Dosen Pengampuh:
Irmayani Halim S.Pd.,M.Pd
Disusun Oleh:
Ameliya Tahala
Ameliya Tahala
DAFTAR ISI
Kata Pengantar..................................................................................................................
Daftar Isi.............................................................................................................................
Pembahasan.......................................................................................................................
BAB I Latar Belakang....................................................................................................................
BAB II Wawasan Tentang Pemahaman Penanganan dan Penyikapan Terhadap Kasus.................
BAB III Pengertian Bimbingan dan Konseling..............................................................................
BAB IV Landasan Bimbingan dan Konseling................................................................................
BAB V Fungsi dan Prinsip-Prinsip Bimbingan dan Konseling......................................................
BAB VI Orientasi dan Ruang Lingkup Kerja Bimbingan dan Konseling ......................................
BAB VII Jenis Layanan Dan Kegiatan Bimbingan Dan KonselinG...............................................
BAB VIII Bimbingan Dan Konseling Sebagai Profesi...................................................................
BAB I Latar Belakang
A. Pembangunan dan Perkembangan Masyarakat
Sejak awal kemerdekaannya bangsa dan pemerintah indonesia
bertekad untuk menyelenggarakan perjuangan pembangunan menuju
bangsa yang cerdas, maju, adil dan makmur, baik spiritual maupun
materiil. Tekad itu terwujud dalam upaya pembangunan perikehidupan
bangsa dan pembangunan nasional di segala bidang yang
berkesinambungan dan terus meningkat.
Rencana pembangunan lima tahunan berjalan dari waktu ke waktu.
Dewasa ini dalam menjelang masa pembangunan jangka panjang kedua
untuk memasuki era tinggal landas. Dalam era tinggal landas ini seluruh
potensi bangsa dan segenap unsur kemasyarakatan diharapkan telah matang
secara optimal dikerahkan untuk mencapai kehidupan berbangsa yang
cerdas, maju, adil dan makmur, baik spiritual maupun materiil tersebut.
Dunia memang terus berkembang. Perkembangan, khususnya di
Eropa dan Amerika Serikat ditandai dengan perkembangan masyarakat dari
zaman pertanian (yang berlangsung sampai abad ke-18), melalui zaman
industrialisasi (abad ke-19-20), dan sebentar lagi memasuki zaman
informasi (mulai abad ke-21).
B. Manusia: Makhluk Paling Indah dan Berderajat Paling Tinggi
Manusia adalah ciptaan Tuhan yang paling indah dan paling tinggi
derajatnya. Manusia diciptakan untuk menjadi khalifah atau pemimpin di
bumi, atau bahkan kiranya di seluruh semesta ciptaan Tuhan.
Predikat “paling tinggi” mengisyaratkan bahwa tidak ada makhluk
lain yang dapat mengatasi dan mengalahkan manusia. Manusialah yang
justru diberi kemungkinan untuk mengatasi ataupun menguasai makhluk-
makhluk lain sesuai dengan hakikat penciptaan manusia itu.
Hakikat manusia sebagai makhluk paling indah dan paling tinggi
derajatnya mendorong manusia untuk terus maju dan berkembang tanpa
henti; dari zaman ke zaman. Menurut sejarah, kemajuan dan perkembangan
manusia itu ternyata tidak selalu mulus dan setiap saat membawa
kesenangan dan kebahagiaan.
Keberadaan manusia dengan predikat paling indah dan derajat
paling tinggi itu tidak selamanya membawa manusia menjalani
kehidupannya dengan kesenangan dan kebahagiaan. Malapetaka dan
kesengsaraan membuntuti perjalan hidup manusia dan boleh jadi tidak
terelakkan apabila manusia itu tidak awas dan waspada mengelola
perjalanan hidupnya.
C. Dimensi-Dimensi Kemanusiaan
Pengembangan dimensi keindividualan memungkinkan seseorang
memperkembangkan segenap potensi yang ada pada dirinya secara optimal
mengarah kepada aspek-aspek kehidupan yang positif. Bakat, minat,
kemampuan dan berbagai kemungkinan yang terbuat di dalam aspek-aspek
mental-fisik dan biologis berkembang dalam rangka dimensi
keindividualan itu.
Perkembangan dimensi keindividualan diimbangi dengan
perkembangan dimensi kesosialan pada diri individu yang bersangkutan
perkembangan dimensi ini memungkinkan seseorang mampu berinteraksi,
berkomunikasi bergaul, bekerja sama, dan hidup bersama orang lain.
