Anda di halaman 1dari 35

RESUME

“DASAR-DASAR BIMBINGAN DAN KONSELING”

Dosen Pengampuh:
Irmayani Halim S.Pd.,M.Pd

Disusun Oleh:
Ameliya Tahala

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN


JURUSAN PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
UNIVERSITAS POHUWATO
T/A 2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, berkat rahmat


dan karunia-nya kami dapat menyelesaikan tugas resume ini. Mungkin
dalam pembuatan resume ini masih banyak memiliki kekurangan baik
dari segi penulisan, isi dan lain sebagainya. maka saya sangat
mengharapkan kritikan dan saran guna perbaikan untuk resume di hari
yang akan datang.
Demikianlah sebagai pengantar kata, dengan iringan serta
harapan semoga tulisan sederhana ini dapat diterima dan bermanfaat
bagi semua pembaca. khususnya bagi mahasiswa mahasiswi PGSD
untuk meningkatkan pengetahuan dan pengembangan keterampilan
pendidikan demi terciptanya pendidik profesional. atas semua ini kami
mengucapkan terima kasih bagi segala pihak yang telah ikut
membantu dalam menyelesaikan resume ini.

Tilamuta, 22 Maret 2023

Ameliya Tahala
DAFTAR ISI
Kata Pengantar..................................................................................................................
Daftar Isi.............................................................................................................................
Pembahasan.......................................................................................................................
BAB I Latar Belakang....................................................................................................................
BAB II Wawasan Tentang Pemahaman Penanganan dan Penyikapan Terhadap Kasus.................
BAB III Pengertian Bimbingan dan Konseling..............................................................................
BAB IV Landasan Bimbingan dan Konseling................................................................................
BAB V Fungsi dan Prinsip-Prinsip Bimbingan dan Konseling......................................................
BAB VI Orientasi dan Ruang Lingkup Kerja Bimbingan dan Konseling ......................................
BAB VII Jenis Layanan Dan Kegiatan Bimbingan Dan KonselinG...............................................
BAB VIII Bimbingan Dan Konseling Sebagai Profesi...................................................................
BAB I Latar Belakang
A. Pembangunan dan Perkembangan Masyarakat
Sejak awal kemerdekaannya bangsa dan pemerintah indonesia
bertekad untuk menyelenggarakan perjuangan pembangunan menuju
bangsa yang cerdas, maju, adil dan makmur, baik spiritual maupun
materiil. Tekad itu terwujud dalam upaya pembangunan perikehidupan
bangsa dan pembangunan nasional di segala bidang yang
berkesinambungan dan terus meningkat.
Rencana pembangunan lima tahunan berjalan dari waktu ke waktu.
Dewasa ini dalam menjelang masa pembangunan jangka panjang kedua
untuk memasuki era tinggal landas. Dalam era tinggal landas ini seluruh
potensi bangsa dan segenap unsur kemasyarakatan diharapkan telah matang
secara optimal dikerahkan untuk mencapai kehidupan berbangsa yang
cerdas, maju, adil dan makmur, baik spiritual maupun materiil tersebut.
Dunia memang terus berkembang. Perkembangan, khususnya di
Eropa dan Amerika Serikat ditandai dengan perkembangan masyarakat dari
zaman pertanian (yang berlangsung sampai abad ke-18), melalui zaman
industrialisasi (abad ke-19-20), dan sebentar lagi memasuki zaman
informasi (mulai abad ke-21).
B. Manusia: Makhluk Paling Indah dan Berderajat Paling Tinggi
Manusia adalah ciptaan Tuhan yang paling indah dan paling tinggi
derajatnya. Manusia diciptakan untuk menjadi khalifah atau pemimpin di
bumi, atau bahkan kiranya di seluruh semesta ciptaan Tuhan.
Predikat “paling tinggi” mengisyaratkan bahwa tidak ada makhluk
lain yang dapat mengatasi dan mengalahkan manusia. Manusialah yang
justru diberi kemungkinan untuk mengatasi ataupun menguasai makhluk-
makhluk lain sesuai dengan hakikat penciptaan manusia itu.
Hakikat manusia sebagai makhluk paling indah dan paling tinggi
derajatnya mendorong manusia untuk terus maju dan berkembang tanpa
henti; dari zaman ke zaman. Menurut sejarah, kemajuan dan perkembangan
manusia itu ternyata tidak selalu mulus dan setiap saat membawa
kesenangan dan kebahagiaan.
Keberadaan manusia dengan predikat paling indah dan derajat
paling tinggi itu tidak selamanya membawa manusia menjalani
kehidupannya dengan kesenangan dan kebahagiaan. Malapetaka dan
kesengsaraan membuntuti perjalan hidup manusia dan boleh jadi tidak
terelakkan apabila manusia itu tidak awas dan waspada mengelola
perjalanan hidupnya.
C. Dimensi-Dimensi Kemanusiaan
Pengembangan dimensi keindividualan memungkinkan seseorang
memperkembangkan segenap potensi yang ada pada dirinya secara optimal
mengarah kepada aspek-aspek kehidupan yang positif. Bakat, minat,
kemampuan dan berbagai kemungkinan yang terbuat di dalam aspek-aspek
mental-fisik dan biologis berkembang dalam rangka dimensi
keindividualan itu.
Perkembangan dimensi keindividualan diimbangi dengan
perkembangan dimensi kesosialan pada diri individu yang bersangkutan
perkembangan dimensi ini memungkinkan seseorang mampu berinteraksi,
berkomunikasi bergaul, bekerja sama, dan hidup bersama orang lain.
Kaitan antara dimensi keindividualan dan kesosialan memperlihatkan
bahwa manusia adalah sekaligus makhluk individu dan makhluk sosial.
Dimensi kesusilaan memberikan warna moral terhadap
perkembangan dimensi pertama dan kedua. Norma, etika dan berbagai
ketentuan yang berlaku mengatur bagaimana kebersamaan antarindividu
seharusnya dilaksanakan.
Perkembangan ketiga dimensi di atas memungkinkan manusia
menjalani kehidupan. Apabila ketiga dimensi itu berkembang optimal tidak
mustahil kehidupan manusia dapat mencapai taraf kebudayaan yang amat
tinggi. Dengan ketiga dimensi itu mereka dapat hidup dengan sangat layak
dan dapat mengembangkan ilmu, teknologi dan seni sehebat-hebatnya, dan
bahkan mereka dapat mengarungi angkasa luar serta mampu mencapai
bulan dan bintang-bintang.
D. Manusia Seutuhnya
Manusia seutuhnya itu adalah mereka yanng mampu menciptakan
dan memperoleh kesenangan dan kebahagiaan bagi dirinya sendiri dan bagi
lingkungannya berkat pengembangan optimal segenap potensi yang ada
pada dirinya (dimensi keindividualan), seiring dengan pengembangan
suasana kebersamaan dengan lingkungan sosialnya (dimensi kesosialan),
sesuai dengan aturan dan ketentuan yang berkaku ( dimensi kesusilaan),
dan segala sesuatunya itu dikaitkan dengan pertanggungjawaban atas
segenap aspek kehidupannya di dunia terhadap kehidupan di akhirat kelak
kemudian hari ( dimensi keagamaan). Citra manusia seutuhnya adalah
manusia yang sebenar-benarnya manusia; manusia dengan aku dan
kediriannya yang matang, tangguh dan dinamis; dengan kemampuan
sosialnya yang luas dan bersemangat, tetapi menyejukkan; dengan
kesusilaannya yang tinggi; serta dengan keimanan dan ketakwaannya
kepada Tuhan yang Maha Esa yang mendalam.
Di dalam masyarakat, gambaran manusia seutuhnya itu sering
ditampilkan melalui pengembangan paham-paham tertentu yang menjadi
dasar ataupun panutan bagi berbagai gerakan yang amat besar pengaruhnya
terhadap kehidupan masyarakat, baik gerakan politik, ekonomi., sosial-
budaya keamanan dan gerakan-gerakan lainnya.
E. Perlunya Bimbingan dan Konseling
Sebagaimana telah dikemukakan, pengembangan kemanusiaan
seutuhnya hendaknya mencapai pribadi-pribadi yang kediriannya matang,
dengan kemampuan sosial yang menyejukkan, kesusilaan yang tinggi, dan
keimanan serta ketakwaan yang dalam. tetapi, kenyataan yang sering
dijumpai adalah keadaan pribadi yang kurang berkembang dan rapuh,
kesosialan yang panas dan sangar, kesusilaan yang rendah, dan keimanan
serta ketakwaan yang dangkal. Sehubungan dengan hal itu, dalam proses
pendidikan banhyak dijumpai permasalahan yang dialami oleh anak-anak,
para remaja, dan pemuda yang menyangkut keempat dimensi kemanusiaan
mereka. Potensi-potensi yang ada pada diri mereka tidak dapat berkembang
secara optimal; mereka yang berbakat tidak dapat mengembangkan
bakatnya, mereka yang berkecerdasan tinggi kurang mendapatkan
rangsangan dan fasilitas pendidikan sehingga bakat dan kecerdasan yang
merupakan karunia Tuhan yang tidak ternilai harganya itu menjadi
terbuang sia-sia.
Daftar Pustaka
Adler, MJ. (1981). Six Great Ideas. New York: MacMillan Publishing.

