Anda di halaman 1dari 24

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Klasifiksi Belanja

Pasal 11 ayat (4) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 Tentang

Keuangan Negara menyatakan bahwa belanja pegawai dalam APBN

digunakan untuk keperluan penyelenggaraan tugas pemerintah pusat dan

pemerintah daerah (dana transfer). Pengeluaran dalam bentuk belanja untuk

keperluan penyelenggaraan tugas pemerintah menurut ketentuan peraturan

perundang-undangan jenis belanja. Khusus untuk keperluan pengendalian

manajemen, klasifikasi yang mudah dilakukan untuk dilakuakn adalah

klasifikasi menurut ekonomi atau jenis belanja. Yaitu:

1. Belanja Operasi terdiri dari belanja pegawai, belanja barang, bunga,

subsidi, hibah, dan bantuan sosial

2. Belanja Modal terdiri dari belanja tanah belanja peralatan dan mesin,

belanja gedung dan bangunan, belanja jalan, irigasi, dan jaringan serta

belanja asset tetap lainnya.

3. Belanja lain-lain atau tidak terduga.

4. Transfer ( Bluetin Teknis SAP 4, 2006).

Pada penilitian ini, belanja operasi dan belanja modal sebagai variabel

penelitian. Beberapa peneliti yang mengkaji pengaruh belanja pemrintah

terhadap pertubuhan ekonomi yang membedakan pengaruh kedua jenis

belanja tersebut antara lain Henrekson (1994), Easterly dan Robelo (1993)
Valadkhani (I989), Schaltegger dan torgler (2006), Aschauer (1989,

Devarajan, Swaroop, dan Zou (1996), Bose, Haque, dan Osrbon (2007),

Turnnovsky dan Fisher (1995), dan Attari (2013).

2.1.2 Belanja Modal

Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang standar

akuntansi pemerintah mendefinisasikan belanja modal sebagai pengeluaran

anggaran untuk perolehan asset tetap dan asset lainnya yang memberi

manfaat lebih dari satu periode akuntansi. Aset tetap mempunyai

ciri-ciri/karekteristik sebagai berikut:

1) Berwujud

2) Akan menambah asset pemerintah

3) Mempunyai rasa manfaat lebih dari 1 tahun

4) Nilainya relatif.

Sedangkan cirri-ciri atau karekteristik Aset Lainnya adalah:

1) Tidak terujud

2) Akan menambah asset pemerintah

3) Mempumyai masa manfaat lebih dari 1 tahun

4) Nilainya relatif material.

Belanja modal berkaitan erat dengan istilah investasi. Halim (2008)

menyatakan bahwa kata investasi dapat berarti bermacam-macam,

tergantung dari konteks mengartikannya. Dalam bahasa akuntansi pada

konteks belanja, investasi dapat timbul dari adalah perbedaan antara revenue

expenditure dan capital expendicture, dalam membahas belanja modal,


maka istilah yang digunakan adalah capital expenditure Karena

memberikan manfaat lebih dari satu periode akuntansi.

Menurut Mahmudi, rasio belanja modal merupakan perbandingan

antara total realisasi belanja modal dengan total belanja daerah. Berdasarkan

rasio ini, pembaca laporan dapat mengetahui porsi belanja daerah yang

dialokasikan untuk investasi dengan bentuk belanja modal pada tahun

anggaran bersangkutan. Belanja modal memberikan manfaat jangka

menegah dan panjang juga bersifat rutin. Pada umumnya proporsi belanja

modal dengan belanja daerah adalah antara 5-20%. Rasio belanja modal ini

dirumuskan sebagai berikut:

Total Belanja Modal


Rasio Belanja Modal = x 100%
Total Belanja Daerah

Penentuan besarnya belanja operasi dan belanja modal di APBD ini

tidak ada patokan yang baku, karena belanja ini disesuaikan dengan

kebutuhan masing-masing daerahnya. Jika pemerintah daerah berorientasi

pada pertumbuhan dan pembangunan ekonomi di daerah tersebut, maka

pemerintah daerah seharusnya memperbesar anggaran di belanja modalnya

dari pada modal operasi.

2.1.3 Belanja Operasi

Menurut Mahmudi, Rasio Belanja Operasi merupakan perbandingan

antara total Belanja Operasi dengan Total Belanja Daerah. Rasio ini

menginformasikan kepada pembaca laporan mengenai porsi belanja daerah

yang dialokasikan untuk Belanja Operasi. Belanja Operasi merupakan


belanja yang manfaatnya habis dikonsumsi dalam satu tahun anggaran,

sehingga sifatnya jangka pendek dan dalam hal tertentu sifatnya rutin atau

berulang. Pada umumya proporsi Belanja Operasi mendominasi total

belanja daerah, yaitu antara 60-90%. Pemerintah daerah dengan tingkat

pendapatan yang tinggi cenderung memiliki porsi belanja operasi yang lebih

tinggi dibandingkan pemerintah daerah yang tingkat pendapatannya rendah.

