Anda di halaman 1dari 14

PEMBERIAN OBAT TOPICAL

Disusun oleh :

Danda permana januar (E2214401051)

PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH TASIKMALAYA


Jl.Tamansari Km 2,5 Mulyasari,Kec.Tamansari,Kab.Tasikmalaya,Jawa Barat

2022
KATA PENGANTAR

Puji serta syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis bisa menyelesaikan penulisan tugas makalah ini.

Makalah disusun untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Pendidikan Farmakologi. Selain
itu, penulis berharap dengan adanya penulisan makalah ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan
bagi para pembaca dan juga penulis

Terwujudnya makalah ini tentu berkat bantuan dari berbagai pihak. Sehubungan dengan itu,
ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu dalam
penyusunan makalah ini.

Penulisan makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, penulis menerima saran
dan kritik yang membangun dari pembaca untuk kesempurnaan makalah ini.
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……………………………………………………………………………..
DAFTAR ISI………………………………………………………………………………………
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………………………….
Latar belakang………………………………………………………………………………
Rumusan masalah…………………………………………………………………………..
Tujuan………………………………………………………………………………………
BAB II PEMBAHASAN…………………………………………………………………………..
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Saat ini banyak dijumpai bentuk-bentuk sediaan obat di pasaran, misalnya sediaan untuk
penggunaan oral, rektal, parenteral, topikal, okular, dan nasal. Obatobat yang diberikan secara
topikal atau pada kulit ditujukan untuk bekerja pada tempat pemakaian atau untuk efek sistemik
dari obat. Sediaan topikal yang dijual bebas umumnya mengandung bahan obat yang digunakan
dalam pengobatan kondisi tertentu seperti infeksi kulit yang ringan, gatal-gatal, luka bakar,
sengatan dan gigitan serangga, kutu air, ketombe, jerawat, penyakit kulit kronis dan eksim
(Ansel, 2005).

Obat yang digunakan secara topikal dapat memberi aksi, apabila obat dapat lepas dari
pembawanya, selanjutnya berada pada permukaan kulit dan atau menembus sampai ke dalam
epidermis serta dapat sampai di peredaran darah yang dikenal dengan absopsi perkutan
(Wahyuningsih, 1996). Pelepasan obat sediaan topikal dipengaruhi oleh beberapa faktor antara
lain sifat fisikokimia zat aktif, konsentrasi zat, teknik pembuatan, dan bahan-bahan tambahan
(Soegiartono, 1988).

Klorfeniramin maleat (CTM) merupakan antagonis H1 (AH1) golongan alkilamin yang


bekerja secara kompetitif inhibitor dengan reseptor histamin dan dapat menembus sawar darah
otak. Reseptor histamin ditemukan pada berbagai jaringan tubuh dan paling banyak terdapat di
kulit, mukosa usus dan paru-paru (Gan, 2007). CTM digunakan untuk mengurangi gejala alergi
karena musim atau cuaca seperti radang selaput lendir hidung, bersin, gatal pada mata, hidung
dan tenggorokan dan gejala alergi pada kulit seperti urtikaria, ekzem (Siswandono, 2000). Pada
penggunaan oral CTM dapat menimbulkan beberapa efek samping antara lain sedasi, gangguan
saluran cerna, stimulasi sistem saraf pusat dan nyeri kepala (Martin, 2009). Selain itu CTM
peroral mengalami first pass effect sehingga bioavaibilitasnya hanya 25%-45% (Tas, 2004).
CTM mempunyai kelarutan dalam air 1:4 dan bersifat lipofil (Rowe, 2006; Siswandono, 2000).
2 Untuk mengoptimalkan kerja CTM dan untuk menghindari adanya efek samping, maka dalam
penelitian ini CTM dicoba dikembangkan dalam bentuk sediaan topikal sebagai pilihan lain
bentuk sediaan peroral. Pemberian obat secara topikal bertujuan untuk menghindari berbagai
masalah absorbsi pada saluran cerna, seperti deaktivasi oleh enzim pencernaan, iritasi lambung
dan dapat meningkatkan bioavaibilitas dan efikasi obat dengan menghindari first pass effect
pada hati (Gunadi, 2009), selain itu penggunaan CTM topikal juga dapat meningkatkan
kenyamanan pemakainya (Ceschel, 1999). Untuk dosis pemakaian topikal CTM adalah 2%
(Wijaya, 2006).