Company. Barr-Johnson, V. & Hiett, S.C. (1978). Classroom Management Related to


Student Dicipline: A Follow Up Study of Teachers Who Have Taken the Graduate
Course, Behavior Problems in The Public Schools. Final Project Report. ERIC: ED
162984.

De Cecco, J.P. & Richard, A. (1974), Growing Pain: Uses of School

Conflicts. New York: Aberdeen.

Feldhausen, J.F. (1979). Behavior Problems In Secondary Schools: Final

Report, ERIC: ED 165253, 1979.

Glasser, W. (1975). School Without Failure. New York: Harper & Row. Holt, J.
(1969). The Underachieving School, New York: Dell Publishing Co.

Ivey, A & Goncalves, O.F. (1987). Toward a Development Counseling Curriculum.


Conselor Education and Supervision, 1987, 26,270-

278
BAB II Wawasan Tentang Pemahaman Penanganan dan Penyikapan
Terhadap Kasus
A. Tinjauan Awal Tentang kasus
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dapat dibaca bahwa kasus
berarti soal atau perkara atau keadaan sebenarnya suatu urusan atau
perkara. Apabila istilah kasus itu dihubungkan dengan seseorang, maka ini
berarti bahwa pada orang yang dimaksudkan itu terdapat “soal” atau
“perkara” tertentu.
Dalam bimbingan dan konseling pamakaian kata “kasus” tidak
menjurus kepada pengertian-pengertian tentang soal-soal ataupun perkara-
perkara yang berkaitan dengan urusan kriminal atau perdata, urusan hukum
atau polisi, atau urusan yang bersangkut-paut dengan pihak-pihak yang
berwajib. Kata “kasus” dipakai dalam bimbingan dan konseling sekadar
untuk menunjukkan bahwa “ada sesuatu permasalahan tertentu pada diri
seseorang yang perlu mendapatkan perhatian dan pemecahan demi
kebaikan untuk diri yang bersangkutan”.
B. Pemahaman Terhadap Kasus
Dalam menghadapi suatu kasus yang dialami oleh seseorang, ada
tiga hal utama yang perlu diselenggarakan, yaitu penyikapan, pemahaman,
dan penanganan terhadap kasus terseburt.
Pada diri konselor (yaitu orang yang berkehendak dan amat
berkepentingan dengan pemahaman yang mendalam tentang kasus yang
dialaminya) pertama-tama perlu dikembangkan konsep atau ide-ide yang
cukup kaya tentang berbagai kasus. Apabila kepada konselor dihadapkan
sebuah kasus, maka pada diri konselor itu seharusnyalah telah tersedia
berbagai ide berkenaan dengan kasus itu, terutama konsep/ide-ide tentang
gambaran kasus yang lebih rinci, kemungkinan sebab-sebabnya, dan
kemungkinan akibat-akibatnya apabila kasus itu dibiarkan tidak tertangani
atau malahan bertambah parah.

C. Penanganan Kasus
Penanganan kasus pada umumnya dapat dilihat sebagai keseluruhan
perhatian dan tindakan seseorang terhadap kasus (yang dialami oleh
seseorang) yang dihadapkan kepadanya sejak awal sampai dengan diakhiri-
nya perhatian dan tindakan tersebut. Dalam pengertian itu penanganan
kasus meliputi:
(1) pengenalan awal tentang kasus (dimulai sejak mula kasus itu dihadap-
kan);
(2) pengembangan ide-ide tentang rincian masalah yang terkandung di
dalam kasus itu;
(3) penjelajahan lebih lanjut tentang segala seluk-beluk kasus tersebut,
dan akhirnya;
(4) mengusahakan upaya-upaya kasus untuk mengatasi atau memecahkan
sumber pokok permasalahan itu.

