Anda di halaman 1dari 74

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI............................................................................................................1
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................4
1.1 Nama Proyek.............................................................................................4
1.2 Latar Belakang..........................................................................................4
1.3 Profil Perusahaan.......................................................................................6
1.3.1 Telkom Indonesia......................................................................................6
1.3.2. Telkom Indonesia Divisi Regional V........................................................9
1.4 Tujuan Proyek.........................................................................................10
1.5 Manfaat Proyek.......................................................................................10
1.5.1 Bagi Mahasiswa......................................................................................10
1.5.2 Bagi Perusahaan......................................................................................10
BAB II LANDASAN TEORI................................................................................12
2.1 Organization Development......................................................................12
2.1.1 Definisi Organization Development........................................................12
2.1.2 Karakteristik Organization Development................................................12
2.1.3 Tujuan Organization Development.........................................................13
2.1.4 Tahapan Organization Development.......................................................14
2.1.5 Teknik Pengumpulan Data Organization Development..........................15
2.1.6 Intervensi Organization Development.....................................................16
2.1.7 Large-Group Interventions......................................................................18
2.1.8 Appreciative Inquiry................................................................................23
BAB III METODE PELAKSANAAN..................................................................30
3.1 Tahapan Organization Development.......................................................30
3.1.1 Entering and Contracting........................................................................30
3.1.2 Diagnosing..............................................................................................31
3.1.3 Planning and Implementing Change.......................................................32
BAB IV DESAIN INTERVENSI & EVALUASI PROGRAM............................33
4.1. Diagnosis.................................................................................................33
4.2. Analisis Permasalahan Berdasarkan Hasil Diagnosis.............................49
4.3. Saran Intervensi.......................................................................................51
4.4. Rancangan Intervensi..............................................................................56
BAB V PENUTUP................................................................................................74
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................75

1
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Nama Proyek


Laporan ini merupakan hasil pelaksanaan proyek Organization
Development di Telkom Divisi Regional V dalam rangka Praktek Kerja Profesi
Psikologi II oleh mahasiswa Magister Profesi Psikologi Universitas Airlangga

1.2 Latar Belakang


Organizational Development (OD) merupakan sebuah lahan perubahan
yang menggunakan pengetahuan ilmu perilaku untuk meningkatkan kapasitas
untuk berubah dan untuk meningkatkan keberfungsian dan kinerja organisasi. OD
tidak hanya peduli mengenai perubahan untuk kepentingan perubahan, untuk
mengimplementasi tren terbaru, atau untuk melancarkan management’s bidding.
OD adalah mengenai pembelajaran dan peningkatan dalam cara yang membuat
individu, kelompok, organisasi, dan bahkan dunia menjadi lebih baik dan lebih
mampu dalam mengelola perubahan di masa yang akan datang. Dengan konsep
yang demikian, OD bukan menawarkan ramuan mujarab untuk mengatasi atau
menyelesaikan permasalahan organisasi. Pada OD terdapat fungsi pengembangan.
Kapasitas sebuah organisasi, kelompok, bahkan individu dalam sebuah organisasi
dikembangkan dan ditingkatkan sehingga menjadi lebih baik dan menjadi lebih
mampu dalam mengelola perubahan.
Dengan tuntutan perkembangan lingkungan eksternal, suatu organisasi
harus senantiasa memiliki kesiapan untuk melakukan perubahan. Di sisi lain
peningkatan keberfungsian dan kinerja organisasi merupakan hal yang sudah
semestinya diupayakan oleh sebuah organisasi. Dengan kondisi yang demikian,
peran OD bagi sebuah organisasi penting dalam mempersiapkan organisasi secara
internal. Baik untuk kesiapan dalam menghadapi perubahan guna merespons
perubahan lingkungan eksternal, maupun untuk keperluan peningkatan
berkelanjutan suatu organisasi.

