Anda di halaman 1dari 2

Nama : Ike Nur Hafifah

NIM : 204105010040

Kelas : Perbankan Syariah 2

Tugas menganalisis

Judul : PENGGUNAAN HEDGING DI INDONESIA DALAM MEMINIMALISIR RISIKO NILAI TUKAR

Analisis : Berdasarkan PBI No.15/8/PBI/2013, pengertian lindung nilai adalah cara atau teknik untuk
mengurangi risiko yang timbul maupun yang diperkirakan akan timbul akibat adanya fluktuasi harga
di pasar keuangan.

Aturan hedging saat ini telah diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 12.PMK.08/2013
tentang Transaksi Lindung Nilai dalam Pengelolaan Utang Pemerintah. Dalam PMK tersebut mengatur
pihak-pihak yang terlibat dalam transaksi hedging pemerintah, proses pelaksanaan, penatausahaan,
penganggaran dan monitoring hedging. PMK ini juga mengatur bahwa pemerintah dapat melakukan
hedging untuk memitigasi risiko atau melindungi posisi nilai suatu aset atau kewajiban yang
mendasarinya (underlying asset atau kewajiban) terhadap risiko fluktuasi tingkat bunga dan nilai mata
uang di masa yang akan datang. Selain utang luar negari, aturan ini juga memungkinkan hedging untuk
obligasi mata uang asing yang diterbitkan dan pinjaman internasional yang diambil pemerintah. PMK
ini dapat diterbitkan karena dalam Undang-Undang APBN 2013 mendukung bahwa transaksi hedging
yang dilakukan pemerintah tidak akan dianggap sebagai kerugian negara.

Selain aturan hedging dari Kementerian Keuangan, Kementerian BUMN juga mengatur hedging untuk
BUMN dengan Peraturan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor PER-09/MBU/2013 Tahun 2013
tentang Kebijakan Umum Transaksi Lindung Nilai Badan Usaha Milik Negara. Dalam ketentuan
tersebut, BUMN dapat melakukan hedging dengan terlebih dahulu membuat kebijakan hedging dan
Standard Operating Procedure (SOP) untuk pelaksanaannya. Sedangkan untuk perbankan, Bank
Indonesia juga telah menerbitkan aturan terkait hedging dengan Peraturan Bank Indonesia (PBI) No.
15/8/PBI/2013 tentang Transaksi Lindung Nilai Kepada Bank. Dalam aturan tersebut ditegaskan
bahwa keuntungan yang timbul dari dilakukannya transaksi hedging yang memenuhi kriteria
akuntansi lindung nilai sebagaimana diatur dalam standar akuntansi keuangan yang berlaku, dianggap
sebagai pendapatan dalam rangka lindung nilai. Sebaliknya, jika terjadi kerugian dalam transaksi
hedging, hal tersebut dianggap sebagai sebuah biaya atau premi dari transaksi lindung nilai.

Skema paling sederhana dari lindung nilai adalah transaksi forward (berjangka) antara korporasi
dengan bank. Misalnya, sebuah korporasi di Indonesia punya beban utang dalam dolar AS yang segera
jatuh tempo. Untuk melunasi utang, korporasi itu bersepakat dengan bank membeli dolar AS memakai
nilai tukar tertentu dalam rupiah pada tanggal tertentu di masa depan. Bila transaksi spot dilakukan
maksimal dalam dua hari, maka transaksi forward punya batasan
minimal waktu transaksi lebih dari dua hari sampai maksimal satu tahun. Kurs atau nilai tukar forward
biasanya ditentukan berdasarkan kurs spot dan selisih suku bunga kedua mata uang yang
dipertukarkan. Dalam hal ini, korporasi memindahkan risiko penurunan nilai tukar rupiah terhadap
dolar AS kepada bank. Namun, bila ternyata saat transaksi dieksekusi nilai tukar rupiah justru
menguat, korporasi itu menanggung potensi kerugian selisih kurs disbanding bila mereka membeli
dolar langsung secara tunai di pasar spot.

Transaksi lindung nilai lain yang lazim dilakukan adalah swap yang merupakan gabungan dari transaksi
spot dan forward. Ini adalah transaksi pertukaran valuta asing terhadap rupiah melalui pembelian atau
penjualan tunai di pasar spot, yang diikuti penjualan atau pembelian kembali secara berjangka
(forward). Transaksi ini dilakukan dengan counterparty atau bank yang sama pada tingkat harga yang
disepakati kedua pihak. Transaksi swap biasanya melibatkan dana yang cukup besar. Misalnya untuk
memenuhi kebutuhan mata uang lokal sekaligus pembayaran utang dalam mata uang asing. Urutan
transaksinya, sebuah perusahaan bisa saja meminjam dolar AS dari bank yang menawarkan bunga
rendah. Karena perusahaan sebenarnya lebih banyak membutuhkan mata uang rupiah, maka
pinjaman dolar AS itu ditukarkan dengan mata uang rupiah. Saat pembayaran utang di masa yang akan
datang tiba, perusahaan tetap membayarnya dengan dolar AS menggunakan kurs dan suku bunga
yang disepakati bersama bank.
Kesimpulan : Ketidak pastian kondisi perekonomian global mempengaruhi kondisi dalam negeri
Indonesia. Salah satu faktor yang dipengaruhi oleh ketidakpastian ini adalah nilai tukar rupiah
terhadap mata uang asing. Perlunya lindung nilai (hedging) dalam memitigasi risiko nilai tukar mata
uang asing terhadap rupiah. Langkah awal dalam membudayakan hedging terutama untuk BUMN
adalah dengan memperdalam pasar keuangan Indonesia. Selain itu, Bank Indonesia dan Kementerian
BUMN membuat aturan yang dapat menjadi payung hukum pelaksanaan hedging. Kebijakan terkait
risiko hedging akan ditanggung oleh negara diharapkan akan menambah BUMN yang melakukan
hedging. Pada tahun 2014, baru dua BUMN yang telah melakukan hedging, yaitu PT Garuda Indonesia
Tbk dan PT Bank BNI Tbk. Perbandingan pelaksanaan hedging oleh perusahaan non lembaga keuangan
Swedia dan Korea serta perusahaan multinasional di Inggris, Amerika Serikat, dan Jerman, dapat
menjadi pengayaan dalam melakukan hedging. Perlunya pemahaman yang sama akan pentingnya
hedging dalam mengatasi exchange rate exposure serta dukungan dari berbagai pihak untuk
mendukung ketersediaan instrumen hedging yang baik menjadi tantangan semua pihak yang
berkepentingan agar kondisi perekonomian dalam negeri Indonesia dapat stabil dan kondusif.

Anda mungkin juga menyukai