untuk wisata snorkling --------------------------- 12
Tabel 9. Hasil penilaian lapangan untuk wisata selam (diving) --------------------- 13
Tabel 10. Luas Kawasan ekowisata di pulau liukang loe ---------------------------- 14
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
a. Untuk Mengetahui konsep perencanaan ekowisata pulau liukang loe bulukumba
b. Untuk Mengetahui Desain/Lanskap Pengembangan kawasan ekowisata pulau
liukang loe bulukumba
c. Untuk Mengetahui Analisis Kesesuaian Wisata dan Daya Dukung Kawasan
Ekowisata di Pulau Liukang Loe Bulukumba.
d. Untuk Mengetahui strategi dan tata Kelola ekowisata pulau liukang loe
bulukumba.
1.3 Manfaat
Dari penulisan makalah ini diharapkan dapat bermanfaat baik pada dunia
Pendidikan umumnya dan pada mahasiswa fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Universitas Muslim Indonesia khususnya.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Konsep Perencanaan Ekowisata
Konsep Ekowisata pertama kali diperkenalkan oleh The International Ecotourism
Society (TIES) pada tahun 1991. TIES (1991) mendefenisikan ekowisata sebagai
perjalanan bertanggung jawab ke daerah-daerah yang masih alami yang dapat
mengkonservasi lingkungan dan memelihara kesejahteraan masyarakat setempat.
Ekowisata merupakan pembatasan jumlah wisatawan sesuai dengan daya dukung
kawasan. Daya dukung (carrying capacity) adalah ukuran batas maksimal penggunaan
suatu area berdasarkan kepekaan atau toleransinya yang dipengaruhi oleh berbagai
faktor alami seperti terhadap ketersediaan makanan, ruang untuk tempat hidup,
tempat berlindung dan ketersediaan air (Maldonado dan Montagnini, 2004).
Hal ini dilakukan karena dalam konsep ekowisata pengembangannya tidak
bersifat mass tourism, sehingga dengan demikian pengembangan wisata bahari di
wilayah pesisir perlu penentuan daya dukung agar aktivitas wisata bahari yang
dilakukan dapat berlangsung secara berkelanjutan (sustainable) dan kondisi
sumberdaya tetap lestari/tidak rusak (collaps).
Potensi wisata bahari di Pulau Liukang Loe cukup memadai seperti wisata
pantai, snorkling dan diving karena keindahan lautnya yang sangat menarik dimana
jika dilihat dari dekat banyak ekosistem laut yang sangat indah termasuk terumbu
karang dan ikan – ikan yang ada di dalamnya.
baru dari pariwisata yang berlawanan dengan bentuk pariwisata massal yang
tradisional dan berbasis industri.
Hal ini tentu saja selain didasarkan atas tuntutan dari para pecinta lingkungan
bahwa kegiatan wisata seharusnya memperkecil dampak negarif terhadap lingkungan
melalui kegiatan konservasi, tetapi lebih dari itu adalah bentuk kesadaran dan
tanggung jawab manusia dalam memelihara keberlanjutan sumberdaya alam.
sekitar ± 3 km. Sebagian besar daratan Pulau Liukang Loe tersusun dari batu karang
dan merupakan pulau berbukit.
Pulau Liukang Loe terletak di Kecamatan Bontobahari, Kabupaten Bulukumba,
Provinsi Sulawesi Selatan, di wilayah perairan sebelah selatan pulau Sulawesi dengan
batas-batas wilayah sebelah utara (Pantai Bira), sebelah timur (Pulau Kambing),
sebelah selatan (Pulau Selayar), dan sebelah barat (Laut Flores).
Berikut adalah pengamatan kondisi biofisik ekosistem pantai dan terumbu karang
di Pulau Liukang Loe dengan teknik observasi sebagai berikut :
a. Pantai
Pengamatan data kondisi pantai untuk peruntukan wisata pantai meliputi
parameter kemiringan pantai, tipe pantai, lebar pantai, penutupan lahan/vegetasi
pantai, kedalaman perairan, substrat dasar perairan, kecepatan arus dan ketersediaan
air tawar dilakukan dengan observasi dan pengukuran langsung di lapangan.
