Anda di halaman 1dari 3

BAB I

KONDISI KEBENCANAAN INDONESIA, BADAI DAN BENCANA


LINGKUNGAN

Bencana adalah suatu peristiwa atau rangkaian kejadian yang mengakibatkan


korban penderitaan manusia, kerugian harta menimbulkan gangguan terhadap tata
kehidupan dan penghidupan masyarakat. Lingkungan hidup kita, khususnya di
Pulau Jawa makin hari semakin terpuruk dan nampak "sangat peka" terhadap
gangguan- gangguan proses alami, misalnya curah hujan tinggi disertai angin
kencang, atau badai yang semakin sering muncul di wilayah DIY, Jawa Tengah
bagian selatan maupun jalur Pantura. Beruntung harian KR pun selalu
memberitakan kejadian badai disertai dengan kerusakan lingkungan.
Dengan demikian badai yang terjadi di daerah tropis (badai tropis) perlu diketahui
dan disosialisasikan kepada masyarakat, apa dan bagaimana proses kejadiannya,
kapan terjadi, dan upaya apa untuk mengurangi dampak akibat badai itu. Pusat
Studi Bencana Alam UGM (PSBA) sebenarnya telah menerbitkan Buku Panduan
Mitigasi Bencana Badai Tropis (2003), yang menyatakan bahwa istilah
badai/badai tropis adalah hujan yang disertai dengan angin kencang dengan
kecepatan bisa mencapai 65 km per jam, bahkan intensitas hujan pada saat itu
mencapai 150 mm per hari, dan umumnya radius pengaruhnya mencapai 100-
1500 km dari pusat kejadian badai. Nama badai tropis sering disebut dengan
berbagai istilah, misalnya angin puting beliung, badai Jana, badai Bruno, badai
Fiona atau di AS dikenal dengan Tornado.
Awal tahun 2004 di Pulau Jawa telah berulangkali muncul badai tropis yaitu di
Prambanan, Cilacap, Kendal, Semarang, Pacet, Mandalawangi, Garut, Malang
selatan dan sebagainya. Indikasi awal terjadinya badai dapat diketahui melalui
Satelit Cuaca (GOES) yang dapat di "down load" melalui internet setiap saat.
Sayang media internet untuk kajian mitigasi bencana lingkungan belum
dioptimalkan. Badai tropis yang pusatnya (mata badai) merupakan kumpulan
awan-awan badai biasanya muncul di lintang rendah sekitar 5° Lintang Utara atau
5⁰ Lintang Selatan. Di sekitar ekuator biasanya terjadi 3-5 kali awan badai, dan
makin jauh dari ekuator makin banyak awan badainya, kemudian membentuk ekor
awan badai. Nah ekor inilah yang kemudian berdampak menimbulkan bencana
lingkungan di berbagai wilayah di Indonesia, karena badai umumnya berputar
menjauhi ekuator.
Pada musim hujan, menurut para ahli cuaca, akan mencapai puncak hujan bulan
Februari, maka wilayah selatan Pulau Jawa sangat berpeluang terjadi serangan
badai tropis. Gejala ini berkaitan dengan peredaran matahari dari belahan bumi
selatan ke utara, di mana pada bulan-bulan Desember-Januari-Februari matahari
masih berada di belahan bumi selatan, yang merupakan pusat tekanan udara
rendah. Setelah badai tropis Jana, menurut para ahli akan muncul berikutnya
adalah badai Fiona yang pernah terjadi Februari 2003 di Jawa Tengah, dan
dampaknya adalah hujan deras, banjir, dan tanah longsor. Bila badai tropis ini
antara lain:
(a) menyiapkan peta jalur lintasan badai di setiap wilayah,
(b) pemantauan secara kontinyu aktivitas badai dan pola ekor badai melalui kajian
ilmiah dengan memanfaatkan teknologi penginderaan jauh/pengolahan citra satelit
cuaca, kemudian dianalisis dan disiarkan kepada masyarakat,
(c) menghindari dan menjauhi bangunan yang kemungkinan akan runtuh apabila
terjadi hujan lebat disertai angin kencang yang pada umumnya hanya berlangsung
beberapa menit,
(d) mengurangi dampak badai tropis baik secara fisik maupun non-fisik (sosial
budaya termasuk kearifan lokal). Memperkuat bangunan rumah dan relokasi
permukiman penduduk yang seringkali dilintasi badai.
Semoga bermanfaat.
(Kedaulatan Rakyat, 31 Januari 2004)

2
3

Anda mungkin juga menyukai