Anda di halaman 1dari 39

TRANSDER

MAL
(Plester)
Teknologi Formulasi Sediaan Likuid Semisolid
Kelompok 9

01 02
Mudmainna Nurul Tria
A 191 071 A 191 077
Annisa Amanda

03
Puspa Dewi
04
Tri Hita Purnama
A 191 078 A 191 089
Santhi
Definisi Transdermal
Transdermal atau sediaan Plester adalah bahan yang
digunakan untuk pemakaian luar terbuat dari bahan yang
dapat melekat pada kulit dan menempel pada pembalut.

Plester dimaksudkan untuk melindungi dan menyangga, dan


atau untuk memberikan daya perekat dan daya maserasi, dan
memberikan pengobatan jika melekat pada kulit. Plester yang
mengandung obat, telah lama digunakan untuk pemberian
obat secara local atau regional sebagai bentuk dasar
pemberian obat transdermal (FI ED VI hal 47).  
Kekurangan Dan Kelebihan

Kekurangan Kelebihan
1. mudah dapat menghindari first pass
1.dapat menyebabkan iritasi jika dosis
metabolism2.obat dapat dihantarkan
dalam waktu yang lama obat yang dibutuhkan besar
3.obat tidak berinteraksi dengan
2.ketebalan barrier kulit Berbeda
cairan lambung dan usus
4.Pada penggunaan transdermal, 3.tidak dapat menghantarkan obat
pengobatan dapat langsung
dengan ukuran partikel yang besar
dihentikan ketika terjadi
ketoksikkan
Mekanisme Peningkat Penetrasi

1. Meningkatkan kelarutan atau fluidisitas dari stratum korneum sehingga dapat


menurunkan fungsi kulit sebagai barrier penghalang
2. Meningkatkan aktivitas termodinamik dari obat dan kulit
3. Mempengaruhi koefisien partisi dari obat sehingga meningkatkan pelepasan obat pada
kulit
4. Mengganggu korneosit pada kulit dengan berinteraksi dengan filamen keratin
Sifat Sediaan Transdermal dalam
Peningkat Penetresi

1. Tidak beracun dan tidak menyebabkan iritasi.


2. Tidak memberikan efek farmakologis bagi tubuh.
3. Bekerja pada kulit secara reversibel.
4. Kompatibel dan stabil dengan banyak zat aktif
5. Dapat diterima baik oleh kulit.
Faktor – Faktor yang
mempengaruhi absorpsi
perkutan
1.Konsentrasi obat. Semakin tinggi konsentrasi obat di transdermal, maka semakin tinggi jumlah yang diabsorpsi perkutan
2. Semakin lebar transdermal, semakin banyak diabsorpsi.
3. Obat pada transdermal harus memiliki daya tarik fisika kimia ke kulit lebih tinggi daripada ke pembawa agar obat dapat segera berpindah
ke kulit dari pembawa.
4. Obat dengan berat molekul 100 sampai 800 dan lemak yang cukup serta kelarutan larutan dapat menembus kulit. Berat molekul yang ideal
untuk obat transdermal adalah400 atau kurang.
5. Hidrasi kulit secara umum meningkatkan absorpsi perkutan. Obat transdermal bekerja sebagai penghambat kelembaban sehingga keringat
tidak dapat keluar dan meningkatkan hidrasi.
6.Absorpsi perkutan lebih besar saat transdermal digunakan pada tempat dengan lapisan tanduk yang tipis dari pada yang tebal
7.secara umum, semqkinnlqma obat boleh berkontak dengan kulit, semakin besar total absorpsin obat.
Tujuan pengaturan jumlah
penyampaian obat secara
transdermal
1. Memberikan bahan obat pada laju yang terkendali ke dalam kulit utuh pasien untuk
diabsorpsi ke dalam sirkulasi sistemik.
2. Sistem harus memiliki ciri-ciri fisika dan kimia yang tepat agar memungkinkan bahan
obat mudah terlepas dan membantu partisipasinya dari sistem pemberian ke dalam
stratum corneum.
3. Sistem transdermal harus mempunyai kelebihan terapeutik daripada bentuk sediaan dan
sistem pemberian lainnya.
4. Sistem harus menutupi kulit untuk menjamin arus searah dari bahan obat
Sediaan Transdermal patch dibagi
menjadi dua jenis yaitu :
1. Tipe membrane controlled
system