Kaitan antara dimensi keindividualan dan kesosialan memperlihatkan
bahwa manusia adalah sekaligus makhluk individu dan makhluk sosial.
Dimensi kesusilaan memberikan warna moral terhadap
perkembangan dimensi pertama dan kedua. Norma, etika dan berbagai
ketentuan yang berlaku mengatur bagaimana kebersamaan antarindividu
seharusnya dilaksanakan.
Perkembangan ketiga dimensi di atas memungkinkan manusia
menjalani kehidupan. Apabila ketiga dimensi itu berkembang optimal tidak
mustahil kehidupan manusia dapat mencapai taraf kebudayaan yang amat
tinggi. Dengan ketiga dimensi itu mereka dapat hidup dengan sangat layak
dan dapat mengembangkan ilmu, teknologi dan seni sehebat-hebatnya, dan
bahkan mereka dapat mengarungi angkasa luar serta mampu mencapai
bulan dan bintang-bintang.
D. Manusia Seutuhnya
Manusia seutuhnya itu adalah mereka yanng mampu menciptakan
dan memperoleh kesenangan dan kebahagiaan bagi dirinya sendiri dan bagi
lingkungannya berkat pengembangan optimal segenap potensi yang ada
pada dirinya (dimensi keindividualan), seiring dengan pengembangan
suasana kebersamaan dengan lingkungan sosialnya (dimensi kesosialan),
sesuai dengan aturan dan ketentuan yang berkaku ( dimensi kesusilaan),
dan segala sesuatunya itu dikaitkan dengan pertanggungjawaban atas
segenap aspek kehidupannya di dunia terhadap kehidupan di akhirat kelak
kemudian hari ( dimensi keagamaan). Citra manusia seutuhnya adalah
manusia yang sebenar-benarnya manusia; manusia dengan aku dan
kediriannya yang matang, tangguh dan dinamis; dengan kemampuan
sosialnya yang luas dan bersemangat, tetapi menyejukkan; dengan
kesusilaannya yang tinggi; serta dengan keimanan dan ketakwaannya
kepada Tuhan yang Maha Esa yang mendalam.
Di dalam masyarakat, gambaran manusia seutuhnya itu sering
ditampilkan melalui pengembangan paham-paham tertentu yang menjadi
dasar ataupun panutan bagi berbagai gerakan yang amat besar pengaruhnya
terhadap kehidupan masyarakat, baik gerakan politik, ekonomi., sosial-
budaya keamanan dan gerakan-gerakan lainnya.
E. Perlunya Bimbingan dan Konseling
Sebagaimana telah dikemukakan, pengembangan kemanusiaan
seutuhnya hendaknya mencapai pribadi-pribadi yang kediriannya matang,
dengan kemampuan sosial yang menyejukkan, kesusilaan yang tinggi, dan
keimanan serta ketakwaan yang dalam. tetapi, kenyataan yang sering
dijumpai adalah keadaan pribadi yang kurang berkembang dan rapuh,
kesosialan yang panas dan sangar, kesusilaan yang rendah, dan keimanan
serta ketakwaan yang dangkal. Sehubungan dengan hal itu, dalam proses
pendidikan banhyak dijumpai permasalahan yang dialami oleh anak-anak,
para remaja, dan pemuda yang menyangkut keempat dimensi kemanusiaan
mereka. Potensi-potensi yang ada pada diri mereka tidak dapat berkembang
secara optimal; mereka yang berbakat tidak dapat mengembangkan
bakatnya, mereka yang berkecerdasan tinggi kurang mendapatkan
rangsangan dan fasilitas pendidikan sehingga bakat dan kecerdasan yang
merupakan karunia Tuhan yang tidak ternilai harganya itu menjadi
terbuang sia-sia.
Daftar Pustaka
Adler, MJ. (1981). Six Great Ideas. New York: MacMillan Publishing.
Glasser, W. (1975). School Without Failure. New York: Harper & Row. Holt, J.
(1969). The Underachieving School, New York: Dell Publishing Co.
278
BAB II Wawasan Tentang Pemahaman Penanganan dan Penyikapan
Terhadap Kasus
A. Tinjauan Awal Tentang kasus
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dapat dibaca bahwa kasus
berarti soal atau perkara atau keadaan sebenarnya suatu urusan atau
perkara. Apabila istilah kasus itu dihubungkan dengan seseorang, maka ini
berarti bahwa pada orang yang dimaksudkan itu terdapat “soal” atau
“perkara” tertentu.