Rasio belanja operasi dirumuskan sebagai berikut:

Total Belanja Operasi


Rasio Belanja Operasi = x 100%
Total Belanja Daerah

2.1.4 Pengertian Kinerja Keuangan

Kinerja adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan

suatu kegiatan/ program/kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi

dan visi organisasi yang tertuang dalam strategi planning suatu organisasi

(Mahsun, 2012). Kinerja keuangan adalah suatu ukuran kinerja yang

menggunakan indikator keuangan (Sularso dan Restianto, 2011). Secara

sederhana, kinerja keuangan organisasi atau individu dapat dikatakan baik

jika hasil yang dicapai sesuai dengan yang direncanakan. Apabila hasil yang

dicapai melebihi rencana dapat dikatakan kinerja keuangan suatu

oraganisasi sangat baik dan jika hasil yang di capai tidak sesuai rencana

(kurang) maka organisasi atau individu tersebut memiliki kinerja keuangan

yang masih kurang.

Analisis keuangan adalah usaha untuk mengidentifikasi ciri-ciri

keuangan berdasarkan laporan keuangan yang tersedia. Bagi perusahaan


swasta (lembaga yang bersifat komersial) analisis rasio keuangan umumnya

terdiri dari rasio likuiditas, rasio leverage, rasio aktivitas dan rasio

profitabilitas (Halim, 2002). Sedangkan pada daerah kinerja keuangan

diukur dari berbagai analisis rasio keuangan. Analisis keuangan pada APBD

dilakukan untuk membandingkan hasil yang dicapai pada suatu periode

dengan periode sebelumnya sehingga dapat diketahui bagaimana

kecenderungan yang terjadi.

Masa transisi pemerintahan Indonesia dari sistem pemerintah yang

bersifat sehtralistik menuju sistem yang bersifat desentralistik dan

diwujudkan dengan otonomi daerah telah memberikan wewenang yang

lebih luas kepada daerah unluk mengatur dan mengelola pembangunan dan

keuangan di daerahnya masing-masing. Hal ini berarti masing-masing

daerah harus mampu mengingkatkan pendapatan asli daerahnya sendiri,

karena pendapatan asli daerah merupakan sumber utama APBD (Anggaran

Pendapatan dan Belanja Daerah).

Pemerintah harus mampu mengelola keuangannya, sehingga dana

milik masyarakat dapat digunakan secara efısien dan efektif. Salah satu

upaya yang dapat dilakukan adalah dengan menyusun dan menggunakan

anggaran sebagai acuan dalam melaksanakan setiap kegiatan. Hal ini

menunjukkan bahwa anggaran merupakan bagan penting dari sistem

pengendalian manajemen, karena seperti yang dikemukakan Ulrich (2002)

pada Abdullah (2006) anggaran merupakan alat utama pemerintah dalam

melaksanakan semua kewajiban, janji dan kebijakannya ke dalam rencana


rencana konkrit dan terintegrasi dalam hal tindakan apa yang akan diambil,

hasil apa yang akan dicapai, pada biaya berapa dan siapa yang akan

membayar biaya-biaya tersebut.

Anggaran pemerintah atau anggaran sektor publik terkait dengan

proses penentuan jumlah alokasi dana untuk tiap-tiap program dan aktivitas

dalam satuan unit moneter yang menggunakan dana r»ilik masyarakat, hal

ini Iah yang membedakannya dengan anggaran sektor swasta. Anggaran

sektor publik dibuat untuk membantu menentukan tingkat kebutuhan

masyarakat 'sehingga tingkat kesejahteraan masyarakat dipengaruhi oleh

keputusan yang diambil oleh pemerintah melalui anggaran yang mereka

buat. Menurut Ulum (2005), Anggaran sektor publik penting karena

beberapa alasan, yaitu:

a. Anggaran merupakan alat bagi pemerintah untuk mengarahkan

pembangunan sosial ekonomi, menjamin kesinambungan dan

meningkatkan kualitas hidup masyarakat

b. Anggaran diperlukan karena adanya kebutuhan dan keinginan

masyarakat yang tak terbatas dan terus berkembang sedangkan sumber

daya yang ada terbatas. Anggaran diperlukan karena adanya masalah

keterbatasan sumber daya, pilihan, dan trade off

c. Anggaran diperlukan untuk meyakinkan bahwa pemerintah telah

bertanggungjawab kepada rakyat. dalam hal ini anggaran publik

merupakan instrumen pelaksanaan akuntabilitas publik oleh lembaga

lembaga publik yang ada.