Komponen dari sistem membran meliputi: reservoir, rate controlling membrane dan lapisan
adhesive yang melekat pada kulit (Saroha et al., 2011). Bahan aktif dalam reservoir bisa dibuat
dalam bentuk larutan, suspensi, atau gel atau didispersikan dalam matriks polimer padat. Laju
pelepasan obat dari tipe membrane controlled system diatur oleh membran (Yadav et al, 2012).
Tipe membran memberikan laju pelepasan obat yang konstan, tetapi rusaknya membran
menyebabkan pelepasan obat yang cepat dan tidak terkontrol (Kumar et al. 2013).
Sediaan Transdermal patch dibagi
menjadi dua jenis yaitu :
2. Tipe matrix controlled system

Komponen utama dari sistem matriks yaitu bahan adhesive dan backing. Tipe matrix controlled system dibuat
dengan mencampur bahan obat kedalam adhesive polimer Campuran tersebut kemudian dilarutkan menggunakan
pelarut atau melelehkan adhesive. Hasil larutan atau lelehan kemudian dituang pada lapisan backing. Patch
transdermal yang paling sering digunakan di pasaran saat ini adalah patch matriks. Keuntungan metode tersebut
adalah penetrasi obat yang diatur oleh formulasi obat dil dalam polimer sehingga resiko dose dumping dapat
diminimalisir ketika terjadi kerusakan membrane. Keuntungan lain dari sistem matriks adalah memiliki adhesi yang
lebih baik, membentuk suatu sediaan yang tipis dan elegan sehingga nyaman untuk digunakan serta proses
pembuatan yang mudah, cepat dan murah (Saroha et al., 2011).
Formula
Umum
Komponen- komponen yang terdapat dalam formula umum
sediaan transdermal yaitu :

1. Zat Aktif
Rute transdermal tidak dapat digunakan untuk semua jenis obat. Obat harus
memenuhi persyaratan fisikokimia untuk dapat diaplikasikan secara transdermal.
Bahan obat yang dibuat dalam bentuk sediaan patch adalah bahan obat yang dalam dosis kecil efek
farmakologis dapat dipertahankan selama sehari, tidak mengiritasi dan menyebabkan alergi (Gaikwad,
2013).
Persyaratan bahan aktif anatara lain : memiliki titik leleh <200oC , berat molekul <400, koefisien
partisi antara 1–4, memiliki bioavaibilitas peroral yang rendah dan index terapi sempit (Saroha et al.,
2011).
Formula
Umum
Komponen- komponen yang terdapat dalam formula umum
sediaan transdermal yaitu :

2. Polimer
Salah satu komponen penting dalam sediaan transdermal patch adalah polimer.
Polimer berfungsi mengontrol pelepasan bahan aktif dari sediaan. Polimer yang
digunakan seharusnya memiliki stabilitas yang baik dan kompatibel dengan obat
maupun komponen lain yang digunakan (Yadav et al., 2012). Polimer seharusnya
tidak reaktif, tidak rusak selama penyimpanan, tidak toksik dan harga terjangkau
(Dhiman et al., 2011). Beberapa contoh polimer antara lain HPMC, PVP, EC,
carbopol, gom dan gelatin.
Formula
Umum
Komponen- komponen yang terdapat dalam formula umum
sediaan transdermal yaitu :

3. Penetration Enhancer
Penetration Enhancer berfungsi meningkatkan permeabilitas dari stratum
korneum sehingga dapat meningkatkan kadar terapeutik obat (Dhiman et al., 2011).
Bahan-bahan yang dapat digunakan sebagai penetration enhancer antara lain dimetil sulfoksida, etanol,
gliserin, PEG, urea, dimetil asetamid, sodium lauril sulfat, span, tween, terpen, dan banyak lainnya
(Allen et al., 2011). Gliserin merupakan penetrasi enhancer golongan kosolven yang lebih stabil secara
kimiawi (Mali et al., 2015).
Formula
Umum
Komponen- komponen yang terdapat dalam formula umum
sediaan transdermal yaitu :