Bentuk sediaan topikal yang banyak di pasaran adalah salep, krim, pasta, suspensi dan gel
(Ansel, 2005). Dalam penelitian ini dipilih sediaan gel. Gel merupakan suatu sistem setengah
padat yang terdiri dari suatu dispersi yang tersusun baik dari partikel anorganik yang kecil atau
molekul organik yang besar dan saling diresapi cairan (Ansel, 2005). Emulgel dapat digunakan
untuk terapi dan sebagai pembawa macam-macam obat untuk kulit. Emulgel mempunyai daya
penetrasi yang tinggi pada kulit (Magdy, 2004).

Emulgel merupakan sediaan setengah padat yang dicampur dengan gelling agent. Gelling
agent dapat dibagi menjadi 3 sesuai dengan cara perolehannya yaitu : dari bahan alam (tragakan,
pektin, agar, asam alginat) semi sintetis dan sintetis (metil selulosa, Hydroxypropyl cellulose
(HPC), Hydroxypropyl methylcellulose (HPMC), Carboxymethyl cellulose (CMC-Na))
(Lackman, 1994). Dipilih HPMC sebagai gelling agent karena stabil pada range pH yang luas
yaitu 3-11, tidak menyebabkan toksik dan iritasi, dapat mencegah menggumpalnya partikel dan
tetesan air dan menghambat terjadinya sedimentasi dari sediaan gel (Rowe, 2006). HPMC
digunakan karena mempunyai tingkat viskos yang lebih baik dari pada carbopol, metil selulosa
dan asam alginat pada gel lidah buaya (Madan, 2010). HPMC yang digunakan yaitu sebanyak
3,5%.

Pada sediaan emulgel yang mengandung cukup banyak air yang dapat menyebabkan
adanya kontaminasi mikroba maka diperlukan bahan pengawet yaitu propilen glikol yang pada
konsentrasi 15% dapat berfungsi sebagai humektan dan pengawet (Voigt, 1994; Rowe, 2006).
Selain itu air yang terkandung dalam gel juga berfungsi sebagai enhancer yang dapat
meningkatkan 3 permeabilitas obat menembus kulit tanpa menyebabkan iritasi atau kerusakan
permanen struktur permukaan kulit (Gunadi, 2009). Pada pembuatan emulgel dibutuhkan fase
minyak, dipilih parafin cair sebanyak 5%, 7% dan 10% yang berguna sebagai emolien (Rowe,
2006). Penambahan tween 20 sebagai surfaktan sebanyak 1%.
Penetrasi perkutan dimulai dari proses terdispersinya obat dalam bahan pembawa dan
kemudian bahan obat lepas dari pembawanya (Martin, 1993). Lepasnya bahan obat dari
pembawa dapat dipengaruhi oleh beberapa hal misalnya viskositas dan pH. Viskositas
berbanding terbalik dengan pelepasan obat, semakin viskos sediaan maka pelepasan obat dari
pembawa akan semakin kecil dan proses penuangan ke dalam dan keluar wadah sediaan akan
semakin sulit (Voigt, 1994). Sedangkan pH sediaan berpengaruh pada pelepasan obat karena
membran biologis atau kulit bersifat lipofilik dan hanya zat yang tidak terionkan yang dapat
melaluinya, sehingga pH sediaan sedapat mungkin dibuat sama dengan pH kulit (4,5-6,5)
(Martin, 1993). Penetrasi obat perkutan juga dapat dipengaruhi oleh pembawa yang dapat
dengan mudah menyebar di permukaan kulit (Ansel, 2005). Ukuran partikel obat yang
dihasilkan harus homogen karena dapat mempengaruhi kecepatan melarutnya obat yang juga
mempengaruhi penetrasi, homogenitas obat dapat dilihat dari tekstur, warna dan bau. Dari
pemeriksaan visual ini juga dapat diketahui stabilitas dari sediaan (Voigt, 1994). Oleh karenanya
dilakukan uji karakteristik fisik sediaan yang mencakup uji organoleptis, uji pH, uji viskositas
dan daya sebar.