Pengukuran kinerja pada sektor publik dilakukan untuk memenuhi tiga

maksud, yaitu untuk membantu perbaikan kinerja pemerintah, digunakan

untuk pengalokasian sumber daya dan pembuatan keputusan, dan untuk

mewujudkan pertanggungjawaban publik dan memperbaiki komunikasi

kelembagaan. Informasi yang digunakan untuk pengukuran kinerja sektor

publik dapat menggunakan informasi finansial dan infprmasi non finansial.

Salah satu penilaian laporan kinerja diukur berdasarkan pada anggaran yang

telah dibuat. Penilaian tersebut dilakukan dengan menganalisis varians

(selifsih) antara aktual dengan yang dianggarkan. Kinerja keuangan adalah

suatu ukuran kinerja yang menggunakan indikator keuangan. Salah satu alat

ukur kinerja adalah analisis rasio keuangan daerah yang merupakan inti

pengukuran kinerja sekaligus konsep pengelolaan organisasi pemerintah

untuk menjamin dilakukannya pertanggungjawaban publik oleh lembaga

lembaga pemerintah kepada masyarakat luas. Menurut Halim (2001)

analisis kinerja keuangan adalah usaha mengidentifikasi ciri-ciri keuangan

berdasarkan laporan keuangan yang tersedia. Halim juga mengemukakan

bahwa analisis rasio keuangan dapat digunakan untuk:

1. Menilai kemandirian keuangan daerah dalam membiayai penyelenggaran

otonomi daerah

2. Mengukur efisiensi dan efektivitas dalam merealisasikan pendapatan

daerah

3. Mengukur sejauh mana aktivitas pemerintah daerah dalam

membelanjakan pendapatan daerahnya


4. Mengukur kontribusi masing-masing sumber pendapatan dalam

pembentukan pendapatan daerah

5. Melihat pertumbuhan atau perkembangan perolehan pendapatan dan

pengeluaran yang dilakukan selama periode wakíu tertentu.

2.1.5 Analisis Kinerja Keuangan Daerah

Menurut Halim, salah satu alat ukur yang dapat digunakan untuk

menganalisis kinerja keuangan daerah dalam mengelola keuangan

daerahnya adalah melakukan analisis rasio keuangan ypng telah ditetapkan

dan tertuang dalam APBD. APBD sendiri menurut Undang-Undang

Republik Indonesia No. 17 Tahun 2003 Pasal 1 Tentang Keuangan Negara

yaitu rencalia keuangan tahunan pemerintahan daerah yang disetujui oleh

Dewan Perwakilan Raykat Daerah.

Pengertian Analisis RasioAnalisis rasio keuangan perlu dilakukan di

setiap organisasi, begitu pun organisasi Pemerintahan. Analisis rasio

keuangan ini membandingkan beberapa aspek yang dinyatakan dalam

bentuk angka. Sofyan Syafri Harahap dalam Cahyadi menyatakan bahwa :

"Analisis rasio keuangan adalah menguraikan pos-pos laporan keuangan

menjadi unit informasi yang lebih kecil dan melihat hubungannya yang

bersifat signifikan atau yang mempunyai makna antara satu dengan yang

lain baik antara data kuantitatif maupun data non kualitatif dengan tujuan

untuk mengetahui kondisi keuangan lebih dalam yang sangat penting dalam

proses menghasilkan keputusan yang tepat."


Menurut Helfert dalam Mahsun, Analisis Laporan Keuangan merupakan

alat yang digunakan dalam memahami masalah dan peluang yang terdapat

dalam laporan keuangan.

Menurut Abdul Halim, Analisis rasio keuangan APBD dilakukan

dengan membandingkan hasil yang dicapai dari satu periode dibandingkan

dengan periode sebelumnya sehingga dapat diketahui bagaimana

kecenderungan yang terjadi. Selain itu gapat pula dilakukan dengan cara

membandingkan dengan rasio keuangan yang dimiliki suatu pemerintah

daerah tertentu dengan rasio keuangan daerah lain yang terdekat ataupun

yang potensi daerahnya relatif sama untuk dilihat bagaimana posisi rasio

keuangan pemerintah daerah tersebut terhadap pemerintah daerah lainnya.