Dilihat secara lebih khusus, penanganan kasus dapat dipandang


sebagai upaya-upaya khusus untuk secara langsung menangani sumber
pokok permasalahan dengan tujuan utama teratasinya atau terpecahkannya
permasalahan yang dimaksudkan.

D. Penyikapan Terhadap Kasus


Penyikapan pada umumnya mengandung unsur-unsur kognisi,
afeksi, dan perlakuan terhadap objek yang disikapinya. Dalam bimbingan
dan konseling ketiga unsur tersebut mengacu kepada berbagai hal yang
telah dibahas sejak awal Bab 1 sampai dengan bagian yang ditampilkan
sebelum ini. Unsur kognisi mengacu kepada wawasan, keyakinan,
pemahaman, penghayatan, pertimbangan dan pemikiran konselor tentang
keberadaan manusia, hakikat dimensi kemanusiaan dan pengembangannya,
pengaruh lingkungan, peranan pelayanan bimbingan dan konseling, kasus
dan berbagai permasalahan dikandungnya, pemahaman dan penanganan
kasus. Unsur afeksi menyangkut suasana perasaan, emosi dan
kecenderungan bersikap berkenaan dengan keberadaan manusia sampai
dengan penanganan kasus tersebut. Unsur perlakuan berkaitan dengan
tindakan terhadap kasus yang ditangani, sejak diserahkannya kasus sampai
berakhirnya keterlibatan penanganan.
Daftar pustaka
Bernard, H. W. & Fullmer, D.W. (1969). Principles of Guidance. Scranton,
Pensylvani: International Textbook Company."

Fisher, J. (1978). A Parents' Guide to Learning Disabilities: New York:

Charles Schribner's Sons. Jones, A.J. (1951). Principle of Guidance. New York:
McGraw-Hill Book Company.

McDaniel, H.B. (1957). Guidance in the Modern School. New York: Dryden Press.

Patterson, C.H. (1966). Theories of Counseling and Psychotherapy. New

York: Harper & Row, Publishers. Roessler, R.T. & Rubin, S.E. (1992). Case
Management and Rehabilita- tion Counseling. Austin, Texas: Pro-ed.

Sunberg, N.B. "Toward Research Evaluating Intercultural Counseling." Dalam


Pedersen, P.J; Lonner, W.J. & Draguns, J.G. (Eds.) (1976). Counseling Across
Cultures. Honolulu; The University Press of Ha- waii.
BAB III Pengertian Bimbingan dan Konseling
A. Pengertian Bimbingan dan Konseling
1. Pengertian Bimbingan
Bimbingan adalah bagian dari proses pendidikan yang teratur dan
sistematik guna membantu pertumbuhan anak muda etas kekuatannya
dalam menentukan dan mengarahkan hidupnya sendiri, yang pada
akhirnya ia dapat memperoleh pengalaman- pengalaman yang dapat
memberikan sumbangan yang berani bagi masyarakat. (Lefever, dalam
McDaniel, 1959).
Bimbingan sebagai proses layanan yang diberikan kepada indi-
vidu-individu guna membantu mereka memperoleh pengetahuan dan
keterampilan-keterampilan yang diperlukan dalam membuat pilihan-
pilihan, rencana-rencana, dan interpretasi-interpretasi yang diperlukan
untuk menyesuaikan diri yang baik. (Smith, dalam McDaniel, 1959).
Bimbingan adalah bantuan yang diberikan oleh seseorang, laki- laki
atau perempuan, yang memiliki kepribadian yang memadai dan terlatih
dengan baik kepada individu-individu setiap usia untuk membantunya
mengatur kegiatan hidupnya sendiri, mengem- bangkan pandangan
hidupnya sendiri, membuat keputusan sendiri dan menanggung
bebannya sendiri. (Crow & Crow, 1960).