Dalam bimbingan dan konseling pamakaian kata “kasus” tidak
menjurus kepada pengertian-pengertian tentang soal-soal ataupun perkara-
perkara yang berkaitan dengan urusan kriminal atau perdata, urusan hukum
atau polisi, atau urusan yang bersangkut-paut dengan pihak-pihak yang
berwajib. Kata “kasus” dipakai dalam bimbingan dan konseling sekadar
untuk menunjukkan bahwa “ada sesuatu permasalahan tertentu pada diri
seseorang yang perlu mendapatkan perhatian dan pemecahan demi
kebaikan untuk diri yang bersangkutan”.
B. Pemahaman Terhadap Kasus
Dalam menghadapi suatu kasus yang dialami oleh seseorang, ada
tiga hal utama yang perlu diselenggarakan, yaitu penyikapan, pemahaman,
dan penanganan terhadap kasus terseburt.
Pada diri konselor (yaitu orang yang berkehendak dan amat
berkepentingan dengan pemahaman yang mendalam tentang kasus yang
dialaminya) pertama-tama perlu dikembangkan konsep atau ide-ide yang
cukup kaya tentang berbagai kasus. Apabila kepada konselor dihadapkan
sebuah kasus, maka pada diri konselor itu seharusnyalah telah tersedia
berbagai ide berkenaan dengan kasus itu, terutama konsep/ide-ide tentang
gambaran kasus yang lebih rinci, kemungkinan sebab-sebabnya, dan
kemungkinan akibat-akibatnya apabila kasus itu dibiarkan tidak tertangani
atau malahan bertambah parah.
C. Penanganan Kasus
Penanganan kasus pada umumnya dapat dilihat sebagai keseluruhan
perhatian dan tindakan seseorang terhadap kasus (yang dialami oleh
seseorang) yang dihadapkan kepadanya sejak awal sampai dengan diakhiri-
nya perhatian dan tindakan tersebut. Dalam pengertian itu penanganan
kasus meliputi:
(1) pengenalan awal tentang kasus (dimulai sejak mula kasus itu dihadap-
kan);
(2) pengembangan ide-ide tentang rincian masalah yang terkandung di
dalam kasus itu;
(3) penjelajahan lebih lanjut tentang segala seluk-beluk kasus tersebut,
dan akhirnya;
(4) mengusahakan upaya-upaya kasus untuk mengatasi atau memecahkan
sumber pokok permasalahan itu.
Charles Schribner's Sons. Jones, A.J. (1951). Principle of Guidance. New York:
McGraw-Hill Book Company.
McDaniel, H.B. (1957). Guidance in the Modern School. New York: Dryden Press.
York: Harper & Row, Publishers. Roessler, R.T. & Rubin, S.E. (1992). Case
Management and Rehabilita- tion Counseling. Austin, Texas: Pro-ed.
2. Pengertian Konseling
Secara etimologis, istilah konseling berasal dari bahasa Latin, yaitu
"consilium" yang berarti "dengan" atau "bersama" yang dirangkai
dengan "menerima" atau "memahami". Sedangkan dalam bahasa
Anglo-Saxon, istilah konseling berasal dari "sellan" yang berarti
"menyerahkan" atau menyampaikan".
...konseling adalah kegiatan di mana semua fakta dikumpulkan dan
semua pengalaman siswa difokuskan pada masalah tertentu untuk
diatasi sendiri oleh yang bersangkutan, di mana ia diberi bantuan
pribadi dan langsung dalam pemecahan masalah itu. Konselor tidak
memecahkan masalah untuk klien. Konseling harus ditujukan pada
perkembangan yang progresif dari individu untuk memecahkan
masalah-masalahnya sendiri tanpa bantuan. (Jones, 1951).
Konseling merupakan suatu proses untuk membantu individ
mengatasi hambatan-hambatan perkembangan dirinya, dan mencapai
perkembangan optimal kemampuan pribadi yang dimilikinya, proses
tersebut dapat terjadi setiap waktu. (Division of Conseling
Psychology).
B. Istilah Penyuluhan dan Konseling
Sejak tahun 1960-an istilah bimbingan dan penyuluhan seperti telah
memasyarakat, khusus di kalangan persekolahan. Namun sejak awal tahun
1970-an muncul pemakaian istilah "penyuluhan" yang sama sekali di luar
pengertian konseling sebagaimana dimaksudkan semula (Prayitno, 1987).