Adapun pihak-pihak yang berkepentingan dengan rasio keuangan pada

APBD ini adalah sebagai berikut: DPRD, pihak eksekutif, pemerintah

pusat/provinsi, serta masyarkat dan kreditor.

2.1.6 Rasio Pertumbuhan

Menurut (Mahmudi 2010), Rasio pertumbuhan bermanfaat untuk

mengetahui apakah pemerintah daerah dalam tahun anggaran bersangkutan

atau selama' beberapa periode anggaran, kinerja anggarannya mengalami

pertumbuhan pendapatan atau belanja secara positif atau negatif. Sedangkan

menurut Halim menyatakan bahwa, Rasio ini mengukur seberapa besar

kemampuan pemerintah daerah dalam mempertahankan dan meningkatkan

keberhasilannya yang telah dicapai dari satu periode ke periode berikutnya.

Dengan diketahuinya pertumbuhan untuk masing- masing komponen


sumber pendapatan dan pengeluaran, dapat digunakan untuk mengevaluasi

potensi-potensi mana yang perlu mendapatkan perhatian. Rumus untuk

menghitung pertumbuhan sebagai berikut:

Pn-Po
Rasio Pertumbuhan = x 100%
Po

Keterangan: Pn = Pertumbuhan PAD tahun n

Po = Pertumbuhan PAD tahun sebelumnya

2.1.7 Rasio Efektivitas

Menurut (Mahmudi, 2010). Rasio Efektivitas PAD menunjukkan

kemampuan pemerintah daerah dalam memobilisasi penerimaan PAD sesuai

dengan yang ditargetkan. Rasio Efektivitas PAD ini dihitung dengan

membandingkan antara Realisasi PAD dengan target penerimaan PAD,

dengan rumus sebagai berikut:

Realisasi PAD
Rasio Efektivitas PAD = x 100%
Anggaran PAD

Kriteria dari Rasio Efektivitas PAD menurut (Mahmudi, 2010) yang

terlihat pada Tabel 2.1

Tabel 2.1 Kriteria Penilaian Efektivitas Keuangan Daerah

> 100% Sangat efektif


100% Efektif
90 – 99% Cukup efektif
75% – 89% Kurang efektif
< 75% Tidak efektif
2.1.8 Rasio Efisiensi APBD

Rasio Efisiensi Keuangan Daerah menggambarkan perbandingan

antara besarnya biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh pendapatan

dengan realisasi þendapatan yang diterima. Menurut (Halim, 2010.

Pemerintah daerah perlu menghitung secara cermat berapa besar biaya yang

dikeluarkan untuk merealisasikan seluruh pendapatan yang diterimanya

sehingga dapat diketahui apakah kegiatan pemungutan pendapatannya

tersebut efisien atau tidak. Hal itu perlu dilakukan karena meskipun

pemerintah daerah berhasil merealisasikan target penerimaan pendapatan

sesuai dengan target yang ditetapkan, namun keberhasilan itu kurang

memiliki arti apabila ternyata biaya yang dikeluarkan untuk merealisasikan

target penerimaan pendapatannya itu lebih besar daripada realisasi

pendapatan yang diterimanya. Rumus rasio efisien sebagai berikut:

Realisasi Belanja Daerah


Rasio Efisiensi = x 100%
Realisasi Pendapatan Daerah

Kriteria Rasio Efisiensi menurut Mahmudi terlihat pada Tabel 2.2

Tabel 2.2 Kriteria Penilaian Efisiensi Keuangan Daerah

<10% Sangat efisien


10%-20% Efisien
21%-30% Cukup efisien
31%-40% Kurang efisien
>40% Tidak efisien
2.1.9 Tujuan Pengukuran Kinerja Keuangan Daerah

Menurut Mardiasmo (2002: 122), menyatakan bahwa tujuan

pengukuran kinerja pengelolaan keuangan pemerintah daerah adalah untuk

memenuhi tujuan, yaitu:

1. Untuk mengkomunikasi strategi organisasi secara lebih baik (top down

dan bottom up)

2. Untuk mengukur kinerja finansial dan non finansial secara berimbang

sehingga dapat ditelusuri perkembangan percapaian strategi

3. Untuk mengkomodasi kepentingan menejer level menengah dan bawah

serta memotivasi untuk mencapai goal congruence

4. Sebagai alat mencapai kepuasan berdasarkan pendekatan individual dan

kemampuan kolektif yang rasional.