4. Plasticizer
Plasticizer diketahui dapat menurunkan kekakuan yang disebabkan oleh
polimer sehingga meningkatkan kemampuan difusi obat. Plasticizer yang umumnya digunakan adalah
polietilen glikol, gliserin, gliserol dan dibutil phtalat (Yadav et al.,2012).
Formula
Umum
Komponen- komponen yang terdapat dalam formula umum
sediaan transdermal yaitu :

5. Pelekat
Pelekat merupakan komponen yang digunakan perekat sensitif terhadap tekanan yang dapat di
tempatkan pada bagian depan maupun belakang sediaan transdermal. Beberapa syarat perekat antara
lain dapat melekat pada kulit. mudah untuk dihilangkan, tidak meninggalkan sisa pada kulit yang sukar
dicuci, tidak mengiritasi kulit.
Formula
Umum
Komponen- komponen yang terdapat dalam formula umum
sediaan transdermal yaitu :

6. Pelarut
Berbagai pelarut seperti kloroform, metanol, aseton, isopropanol dan diklorometana
digunakan untuk melarutkan atau menyiapkan obat
Formula
Umum
Komponen- komponen yang terdapat dalam formula umum
sediaan transdermal yaitu :

7. Backing
Backing umumnya dibuat dari aluminium foil, polyester dan polivinil alcohol.
Backing berfungsi melindungi reservoir obat serta polimer dari pengaruh
lingkungan
(Mali et al., 2015).
Formula
Umum
Komponen- komponen yang terdapat dalam formula umum
sediaan transdermal yaitu :

8. Release Liner
Liner merupakan bagian dari pengemasan primer dan bukan bagian dari sistem
penghantaran obat. Liner berfungsi sebagai lapisan pelindung yang mencegah
hilangnya obat serta kontaminasi selama proses penyimpanan.
Liner seharusnya inert dan permeable terhadap obat, penetrasi enhancer dan air (Yadav et al., 2012)
Contoh Formula Sediaan
Transdermal patch Kalium
Formula
Diklofenak Berat (g)
Kalium Diklofenak 1,2

PVP 2,5

Dibutil Ftalat (30% dari polimer 0,75

Mentol (% dari polimer) 0,25

Metilparaben 0,05

Etanol 15 ml

Purnamasari Nira, dkk. 2019. Jurnal Ilmiah Farmasi. 7(1), 43-48


Alasan Penggunaan Formula
Zat Aktif

Kalium Diklofenak
Kalium diklofenak menyebabkan iritasi saluran cerna melalui dua mekanisme patofisiologi. Mekanisme pertama adalah dengan
menghambat sintesis prostaglandin dalam jaringan tubuh melalui penghambatan siklooksigenase 1 dan 2 (Evoy, 1999). Mekanisme kedua
dikarenakan kalium diklofenak merupakan asam lemah, pada waktu pH lambung netral akan terdifusi ke epitel membran sel mukosa. Pada
suasana netral, diklofenak akan mengalami reionisasi serta memiliki bentuk lipofobik yang terjebak dan terakumulasi dalam sel, sehingga
menyebabkan sel terluka terhadap saluran pencernaan dikarenakan pemberian kalium diklofenak secara oral, maka dibuat rute pemberian
yang lain yaitu rute pemberian melalui kulit. Kulit diperkiraan mencapai 16% dari total berat badan tubuh (Martini, 2006). Salah satu bentuk
sediaan melalui kulit adalah transdermal patch berdifusi perlahan ke dalam kulit untuk mendapatkan efek sistemik. Patch dibuat dengan
membran khusus agar obat berdifusi perlahan ke dalam kulit (Ramawati, 2009).
Alasan Penggunaan Formula
Zat Tambahan

1. PVP
sebagai orientasi polimer karena merupakan polimer terbaik yang memberikan warna transparan
(Purnamasari Nira, dkk, 2019)
2. Dibutil ftalat
digunakan sebagai plasticizer untuk memberikan elastisitas pada Patch agar tidak mudah rapuh. Dibutil
ftalat memiliki bobot molekul yang rendah,sehingga dapat masuk kecelah rantai polimer membentuk
film Patch dan beriteraksi dengan gugus spesifik pada polimer (gungor dkk, 2012).
Alasan Penggunaan Formula
Zat Tambahan