2
Telkom Divisi Regional V, mendukung Telkom Indonesia (Telkom Group)
untuk bertransformasi menjadi digital telecommunication company. Guna
mewujudkan transformasi Telkom Divisi Regional V akan menerapkan rencana-
rencana yang ditetapkan Telkom Indonesia, yaitu mengimplementasikan strategi
bisnis dan operasional perusahaan yang berorientasi kepada pelanggan (customer-
oriented). Dampak dari transformasi organisasi ini adalah dengan ditetapkannya
target-target yang semakin menantang dari tahun ke tahun sebagai komitmen
Telkom Group dalam meningkatkan value perusahaan serta meningkatkan
kualitas customer experience sebagai perusahaan yang bergerak di bidang jasa
layanan telekomunikasi. Namun di sisi lain, transformasi organisasi juga
menuntut terbentuknya organisasi yang efektif dan efisien, sehingga pemanfaatan
resources dilakukan secara maksimal. Sumber daya yang tersedia harus cukup dan
mampu mencapai kinerja yang maksimal dalam mendukung tujuan organisasi.
Contoh konkrit dari dampak transformasi tersebut adalah dengan
meningkatnya target Mean Time to Resolve pada tahun 2018 menjadi dua kali
lipat dari tahun 2017. Padahal, untuk target tahun 2017 sudah memerlukan effort
yang besar untuk dapat tercapai. Dengan target yang semakin meningkat, extra
effort menjadi kewajiban setiap anggota organisasi. Oleh karena itu, terdapat
peran penting dari anggota organisasi untuk bersedia mengerahkan extra effort.
Salah satu cara untuk mendorong extra effort dari anggota organisasi adalah
dengan membuat anggota organisasi merasa menjadi bagian penting dari
organisasi. Sense of belonging yang dibangun akan organisasi tempat mereka
bekerja/berkarya saat ini akan mendorong komitmen dan sinergi dari anggota
organisasi sehingga extra effort pun dapat dikerahkan sebagai aktualisasi dari
komitmen tersebut. Tentu saja komitmen dan sinergi perlu untuk diciptakan dan
difasilitasi. Salah satu intervensi OD yang dapat digunakan untuk memfasilitasi
hal tersebut adalah large-group interventions menggunakan metode positif berupa
appreciative inquiry. Pada proyek OD ini mahasiswa mencoba membahas dan
mengusulkan rancangan large-group intervention untuk diimplementasikan di
TREG-V sebagai upaya untuk memfasilitasi komitmen dan sinergi anggota

3
organisasi dalam mengerahkan extra effort demi mewujudkan tujuan organisasi
yang semakin hari semakin menantang.

1.3 Profil Perusahaan


1.3.1 Telkom Indonesia
PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk (Telkom) adalah Badan Usaha Milik
Negara (BUMN) yang bergerak di bidang jasa layanan teknologi informasi dan
komunikasi (TIK) dan jaringan telekomunikasi di Indonesia. Pemegang saham
mayoritas Telkom adalah Pemerintah Republik Indonesia sebesar 52.09%,
sedangkan 47.91% sisanya dikuasai oleh publik.
Dalam upaya bertransformasi menjadi digital telecommunication company,
Telkom Indonesia mengimplementasikan strategi bisnis dan operasional
perusahaan yang berorientasi kepada pelanggan (customer-oriented).
Transformasi tersebut akan membuat organisasi Telkom Indonesia menjadi lebih
lean (ramping) dan agile (lincah) dalam beradaptasi dengan perubahan industri
telekomunikasi yang berlangsung sangat cepat. Organisasi yang baru juga
diharapkan dapat meningkatkan efisiensi dan efektivitas dalam menciptakan
customer experience yang berkualitas.
Perkembangan teknologi, informasi dan digitalisasi membuat kegiatan
usaha Telkom Indonesia bertumbuh dan berubah, namun masih dalam koridor
industri telekomunikasi dan informasi. Hal ini terlihat dari lini bisnis yang terus
berkembang melengkapi legacy yang sudah ada sebelumnya. Adapun portofolio
bisnis yang dilayani untuk empat segmen konsumen (korporat, perumahan,
perorangan dan segmen konsumen lainnya) meliputi:
1. Mobile: Portofolio ini menawarkan produk mobile voice, SMS dan value
added service, serta mobile broadband. Produk tersebut ditawarkan melalui
entitas anak, Telkomsel, dengan merk Kartu Halo untuk pasca bayar dan
simPATI, Kartu As dan Loop untuk prabayar.
2. Fixed: Portofolio ini memberikan layanan fixed service, meliputi fixed
voice, fixed broadband, termasuk Wi-Fi dan emerging wireless technology
lainnya, dengan brand IndiHome.