2.1.10 Manfaat Pengukuran Kinerja Keuangan Daerah

Menurut Mardiasmo (2002: 122), menyatakan bahwa tujuan

pengukuran kinerja pengelolaan keuangan pemerintah daerah adalah untuk

memenuhi manfaat, yaitu:

1. Memberikan pemahaman mengenai ukuran yang digunakan untuk

menilai kinerja manajemen

2. Meningkatkan kualitas produk dan jasa

3. Memberikan arah untuk mencapai target kinerja yang telah ditetapkan

4. Membantu mengidentifikasi apakah kepuasan pelanggan sdh terpenuhi

5. Memastikan bahwa pengambilan keputusan dilakukan secara obyektif.


Dalam hal ini, Pengukuran kinerja merupakan alat yang bermanfaat

dalam usaha mencapai tujuan tersebut, dan agar pengukuran kinerja

dapat diterapkan dengan efısien dan efektif perlu diperhatikan hal-hal

seperti berikut:

1. Pengukuran kinerja harus memperhatikan kondisi riil organisasi, yang

artinya hasil dari prngukuran tersebut memang benar-benar

menggambarkan kondisi sebenarnya dari sebuah organisasi

2. Semua pihak yang terlibat dalam pengukuran kinerja harus

mempunyai latar belakang pemikiran bahwa mereka mengukur

kinerja organisasi bukan bagian organisasi, sehingga tidak muncul

konflik kepentingan

3. Dukungan dari manajeman puncak, melibatkan karyawan

menciptakan sistem komunikasi yang baik, adanya kerangaka kerja

konseptual dan mengkondisikan bahwa pengukuran kinerja

merupakan suatu hal yang penting dalam rangka keberlangsungan

suatu organisasi

4. Selalu siap mengikuti perubahan yang ada diorganisasi.


2.2 Pertumbuhan Ekonomi

2.2.1 Pengertian Pertumbuhan Ekonomi

Menurut Buediono (2013) dalam Chalid menyatakan bahwa

pertumbuhan ekonomi sebagai proses kenaikan output per kapita dalam

jangka panjang. Dalam hal ini, pertumbuhan ekonomi sebagai suatu proses,

bukan sebagai suatu Gambaran ekonomi pada suatu saat (one shoot).

Menurut Sukirno (1996:22), pertumbuhan ekonomi berarti

perkembangan fiskal produksi barang dan jasa yang berlaku di suatu Negara

seperti pertambahan dan jumlah produksi barang industri, perkembangan

infrastruktur, pertambahan jumlah sekolah, pertambahan produksi sektor

jasa dan pertambahan produksi barang modal. Menurut Prof. Simon Kuznets

dalam Jhingan mendefinisikan pertumbuhan ekonomi sebagai kenaikan

jangka panjang dalam kemampuan suatu negara untuk menyediakan banyak

jenis barangbarang ekonomi kepada penduduknya; kemampuan ini sesuai

dengan kemajuan teknologi, dan penyesuaian kelembagaan dan ideologi

yang diperlukannya. Sehingga terdapat tiga komponen penting menurutnya,

yaitu yang pertama pertumbuhan ekonomi suatu bangsa terlihat dari

meningkatnya persediaan barang secara terus menerus, kedua teknologi

yang maju menjadi faktor dalam pertumbuhan ekonomi, dan ketiga adanya

inovasi yang dihasilkan oleh ilmu pengetahuan. Jadi, pertumbuhan ekonomi

yaitu proses peningkatan output yang dihasilkan masyarakat disuatu daerah

yang diukur melalui persentase pertambahan pendapatan nasional riil dalam


jangka waktu tertentu. Menurut Kurniawan dan Budhi, terdapat tiga hal

yang mendorong pertumbuhan ekonomi dan produktivitas, yaitu:

1) Efisiensi produksi,

2) Efisiensi alokasi, dan

3) Meningkatkan input.

2.2.2 Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi proses meningkatnya sebuah Output yang

dihasilkan oleh masyarakat di suatu daerah. Menurut Sukirno, terdapat

beberapa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi, yaitu:

1) Tanah dan Kekayaan Alam Lainnya

2) Jumlah dan Mutu dari Penduduk dan Tenaga Kerja

3) Barang-Barang Modal dan Tingkat Teknologi

4) Sikap Sosial dan Sikap Mayarakat Menurut Jhingan, faktor yang

mempengaruhi pertumbuhan ekonomi, dibedakan menjadi dua, yaitu;