2. Pengertian Konseling
Secara etimologis, istilah konseling berasal dari bahasa Latin, yaitu
"consilium" yang berarti "dengan" atau "bersama" yang dirangkai
dengan "menerima" atau "memahami". Sedangkan dalam bahasa
Anglo-Saxon, istilah konseling berasal dari "sellan" yang berarti
"menyerahkan" atau menyampaikan".
...konseling adalah kegiatan di mana semua fakta dikumpulkan dan
semua pengalaman siswa difokuskan pada masalah tertentu untuk
diatasi sendiri oleh yang bersangkutan, di mana ia diberi bantuan
pribadi dan langsung dalam pemecahan masalah itu. Konselor tidak
memecahkan masalah untuk klien. Konseling harus ditujukan pada
perkembangan yang progresif dari individu untuk memecahkan
masalah-masalahnya sendiri tanpa bantuan. (Jones, 1951).
Konseling merupakan suatu proses untuk membantu individ
mengatasi hambatan-hambatan perkembangan dirinya, dan mencapai
perkembangan optimal kemampuan pribadi yang dimilikinya, proses
tersebut dapat terjadi setiap waktu. (Division of Conseling
Psychology).
B. Istilah Penyuluhan dan Konseling
Sejak tahun 1960-an istilah bimbingan dan penyuluhan seperti telah
memasyarakat, khusus di kalangan persekolahan. Namun sejak awal tahun
1970-an muncul pemakaian istilah "penyuluhan" yang sama sekali di luar
pengertian konseling sebagaimana dimaksudkan semula (Prayitno, 1987).
"Penyuluhan" dalam pengertiannya yang kemudian itu lebih mengarah
pada usaha-usaha suatu badan, baik pemerintah maupun swasta untuk
meningkatkan kesadaran, pemahaman, sikap dan keterampilan warga
masyarakat berkenaan dengan hal tertentu. Misalnya "Penyuluhan
Pertanian" bermaksud meningkatkan kesadaran, pemahaman, sikap dan
keterampilan warga masyarakat, khususnya petani, berkenaan dengan
aspek pertanian tertentu, seperti cara-cara bertanam, pemilihan bibit,
penggunaan pupuk, pemberantasan hama dan sebagainya. Demikian
berbagai usaha penyuluhan" muncul, antara Penyuluhan Gizi, Penyuluhan
Keluarga Berencana, Penyuluhan Hukum, Penyuluhan Kesehatan. Tidak
disangsikan bahwa di masa mendatang berbagai penyuluhan yang lain akan
diperkenalkan dan dilancarkan di tengah-tengah masyarakat.
Penggunaan istilah penyuluhan dalam arti "konseling" dan
penyuluhan dalam arti "pembinaan masyarakat seolah-olah berlomba dan
saling mempertahankan keberadaan masing-masing. Dalam "perlombaan"
ini dapat dimengerti bahwa penyuluhan dalam arti yang kedua lebih
memperoleh pasaran, dalam arti konseling makin tertinggal dan
terkungkung dalam lingkungannya sendiri, khususnya lingkungan sekolah.
Yang lebih memprihatinkan lagi ialah penyuluhan dalam arti konseling itu
ternyata steril, kurang mampu memantapkan diri sendiri maupun
pelayanannya kepada masyarakat. Dalam keadaan seperti ini dikhawatirkan
pengertian penyuluhan dalam arti konseling makin luntur atau mungkin
tidak dikenal di satu pihak, dan di pihak lain penggunaan penyuluhan
dalam arti yang lainnya makin meluas dan sama sekali tidak dapat
dibendung.
C. Perkembangan Konsepsi Bimbingan dan Konseling
Di negara-negara yang bimbingan dan konselingnya telah maju,
terutama Amerika Serikat, perkembangan gerakan tentang bimbingan dan
konseling yang memberikan makna berbeda terus berlangsung. Miller
(1961) meringkaskan perkembangan bimbingan dan konseling ke dalam
lima periode. Pada awal perkembangan gerakan bimbingan yang
diprakarsai oleh Frank Parson, pengertian bimbingan baru mencakup
bimbingan jabatan. Pada tahap awal ini, yang umumnya disebut sebagai
periode Parsonian, bimbingan dilihat sebagai usaha mengumpulkan
berbagai keterangan tentang individu dan tentang jabatan; kedua jenis
keterangan itu kemudian dipasang - dicocokkan yang pada akhirnya
menentukan jabatan apa yang paling cocok untuk individu yang
dimaksudkan. Pada periode kedua, gerakan bimbingan lebih menekankan
pada bimbingan pendidikan. Dalam tahapan ini bimbingan dirumuskan
sebagai suatu totalitas pelayanan yang secara keseluruhan dapat
diintegrasikan ke dalam upaya pendidikan. Pada kedua periode ini,
rumusan tentang konseling belum dimunculkan.
D. Tujuan Bimbingan dan Konseling
Dengan memperhatikan butir-butir tujuan bimbingan dan konseling
sebagaimana tercantum dalam rumusan-rumusan tersebut, tampak bahwa
tujuan umum bimbingan dan konseling adalah untuk membantu individu
memperkembangkan diri secara optimal sesuai dengan tahap
perkembangan dan predisposisi yang dimilikinya (seperti kemampuan
dasar dan bakat- bakatnya), berbagai latar belakang yang ada (seperti latar
belakang keluarga, pendidikan, status sosial ekonomi), serta sesuai dengan
tuntutan positif lingkungannya. Dalam kaitan ini, bimbingan dan konseling
membantu individu untuk menjadi insan yang berguna dalam
kehidupannya yang memiliki berbagai wawasan, pandangan, interpretasi,
pilihan, penyesuaian, dan keterampilan yang tepat berkenaan dengan diri
sendiri dan ling- kungannya. Insan seperti itu adalah insan yang mandiri
yang memiliki kemampuan untuk memahami diri sendiri dan
lingkungannya secara tepat dan objektif, menerima diri sendiri dan
lingkungan secara positif dan dinamis, mampu mengambil keputusan
secara tepat dan bijaksana, mengarahkan diri sendiri sesuai dengan
keputusan yang diambilnya itu, serta akhirnya mampu mewujudkan diri
sendiri secara optimal. Hal ini semua dalam rangka pengembangan
keempat perwujudan keempat dimensi kemanusiaan individu.
E. Asas-Asas Bimbingan dan Konseling
Asas-asas yang dimaksudkan adalah asas kemahasiaan,
kesukarelaan, keterbukaan, kekinian, kemandirian, kegiatan, kedinamisan,
keterpaduan, kenormatifan, keahlian, ahli tangan, dan tut wuri handayani
(Prayitno, 1987).
F. Kesalahpahaman dalam Bimbingan dan Konseling
Kesalahpahaman yang sering dijumpai di lapangan antara lain
adalah sebagai berikut:
1. Bimbingan dan Konseling Disamakan Saja dengan atau Dipisahkan Sama
Sekali dari Pendidikan
2. Konselor di Sekolah Dianggap sebagai Polisi Sekolah
3. Bimbingan dan Konseling Dianggap Semata-Mata Sebagai Proses
Pemberian Nasihat
4. Bimbingan dan Konseling Dibatasi pada Hanya Menangan Masalah yang
Bersifat Insidental
5. Bimbingan dan Konseling Dibatasi Hanya untuk Kilen-Klien Tertentu
Saja
6. Bimbingan dan Konseling Melayani "Orang Sakit" dan/atau "Kurang
Normal"
7. Bimbingan dan Konseling Bekerja Sendiri
8. Konselor Harus Aktif, Sedangkan Pihak Lain Pasif
9. Menganggap Pekerjaan Bimbingan dan Konseling D Dilakukan oleh
Siapa Saja
10. Pelayanan Bimbingan dan Konseling Berpusat pada Keluhan Pertama
Saja
11. Menyamakan Pekerjaan Bimbingan dan Konseling dengan Pekerjaan
Dokter atau Psikiater
Daftar Pustaka

Belkin, G.S. (1975). Practical Counseling in the School. Dubuque, Iowa W.C. Brown
Company Publishers.

Bernard, H.W. & Fullmer, D. W. (1969). Principles of Guidance. New York: Harper
& Row Publishers.

Crow, L.D. & Crow, A. (1960). An Introduction to Guidance. New York:

American Book Company.

Jones, A. J. (1951). Principles of Guidance and Pupil Personnel Work.

New York: McGraw-Hill Book Company. Jones, A.J., Staffire, B. & Stewart, N.R.
(1970). Principles of Guidance. Tokyo: McGraw-Hill Kogakusha Company.

McDaniel, H.B. (1956). Guidance in the Modern School. New York: The

Dryden Press.

Miller, F. W. et. al. (178). Guidance Principles and Services. Columbus

Charles E. Merril Publishing Company.

Mortensen, D. G. & Schmuller, G.S. (1976). Guidance in Today's School. New York:
John Willey & Sons, Inc. Myers,
Daftar Pustaka
Adler, M.J. (1981). Six Great Ideas: New York: Macmillan Publishing,

Company

Bee, H. (1978). The Developing Chila, New York: Harper & Row, Pub-

lishers.