Emulgel bersifat sebagai emolien (Magdy, 2004) yang mengandung minyak yang dapat
digunakan sebagai penghalus kulit dan lapisan minyak yang terbentuk pada stratum korneum
dapat mencegah penguapan air (Gan, 2007). Karena sifat minyak tersebut maka perlu dilakukan
uji aseptabilitas mengenai kelembutan, sensasi dingin dan kemudahan dicuci dari sediaan
tersebut. Selain uji diatas juga dilakukan uji pelepasan obat dari pembawa yang sangat
berpengaruh pada proses penetrasi obat perkutan (Anief, 2002). Uji ini dilakukan dengan teknik
in vitro yang cara dan alatnya sederhana yaitu menggunakan membran selofan dan hasil uji
pelepasan obat dianalisis dengan alat spektrofotometer UV-Vis (Voigt, 1994).

1.2 Rumusan masalah

1. Apa definisi obat-obatan topical?


2. Apa saja jenis obat topical?
3. Bagaimana tata cara penggunaan obat topical?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi obat topical
2. Untuk mengetahui macam-macam obat topical
3. Untuk mengetahui tata cara penggunaan obat topical
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian obat topical

Obat topikal adalah jenis obat yang cara pakainya dioleskan langsung pada permukaan
kulit atau selaput lendir. Obat ini terbagi menjadi beberapa jenis. Tujuan pemberian obat pada
kulit maupun selaput lendir adalah agar obat dapat memasuki tubuh langsung melalui area
tersebut. Obat ini biasanya digunakan untuk meredakan nyeri, menutrisi kulit, atau melindungi
kulit dari risiko atau masalah tertentu.
 Jenis obat topical
1. Obat krim
Krim topikal biasanya bertekstur lebih kental daripada losion. Oleh karena itu, teksturnya
relatif tidak bisa mengalir.
Umumnya, komposisi krim terdiri dari 50% minyak dan 50% air. Krim juga menggunakan
pengawet untuk mengurangi kontaminasi kuman agar lebih tahan lama.
Obat ini juga biasanya baik untuk melembapkan kulit.
Krim topikal umumnya digunakan untuk mengatasi masalah kulit yang menyebar luas, mulai
dari gigitan serangga, eksim, ruam, dermatitis kontak, hingga rasa gatal pada organ intim.
Obat ini pun bisa digunakan untuk mengurangi bengkak dan kemerahan akibat gejala alergi.
Bahan-bahan dalam krim topikal dapat berupa kandungan ini.
 Kortikosteroid (hidrokortison).
 Asam salisilat.
 Antibiotik, seperti gentamisin.
 Antivirus, seperti asiklovir.
 Anestesi lokal, contohnya lidokain.
 Retinoid.
Krim topikal hanya boleh dioleskan pada kulit badan, tapi tidak pada wajah, ketiak, dan kulit
kepala. Pengecualian bila obat sudah dikhususkan untuk area tersebut atau dokter menyarankan
demikian.
2. Obat busa (foam)
Masalah kulit yang ditangani dengan krim topikal biasanya juga dapat diatasi dengan
obat topikal dari jenis busa.Selain itu, obat topikal berbentuk busa pun ditemukan pada produk
penghilang jerawat serta bius lokal. Bius biasanya diberikan sebelum seseorang menjalani
prosedur seperti endoskopi.Jika Anda menggunakan obat busa untuk mengatasi jerawat, obat
bisa dioleskan langsung pada jerawat yang muncul.Sementara itu, obat busa yang diperuntukkan
sebagai bius harus digunakan oleh tenaga medis dengan mengikuti dosis yang dianjurkan.