Keberadaan pantai berpasir yang sesuai untuk wisata pantai berada di sebelah utara
yaitu Kampung Ta’buntuleng, sebelah barat pulau dan sebelah tenggara pulau.
b. Terumbu karang
Penentuan stasiun terumbu karang berdasarkan sebaran terumbu karang yang
berada di perairan dangkal Pulau Liukang Loe. Secara detail stasiun terumbu karang
dapat dilihat sebagai berikut :
7
Dimana : W
Σ
8
Tabel 5. Potensi ekologis pengunjung (K) dan Luas area kegiatan (Lt)
Σ Pengunjung Unit Area
No. Jenis Kegiatan Keterangan
(Orang) (Lt)
1 Orang setiap 50 m Panjang
1 Rekreasi Pantai 1 50 m
pantai
2 Snorkling 1 500 m² Setiap 1 orang dalam 100 x 5 m
3 Selam 2 2000 m² Setiap 2 orang dalam 200 x 10 m
Sumber : Yulianda et al. (2010)
Tabel 6. Prediksi waktu yang dibutuhkan untuk setiap kegiatan
Dimana :
DDK = Daya Dukung Kawasan
K = Potensi ekologis pengunjung per satuan unit area
Lp = Luas area atau panjang area yang dimanfaatkan
Lt = Unit area untuk kategori tertentu
Wt = Waktu yang disediakan kawasan untuk kegiatan wisata dalam 1 hari
Wp = Waktu yang dihabiskan oleh pengunjung untuk setiap kegiatan tertentu
()
= 𝑥 100 %
(*
= 93,42 %
Berdasarkan hasil dari penilitian diperoleh bahwasanya indeks kesesuaian wisata
pada pantai yang ada di pulau liukang loe mencapai 93,42 % sehingga masuk dalam
kategori sangat sesuai (SS).
= 82,14 %
Berdasarkan hasil dari penilitian diperoleh bahwasanya indeks kesesuaian wisata
snorkling yang ada di pulau liukang loe mencapai 82,14 % sehingga masuk dalam
kategori sesuai (S).
= 88,46 %
Berdasarkan hasil dari penilitian diperoleh bahwasanya indeks kesesuaian wisata
selam (diving) yang ada di pulau liukang loe mencapai 88,46 % sehingga masuk dalam
kategori sangat sesuai (SS).
:; =<
DDK =Kx x
:< =;
>.@>> C
=1x x
AB D
= 56,44
= 56 Orang
:; =<
DDK =Kx x
:< =;
E@C.A>B C
=1x x
ABB D
= 986,04
= 986 Orang
Berdasarkan hasil perhitungan tersebut dapat disimpulkan bahwa daya
dukung Kawasan wisata Snorkling pulau liukang loe sebanyak 986 orang/hari
dengan waktu yang dibutuhkan untuk beraktifitas selama 3 jam.
3. Daya Dukung Kawasan Wisata Selam (Diving).
:; =<
DDK =Kx x
:< =;
>@F.D>> G
=2x x
EBBB E
= 589,244
= 589 Orang
Berdasarkan hasil perhitungan tersebut dapat disimpulkan bahwa daya
dukung Kawasan wisata selam (diving) pulau liukang loe sebanyak 589
orang/hari dengan waktu yang dibutuhkan untuk beraktifitas selama 2 jam.
Hal ini menunjukkan bahwa daya dukung ekologi untuk kegiatan wisata pesisir
(wisata pantai, snorkling, selam) di Pulau Liukang Loe yakni 1.631 orang/hari atau
jika ditotalkan dalam setahun sebesar 595.315 orang/tahun.
2.4 Strategi dan Tata Kelola Objek Wisata
Perumusan alternatif kebijakan pengembangan wisata bahari di Pulau Liukang
Loe dengan menggunakan atribut ekologi. Menurut Dahuri (2001) menyebutkan
bahwa terdapat beberapa metode untuk pengelolaan wilayah pesisir secara
berkelanjutan, diantaranya : 1). Menetapkan batas-batas (boundaries) baik vertikal
maupun horizontal terhadap garis pantai (coastal line), wilayah pesisir sebagai suatu
unit pengelolaan (management unit) 2). Menghitung luasan 3). Mengalokasi atau
melakukan zonasi wilayah pesisir tersebut menjadi 3 zona utama, yaitu : 1). Preservasi
2). Konservasi 3). Pemanfaatan. Selain itu, diperlukan juga pengaturan lahan secara
16
komprehensif dan tepat sesuai dengan peruntukan serta tidak melebihi daya dukung
(Adrianto, 2005).