Belkin, G.S. (1975). The Counselor Training In Practical Counseling in the Schools
Dubuque, Iowa: W.C. Brown Company Publishers. Bernard, H. W. & Fullmer, D.W.
(1969), Principles of Guidance. New York:

Harper & Row Publishers.

Borders, L.D. & Drury, S.M. (1992). Comprehensive School Counseling Programs:
A Review for Policymakers and Practitioners. Journal of Counseling and
Development, 70 (4), 487-498.

Budhisantoso, S. (1992). Pendidikan Indonesia Berakar pada Kebudayaan Nasional


(Makalah Utama pada Konvensi Nasional Pendidikan In- donesia II, Medan 4-8
Februari 1992).

Burn, D. (1992). Ethical Implication in Cross-Cultural Counseling and Training


Journal of Counseling and Development, 70 (5), 578-583.
BAB IV Landasan Bimbingan dan Konseling
A. Landasan Filosofis
Kata filosofi atau filsafat berasal dari bahasa Yunani: philos berarti
cinta, dan shopos berarti bijaksana. Jadi filosofis berarti kecintaan terhadap
kebijaksanaan. Lebih luas, kamus Webster New Universal memberikan
pengertian bahwa filsafat merupakan ilmu yang mempelajari kekuatan
yang didasari proses berfikir dan bertingkah laku, teori tentang prinsip-
prinsip atau hukum-hukum dasar yang mengatur alam semesta serta
mendasari semaa pengetahuan dan kenyataan, termasuk ke dalamnya studi
tentang estetika, etika, logika, metafisika, dan lain sebagainya. Dengan kata
lain, filsafat merupakan pemikiran yang sedalam-dalamnya, seluas-
luasnya, setinggi-tingginya, selengkap-lengkapnya, serta setuntas-
tuntasnya tentang sesuatu. Tidak ada lagi pemikiran yang lebih dalam,
lebih luas, lebih tinggi, lebih lengkap ataupun lebih tuntas daripada
pemikiran filosofis.
B. Landasan Religius
Dalam pembahasan lebih lanjut tentang landasan religius bagi
layanan bimbingan dan konseling perlu ditekankan tiga hal pokok, yaitu:
a) keyakinan bahwa manusia dan seluruh alam semesta adalah makhluk
Tuhan,
b) sikap yang mendorong perkembangan dan perikehidupan manusia
berjalan ke arah dan sesuai dengan kaidah-kaidah agama, dan
c) upaya yang memungkinkan berkembang dan dimanfaatkannya secara
optimal suasana dan perangkat budaya (termasuk ilmu pengetahuan dan
teknologi) serta kemasyarakatan yang sesuai dan meneguhkan
kehidupan beragama untuk membantu perkembangan dan pemecahan
masalah individu.
C. Landasan Psikologis
Psikologi merupakan kajian tentang tingkah laku individu.
Landasan psikologis dalam bimbingan dan konseling berarti memberikan
pemahaman tentang tingkah laku individu yang menjadi sasaran layanan
(klien). Hal ini sangat penting karena bidang garapan bimbingan dan
konseling adalah tingkah laku klien, yaitu tingkah laku klien yang perlu
diubah atau dikembangkan apabila la hendak mengatasi masalah-masalah
yang dihadapinya atau ingin mencapai tujuan-tujuan yang dikehendakinya.
D. Landasan Sosial Budaya
Dalam Bab I telah dikemukakan adanya dimensi-dimensi
kernanusia- an. Salah satu dari dimensi kemanusiaan itu adalah "dimensi
kesosialan". Sebagai makhluk sosial, manusia tidak pernah dapat hidup
seorang diri. Di mana pun dan bilamana pun manusia hidup senantiasa
membentuk kelompok hidup terdiri dari sejumlah anggota guna menjamin
baik keselamatan, perkembangan, maupun keturunan. Dalam kehidupan
berkelompok itu, manusia harus mengembangkan ketentuan yang mengatur
hak dan kewajiban masing-masing individu sebagai anggota demi
ketertiban pergaulan sosial mereka. Ketentuan-ketentuan itu biasanya
berupa perangkat nilai, norma sosial maupun pandangan hidup yang
terpadu dalam sistem budaya yang berfungsi sebagai rujukan hidup para
pendukungnya. Rujukan itu, melebihi proses belajar, diwariskan kepada
generasi penerus yang akan melestarikan- nya. Karena itu masyarakat dan
kebudayaan itu sesungguhnya merupakan dua sisi dari satu mata uang yang
sama (Budhi Santoso, 1992), yaitu sisi generasi tua sebagai pewaris dan
sisi generasi muda sebagai penerus
E. Landasan Ilmiah dan Teknologis
Pelayanan bimbingan dan konseling merupakan kegiatan
profesional yang memiliki dasar-dasar keilmuan, baik yang menyangkut
teori-teorinya, pelaksanaan kegiatannya, maupun pengembangan-
pengembangan pelayanan itu secara berkelanjutan.
F. Landasan Pedagogis
Setiap masyarakat, tanpa terkecuali, senantiasa menyelenggarakan
pendidikan dengan berbagai cara dan sarana untuk menjamin kelangsungan
hidup mereka. Boleh dikatakan bahwa pendidikan itu merupakan salah satu
lembaga sosial yang universal dan berfungsi sebagai sarana reproduksi
sosial (Budi Santoso, 1992). Dengan reporduksi sosial itulah nilai-nilai
budaya dan norma-norma sosial yang melandasi kehidupan masyarakat itu
diwujudkan dan dibina ketangguhannya. Karena itu berbagai cara
dilakukan masyarakat untuk mendidik anggotanya, seperti menceritakan
dongeng- dongeng mitos, menanamkan etika sosial dengan memberitahu,
menegur dan keteladanan; melalui permainan, terutama yang
memperkenalkan peran-peran soal, serta lain-lain kegiatan di antara teman
sebaya, dan kerabat. Kegiatan pendidikan itu kini meluas dilakukan di
sekolah maupun luar sekolah dengan menggunakan alat bantu yang
didukung dengan teknologi modern.
Daftar Pustaka

Anastasi, A. (1992), "What Counselor Should Know About the Use and Interpretation
of Psychological Tes" dalam Journal of Counseling and Development. May/June
1992. Bernard, H.W. & Fullmer, D.W. (1979) Principles of Guidance. New York:
Harper & Row, Publishers.

Bernard, H. W. & Fullmer, D.W. (1969) Principles of Guidance. Scranton,

Pensylvania: International Texbook Company.

Belkin, G.S. (1975). Practical Counseling in Schools. Dubuque, Iowa: William C.


Brown Company Publishers.