3. Obat gel
Gel adalah jenis obat topical yang berbahan dasar air atau alkohol. Teksturnya kental dan
relatif padat. Teksturnya mencair saat bersentuhan kulit dan biasanya mengandung pengawet dan
pewangi.Gel topikal umumnya digunakan untuk mengatasi jerawat serta nyeri otot.Kandungan
mentol dan metil salisilat di dalamnya bekerja dengan memberikan sensasi dingin, lalu disusul
dengan rasa hangat sehingga Anda teralihkan dari nyeri. Gel juga baik untuk memberikan lapisan
pelindung pada kulit yang bermasalah. Jangan mengoleskan gel pada kulit yang terluka atau
mengalami iritasi. Efek samping berupa kemerahan dan rasa panas mungkin muncul. Hentikan
pemakaian jika efek ini bertambah parah.

4. Obat losion
Tekstur obat losion biasanya lebih kental, tetapi tetap bisa mengalir. Obat topikal ini
biasanya mengandung minyak, air, atau alkohol. Terkadang harus dikocok terlebih dahulu agar
kandungannya bisa tercampur rata. Salah satu obat kocok topikal yang bisa dijumpai adalah obat
gatal dengan kandungan Obat ini calamine. biasanya digunakan untuk mengatasi gatal,
kemerahan, dan pembengkakan akibat penyakit kulit. Beberapa jenis losion topikal juga
mengandung antiniotik untuk menghentikan pertumbuhan bakteri penyebab jerawat.
Losion topikal memiliki keunggulan dibandingkan obat topikal lainnya, yakni
memerangkap air sehingga kelembapan kulit tetap terjaga. Oleh sebab itu, losion juga sering
digunakan untuk mengendalikan gejala peradangan pada kulit dan area sekitarnya.
5. Obat salep
Jenis obat topikal lainnya yang umum digunakan adalah salep. Salep adalah obat topikal
dengan 80% kandungannya terdiri dari minyak. Ciri yang bisa Anda rasakan adalah adanya
sensasi lengket pada kulit. Lebih padat daripada krim, salep bahkan bisa dikatakan sebagai obat
semi-padat. Biasanya, salep topikal mengandung sedikit atau bahkan tanpa air. Obat ini biasanya
jarang menggunakan pengawet sehingga alergi lebih jarang terjadi. Untuk menggunakannya,
bersihkan kulit dengan air dan keringkan. Oleskan tipis-tipis, lalu pijat sedikit hingga salep
topikal menyerap.
Beberapa obat mata terkadang juga berbentuk salep. Salep mata pada obat bintitan dapat
langsung dioleskan pada bagian dalam kelopak mata dengan cara yang sama.

6. Obat semprot
Ini adalah salah satu obat topikal yang pada dasarnya berbentuk larutan cair. Larutan ini
dimasukkan ke kemasan tertentu, lalu diberi tekanan agar bisa menyebar rata ke kulit. Obat ini
biasanya digunakan pada obat untuk rinitis alergi berbentuk semprotan hidung. Selain itu, jenis
obat topikal yang satu ini bisa ditemukan pada obat bius, obat luka diabetes, semprot
tenggorokan, atau obat diabetes insipidus.
Mengutip situs Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), berikut beberapa jenis obat
yang biasa dijumpai pada obat semprot hidung topikal.
 Fluticasone propionate.
 Sodium cloride.
 Mometasone furoate monohydrate.
 Tiamcinolone acetonide
 Oxymetazoline hydrochloride.
 Calcitonin.
 Desmopressin acetate
Sementara itu, obat topikal untuk kulit luka berbahan nepidermin. Obat semprot tenggorokan
mengandung povidone-iodine, dan obat semprot bius menggunakan bahan lidocaine dan
esketamine hydrochloride.
7. Obat tingtur
Tingtur adalah obat topikal bubuk yang dilarutkan menggunakan air atau alkohol.
Biasanya, jenis ini digunakan pada obat-obatan herbal .Salah satu obat tingtur yang ada di
Indonesia, yaitu tingtur yodium. Tingtur ini berguna bersifat antiseptik sehingga bisa
menghambat pertumbuhan kuman pada luka. Selain itu, tingtur topikal yang bisa dijumpai di
Indonesia, yaitu podofilin. Obat ini berasal dari tanaman mayapple (Podophyllum peltatum) yang
berguna untukmengobati kutil kelamin . Tingtur biasanya dipilih sebagai obat topikal karena
alkoholnya bisa membantu kandungan obat diserap lebih cepat.