4
3. Wholesale & International: Produk yang ditawarkan antara lain layanan
interkoneksi, network service, Wi-Fi, VAS, hubbing data center dan content
platform, data dan internet, dan solution.
4. Network Infrastructure: Produk yang ditawarkan meliputi network service,
satelit, infrastruktur dan tower.
5. Enterprise Digital: Terdiri dari layanan information and communication
technology platform service dan smart enabler platform service.
6. Consumer Digital: Terdiri dari media dan edutainment service, seperti e-
commerce (blanja.com), video/ TV dan mobile based Digital Service. Selain
itu, kami juga menawarkan digital life service seperti digital life style
(Langit Musik dan VideoMax), digital payment seperti TCASH, digital
advertising and analytics seperti bisnis digital advertising dan solusi mobile
banking serta enterprise Digital Service yang menawarkan layanan Internet
of Things (IoT).

Adapun visi, misi serta budaya perusahaan Telkom Indonesia Seiring


dengan perkembangan teknologi digital dan transformasi perusahaan antara lain:
Visi :
Be The King of Digital in The Region
Misi :
Lead Indonesian Digital Innovation and Globalization
Budaya Perusahaan:
The Telkom Way (IFA, 3S, Always The Best)

5
IFA

Imagine (Merencanakan kemenangan, Menetapkan target, Mengantisipasi Risiko)


Focus (Focus, Menetapkan quick win, Optimalisasi sumber daya)
Action (Tindakan nyata, Evaluasi, Perbaikan yang berkelanjutan)

3S

Solid (Sinergi, Visi bersama, Saling percaya)


Speed (Inisiatif, Kecepatan melayani, Kecepatan memutuskan)
Smart (Memahami tujuan, Menetapkan prioritas, Mencari cara baru)

Always The Best

Integrity (Integritas, Perilaku positif, Kejujuran)


Enthusiasm (Antusiasme, Kesungguhan, Keinginan untuk menjadi yang terbaik)
Totality (Totalitas, Pengembangan diri, Berkomitmen dalam tugas)

Telkom Indonesia berkomitmen dan berupaya untuk terus bertumbuh secara


sehat dan mampu meraih tingkat profitabilitas yang baik pada tahun 2019
(Laporan Tahunan Telkom Group 2018). Untuk itu Telkom Indonesia (Telkom
Group) menetapkan program utama sebagai berikut:

Program Utama 2019


Mentransformasikan pengalaman pelanggan
EMBRACING BEST IN CLASS
dengan melakukan optimalisasi proses bisnis
DIGITAL CUSTOMER
dengan memperkuat aspek system, process, dan
EXPERIENCE
people
Melakukan ekspansi konektivitas broadband dan
INTENSIFYING DIGITAL
mendorong layanan dan solusi untuk
BUSINESS
mempertahankan dominasi pasar
Melakukan optimalisasi biaya dengan
DRIVING SMART
penekanan pada organisasi dan proses bisnis
INNITIATIVES ON COST
yang lebih ramping serta memanfaatkan
EFFECTIVENESS
kapabilitas untuk memperbaiki profitabilitas

6
1.3.2. Telkom Indonesia Divisi Regional V
Telkom Indonesia Divisi Regional V (TREG-V) bertanggung jawab untuk
mengelola proses bisnis dan operasional Telkom Indonesia di wilayah operasional
V yang meliputi Jawa Timur, Bali dan Nusa Tenggara. TREG-V dipimpin oleh
seorang Executive Vice President (EVP) yang membawahi dua Deputy Executive
Vice President (DEPV) yakni DEPV Infrastructure dan DEPV Marketing. Selain
itu EVP juga membawahi langsung bagian Support yang terdiri dari Senior
Manager Business Planning & Performance, Senior Manager Human Capital,
Senior Manager General Affairs, dan Senior Manager Payment Collection &
Finance.
Dalam menjalankan atau melaksanakan kegiatan proses bisnis dan
operasionalnya, TREG-V didukung oleh 13 (tiga belas) WITEL. WITEL tersebut
antara lain terdapat pada wilayah Surabaya Bagian Selatan, Surabaya Bagian
Utara, Denpasar, Malang, Sidoarjo, Jember, Madiun, Kediri, Pasuruan, Singaraja,
NTB, NTT, dan Madura. Setiap WITEL dipimpin oleh seorang General Manager
yang bertanggung jawab langsung kepada EVP.
Dalam mendukung pencapaian visi perusahaan, TREG-V menetapkan
obsesi tahunan sebagai arah gerak TREG-V dalam mencapai target yang
ditetapkan oleh korporat (Telkom Indonesia). Adapun Obsesi dan Program Utama
TREG-V adalah sebagai berikut:

Obsesi
Exceptional • Day Service (MTTI & MTTR) > 95%
Customer • CSI > 85%
Experience • NPS Positif
Stengthening • Market Share Fixed broadband > 80%
“JBN
Broadband • True Broadband within 5 Major Cities > 80%
Be The King
Business • Net Additional Line in Service (NAL) > 2K/day
of The
Rapid • Revenue Share Digital Business Consumer > 21%
Digital”
Growth of • Revenue Share Digital Business BGES > 3%
The Digital • Revenue Share Digital Business Wholesales >
Business 1,3%
Revenue • Revenue Growth Telkomsel > 7,6%

7
Program Utama (Aligned)
JBN-DIGITAL
Culture J Jatim Bali Nusra Always The Best
People B Bring People to Digital Telco Competence
All N New Experience for Service Excellence
D Disruptive IndiHome Sales & Marketing
Consumer
I Increase Digital Service Home Solution
G Growing Enterprise Connected Ecosystem
BGES I Improve Smart Government Initiatives
T Towards SME’s Digital Society
Wholesale A Aligment Wholesales Market & Service
Network L Leverage Network & Infrastructure Excellence

1.4 Tujuan Proyek


Tujuan pelaksanaan proyek organization development ini adalah untuk
mengidentifikasi kebutuhan pengembangan organisasi serta menyusun desain
intervensi yang tepat bagi perusahaan guna meningkatkan efektivitas perusahaan.

1.5 Manfaat Proyek


1.5.1 Bagi Mahasiswa
Dalam melaksanakan proyek organization development ini terdapat
beberapa manfaat yang dapat diperoleh oleh mahasiswa yaitu:
a. Mahasiswa mampu mengidentifikasi kebutuhan pengembangan organisasi
serta mengidentifikasi jenis intervensi yang tepat bagi kebutuhan tersebut
b. Mahasiswa mampu menyusun desain intervensi yang sesuai dengan
kebutuhan pengembangan organisasi untuk keperluan peningkatan
efektivitas perusahaan

1.5.2 Bagi Perusahaan


Dalam pelaksanaan proyek organization development yang dilakukan oleh
mahasiswa ini terdapat beberapa manfaat yang dapat diperoleh perusahaan yaitu:
a. Perusahaan mendapatkan gambaran dan masukan mengenai pengembangan
organisasi yang dibutuhkan guna efektivitas perusahaan

8
b. Perusahaan mendapatkan desain intervensi pengembangan organisasi yang
sesuai dengan kebutuhan pengembangan organisasi

9
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Organization Development


2.1.1 Definisi Organization Development
Brown & Harvey (2006) mendefinisikan organization development sebagai
sebuah usaha dan program jangka panjang yang bertujuan untuk meningkatkan
kemampuan organisasi untuk bertahan dengan cara merubah atau memperbaharui
kemampuan pemecahan masalah dan proses kerja. Sementara itu Beckhard (dalam
Brown & harvey, 2006) mendefinisikan bahwa organization development sebagai
sebuah usaha terencana dalam lingkup organisasi secara luas yang diatur dari level
manajemen untuk meningkatkan efektivitas dan organisasi melalui intervensi
yang terencana di dalam proses organisasi dengan menggunakan ilmu perilaku.
French (dalam Cummings & Worley, 2008) mendefinisikan OD sebagai sebuah
usaha jangka panjang untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah
organisasi dan kemampuan untuk mengatasi perubahan yang terjadi di lingkungan
eksternal organisasi. Selain itu, Beer (dalam Cummings & Worley, 2008)
menyatakan bahwa organization development sebagai proses pengumpulan data,
diagnosis, perencanaan desain intervensi dan evaluasi yang bertujuan untuk (1)
meningkatkan kesesuaian antara struktur organisasi, proses, strategi, individu dan
budaya, (2) mengembangkan solusi baru dan kreatif atas permasalahan yang
dihadapi organisasi, dan (3) mengembangkan kapasitas organisasi untuk
memperbaharui secara mandiri.