Pulau Liukang Loe memiliki ekosistem yang unik yang patut untuk dikelola
secara arif dan bijaksana, untuk diperlukan pengaturan sumberdaya demi kelestarian
sumber alam yang ada. Menurut masyarakat kawasan yang menjadi daerah
penangkapan ikan dulunya memiliki terumbu karang hidup dalam kondisi yang masih
baik. Namun, sejalan dengan banyaknya aktivitas yang bersifat merusak yang masih
dilakukan oleh nelayan dan masyarakat lokal ditambah dengan adanya aktivitas wisata
sehingga ekosistem terumbu karang mengalami tekanan dan mendorong terjadinya
kerusakan terumbu karang. Untuk menghindari kerusakan ekosistem terumbu karang
semakin parah, maka perlu dilakukan pembatasan daerah pemanfaatan ekosistem dan
sumberdaya di Pulau Liukang Loe sehingga tercapai keseimbangan antara aktivitas
pemanfaatan dan konservasi.
Pengelolaan Wisata Pulau Liukang Loe untuk pemanfaatan wisata bahari
sebaiknya dilakukan di kawasan yang sesuai agar pemanfaatan yang dilakukan bisa
memberikan kepuasan bagi wisatawan, tidak mengganggu aktivitas pemanfaatan lain
dan tidak merusak kondisi ekologi yang terkait di sekitar pesisir Pulau Liukang Loe.
Pembatasan pemanfaatan sesuai dengan daya dukung pemanfaatan yang sudah diukur
dari luas kawasan sesuai harus dilakukan agar wisatawan mendapatkan kepuasan,
kenyamanan dan ketenangan dalam berwisata, hal ini dilakukan agar keberadaan
sumberdaya yang dimanfaatkan tetap lestari dan bisa berkelanjutan.
Berdasarkan analisis kesesuaian wisata snorkling dan selam di Pulau Liukang
Loe tergolong cukup sesuai untuk kedua jenis wisata tersebut. Persentase tutupan
karang hidup cukup beragam, mulai dari kategori rusak hingga baik. Keberadaan
ekosistem karang tersebut jika tidak dilestarikan kemungkinan akan mengalami
perubahan atau penurunan kualitas lingkungan. Penurunan kualitas tersebut tentunya
akan mengurangi nilai estetika alam bawah laut dan akan mengancam keberlanjutan
kegiatan wisata yang telah ada.
Untuk mempertahankan kelestarian sumberdaya ekosistem terumbu karang yang
ada di Pulau Liukang Loe, berbagai upaya dapat dilakukan oleh Pemerintah Daerah
Kabupaten Bulukumba antara lain :
1. Penetapan pemanfaatan kawasan secara tegas oleh pemerintah daerah terhadap
pemanfaatan sumberdaya ekosistem terumbu karang Pulau Liukang Loe.
17
Penetapan aturan yang jelas dan tegas dalam melakukan aktivitas wisata
akan mampu mendorong pencapaian misi konservasi sehingga dengan
pendekatan ekowisata memberikan banyak peluang untuk memperkenalkan
kepada wisatawan tentang pentingnya perlindungan alam dan penghargaan pada
masyarakat lokal.
Strategi ini menjadi yang utama mengingat kondisi eksisting ekosistem
terumbu karang yang menyebar di perairan Pulau Liukang Loe terutama di
sebelah barat pulau berada pada kondisi buruk sehingga dalam penetapan
pemanfaatan kawasan ini seharusnya merupakan full protected area yang artinya
asset-aset wisata tidak diperkenankan beroperasi di kawasan tersebut.
2. Melakukan pengawasan terhadap jumlah wisatawan agar tidak melebihi daya
dukung kawasan.
Hal ini akan sangat menjadi krusial sehingga patut mendapat perhatian
serius dimana terkhusus untuk periode musim puncak (peak season) kunjungan
wisatawan dengan cara membatasi jumlah penjualan tiket masuk atau dengan
cara menerapkan sistem kuota dan menetapkan lama tinggal wisatawan di lokasi
wisata mengingat kegiatan wisata bahari berpeluang mass tourism.