3. Mentol
ditambahkan sebagai peningkat penetrasi yang dapat menganggu struktur lemak pada startum korneoum,
sehingga meningkatkan koefisien difusi obat pada kulit dan memfluidasi rantai alkil ceramid serta
meningkatkan jarak struktur membran bilayer pada kulit (rajan dkk, 2010).
4. Metil paraben
sebagai pengawet membentuk sediaan yang tahan terhadap mikroorganisme (Rowe, 2006).
5. Etanol
dipilih sebagai pelarut dikarenakan dapat melarutan kalium diklofenak dan dibutil ftalat (Sweetman dkk,
2007).
Metode Pembuatan

Alat yang di gunakan :

1. Alat uji pelepasan modifikasi dari sel difusi (modifikasi sel difusi
Franz),
2. Timbangan analitik,
3. Jangka sorong,
4. Desikator,
5. Magnetic stirrer dan alat gelas yang umum digunakan di
laboratorium.
Metode Pembuatan
Patch dibuat dengan metode penguapan pelarut menggunakan variasi polimer.
1. Polimer yang digunakan yaitu PVP, etil selulosa dan kombinasi PVP : etil selulosa (3:1). Polimer
dilarutkan dalam etanol 5 ml dengan menggunakan magnetik stirrer kecepatan lambat selama 15
menit.
2. Kemudian dibutil ftalat dimasukkan ke dalam basis dan dibiarkan beberapa saat
3. Lalu kalium diklofenak dimasukkan agar tercampur secara sempurna.
4. Terakhir metil paraben dimasukkan dan diikuti mentol serta sisa etanol hingga homogen yang diaduk
selama 15-20 menit.
5. Hasil dari campuran tersebut di tuang ke dalam cetakan dan dibiarkan mengering pada temperatur
kamar selama 17 jam, sehingga terbentuk Patch.
6. Patch yang kering digunting dengan diameter 3 cm di masukkan ke dalam kantung plastik dan
disimpan di desikator.
Uji Evaluasi

1. Pengamatan
Organoleptis
Patch yang diamati secara organoleptis terdiri dari pengamatan terhadap tekstur, warna dan
homogenitas selama 28 hari.
Syarat : Tekstrur, Warna dan homogenitas konsisten tidak berubah selama 28 hari

2. Uji Keseragaman
Tiga PatchBobot
ditimbang dengan menggunakan timbangan analitik,
hasil pengukuran dirata-ratakan serta dihitung standar deviasinya.
Uji Evaluasi

3. Penentuan Kadar Kalium


diklofenak
Dengan menggunakan Spektrofotometri UV dengan metode multikompenen. Patch ditimbang dan
dilarutkan dalam dapar fosfat 7,4 sebanyak 250 ml kemudian diultrasonik selama 50 menit. Hasil
dari proses sebelumnya disaring dan dipipet sebanyak 5 ml serta diencerkan hingga 100 ml lalu
diultrasonik kembali selama 10 menit. Untuk menentukan kadar obat di setiap formulasi, Patch
diukur pada panjang gelombang 255,8 nm dan 276,2 nm dengan spektrofotometri UV melalui
metode multikompenen. Absorbansi yang diperoleh dibandingkan dengan kurva kalibrasi,
sehingga didapatkan kadar kalium diklofenak dalam sediaan transdermal.
Uji Evaluasi
4. uji pelepasan in vitro kalium diklofenak
dari sediaan
Uji pelepasan kalium diklofenak menggunakan metode flow-through melalui modifikasi dari sel difusi Franz
yang terdiri dari sel difusi, pompa peristaltik, pengaduk, gelas piala, tangas air penampung reseptor,
termometer dan selang diameter 4 mm. Sediaan ditempatkan pada membran yang diimpragnasi dengan cairan
spangler dan dibiarkan terjadi proses difusi selama 3 jam dengan suhu 37 ± 1 0C menggunakan cairan reseptor
sebanyak 330 ml. Cairan yang digunakan adalah dapar fosfat pH 7,4. Selama proses difusi, cairan tersebut
diambil sebanyak 3 ml pada waktu tertentu. Setiap pengambilan dilakukan penggantian cairan dengan larutan
dapar fosfat 7,4 sebanyak 3 ml. Pengambilan cuplikan dilakukan pada menit ke 5, 10, 15, 30, 45, 60, 90, 120
dan 180. Setelah itu absorbansi sampel diukur dengan spektrofotometri UV pada panjang gelombang 255,8 nm
dan 276,2 nm dengan menggunakan blanko dapar fosfat pH 7,4.
Uji Evaluasi

5. Ketebalan dari Patch

Tiga Patch diukur ketebalanya dengan menggunakan jangka sorong, hasil pengukuran dirata-
ratakan dan dihitung standar deviasi.