"Penyuluhan" dalam pengertiannya yang kemudian itu lebih mengarah
pada usaha-usaha suatu badan, baik pemerintah maupun swasta untuk
meningkatkan kesadaran, pemahaman, sikap dan keterampilan warga
masyarakat berkenaan dengan hal tertentu. Misalnya "Penyuluhan
Pertanian" bermaksud meningkatkan kesadaran, pemahaman, sikap dan
keterampilan warga masyarakat, khususnya petani, berkenaan dengan
aspek pertanian tertentu, seperti cara-cara bertanam, pemilihan bibit,
penggunaan pupuk, pemberantasan hama dan sebagainya. Demikian
berbagai usaha penyuluhan" muncul, antara Penyuluhan Gizi, Penyuluhan
Keluarga Berencana, Penyuluhan Hukum, Penyuluhan Kesehatan. Tidak
disangsikan bahwa di masa mendatang berbagai penyuluhan yang lain akan
diperkenalkan dan dilancarkan di tengah-tengah masyarakat.
Penggunaan istilah penyuluhan dalam arti "konseling" dan
penyuluhan dalam arti "pembinaan masyarakat seolah-olah berlomba dan
saling mempertahankan keberadaan masing-masing. Dalam "perlombaan"
ini dapat dimengerti bahwa penyuluhan dalam arti yang kedua lebih
memperoleh pasaran, dalam arti konseling makin tertinggal dan
terkungkung dalam lingkungannya sendiri, khususnya lingkungan sekolah.
Yang lebih memprihatinkan lagi ialah penyuluhan dalam arti konseling itu
ternyata steril, kurang mampu memantapkan diri sendiri maupun
pelayanannya kepada masyarakat. Dalam keadaan seperti ini dikhawatirkan
pengertian penyuluhan dalam arti konseling makin luntur atau mungkin
tidak dikenal di satu pihak, dan di pihak lain penggunaan penyuluhan
dalam arti yang lainnya makin meluas dan sama sekali tidak dapat
dibendung.
C. Perkembangan Konsepsi Bimbingan dan Konseling
Di negara-negara yang bimbingan dan konselingnya telah maju,
terutama Amerika Serikat, perkembangan gerakan tentang bimbingan dan
konseling yang memberikan makna berbeda terus berlangsung. Miller
(1961) meringkaskan perkembangan bimbingan dan konseling ke dalam
lima periode. Pada awal perkembangan gerakan bimbingan yang
diprakarsai oleh Frank Parson, pengertian bimbingan baru mencakup
bimbingan jabatan. Pada tahap awal ini, yang umumnya disebut sebagai
periode Parsonian, bimbingan dilihat sebagai usaha mengumpulkan
berbagai keterangan tentang individu dan tentang jabatan; kedua jenis
keterangan itu kemudian dipasang - dicocokkan yang pada akhirnya
menentukan jabatan apa yang paling cocok untuk individu yang
dimaksudkan. Pada periode kedua, gerakan bimbingan lebih menekankan
pada bimbingan pendidikan. Dalam tahapan ini bimbingan dirumuskan
sebagai suatu totalitas pelayanan yang secara keseluruhan dapat
diintegrasikan ke dalam upaya pendidikan. Pada kedua periode ini,
rumusan tentang konseling belum dimunculkan.
D. Tujuan Bimbingan dan Konseling
Dengan memperhatikan butir-butir tujuan bimbingan dan konseling
sebagaimana tercantum dalam rumusan-rumusan tersebut, tampak bahwa
tujuan umum bimbingan dan konseling adalah untuk membantu individu
memperkembangkan diri secara optimal sesuai dengan tahap
perkembangan dan predisposisi yang dimilikinya (seperti kemampuan
dasar dan bakat- bakatnya), berbagai latar belakang yang ada (seperti latar
belakang keluarga, pendidikan, status sosial ekonomi), serta sesuai dengan
tuntutan positif lingkungannya. Dalam kaitan ini, bimbingan dan konseling
membantu individu untuk menjadi insan yang berguna dalam
kehidupannya yang memiliki berbagai wawasan, pandangan, interpretasi,
pilihan, penyesuaian, dan keterampilan yang tepat berkenaan dengan diri
sendiri dan ling- kungannya. Insan seperti itu adalah insan yang mandiri
yang memiliki kemampuan untuk memahami diri sendiri dan
lingkungannya secara tepat dan objektif, menerima diri sendiri dan
lingkungan secara positif dan dinamis, mampu mengambil keputusan
secara tepat dan bijaksana, mengarahkan diri sendiri sesuai dengan
keputusan yang diambilnya itu, serta akhirnya mampu mewujudkan diri
sendiri secara optimal. Hal ini semua dalam rangka pengembangan
keempat perwujudan keempat dimensi kemanusiaan individu.