1) Faktor Ekonomi, menganggap bahwa laju pertumbuhan ekonomi jatuh

atau bangunnya merupakan konsekuensi dari perubahan yang terjadi

di dalam faktor produsi tersebut. Faktor ekonomi ini terdiri atas:

a) Akumulasi Modal

b) Kemajuan Teknologi

c) Pembagian Kerja dan Skala Produksi

d) Sumber Daya Alam

e) Organisasi
2) Faktor Non-Ekonomi, menurut Kaldor dalam Jhingan, pengkajian

terhadap dinamika pertumbuhan ekonomi, di luar analisa faktor

ekonomi membawa kita kepada pengkajian terhadap unsur-unsur

penentu yang bersifat psikologis dan sosiologis. Faktor non-ekonomi

ini terdiri atas:

a) Faktor Sosial

b) Faktor Manusia

c) Faktor Politik dan Administratif.

2.2.3 Indikator Pertumbuhan Ekonomi

1) Produk Domestik Regional Bruto per Kapita

Salah satu konsep yang sangat penting dalam pembangunan

ekonomi regional adalah konsep Produk Domestik Regional Bruto

(PDRB). PDRB merupakan nilai dari seluruh produksi dalam suatu

wilayah yang dinyatakan dengan uang (Rupiah) dalam suatu jangka

waktu tertentu (biasanya satu tahun). Produk Domestik Regional Bruto

merupakan ukuran prestasi (keberhasilan) ekonomi dari seluruh kegiatan

ekonomi.

2) Ketidakseimbangan Pendapatan

Analisis ketidakseimbangan pendapatan dimulai dengan pertanyaan

tentang berapa persen dari total pendapatan yang diterima oleh 10%

populasi yang terendah, 50% terndah, atau 90% terendah, dan seterusnya.

Dalam keadaan yang ideal, di mana pendapatan dengan mutlak


didistribusikan secara adil, 80% populasi terbawah akan menerima 80%

dari total pendapatan, sedangkan 20% populasi teratas akan menerima

20% total pendapatan.

Ketidakséimbangan pendapatan yang tajam menimbulkan dampak

negatif yang besar, karena bagian terbesar dari total pendapatan dikuasai

Oleh sebagian kecil populasi, yang besar bertambah kuat dan yang kecil

bertambah lemah. Kecenderungan ini akan menimbulkan kemiskinan

structural yang makin bertambah berat.

3) Perubahan Struktur Perekonomian

Dalam masyarakat yang maju, pembangunan ekonomi yang

dilaksanakan akan mengakibatkan perubahan struktur perekonomian, di

mana terjadi kecenderungan bahwa kontribusi (peranan) sektor pertanian

terhadap nilai PDRB akan menurun, sedangkan kontribusi sektor industri

akan meningkat.

Secara absolut nilai produksi sektor pertanian meningkat sebagai

akibat dari penerapan sistem pertanian maju, penggunaan bibit unggul,

pupuk, dan traktor serta sarana produksi pertanian Iainnya, tetapi secara

relatif, kontribusi nilai produksi pertanian terhadap nilai PDRB menurun

karena, pertumbuhan nilai produksi sektor industri (yang menggunakan

teknologi maju dan tepat guna) meningkat lebih tinggi, demikian pula

sektorsektor Iainnya. Dalam masyarakat maju, sektor jasa (tersier)

memperlihatkan pula pertumbuhan yang meningkat relatif tinggi.


4) Pertumbuhan Kesempatan Kerja

Penduduk Indonesia berjumlah lebih dari 240 juta jiwa, tingkat

pengangguran cukup tinggi dan cenderung bertambah besar dan

bertambåh luas akibat krisis finansial global yang melanda Negaranegara

di dunia, jumlah penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan sangat

luas, konsumsi masyarakat menurun, tabungan menurun, investasi

domestik menurun, yang mengakibatkan menurunnya kesempatan kerja.

Untuk mengatasi krisis ekonomi yang sangat luas tersebut, diperlukan

peranan pemerintah. Salah satu langkah strategis yang ditempuh adalah

pembangunan prasarana (misalnya jalan). Pembangunan jalan yang

menjangkau ke seluruh kantongkantong produksi, akan mendorong

peningkatan produksi berbagai komoditas sektor pertanian dalam arti

luas serta barangbarang hasil industri. Pembangunan prasarana dan

sarana transportasi akan menunjang berkembangnya berbagai kegiatan di

sektor-sektor lainnya. Peningkatan dan pengembangan berbagai kegiatan

sektoral di berbagai daerah diharapkan akan meningkatkan kesempatan

kerja, poduksi nasional dan regional, pendapatan masyarakat, dan

konsumsi masyarakat, dengan demikian dapat mengatasi pengangguran,

kemiskinan, keterpurukan ekonomi dan sosial.