Syarat : Semakin tebal patch yang dihasilkan maka pelepasan zat aktif akan semakin lama
sehingga efek terapi yang timbul akan lebih lama
Uji Evaluasi

6. Pengujian Ketahanan Lipat


Patch
Evaluasi ini bertujuan untuk menentukan fleksibilitas dari patch. Uji ketahanan lipat dilakukan
dengan cara melipat patch berulang kali pada titik yang sama sampai pecah (Sharma et al., 2012).
Sediaan patch dikatakan baik
apabila memiliki nilai ketahanan lipat lebih dari 300 kali (Jhawat et al., 2013).
Replikasi dilakukan sebanyak tiga kali, kemudian dihitung nilai rerata dan standar deviasi dari
hasil pengukuran ketahanan lipat tersebut.

Syarat : Semakin tinggi jumlah pelipatan dari patch maka menunjukan ketahan dan elistisitas
matriks yang baik
Uji Evaluasi

7. Pengujian pH Permukaan Sediaan


Patch
Pengujian pH permukaan dilakukan untuk menjamin pH permukaan patch
sesuai dengan pH kulit. Pengujian ini dilakukan dengan melarutkan patch pada 5 mLaquadest
bebas CO2 dan diuji dengan menggunakan pH meter.

Syarat : Kriteria rentang pH yang dapat diterima agar tidak mengiritasi kulit yaitu 4,5 – 6,5
(Revus et al., 2009).
Uji Evaluasi

8. Presentasi Kadar air


Film yang disiapkan ditimbang secara individual dan disimpan dalam desikator yang mengandung
kalsium klorida pada suhu kamar selama 24 jam. Setelah 24 jam, film diputar ulang dan
menentukan presentase kadar.

Syarat : Kadar air yang tinggi dapat menjadi penyebab kadar natrium diklofenak lebih kecil
daripada kadar natrium diklofenak yang memiliki kadar air rendah

(Ginting, 2014)
Cara Pemakain Sediaan
Transdermal
1. Untuk letak penempelan patch lihat instruksi yang terdapat pada kemasan obat atau
konsultasikan dengan apoteker.
2. Jangan ditempelkan pada kulit yang memar atau luka.
3. Jangan ditempelkan dalam lipatan kulit atau di bawah pakaian ketat. Pindahkan tempat patch
setiap periode tertentu.
4. Pasang patch dengan tangan yang bersih dan kering.
5. Bersihkan dan keringkan tempat pemasangan patch.
6. Ambil patch dari wadah, jangan sentuh bagian obatnya.
7. Tempelkan pada kulit dan tekan kuat. Gosok bagian tepi agar menempel.
8. Lepaskan dan ganti sesuai petunjuk.
Daftar Pustaka