3. Meningkatkan upaya pemulihan ekosistem terumbu karang melalui
pemberdayaan masyarakat.
Dalam ekowisata bahari meningkatkan upaya konservasi terhadap terumbu
karang merupakan salah satu strategi yang penting dengan melibatkan
masyarakat lokal melalui pemberian insentif seperti mata pencaharian alternatif.
Hal ini dimaksudkan untuk mengurangi ketergantungan mereka terhadap
sumberdaya yang ada pada ekosistem tersebut sehingga laju kerusakan terumbu
karang dapat diminimalkan dan daya dukung dapat dipertahankan bahkan
ditingkatkan.
Pengetahuan dan keterlibatan masyarakat lokal perlu ditingkatkan dalam
pengelolaan ekowisata bahari. Oleh karena itu, perlu dilakukan penyuluhan dan
pelatihan agar masyarakat menjaga dan melestarikan sumberdaya pesisir yang
ada sehingga kegiatan-kegiatan destruktif seperti bom dan bius yang sifatnya
merusak dapat diminimalisir. Upaya pelestarian terumbu karang dapat
dilaksanakan apabila peran serta masyarakat sudah optimal untuk menjaga
sumberdaya alam secara langsung dan menikmati hasil dari pengelolaan
sumberdaya tersebut.
18
Secara umum adanya penurunan persentase tutupan karang dari tahun ke tahun
menunjukkan bahwa tingginya kerusakan terumbu karang. Berdasarkan wawancara
dengan masyarakat bahwa kerusakan terumbu karang terjadi akibat penangkapan ikan
yang sifatnya destruktif oleh nelayan seperti bom ikan dan penggunaan sianida, akan
tetapi belakangan ini masyarakat mulai sadar dan mengganti alat tangkat dengan alat
tangkap yang lebih ramah lingkungan seperti panah dan jaring ikan. Munculnya
kesadaran tersebut karena masyarakat menganggap wisatawan tidak akan berkunjung
ke Pulau Liukang Loe jika sumberdaya (terumbu karang) rusak dan secara langsung
akan berpengaruh terhadap kesejahteraan ekonomi masyarakat. Untuk itu diperlukan
regulasi terhadap kawasan yang terancam sehingga dampak ekologi bisa
diminimalkan. Rusaknya sumberdaya untuk pemanfaatan akan berdampak pada
buruknya kondisi lingkungan dan kelangkaan sumberdaya. Jika hal ini terjadi maka
kemungkinan adanya pemanfaatan yang merusak dan konflik antar masyarakat bisa
terjadi dan tujuan kesejahteraan ekonomi masyarakat otomatis tidak akan tercapai.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Kawasan ekowisata bahari di
pulau liukang loe maka dapat disimpulkan bahwa Kondisi Sumberdaya Pulau Liukang
Loe cukup memadai meliputi ekowisata bahari seperti wisata pantai, snorkling dan
selam. Adapun analisis kesesuaian yang telah dilakukan maka di peroleh:
1. Indeks kesesuaian wisata pantai sangat sesuai (SS) dengan 93,42 % dengan daya
dukung Kawasan dapat menampung 56 orang/hari atau 20.440 orang/tahun.
2. Indeks kesesuaian wisata snorkling sesuai dengan 82,14 % dengan daya dukung
Kawasan dapat menampung 986 orang/hari atau 359.890 orang/tahun.
3. Indeks kesesuaian wisata selam sangat sesuai dengan 88,46 % dengan daya
dukung Kawasan dapat menampung 589 orang/hari atau 214.985 orang/tahun.
Pengembangan wisata bahari di Pulau Liukang Loe dengan menitikberatkan pada
penyusunan dan penetapan regulasi yang tegas dalam pengelolaan Pulau Liukang Loe
secara menyeluruh serta upaya konservasi terumbu karang untuk pengembangan
ekowisata bahari dengan melibatkan masyarakat lokal, LSM dan Pemerintah Daerah.
3.2 Saran
Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini jauh dari kata kesempurnaan.
Oleh karena itu, penulis membutuhkan saran yang membangun maupun referensi yang
dapat dijadikan acuan demi perbaikan makalah ini.
11
DAFTAR PUSTAKA
iv