E. Asas-Asas Bimbingan dan Konseling
Asas-asas yang dimaksudkan adalah asas kemahasiaan,
kesukarelaan, keterbukaan, kekinian, kemandirian, kegiatan, kedinamisan,
keterpaduan, kenormatifan, keahlian, ahli tangan, dan tut wuri handayani
(Prayitno, 1987).
F. Kesalahpahaman dalam Bimbingan dan Konseling
Kesalahpahaman yang sering dijumpai di lapangan antara lain
adalah sebagai berikut:
1. Bimbingan dan Konseling Disamakan Saja dengan atau Dipisahkan Sama
Sekali dari Pendidikan
2. Konselor di Sekolah Dianggap sebagai Polisi Sekolah
3. Bimbingan dan Konseling Dianggap Semata-Mata Sebagai Proses
Pemberian Nasihat
4. Bimbingan dan Konseling Dibatasi pada Hanya Menangan Masalah yang
Bersifat Insidental
5. Bimbingan dan Konseling Dibatasi Hanya untuk Kilen-Klien Tertentu
Saja
6. Bimbingan dan Konseling Melayani "Orang Sakit" dan/atau "Kurang
Normal"
7. Bimbingan dan Konseling Bekerja Sendiri
8. Konselor Harus Aktif, Sedangkan Pihak Lain Pasif
9. Menganggap Pekerjaan Bimbingan dan Konseling D Dilakukan oleh
Siapa Saja
10. Pelayanan Bimbingan dan Konseling Berpusat pada Keluhan Pertama
Saja
11. Menyamakan Pekerjaan Bimbingan dan Konseling dengan Pekerjaan
Dokter atau Psikiater
Daftar Pustaka
Belkin, G.S. (1975). Practical Counseling in the School. Dubuque, Iowa W.C. Brown
Company Publishers.
Bernard, H.W. & Fullmer, D. W. (1969). Principles of Guidance. New York: Harper
& Row Publishers.
New York: McGraw-Hill Book Company. Jones, A.J., Staffire, B. & Stewart, N.R.
(1970). Principles of Guidance. Tokyo: McGraw-Hill Kogakusha Company.
McDaniel, H.B. (1956). Guidance in the Modern School. New York: The
Dryden Press.
Mortensen, D. G. & Schmuller, G.S. (1976). Guidance in Today's School. New York:
John Willey & Sons, Inc. Myers,
Daftar Pustaka
Adler, M.J. (1981). Six Great Ideas: New York: Macmillan Publishing,
Company
Bee, H. (1978). The Developing Chila, New York: Harper & Row, Pub-
lishers.
Belkin, G.S. (1975). The Counselor Training In Practical Counseling in the Schools
Dubuque, Iowa: W.C. Brown Company Publishers. Bernard, H. W. & Fullmer, D.W.
(1969), Principles of Guidance. New York:
Borders, L.D. & Drury, S.M. (1992). Comprehensive School Counseling Programs:
A Review for Policymakers and Practitioners. Journal of Counseling and
Development, 70 (4), 487-498.
Anastasi, A. (1992), "What Counselor Should Know About the Use and Interpretation
of Psychological Tes" dalam Journal of Counseling and Development. May/June
1992. Bernard, H.W. & Fullmer, D.W. (1979) Principles of Guidance. New York:
Harper & Row, Publishers.
Counseling and Development, May/June 1992, 705, 639-641. Brammer, L-M. &
Shostrom, E.L. (1982). Therapeutic Psychology. Englewood Cliffs, New Jersey:
Prentice Hall, Inc.
BAB V Fungsi dan Prinsip-Prinsip Bimbingan dan Konseling
A. Fungsi Bimbingan dan Konseling
Fungsi bimbingan dan konseling ditinjau dari kegunaan atau
manfaat, ataupun keuntungan-keuntungan apa yang diperoleh melalui
pelayanan tersebut. Fungsi-fungsi itu banyak dan dapat dikelompokkan
menjadi empat fungsi pokok, yaitu: (a) fungsi pemahaman, (b) fungsi
pencegahan, (c) fungsi pengentasan, (d) fungsi pemeliharaan dan (e) fungsi
pengembangan.