Burns, C.F. & Consolvo, C.A. (1992). "The Development of Campus-

Based Substance Abuse Prevenstion Program" dalam Journal of

Counseling and Development, May/June 1992, 705, 639-641. Brammer, L-M. &
Shostrom, E.L. (1982). Therapeutic Psychology. Englewood Cliffs, New Jersey:
Prentice Hall, Inc.
BAB V Fungsi dan Prinsip-Prinsip Bimbingan dan Konseling
A. Fungsi Bimbingan dan Konseling
Fungsi bimbingan dan konseling ditinjau dari kegunaan atau
manfaat, ataupun keuntungan-keuntungan apa yang diperoleh melalui
pelayanan tersebut. Fungsi-fungsi itu banyak dan dapat dikelompokkan
menjadi empat fungsi pokok, yaitu: (a) fungsi pemahaman, (b) fungsi
pencegahan, (c) fungsi pengentasan, (d) fungsi pemeliharaan dan (e) fungsi
pengembangan.
B. Prinsip-Prinsip Bimbingan dan Konseling
Prinsip merupakan paduan hasil kajian teoretik dan telaah lapangan
yang digunakan sebagai pedoman pelaksanaan sesuatu yang dimaksudkan.
Dalam pelayanan bimbingan dan konseling prinsip-prinsip yang
digunakan- nya bersumber dari kajian filosofis, hasil-hasil penelitian dan
pengalaman praktis tentang hakikat manusia, perkembangan dan kehidupan
manusia dalam konteks sosial budayanya, pengertian, tujuan, fungsi, dan
proses penyelenggaraan bimbingan dan konseling.
Rumusan prinsip-prinsip bimbingan dan konseling pada umumnya
berkenaan dengan sasaran pelayanan, masalah klien, tujuan dan proses
penanganan masalah, program pelayan, penyelenggaraan pelayanan.
Berikut ini dicatatkan sejumlah prinsip bimbingan dan konseling yang
diramu dari sejumlah sumber (Bernard & Fullmer, 1969 dan 1979; Crow &
Crow, 1960; Miller & Fruehling, 1978).
1. Prinsip-prinsip Berkenaan dengan Sasaran Pelayanan
Sasaran pelayanan bimbingan dan konseling adalah individu-individu,
baik secara perorangan maupun kelompok. Individu-individu itu sangat
bervariasi, misalnya dalam hal umurnya, jenis kelaminnya, status sosial
ekonomi keluarga, kedudukan, pangkat dan jabatannya, keterikatannya
rhadap suatu lembaga tertentu, dan variasi-variasi lainnya.
2. Prinsip-prinsip Berkenaan dengan Masalah Individu
Masalah-masalah yang timbul seribu satu macam dan sangat
bervariasi, baik dalam jenis dan intensitasnya. Secara ideal pelayanan
bimbingan dan konseling ingin membantu semua individu dengan berbagai
masalahnya itu. Namun, sesuai dengan keterbatasan yang ada pada dirinya
sendiri, pelayanan bimbingan dan konseling hanya mampu menangani
masalah klien secara terbatas.
3. Prinsip-Prinsip Berkenaan dengan Program Pelayanan
Kegiatan pelayanan bimbingan dan konseling baik diselenggarakan
secara "insidental", maupun terprogram. Pelayanan "insidental" diberikan
kepada klien-klien yang secara langsung (tidak terprogram atau terjadwal)
kepada konselor untuk meminta bantuan. Konselor memberikan pelayanan
kepada mereka secara langsung pula sesuai dengan permasalahan klien
pada waktu mereka itu datang.
4. Prinsip-Prinsip Berkenaan dengan Pelaksanaan Layanan
Pelaksanaan pelayanan bimbingan dan konseling (baik yang bersifat
"insidental" maupun terprogram) dimulai dengan pemahaman tentang
tujuanblayanan. Tujuan ini selanjutnya akan diwujudkan melalui proses
tertentu yang dilaksanakan oleh tenaga ahli dalam bidangnya, yaitu
konselor profesional. Konselor yang bekerja di suatu lembaga yang cukup
besar (misalnya sebuah sekolah), sangat berkepentingan dengan
penyelenggara program-program bimbingan dan konseling secara teratur
dari waktu ke waktu. Kerja sama dengan berbagai pihak, baik di dalam
maupun di luar berbagai tempat ia bekerja perlu dikembangkan secara
optimal.
5. Prinsip-Prinsip Bimbingan dan Konseling di Sekolah
Dalam lapangan operasional bimbingan dan konseling, sekolah me
rupakan lembaga yang wajah dan sosoknya sangat jelas. Di sekolah
pelayanan bimbingan dan konseling diharapkan dapat tumbuh dan
kerkembang dengan amat baik mengingat sekolah merupakan lahan yang
cara potensial sangat subur, sekolah memiliki kondisi dasar yang justru
menuntut adanya pelayanan ini pada kadar yang tinggi. Para siswanya ang
sedang dalam tahap perkembangan yang "meranjak" memerlukan gala
jenis layanan bimbingan dan konseling dalam segenap fungsinya. Pa guru
terlibat langsung dalam pengajaran yang apabila pengajaran itu
dikehendaki mencapai taraf keberhasilan yang tinggi, memerlukan upaya
penunjang untuk bagi optimalisasi belajar siswa.
BAB VI Orientasi dan Ruang Lingkup Kerja Bimbingan dan Konseling
A. Orientasi Bimbingan dan Konseling
Orientasi yang dimaksudkan di sini ialah "pusat perhatian" atau "titik berat
pandangan". Misalnya, seseorang yang berorientasi ekonomi dalam pergaulan,
maka ia akan menitikberatkan pandangan atau memusatkan perhatiannya pada
perhitungan untung rugi yang dapat ditimbulkan oleh pergaulan yang ia adakan
dengan orang lain; sedangkan orang yang berorientasi agama akan melihat
pergaulan itu sebagai lapangan tempat dilangsungkannya ibadah menurut ajaran
agama.
1. Orientasi Perseorangan
"Orientasi perseorangan" bimbingan dan konseling menghendaki agar
konselor menitikberatkan pandangan pada siswa secara individual. Satu per satu
siswa perlu mendapat perhatian Pemahaman konselor yang baik terhadap
keseluruhan siswa sebagai kelompok dalam kelas itu penting juga, tetapi arah
pelayanan dan kegiatan bimbingan ditujukan kepada masing-masing siswa.
Kondisi keseluruhan (kelompok) siswa itu merupakan konfigurasi (bentuk
keseluruhan) yang dampak positif dan negatifnya terhadap siswa secara individual
harus diperhitungkan.
2. Orientasi Perkembangan
Orientasi perkembangan dalam bimbingan dan konseling lebih menekankan
lagi pentingnya peranan perkembangan yang terjadi dan yang hendaknya
diterjadikan pada diri individu. Bimbingan dan konseling memusatkan
perhatiannya pada keseluruhan proses perkembangan itu.
3. Orientasi Permasalahan
Dalam kaitannya dengan fungsi-fungsi bimbingan dan konseling yang telah
dibicarakan, orientasi masalah secara langsung bersangkut-paut dengan fungsi
pencegahan dan fungsi pengentasan. Fungsi pencegahan menghendaki agar
individu dapat terhindar dari masalah-masalah yang mungkin mem- bebani
dirinya, sedangkan fungsi pengentasan menginginkan agar individu yang sudah
terlanjur mengalami masalah dapat terentaskan masalahnya.
B. Ruang Lingkup Pelayanan Bimbingan dan Konseling
1. Pelayanan Bimbingan dan Konseling di Sekolah.
Sekolah merupakan lembaga formal yang secara khusus dibentuk untuk
menyelenggarakan pendidikan bagi warga masyarakat. Dalam kelembagaan
sekolah terdapat sejumlah bidang kegiatan dan bidang pelayanan bimbingan dan
konseling mempunyai kedudukan dan peranan yang khusus.
a. Keterkaitan antara Bidang Pelayanan Bimbingan Konseling dan Bidang-Bidang
Lainnya.
1) bidang kurikulum dan pengajaran
2) bidang administrasi atau kepemimpinan
3) bidang kesiswaan
b. Tanggung Jawab Konselor Sekolah
1) tanggung jawab konselor kepada siswa
2) Tanggung jawab kepada orang tua
3) Tanggung jawab kepada sejawat
4) Tanggung jawab kepada sekolah dan masyarakat
5) Tanggung jawab kepada diri sendiri
6) tanggung jawab kepada profesi