5) Tingkat dan Penyebaran Kemudahan

Menurut Hadjisarosa dalam Adisasmita, berpendapat bahwa

kriteria yang dipilih untuk menyatakan bahwa pertumbuhan suatu


wilayah adalah tingkat kemudahan, karena, tingkat pemaikaian kriteria

(indikator) pendapatan daerah (per kapita) sangat sukar untuk mencari

kaitannya dengan mekanisme pengembangan wilayah, selain dari pada

itü pendapatan belum memberikan Gambaran yang memadai tentang

kebutuhan sebenarnya masyarakat, pendapatan tinggi belum tentü

tersedianya suatu kemudahan bagi masyarakat dalam memperoleh

kebutuhannya.

2.2.4 Teori Pertumbuhan Ekonomi

1) Aliran Merkantilisme

Pertumbuhan ekonomi atau perkembangan ekonomi suatu negara

menurut katım Merkantilis ditentukan oleh peningkatan perdagangan

internasional dan penambahan pemasaran hasil industri serta surplus

neraca perdagangan.

2) Aliran Klasik

Tokoh-tokoh aliran Klasik antara lain Adam Smith dan David Ricardo.

a) Adam Smith Adam Smith mengemukakan teori pertumbuhan

ekonomi dalam sebuah buku yang berjudul An Inquiry Into the

Nature and Causes ofthe Wealth of Nations tahun 1776. Menurut

Adam Smith, ada empat faktor yang memengaruhi pertumbuhan

ekonomi, yaitu:

jumlah penduduk,

jumlah stok barang-barang modal,


luas tanah dan kekayaan alam, dan

tingkat teknologi yang digunakan

b) David Ricardo David Ricardo mengemukakan teori pertumbuhan

ekonòmi dalam sebuah buku yang berjudul The Principles of

Political Economy and Taxation. Menurut David Ricardo,

pertumbuhan ekonomi suatu negara ditentukan oleh pertumbuhan

penduduk, di mana bertambahnya penduduk akan menambah tenaga

kerja dan membutuhkan tanah atau alam.