B. Prinsip-Prinsip Bimbingan dan Konseling
Prinsip merupakan paduan hasil kajian teoretik dan telaah lapangan
yang digunakan sebagai pedoman pelaksanaan sesuatu yang dimaksudkan.
Dalam pelayanan bimbingan dan konseling prinsip-prinsip yang
digunakan- nya bersumber dari kajian filosofis, hasil-hasil penelitian dan
pengalaman praktis tentang hakikat manusia, perkembangan dan kehidupan
manusia dalam konteks sosial budayanya, pengertian, tujuan, fungsi, dan
proses penyelenggaraan bimbingan dan konseling.
Rumusan prinsip-prinsip bimbingan dan konseling pada umumnya
berkenaan dengan sasaran pelayanan, masalah klien, tujuan dan proses
penanganan masalah, program pelayan, penyelenggaraan pelayanan.
Berikut ini dicatatkan sejumlah prinsip bimbingan dan konseling yang
diramu dari sejumlah sumber (Bernard & Fullmer, 1969 dan 1979; Crow &
Crow, 1960; Miller & Fruehling, 1978).
1. Prinsip-prinsip Berkenaan dengan Sasaran Pelayanan
Sasaran pelayanan bimbingan dan konseling adalah individu-individu,
baik secara perorangan maupun kelompok. Individu-individu itu sangat
bervariasi, misalnya dalam hal umurnya, jenis kelaminnya, status sosial
ekonomi keluarga, kedudukan, pangkat dan jabatannya, keterikatannya
rhadap suatu lembaga tertentu, dan variasi-variasi lainnya.
2. Prinsip-prinsip Berkenaan dengan Masalah Individu
Masalah-masalah yang timbul seribu satu macam dan sangat
bervariasi, baik dalam jenis dan intensitasnya. Secara ideal pelayanan
bimbingan dan konseling ingin membantu semua individu dengan berbagai
masalahnya itu. Namun, sesuai dengan keterbatasan yang ada pada dirinya
sendiri, pelayanan bimbingan dan konseling hanya mampu menangani
masalah klien secara terbatas.
3. Prinsip-Prinsip Berkenaan dengan Program Pelayanan
Kegiatan pelayanan bimbingan dan konseling baik diselenggarakan
secara "insidental", maupun terprogram. Pelayanan "insidental" diberikan
kepada klien-klien yang secara langsung (tidak terprogram atau terjadwal)
kepada konselor untuk meminta bantuan. Konselor memberikan pelayanan
kepada mereka secara langsung pula sesuai dengan permasalahan klien
pada waktu mereka itu datang.
4. Prinsip-Prinsip Berkenaan dengan Pelaksanaan Layanan
Pelaksanaan pelayanan bimbingan dan konseling (baik yang bersifat
"insidental" maupun terprogram) dimulai dengan pemahaman tentang
tujuanblayanan. Tujuan ini selanjutnya akan diwujudkan melalui proses
tertentu yang dilaksanakan oleh tenaga ahli dalam bidangnya, yaitu
konselor profesional. Konselor yang bekerja di suatu lembaga yang cukup
besar (misalnya sebuah sekolah), sangat berkepentingan dengan
penyelenggara program-program bimbingan dan konseling secara teratur
dari waktu ke waktu. Kerja sama dengan berbagai pihak, baik di dalam
maupun di luar berbagai tempat ia bekerja perlu dikembangkan secara
optimal.
5. Prinsip-Prinsip Bimbingan dan Konseling di Sekolah
Dalam lapangan operasional bimbingan dan konseling, sekolah me
rupakan lembaga yang wajah dan sosoknya sangat jelas. Di sekolah
pelayanan bimbingan dan konseling diharapkan dapat tumbuh dan
kerkembang dengan amat baik mengingat sekolah merupakan lahan yang
cara potensial sangat subur, sekolah memiliki kondisi dasar yang justru
menuntut adanya pelayanan ini pada kadar yang tinggi. Para siswanya ang
sedang dalam tahap perkembangan yang "meranjak" memerlukan gala
jenis layanan bimbingan dan konseling dalam segenap fungsinya. Pa guru
terlibat langsung dalam pengajaran yang apabila pengajaran itu
dikehendaki mencapai taraf keberhasilan yang tinggi, memerlukan upaya
penunjang untuk bagi optimalisasi belajar siswa.