2. Pelayanan Bimbingan dan Konseling di Luar Sekolah


a. Bimbingan dan Konseling Keluarga
Pelayanan tersebut ditujukan kepada seluruh anggota keluarga yang
memerlukannya. Segenap fungsi, jenis layanan dan kegiatan bimbingan dan
konseling pada dasarnya dapat diterapkan dengan memperhatikan kesesuaiannya
dengan masing-masing karakteristik anggota keluarga yang memerlukan
pelayanan itu. Khusus untuk anggota keluarga yang masih duduk di bangku
pendidikan formal, peranan konselor sekolah amat besar. Konselor sekolah justru
diharapkan agar menjembatani program bimbingan dan konseling di sekolah
dengan kebutuhan keluarga dalam pelayanan bimbingan dan konseling, Konselor
sekolah hendaknya mampu men- sinkronisasikan secara harmonis pemenuhan
kebutuhan anak di sekolah dan di rumah pada satu segi; serta fungsi sekolah dan
fungsi keluarga terhadap anak pada segi yang lain.
b. Bimbingan dan Konseling dalam Lingkungan yang Lebih Luas
Pelayanan bimbingan dan konseling yang menjangkau daerah kerja lebih luas
itu perlu diselenggarakan oleh konselor yang bersifat multidimensional (Chiles &
Eiken, 1983), yaitu yang mampu bekerja sama selain dengan guru, administrator,
dan orang tua, juga dengan berbagai komponen dan lembaga di masyarakat secara
lebih luas. Konselor seperti bekerja dengan masalah-masalah personal, emosional,
sosial, pendidikan, dan pekerjaan, yang kesemuanya itu untuk mencegah
timbulnya masalah, pengentasan masalah, dan menunjang perkembangan individu
anggota masyarakat.
Daftar Pustaka

ASCA. (1984). Ethical standards for school conselor. The School Counse lor, 32, 84-
87. Bemard, H.W. & Fullmer, D.W. (1969), Principles of Guidance. Scanton,

Pensylvania: International Texbook Company.

Chiles, D. & Eiken, R. (1983). School Guidance and Counseling: Pupil

Personnel Services Recommanded Practices and Procedures Manual.

Illinois State Board of Education.

Hansen, J.C., Stevic, R.R. & Warner, R.W. (1977). Counseling: Theory and Practice,
Boston: Allyn & Bacon, Inc. Goldman, L. (1976). A View of Counselor's Future.
New York: City

University of New York.

Mayers, E. (1992). "Wellness, Prevension, Development: The Commerstone of the


Profession." dalam Journal of Counseling and Development, 71 (2), 136-136.