8. Koyo (patch)
Obat topikal lainnya yang bisa Anda temukan di Indonesia, yaitu obat koyo atau patch.
Di Indonesia, ada dua jenis obat dengan bentuk koyo, yaitu fentanyl dan rivastigmine hydrogen
tartrate.
Fentanyl berguna sebagai obat nyeri, sedangkan rivastigmine hydrogen tartrate diberikan
untuk mengendalikan pikun pada pasien Alzheimer dan Parkinson. Mengutip buku berjudul
Drug-device combination products (2010), koyo ini sangat dianjurkan untuk orang yang tidak
bisa mengonsumsi obat minum atau mengalami efek samping obat minum.

9. Bedak
Bedak merupakan obat topikal yang bersifat padat. Jenis ini biasanya digunakan untuk:
 mengeringkan bagian kulit yang bermasalah,
 mengurangi gesekan kulit,
 memberikan sensasi sejuk, atau
 mengurangi risiko infeksi jamur.
Beberapa jenis obat bedak yang bisa ditemukan, yaitu zinc oxide titanium oxide, dan talc.
Bahan-bahan ini baik untuk mengurangi gesekan dan kelembapan pada kulit.

10. Pasta
Pasta adalah obat topikal yang berasal dari campuran bedak dan pelarut dari minyak.
Teksturnya lebih kental dan kering daripada salep. Pasta memang tidak menyerap sebaik salep
topikal, tetapi juga tidak membuat luka tertutup. Namun, sebaiknya jangan gunakan pasta pada
luka yang bernanah atau kulit dengan rambut lebat.

2.2 Macam-macam penggunaan obat topical

Pada umumnya obat topical adalah obat yang digunakan pada kulit atau membrane
mukosa untuk memberikqn pengaruh local pada bagian tubuh. Namun dalam tata cara
penggunaan nya di bagi menjadi beberapa macam meliputi:

1. Pemakaian pada kulit

Kulit merupakan organ terluar pada tubuh manusia yang terdiri dariepidermis dan dermis.
Epidermis merupakan jaringan terluar pada organ kulit. Ketebalan epidermis pada seluruh tubuh
berbeda-beda. Epidermis paling tebal terletak pada telapak tangan dan pafda telapak kaki. Secara
terbatas dan selektif, Penyerapan zat memang terjadi pada kulit. Pada kulit normal, obat di serap
ke garis kelenjar sebum. Obat dapat di berikan pada kulit dengan cara di gosokan dan di
semprotkan.

Tujuan pemberian obat pada kulit yaitu:

 Untuk mempertahankan hidrasi


 Melindungi permukaan kulit
 Menguirangi iritasi kulit
 Mengatasi infeksi

2. Tetes mata

Mata adalah organ yang berperan dalam proses penglihatan. Lapisan luar mola mata
disebut sclera. Cornea dalah bagian sclera transparan di bagian depan bola mata. Sclera
merupakan kumpulan kumpulan serat kuat, sedangkan cornea mudah rusak oleh trauma.
Oleh sebab itu pemakaian obat jarang diarahkan langsung ke bola mata. Kelenjar lacrimae
yang menghasilakn air mata terletakpada salahsatu sisi tulang pada tulang hidung. Kelenjar
tersebut mengalirkan sekresinya menuju saluran membuka di conjungtiva. Saluran tersebut
meneruskan kimpahan caira ke hidung dibawah injerior concha. Karena pemakaian langsung
tidak dapat di lakukan ke cornea yang sensitive, pemberian obat secaara instilasi pada mata
dapat dilakukan pada bagian konjungtiva bagian bawah.

