Anda di halaman 1dari 4

Tugas Kajian Tanda dan Makna

PARAFRASE SEMIOTIKA

oleh:

Nama : Muhammad Fairuz Kamil


NIM : 1912649024

PROGRAM STUDI S1 DESAIN KOMUNIKASI VISUAL


JURUSAN DESAIN FAKULTAS SENI RUPA
INSTITUT SENI INDONESIA YOGYAKARTA
TAHUN AJARAN 2020/2021
Semiotika merupakan asal kata dari semeion yang berarti tanda, merupakan dari Bahasa
Yunani. Semiotika ditetapkan menjadi cabang ilmu yang mempelajari tanda, system tanda, dan
pemberlakuan penggunaan tanda pada akhir abad ke-18 oleh filsuf Jerman yang sempat
dilupakan bernama J..H. Lambert. Perkembangan ilmu Semiotika bisa digolongkan sebagai
ilmu tua yang baru, pengertian semiotika sendiri adalah ilmu mengenai tanda-tanda yang
menanggapi fenomena komunikasi sosial masyarakat dan kebudayaan.

DKV adalah salah satu ilmu yang cocok dipadukan dengan ilmu semiotika sebab, DKV
juga merupakan sebuah bahasa yang mampu memberi pesan dari pihak satu kepada pihak yang
lain. Sebagai seorang pelaku DKV atau seorang desainer, hal yang menjadi tonggak untuk
sebuah pemberian pesan adalah bahasa. Maka dari itu, akan menjadi daya pikat tersendiri dan
pesan yang ingin disampaikan akan mudah diterima oleh pihak lain dan tidak umum dengan
pesan yang lainnya apabila bahasa tersebut dipadukan dengan unsur semiotika. Manfaat
semiotika bagi para desainer yang lain adalah membantu para desainer untuk lebih peka dalam
memahami konteks sosial budaya dalam setiap proses perancangan suatu desain. Semiotika
sendiri pada hakikatnya bukan lah ilmu yang berasal dari ranah seni rupa dan desain, melainkan
dari ranah ilmu humaniora khususnya satsra dan filsafat.

Semiotika sebagai ilmu tanda, membagi aspek tanda menjadi penanda (signifier) dan
petanda (signified). Unsur karya terutama sastra dalam bentuk tanda dibedakan atas ikon,
dengan pengertian sebagai tanda yang memiliki hubungan alamiah antara penanda dan petanda,
indeks sebagai tanda yang bersifat memiliki hubungan kausal antara penanda dan petanda, serta
simbol yang merupakan tanda petunjuk yang menyatakan tidak adanya hubungan alamiah
antara penanda dan petanda, bersifat arbitrer dan ditentukan oleh konvensi (kesepakatan
bersama). Barthes (1957) menyatakan bahasa atau perangkat yang digunakan untuk
menguraikan makna dengan bahasa lain dan konotasi merupakan hasil pengembangan dalam
cara manusia memaknai sebuah tanda.

Segala sesuatu bentuk bahasa yang digunakan dalam membentuk sebuah karya sastra
dengan mengandung sebuah makna di dalamnya akan menjadi sebuah tanda. Maka dari itu,
bahasa karya sastra dapat dikatakan sebagai ikon, indek, maupun simbol yang disajikan dan
dihadirkan dengan makna. Ilmu yang mendasari sebuah upaya pemahaman bahasa sebagai
tanda atas makna tertentu yang dimiliki karya sastra disebut semiotika. Dengan demikian,
semua tanda yang telah disetujui bersama atas maknanya tersebut mulai dari sebuah simbol,
indek, dan ikon, dapat digunakan dalam rancangan sebuah desain. Penggunaan tanda dalam
sebuah desain tersebut akan memudahkan penyampaian pesan dari pihak satu kepada pihak
yang lainnya karena makna yang dikandung oleh tanda tersebut telah disetujui bersama arti
dan maknanya.

Aktifitas sastra sangatlah luas dan kompleks yang memungkinkan munculnya aspek-
aspek terciptanya kebudayaan dan bahasa lain sehingga menjadi sebuah konotasi serta
penafsiran ganda yang perlu dimaknai dalam suatu tanda. Maka dari itu, bahasa adalah sistem
tanda. Makna yang terkandung di balik kata, frase , maupun kalimat sastra membangun
pemahaman bahwa apa yang muncul adalah tanda yang dimiliki oleh petanda. Teks dan situasi
termasuk ke dalam faktor kebahasaan yang dikatakan pula oleh Whorf (1958) bahwa bahasa
dapat membentuk pikiran dan mempengaruhi eksternal kebudayaan yang berkaitan dengan
pencipta karya sastra. Sebuah nilai yang dipahami sebagai pesan secara tersirat dapat
disampaikan dalam bentuk lain yakni tanda, dan semiotika mendefinisikan tanda berperan
sebagai relasi antara ekspresi dan isi yang diwakili, serta ingin disampaikan untuk dipahami.
Maka dari itu, semiotika menganggap tanda sebagi unsur penting dalam sebuah karya sastra
atau dengan media lain seperti rancangan sebuah desain.

Tiga sifat denotatum menurut Nyoman(2004) yaitu ikon, indeks, dan simbol. Ikon
adalah tanda yang secara melekat mempunyai kesaaman dengan arti yang ditunjuk, indeks
merupakan tanda yang memiliki hubungan sebab akibat denga napa yang ditandakannya,
sedangkan simbol merupakan tanda yang memiliki hubungan makna dengan tandakannya
bersifat fleksibel sesuai dengan kesepakatan dan situasi di lingkungan sosial tertentu.

Pemakaian bahasa yang kontradiktif multimakna menyebabkan ambiguitas,


perlawanan situasi, serta lahirnya kata-kata yang secara ucapan tidak bermakna. Untuk
menghindari melesetnya pesan yang ingin disampaikan dalam sebuah karya sastra terlebih lagi
untuk desain yang dipublikasikan, penggunaan tanda sangat berperan dalam penyampaian
pesan karena sebuah bahasa bisa mengandung beberapa makna sedangkan sebuah tanda bisa
diidentifikasikan maknanya.

Sebuah karya sastra khususnya desain bisa dikatakan sebuah refleksi dari pemikiran,
perasaan, dan keinginan yang ingin disampaikan desainer melalui visual dengan tanda-tanda
yang terkandung membentuk sebuah sistem ketandaan. Dalam hal ini, adanya hubungan antara
struktur atau aspek visual dengan tanda-tanda dengan demikian maka makna karya yang ingin
disampaikan telah tersampaikan dengan efisien pemahamannya melalui tanda. Sehingga pesan
dapat tepat disampaikan tanpa adanya makna yang ganda.

DAFTAR PUSTAKA

Tinarbuko, Sumbo (Yogyakarta 2008), Semiotika Komunikasi Visual.

Ambarini, dan Maharani, Nazla, Semiotika Teori dan Aplikasi pada Karya Sastra

Anda mungkin juga menyukai