BAB VI Orientasi dan Ruang Lingkup Kerja Bimbingan dan Konseling
A. Orientasi Bimbingan dan Konseling
Orientasi yang dimaksudkan di sini ialah "pusat perhatian" atau "titik berat
pandangan". Misalnya, seseorang yang berorientasi ekonomi dalam pergaulan,
maka ia akan menitikberatkan pandangan atau memusatkan perhatiannya pada
perhitungan untung rugi yang dapat ditimbulkan oleh pergaulan yang ia adakan
dengan orang lain; sedangkan orang yang berorientasi agama akan melihat
pergaulan itu sebagai lapangan tempat dilangsungkannya ibadah menurut ajaran
agama.
1. Orientasi Perseorangan
"Orientasi perseorangan" bimbingan dan konseling menghendaki agar
konselor menitikberatkan pandangan pada siswa secara individual. Satu per satu
siswa perlu mendapat perhatian Pemahaman konselor yang baik terhadap
keseluruhan siswa sebagai kelompok dalam kelas itu penting juga, tetapi arah
pelayanan dan kegiatan bimbingan ditujukan kepada masing-masing siswa.
Kondisi keseluruhan (kelompok) siswa itu merupakan konfigurasi (bentuk
keseluruhan) yang dampak positif dan negatifnya terhadap siswa secara individual
harus diperhitungkan.
2. Orientasi Perkembangan
Orientasi perkembangan dalam bimbingan dan konseling lebih menekankan
lagi pentingnya peranan perkembangan yang terjadi dan yang hendaknya
diterjadikan pada diri individu. Bimbingan dan konseling memusatkan
perhatiannya pada keseluruhan proses perkembangan itu.
3. Orientasi Permasalahan
Dalam kaitannya dengan fungsi-fungsi bimbingan dan konseling yang telah
dibicarakan, orientasi masalah secara langsung bersangkut-paut dengan fungsi
pencegahan dan fungsi pengentasan. Fungsi pencegahan menghendaki agar
individu dapat terhindar dari masalah-masalah yang mungkin mem- bebani
dirinya, sedangkan fungsi pengentasan menginginkan agar individu yang sudah
terlanjur mengalami masalah dapat terentaskan masalahnya.
B. Ruang Lingkup Pelayanan Bimbingan dan Konseling
1. Pelayanan Bimbingan dan Konseling di Sekolah.
Sekolah merupakan lembaga formal yang secara khusus dibentuk untuk
menyelenggarakan pendidikan bagi warga masyarakat. Dalam kelembagaan
sekolah terdapat sejumlah bidang kegiatan dan bidang pelayanan bimbingan dan
konseling mempunyai kedudukan dan peranan yang khusus.
a. Keterkaitan antara Bidang Pelayanan Bimbingan Konseling dan Bidang-Bidang
Lainnya.
1) bidang kurikulum dan pengajaran
2) bidang administrasi atau kepemimpinan
3) bidang kesiswaan
b. Tanggung Jawab Konselor Sekolah
1) tanggung jawab konselor kepada siswa
2) Tanggung jawab kepada orang tua
3) Tanggung jawab kepada sejawat
4) Tanggung jawab kepada sekolah dan masyarakat
5) Tanggung jawab kepada diri sendiri
6) tanggung jawab kepada profesi
ASCA. (1984). Ethical standards for school conselor. The School Counse lor, 32, 84-
87. Bemard, H.W. & Fullmer, D.W. (1969), Principles of Guidance. Scanton,
Hansen, J.C., Stevic, R.R. & Warner, R.W. (1977). Counseling: Theory and Practice,
Boston: Allyn & Bacon, Inc. Goldman, L. (1976). A View of Counselor's Future.
New York: City
Press.