Ahmed, B.M.G. and Sushma, S., 2015. Chemical PermeationEnhancement Through


Skin.International Journal, 3(8), pp.644-651
Ansel, H. C., Popovich, N. G., and Allen, L. V. J. 2011. Ansel’s Pharmaceutical Dosage Forms and
Drug Delivery Systems Ninth Edition. Philladelphia: Lippincot Williams & Wilkins.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2020). Farmakope Indonesia Edisi VI. Jakarta:
Depkes RI.
Dhiman, S., Singh, T. G., and Rehni, A. K. 2011. Transdermal Patches: A Recent Approach To New
Drug Delivery System. International Journal of Pharmacy and Pharmaceutical Sciences. Vol. 3:
26-34.
Daftar Pustaka
Gaikwad, A. K. 2013. Transdermal Drug Delivery System: Formulation Aspects and Evaluation.
Comprehensive Journal of Pharmaceutical Sciences. Vol. 1: 1-10.
Gungor, sevgi, Sedef Erdal dan Yıldız Özsoy. 2012. Plasticizers in Transdermal Drug Delivery Systems. In
tech.
Gupta, P.N., Mishra, V., Rawat, A., Dubey, P., Mahor, S., Jain, S., Chatterji, D.P. and Vyas, S.P., 2005.
Non-invasive vaccine delivery in transfersomes, niosomes and liposomes: a comparative study.
International journal of pharmaceutics, 293(1), pp.73-82.
Jhawat, V. C., Saini, V., Kamboj, S. and Maggon, N. 2013. Transdermal Drug Delivery System : Approaches
and Advancements in Drugs Absorbtion Through Skin International Journal of Pharmaceutical Sciences
Review and Research. Vol. 20: 47-56.
Daftar Pustaka
Kadam, A. S., Ratnaparkhi, M. P., and Chaudhary, S. P., 2014. Transdermal Drug Delivery: An Overview.
International Journal of Research and Development in Pharmacy and Life Science. Vol. 3: 1042-1053
Kumar, S., Sairam, R., Anandbabu, S., Karpagavalli, L., Maheswaran, A. and Narayanan, N. 2012.
Formulation and Evaluation Of Transdermal Patches Of Salbutamol. Research Journal of
Pharmaceutical, Biological and Chemical Sciences. Vol. 3: 1132-1139.
Kusumawati, 2002, Penghambatan Siklooksigenase-2: Obat Analgesik Antiinflamasi Non Steroid (AINS)
Masa depan, Volume 2(1), MutiaraMedika, Yogyakarta, Hlm 29
Mali, A. D., Bathe, R., and Patil M. 2015. Review Article : An updated review on transdermal drug
delivery systems. International Journal Advances in Scientific Reearchs. Vol. 1: 244-254.
Daftar Pustaka

Martini, F.H., 2006, Fundamentals of Anatomy and Physiology, 6thed, Prentice Hall Inc, New Jersey,
Hlm 154-163
Mc. Evoy G.K., 1999. America Hospital Formulary Servise (AHFS): Drug Information, ASHP, USA, Hlm
1700
Pandey, A., Mittal, A., Chauhan, N., & Alam, S. 2014. Role of Surfactants as Penetration Enhancer in
Transdermal Drug Delivery System. J Mol Pharm Org Process Res, 2(113), 2.
Purnamasari Nira, dkk. 2019. Jurnal Ilmiah Farmasi. 7(1), 43-48
Rajan, R., dkk. 2010. Design and in vitro evaluation of chlorpheniramine maleate from different eudragit
based matrix patches: Effect of platicizer and chemical.
Daftar Pustaka
Ramteke, K. H., Dhole, S. N., & Patil, S. V. 2012. Transdermal drug delivery system: a review. Journal of
Advanced Scientific Research, 3(1), 22-35.
Rowe, R.C. et Al. (2006). Handbook Of Pharmaceutical Excipients, 5th Ed, The Pharmaceutical Press,
London.
Saroha, K., Yadav, B., and Sharma, B. 2011. Review Article: Transdermal Patch, A Discrete Dosage Form.
International Journal of Current Pharmaceutical Research. Vol. 3: 98–108.
Sweetman, Sean C., 2007, Martindale: The Complete Drug Reference, 35th edision, Pharmaceutical Press
London, Chicago.
Yadav, V., Bhai, S. A., Mamatha, M. and Prasanth, Y. 2012. Transdermal Drug Delivery: A Technical
Writeup. Journal of Pharmaceutical and Scientific Innovation. Vol. 1: 5- 12.
JOBDESC

Nurul Tria Amanda (A191077) Puspa Dewi (A191078)


1. Definisi 1. Faktor-faktor yang mempengaruhi absorpsi
2. Kekurangan kelebihan perkutan.
3. Mekanisme peningkat penetrasi 2. Tujuan pengaturan jumlah penyampaian
4. Sifat sediaan transdermal dalam peningkat obat secara transdermal
penetresi 3. Formula umum

Tri Hita Purnama Santhi (A191089) Mudmainna Annisa (A191071)


1. Jenis sediaan transdermal patch 1. Alasan pemilihan bahan
2. Contoh formula 2. Uji evaluasi
3. Metode pembuatan/prosedur 3. Cara pemakaian sediaan transdermal
Terimaka
sih

Anda mungkin juga menyukai