3. Instilasi telinga

Obat yang berupa cairan di teteskan pada lubang telinga untuk memperoleh pengaruh
local seperti melembutkan lilin telinga, mengurangi rasa sakit , mengefektifkan anastesi
local, membunuhu organisme yang emngganggu pada organ telinga. Lubang pasien yang
akan di instalasi di luruskan, dan obat tetes dijatuhkan pada bagian sisi lubang telinga. Pasien
di posisikan berbaring pada posisi miring dengan telinga yang akan di instalasi berada di
bagian atas, pasien tetap berbaring beberapa menit setelah instalasi guna mencegah
tumpahnya obat dari lubang telinga.

4. Instalasi hidung

Obat tetes pada hidung umumnya di berikan pada pasien yang mengalami keradangan
hidung (rhinitis). Untuk melakukan instalasi hidung, pasien yang dibantu duduk dengan
kepala di Tarik kebelakang atau berbaring dengan kepala miring ke belakang di bantu
dengan bantal sebagai pengganjal. Posisi ini memungkinkan larutan yang akan keluar
mengalir Kembali kedalam rongga hidung. Setelah itu di lakukan instilasi sesuai dosis obat,
pasien diintruksikan tetap menjaga posisinya selama beberapa menit dan menjaga larutan
agar tetap didalam rongga hidung setelah proses instilasi untuk mencegah tumpahnya cairan
obat kedalam oropharynx.

5. Pemberian melalui rectum

Obat suppositoria atau rectal medication di berikan melalui anus dan berbentuk seperti
peluru atau cairan. Diberikan untuk mengatasi keluhan sistematik atau sebagai laksatif bila
klien mengalami konstipasi. Namun, obat antimetik dapat juga di berikan melalui rectal bila
pemberian dengan cara yang lain tidak berhasil. Cairan anema terdiri dari gliserin cair,
sejumlah 100mL dan di biarkan sebentar sekitar 5 – 10 menit, sebelum akhirnya klien merasa
ingin defekasi.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Penggolongan obat menurut cara pemberiannya ada beberapa macam diantaranya secara
topical, Obat-obatan topical adalah jenis obat yang di maksudkan untuk memberikan reaksi
atau pengaruh langsung pada tempat tertentu atau secara local. Obat jenis ini tidak di
gunakan untuk oral ataupun injeksi karena dapat mengakibatkan reaksi toksik apabila
diabsorbsi kedalam system peredaran darah. Pada umumnya obat topical adalah obat yang di
gunakan pada kulit atau membrane mukosa untuk memberikan pengaruh local pada bagian
tubuh. Dalam penggunaannya, pemberiasn obat secara topical dapat dilakukan melalui kulit,
instilasi mata, telinga ataupun rectum.

Saran.
Setiap obat merupakan racun yang yang dapat memberikan efek samping yang tidak baik jika kita
salah menggunakannya. Hal ini tentunya dapat menimbulkan kerugian bahkan akibatnya bias fatal.
Oleh karena itu, kita sebagai perawat kiranya harus melaksanakan tugas kita dengan sebaik-baiknya
tanpa menimbulkan masalah-masalah yang dapat merugikan diri kita sendiri maupun oranglain.
DAFTAR PUSTAKA

https://bahan-ajar.esaunggul.ac.id/nsa208/wp-content/uploads/sites/1277/2019/12/PPT-UEU-
Keperawatan-Dasar-II-12.

https://hellosehat.com/obat-suplemen/jenis-obat-topikal/

Anda mungkin juga menyukai