BAB VII Jenis Layanan Dan Kegiatan Bimbingan Dan Konseling
Layanan Orientasi
Layanan orientasi adalah layanan bimbingan yang dilakukan untuk
memperkenalkan siswa baru dan atau seseorang terhadap lingkungan yang baru
dimasukinya. Pemberian layanan ini bertolak dari anggapan bahwa memasuki
lingkungan baru bukanlah hal yang selalu dapat berlangsung dengan mudah dan
menyenangkan bagi setiap orang. Ibarat seseorang yang baru pertama kali datang
ke sebuah kota besar, maka ia berada dalam keadaan serba "buta"; buta tentang
arah yang hendak dituju, jalan-jalan, dan buta tentang itu dan ini. Akibat dari
kebutaannya itu, tidak jarang ada yang tersesat dan tidak mencapai apa yang
hendak ditujunya. Demikian juga bagi siswa baru di sekolah dan atau bagi orang-
orang yang baru memasuki suatu dunia kerja, mereka belum banyak mengenal
tentang lingkungan yang baru dimasukinya.
Layanan Informasi
Berbagai hal yang diperlukan untuk menjalani suatu tugas atau kegiatan,
atau untuk menentukan arah suatu tujuan atau rencana yang dikehendaki Dengan
demikian, layanan orientasi dan informasi itu pertama-tama meru- pakan
perwujudan dari fungsi pemahaman pelayanan bimbingan dan konseling. Lebih
jauh, layanan orientasi dan informasi akan dapat menunjang pelaksanaan fungsi-
fungsi bimbingan dan konseling lainnya dalam kaitan antara bahan-bahan orientasi
dan informasi itu dengan permasalahan individu.
Untuk menghindari kejadian-kejadian yang dapat merugikan itu mereka perlu
dibekali dengan informasi yang cukup dan akurat.
Layanan Penempatan dan Penyaluran
Di sekolah banyak wadah dan kegiatan yang dapat dimanfaatkan untuk
pengembangan bakat, kemampuan dan minat serta hobi, misalnya kegiatan
kepramukaan, Palang Merah Remaja (PMR), kelompok pencinta alam, kegiatan
kesenian, olahraga, kelompok-kelompok beli da bagainya. Demikian juga untuk
pengembangan bakat dan mirai yang jebih lanjut, sekolah penyediaan jurusan-
jurusan dan program-program husus pendidikan dan latihan.
Layanan Bimbingan Belajar
Pengalaman menunjukkan bahwa kegagalan-kegagalan yang dialami siswa
dalam belajar tidak selalu disebabkan oleh kebodohan atau rendahnya inteligensi.
Sering keg. Bimbingan belajar merupakan salah satu bentuk layanan bimbingan yang
penting diselenggarakan di sekolah agalan itu terjadi disebabkan mereka tidak
mendapat layanan bimbingan yang memadai.
Layanan Konseling Perorangan
Pada bagian-bagian terdahulu konseling telah banyak disebut. Pada bagian
ini konseling dimaksudkan sebagai pelayanan khusus dalam hubungan langsung
tatap muka antara konselor dan klien. Dalam hubungan itu masalah klien dicermati
dan diupayakan pengentasannya, sedapat- dapatnya dengan kekuatan klien sendiri.
Dalam kaitan itu, konseling dianggap sebagai upaya layanan yang paling utama
dalam pelaksanaan fungsi pengentasan masalah klien. Bahkan dikatakan bahwa
konselingmerupakan "Jantung hatinya" pelayanan bimbingan secara menyeluruh.
DAFTAR PUSTAKA
Asmani, Jamal Ma'mur 2010 Panduan Efektif Bimbingan dan
Konseling di Sekolah
Yogyakarta: DIVA Press
Budi Purwoko. Organisasi dan Managemen Bimbingan Konseling.
(Surabaya Unesa
University Press, 2008). Hal 52
Deni Febrini, 2001 Bimbingan Konseling Yogyakarta: TERAS
Hallen A. 2005. Bimbingan dan Konseling Jakarta Quantum Teaching
Ketut Sukardi, Dewa, Pengantar Pelaksanaan Program Bimbingan Dan
Konseling Di
Sekolah, Jakarta PT Rineka Cipta, 2008 6 Tohirin 2007 Bimbingan dan
Konseling di Sekolah dan Madrasah (Berbasis
Integrasi) Jakarta PT Raja Grafindo Persada
H Prayitno, Erma Amti 2013 Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling
Jakarta PT RINEKA CIPTA
BAB VIII Bimbingan Dan Konseling Sebagai Profesi
A. Pengertian Profesi
B. Ciri-ciri Profesi
Secara umum ada beberapa ciri atau sifat yang selalu melekat pada profesi, yaitu :
http://www.kawan-kuliah.com/download/semester%20VII/etika%20danprofesi/etika
http://id.wikipedia.org/wiki/Profesi