dimana hal yang dimaksud tersebut yaitu manajemen pengenadian aktivitas internal atas pelaporan
keuangan yang diberikan para auditor harus menerbitkan laporan yang akan diberikan dengan pemberian
laporan secara terpisah atau laporan gabungan yang dimana kedua laporan tersebut harus menyajikan
laporan keuangan maupun laporan manajemen atas pengendalian internal pelaporan keuangan.
Ada beberapa yang menjadi perbincangan atau penyebab yang paling penting terkait dengan adanya penambahan
sebuah paragraph pada laporan wajar tanpa pengecualian standar, di antaranya yaitu :
1. belum adanya aplikasi yang memadai atau yang tetap secara konsisten dari prinsip – prinsip akuntansi
secara umum.
2. Keraguanya masi substansia atau going conceren.
3. Penyimpangan prinsip akuntansu yang di rumuskan secara langsung auditor harus setuju.
4. Hal- hal yang terjadi atau masalah – masalah yang terjadi di dalam audit hasulah dilakukan penekanan.
5. Setiap laporan yang sedang di buat atau di audit pastinya para auditor lain akan ikut serta atau terlibat di
dalamnya.
Peraturan 203 dari Kode Perilaku Profesional AICPA menyatakan dalam situasi tidak biasa, penyimpangan
dari prinsip akuntansi yang berlaku umum mungkin tidak memerlukan pendapat wajar dengan pengecualian
atau pendapat tidak wajar, tetapi untuk menjustifikasi pendapat wajar tanpa pengecualian auditor harus yakin
dan menyatakan serta menjelaskan dalam satu atau beberapa paragraf terpisah pada laporan audit apabila
akuntan publik mengandalkan KAP lain untuk pelaksanaan sebagian audit, maka KAP utama memiliki 3
alternatif, yaitu:
1. tidak memberikan relefansi dalam laporan audit
yang dimaksud disini yaitu jika tidak adanya di berikan relefansi oleh para auditor lainya maka pendapat
wajar tanpa pengecualian dapat di berikan akan tetapi sebaliknya jika ada situasi yang bertentangan maka
diharuskan adanya penyimpangan alasan.
2. memberikan relefansi laporan ( laporan modifikasi kata – kata )
sebuah laporan yang tepat untuk di terbitkan yaitu apabila tidak adanya sebuah praktis atau pekerjahan
tambahan yang diberikan kepada auditor lain .
3. mengeluarkan pendapat wajar dengan pengecualian
dimana yang dimaksud disini yaitu para auditor tidak mau memeliki tangung jawab apapun terkait dengan
pekerjaan auditor lainya dikarenakan setiap auditor sudah memeiliki tangung jawab masing – masing.
Terdapat 6 karakteristik skeptisme professional yang di kemukakan oleh Hurtt ( 2003 ) terkait dengan
pengembangan sebuah model skeptisme professional yang dimiliki setiap orang yakni pola piker yang
selalu bertanya – tanya, pendundaan pengambilan keputusan, mencari pengetahuan, kemampuan
pemahaman interpersonal,percaya diri, dan determinasi diri.
1. Karakteristik pertama atau pola piker yang selalu bertanya – tanya, dimana pola pikirir yang dimiliki
tersebut dapat terlihat bahwa orag tersebut sangat susah dalam mengambil sebuah keputusan mengingat
hal bahwa orang tersebut memiliki keragu – raguan dalam mengambil keputusan.
2. Karakteristik yang kedua yakni penundaan pengambilan keputusan, dimana hal tersebut bisa dilihat bahwa
orang tersebut tidak bisa secara terburu buru memutuskan untuk mengambil sebuah keputusan secara
cepat, orang tersebut bisa saja mengmbil keputusan secara cepat akan tetapi ia harus memiliki informasi
yang kuat terkait dengan keputusan yang akan ia ambil.
3. Karakteristik yang ketiga yakni Mencari pengetahuan, dimana hal ini bisa dilihat bahwa orang tersebut
selalu ingin mencari tahu akan sesuatu hal baru yang akan ia dapatkan karena rasa keingintahuanya
mengetahui berbagai ilmu yang akan ia dapatkan.
4. Karakteristik ke empat yakni pemahaman interpersonal, dimana orang yang berkaitan antara satu dengan
yang lainya akan saling belajar tentang cara memahami antar individu – individu yang memiliki
pandangan yang berbeda – beda akan memahami sesuatu hal akan persepsi setiap orang.
5. Karakteristik ke lima yakni percaya diri, dimana karakteristik tersebut sangat di perlukan oleh para auditor
agar dapat mengumpulkan bukti – bukti yang ada selain itu juga percaya diri sangat di perlukan untuk
membentuk suatu karakter orang agar bisa berhadan langsung di depan umum tanpa adanya rasa malu
akan mengungkapkan sesuatu argument – argument lalu kemudian argument tersebut bisa di jadikan
acuan sebagai bahan keputusan yang baik yang akan di putuskan nantinya.
6. Karakteristik ke enam yakni determinasi diri, dimana hal tersebut dapat dilakukan dengan mendukung
setiap keputusan yang ada dalam penentuan kecukupan bukti – bukti audit yang sudah di peroleh.
Standar Auditing secara implisit mengartikan skeptisisme profesional sebagai proses pertimbangan yang
terdiri dari dua proses diagnostik, yakni divergent thinking dan convergent thinking (Plumlee dkk, 2012).
Kedua faktor proses diagnostik ini menunjukkan tingkat skeptisisme auditor dalam menganalisa bukti-bukti
yang ada.