2.3 Penelitian Persamaan dan Perbedaan Sebelumnya

Tabel 2.5 Persamaan dan Perbedaan Penelitian Sebelumnya

Nama Judul Persamaan Perbedaan


Aliya, W.H., Analisis kinerja Menggunakan Penelitian sebelumnya
& Soelistyo, keuangan dan metode penilitian memiliki judul
A. (2020) pembangunan daerah perusahaan yang berbeda
terhadap pertumbuhan
ekonomi di Penelitian sebelumnya
Gerbangkertasusila Penelitian ini hanya meneliti 2 variabel
menggunakan yaitu rasio dan regresi
Sekunder
Renggo, Y.R. Pengaruh kinerja Menggunakan Penelitian sebelimnya
(2021) keuangan daerah pada metode penilitian memiliki judul yang beda
pertumbuhan ekonomi tempat perusahaan yang
dan pengangguran berbeda
Provinsi Nusa
Tenggara Timur Penelitian ini Penelitian sebelumnya
menggunakan hanya meneliti 2 variabel
Sekunder yaitu rasio dan regresi
Hay, T. (2017) Analisis pengaruh Menggunakan Penelitian sebelumnya
kinerja keuangan metode penilitian memiliki judul yang beda
daerah terhadap tempat perusahaan yang
pertumbuhan berbeda
ekonomi, kemiskinan
dan pengangguran di Penelitian ini Penelitian sebelumnya
Provinsi Papua Barat menggunakan hanya meneliti 1 variabel
kuantatif yaitu regresi
Haryanto, T. Konstribusi modal Menggunakan Penelitian sebelimnya
(2020) Manusia terhadap metode penilitian memiliki judul
pertumbuhan ekonomi perusahaan yang berbeda
di Provinsi Papua dan
Provinsi Papua Barat Penelitian ini Penelitian sebelumnya
menggunakan hanya meneliti 1 variabel
Sekunder yaitu regresi
Rachman, R. Analisis pengaruh Menggunakan Penelitian sebelumnya
(2018) kinerja keuangan metode penilitian memiliki judul
terhadap pertumbuhan perusahaan yang berbeda
ekonomi di
Pemerintah Kota Penelitian ini Penelitian sebelumnya
Tanggerang Selatan menggunakan hanya meneliti 2 variabel
tahun 2011-2018 Deskriptif Rasio dan regresi
Kuantitatif
Kainama, Jhill Analisis Penerapan Menggunakan Penelitian sebelumnya
Helena Natalia Akuntansi Sektor metode penelitian memiliki judul tempat
(2021) Publik Dan Kualitas yang berbeda
Laporan Keuangan
Dan Dampaknya Penelitian sebelumnya
Terhadap Penelitian ini hanya meneliti 2 varibael
Akuntabilitas Kinerja menggunakan yaitu Rasio & Regresi
Instansi Pemerintah kuantatif
Di Provinsi Papua
Agatha, S.V., Pengaruh Menggunakan Penelitian sebelumnya
& Uliansyah, desentralisasi fiskal metode penelitian memiliki judul tempat
B. A.A. (2021) dalam pengentasan yang berbeda
kemiskinan dengan
pertumbuhan ekonomi Penelitian ini Penelitian sebelumnya
sebagai variabel menggunakan hanya meneliti 1 varibael
mediasi di Provinsi sekunder yaitu regresi
Papua
Waurarah, R. Analisis kinerja Menggunakan Penelitian sebelumnya
N., & Bauw, ekonomi dan metode penelitian memiliki judul tempat
S.A (2018) pengelolaan keuangan yang berbeda
daerah Provnsi Papua
Barat Penelitian ini Penelitian sebelumnya
menggunakan hanya meneliti 2 varibael
Sekunder bersifat yaitu Rasio & Regresi
deskriptif
Christy, E., Dampak desentralisasi Menggunakan Penelitian sebelumnya
Walewangko, fiskal terhadap kinerja metode penelitian memiliki judul tempat
E. N., & keuangan dan yang berbeda
Wauran, P.C. pertumbuhan ekonomi
(2019) di Provinsi Sulawesi Penelitian ini Penelitian sebelumnya
Utara menggunakan hanya meneliti 2 varibael
Kuantitatif yaitu Rasio & Regresi
Dai, S. I Analisis pembiayaan Menggunakan Penelitian sebelimnya
(2020) pendidikan dan metode penilitian memiliki judul
pertumbuhan ekonomi perusahaan yang berbeda
Indonesia
Penelitian sebelumnya
Penelitian ini hanya meneliti 2 variabel
menggunakan yaitu analisis
Sekunder ekonometrika
2.4 Kerangka Berpikir

Berdasarkan latar belakang dan landasan teori yang telah dikemukakan sebelumnya,

maka dapat diambil suatu kerangka pemikiran sebagai berikut:

Berdasarkan UU Nomor 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintah Daerah kemudian di revisi

menjadi UU RI Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah memberikan wewenang

kepada pemerintah daerah untuk melaksanakan otonomi daerah. Pelaksanaan otonomi

daerah ini, memberikan hak kepada daerah untuk melakukan pengaturan, pemungutan

pajak, dan belanja dari pendapatan yang diterima dari daerah tersebut. Selain pendapatan

yang diterima dari daerah tersebut, pemerintah daerah juga mendapatkan bantuan dana dari

pemerintah pusat dalam bentuk Dana Perimbangan. Hak-hak tersebut dilakukan oleh

masing-masing setiap daerah yang bisa disebut dengan kinerja keuangan daerah.

Dalam menajalankan kinerja keuangan daerah, terdapat beberapa tujuan salah

satunya menurut Mardiasmo adalah untuk memperbaiki kinerja pemerintah daerah.

Memperbaiki kinerja pemerintah daerah salah satunya dapat dilakukan dengan cara

menganalisis laporan keuangan daerah. Menurut Pilat dan Morasa, setidaknya terdapat

enam rasio dalam menganalisis laporan keuangan pemerintah daerah; diantaranya: rasio

kemandirian, rasio derajat desentralisasi fiskal, Rasio Efektivitas PAD, Rasio Efisiensi,

rasio pertumbuhan PAD, rasio keserasian belanja.

Rasio- rasio tersebut dilakukan untuk memperbaiki kinerja keuangan pemerintah

daerah agar tercapaianya pertumbuuhan ekonomi yang sudah ditetapkan di masing-masing

daerah. Menurut Sikirno, terdapat empat faktor yang mempengaruhi pertumbuhan

ekonomi, diantaranya adalah tersedia barang-barang modal dan tingkat teknologi, dimana

faktor tersebut menajdi bagian dari kinerja keuangan pemerintah daerah unuk
membelanjakan baik itu belanja operasioanl ataupun belanja modal. Berdasarkan

penejelasan mengenai kerangka berpikir di atas, maka dapat` di ilustrasikan seperti

Gambar 2.1

Belanja Operasi

Anda mungkin juga menyukai