McDaniel, H.B. (1956). Guidance in Modern School. New York: Dryden

Press.
BAB VII Jenis Layanan Dan Kegiatan Bimbingan Dan Konseling

Layanan Orientasi
Layanan orientasi adalah layanan bimbingan yang dilakukan untuk
memperkenalkan siswa baru dan atau seseorang terhadap lingkungan yang baru
dimasukinya. Pemberian layanan ini bertolak dari anggapan bahwa memasuki
lingkungan baru bukanlah hal yang selalu dapat berlangsung dengan mudah dan
menyenangkan bagi setiap orang. Ibarat seseorang yang baru pertama kali datang
ke sebuah kota besar, maka ia berada dalam keadaan serba "buta"; buta tentang
arah yang hendak dituju, jalan-jalan, dan buta tentang itu dan ini. Akibat dari
kebutaannya itu, tidak jarang ada yang tersesat dan tidak mencapai apa yang
hendak ditujunya. Demikian juga bagi siswa baru di sekolah dan atau bagi orang-
orang yang baru memasuki suatu dunia kerja, mereka belum banyak mengenal
tentang lingkungan yang baru dimasukinya.
Layanan Informasi
Berbagai hal yang diperlukan untuk menjalani suatu tugas atau kegiatan,
atau untuk menentukan arah suatu tujuan atau rencana yang dikehendaki Dengan
demikian, layanan orientasi dan informasi itu pertama-tama meru- pakan
perwujudan dari fungsi pemahaman pelayanan bimbingan dan konseling. Lebih
jauh, layanan orientasi dan informasi akan dapat menunjang pelaksanaan fungsi-
fungsi bimbingan dan konseling lainnya dalam kaitan antara bahan-bahan orientasi
dan informasi itu dengan permasalahan individu.
Untuk menghindari kejadian-kejadian yang dapat merugikan itu mereka perlu
dibekali dengan informasi yang cukup dan akurat.
Layanan Penempatan dan Penyaluran
Di sekolah banyak wadah dan kegiatan yang dapat dimanfaatkan untuk
pengembangan bakat, kemampuan dan minat serta hobi, misalnya kegiatan
kepramukaan, Palang Merah Remaja (PMR), kelompok pencinta alam, kegiatan
kesenian, olahraga, kelompok-kelompok beli da bagainya. Demikian juga untuk
pengembangan bakat dan mirai yang jebih lanjut, sekolah penyediaan jurusan-
jurusan dan program-program husus pendidikan dan latihan.
Layanan Bimbingan Belajar
Pengalaman menunjukkan bahwa kegagalan-kegagalan yang dialami siswa
dalam belajar tidak selalu disebabkan oleh kebodohan atau rendahnya inteligensi.
Sering keg. Bimbingan belajar merupakan salah satu bentuk layanan bimbingan yang
penting diselenggarakan di sekolah agalan itu terjadi disebabkan mereka tidak
mendapat layanan bimbingan yang memadai.
Layanan Konseling Perorangan
Pada bagian-bagian terdahulu konseling telah banyak disebut. Pada bagian
ini konseling dimaksudkan sebagai pelayanan khusus dalam hubungan langsung
tatap muka antara konselor dan klien. Dalam hubungan itu masalah klien dicermati
dan diupayakan pengentasannya, sedapat- dapatnya dengan kekuatan klien sendiri.
Dalam kaitan itu, konseling dianggap sebagai upaya layanan yang paling utama
dalam pelaksanaan fungsi pengentasan masalah klien. Bahkan dikatakan bahwa
konselingmerupakan "Jantung hatinya" pelayanan bimbingan secara menyeluruh.
DAFTAR PUSTAKA
Asmani, Jamal Ma'mur 2010 Panduan Efektif Bimbingan dan
Konseling di Sekolah
Yogyakarta: DIVA Press
Budi Purwoko. Organisasi dan Managemen Bimbingan Konseling.
(Surabaya Unesa
University Press, 2008). Hal 52
Deni Febrini, 2001 Bimbingan Konseling Yogyakarta: TERAS
Hallen A. 2005. Bimbingan dan Konseling Jakarta Quantum Teaching
Ketut Sukardi, Dewa, Pengantar Pelaksanaan Program Bimbingan Dan
Konseling Di
Sekolah, Jakarta PT Rineka Cipta, 2008 6 Tohirin 2007 Bimbingan dan
Konseling di Sekolah dan Madrasah (Berbasis
Integrasi) Jakarta PT Raja Grafindo Persada
H Prayitno, Erma Amti 2013 Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling
Jakarta PT RINEKA CIPTA
BAB VIII Bimbingan Dan Konseling Sebagai Profesi
A. Pengertian Profesi

Istilah “profesi” memang selalu menyangkut pekerjaan, tetapi tidak semua


pekerjaan dapat disebut profesi. Untuk mecegah kesimpang-siuran tentang arti profesi
dan hal-hal yang bersangkut paut dengan itu, berikut ini dikemukakan beberapa
istilah dan ciri-ciri profesi. “Profesi” adalah suatu jabatan atau pekerjaan yang
menuntut keahlian dari para petugasnya. Artinya, pekerjaan yang disebut profesi,
tidak bisa dilakukan oleh orang yang tidak terlatih dan tidak disiapkan secara khusus
terlebih dahulu untuk melakukan pekerjaan itu.

B. Ciri-ciri Profesi
Secara umum ada beberapa ciri atau sifat yang selalu melekat pada profesi, yaitu :

1. Adanya pengetahuan khusus, yang biasanya keahlian dan keterampilan ini


dimiliki berkat pendidikan, pelatihan dan pengalaman yang bertahun-tahun.
2. Adanya kaidah dan standar moral yang sangat tinggi. Hal ini biasanya setiap
pelaku profesi mendasarkan kegiatannya pada kode etik profesi.
3. Mengabdi pada kepentingan masyarakat, artinya setiap pelaksana profesi
harus meletakkan kepentingan pribadi di bawah kepentingan masyarakat.
4. Ada izin khusus untuk menjalankan suatu profesi. Setiap profesi akan selalu
berkaitan dengan kepentingan masyarakat, di mana nilai-nilai kemanusiaan
berupa keselamatan, keamanan, kelangsungan hidup dan sebagainya, maka untuk
menjalankan suatu profesi harus terlebih dahulu ada izin khusus.
5. Kaum profesional biasanya menjadi anggota dari suatu profesi.
6. Lebih mementingkan pelayanan kemanusiaan yang ideal dibandingkan
dengan kepentingan pribadi
D. Pengembangan Gerakan Bimbingan di Indonesia

Sejalan dengan pertumbuhan dan perkembangan sistem pendidikan di Indonesia


semakin dirasakan pula kebutuhan akan adanya pelayanan khusus bimbingan dan
konseling, baik di sekolah maupun di luar sekolah. Kemerdekaan Republik Indonesia
yang diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945, telah menghasilkan berbagai
perubahan yang mendasar bagi pelaksanaan pendidikan. Sejak itu, perubahan demi
perubahan dalam bidang pendidikan terus-menerus dilancarkan oleh pemerintah
untuk dapat mewujudkan cita-cita yang terkandung di dalam Pembukaan Undang-
Undang Dasar 1945, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Anak-anak yang masuk
sekolah tidak lagi terbatas pada hanya anak-anak yang bersifat dari golongan
masyarakat tertentu saja. Setiap anak berhak mendapat pendidikan. Oleh karena itu
mereka memiliki kesempatan yang sama untuk mendapat pendidikan tanpa
memandang latar belakangnya (orang tua, ekonomi, kemampuan, dan sebagainya).
Akibatnya, sekolah harus menampung semua anak yang beraneka tingkat
kemampuan, bakat, minat, dan berbagai latar belakang. Pelajaran klasikal saja tidak
mungkin dapat melayani kebutuhan semua anak yang beraneka ragam itu. Untuk itu
diperlukan adanya pelayanan khusus yang disebut bimbingan dan konseling.
DAFTAR PUSTAKA
Syamsu Yusuf & Juntika Nurihsan, Landasan Bimbingan & Konseling, Bandung :
Remaja Rosdakarya, 2010.

Syamsu Yusuf, Program Bimbingan dan Konseling di Sekolah/Madrasah. Bandung :


CV Bani Qureys, 2005, hal :107

http://www.kawan-kuliah.com/download/semester%20VII/etika%20danprofesi/etika
http://id.wikipedia.org/wiki/Profesi

Anda mungkin juga menyukai