2.1.2 Karakteristik Organization Development


Karakteristik organizational development menurut Brown & Harvey (2006)
adalah:
a. Change: OD merupakan strategi terencana untuk mewujudkan perubahan
organisasional. Upaya perubahan menyasar tujuan tertentu dan mendasarkan
pada sebuah diagnosis area permasalahan.

10
b. Collaborative: OD biasanya melibatkan pendekatan kolaboratif untuk
berubah yang meliputi keterlibatan dan partisipasi anggota organisasi yang
paling terdampak akibat perubahan.
c. Performance: Program OD meliputi penekanan pada cara-cara untuk
meningkatkan kinerja dan kualitas.
d. Humanistic: OD bergantung pada seperangkat nilai humanistik mengenai
individu dan organisasi yang bertujuan untuk membuat organisasi menjadi
lebih efektif dengan membuka kesempatan baru untuk meningkatkan
pemanfaatan sumber daya manusia potensial.
e. Systems: OD merepresentasikan sebuah pendekatan sistem yang peduli
dengan keterkaitan antara divisi, departemen, kelompok, dan individu
sebagai subsistem interdependen dari keseluruhan organisasi.
f. Scientific: OD didasarkan pada pendekatan ilmiah untuk meningkatkan
efektivitas organisasi.

2.1.3 Tujuan Organization Development


Brown & Harvey (2006) menyebutkan terdapat beberapa tujuan utama dari
OD. Beberapa tujuan tersebut adalah:
a. Meningkatkan produktivitas
b. Meningkatkan ketanggapan terhadap klien
c. Meningkatkan positioning kompetitif (meningkatkan produktivitas/
mengurangi biaya)
d. Meningkatkan keterlibatan dan partisipasi karyawan
e. Meningkatkan moral karyawan
f. Mengembangkan keterampilan manajerial dan strategi-strategi baru
Selain enam tujuan tersebut di atas, Brown & Harvey (2006) menyertakan tujuan-
tujuan lainnya termasuk mengubah budaya organisasi, menjadi lebih adaptif, dan
meningkatkan persaingan.

11
2.1.4 Tahapan Organization Development
Pengembangan organisasi merupakan proses berkelanjutan yang bertujuan
untuk meningkatkan efektivitas organisasi dengan mengaplikasikan nilai-nilai dan
teknik pengembangan organisasi. Penekanan dari program pengembangan
organisasi berada pada kombinasi dari hubungan antara individu, tim, organisasi.
Berikut adalah tahapan pengembangan organisasi (Cummings & Worley, 2008):
a. Entering and contracting. Pada tahap ini dilakukan pengumpulan data awal
untuk memahami permasalahan yang dihadapi oleh organisasi atau
menetukkan area yang ingin dikembagkan oleh organisasi. Setelah
informasi didapatkan maka selanjutnya permasalahan dan peluang
didiskusikan dengan para stakeholder dalam organisasi. Selanjutnya,
dilakukan penyusunan kontrak atau persetujuan untuk pelaksanaan
perubahan yang telah direncanakan. Kontrak tersebut berisikan aktivitas
perubahan yang akan dilakukan, sumber daya yang terlibat dalam proses
perubahan, dan bagaimana pelaku perubahan akan terlibat dalam proses
perubahan.
b. Diagnosing. Pada tahap kedua ini dilakukan pengkajian terhadap organisasi
dan perangkat yang ada didalamnya. Diagnostik dapat berfokus pada
pemahaman terkait permasalahan organisasi, termasuk sebab dan akibatnya,
atau pada pengumpulan riwayat tentang atribut-atribut positif di organisasi.
Proses diagnosis ini meliputi pemilihan model yang sesuai untuk memahami
organisasi, dan mengumpulkan, menganalisis dan memberikan umpan balik
terkait informasi kepada para pemegang kepentingan dan anggota organisasi
mengenai permasalahan atau peluang yang ada.
c. Planning and implementing change. Pada tahap ini anggota organisasi dan
praktisi merencanakan dan mengimplementasikan intervensi. Intervensi
dirancang untuk mencapai visi dan tujuan organisasi serta membuat rencana
kegiatan untuk mengimplementasikan rancangan tersebut. Berikut adalah
empat tipe utama dari intervensi dalam perubahan dan pengembangan
organisasi:

12
1. Intervensi pada proses kerja manusia yang meliputi individu, kelompok,
dan keseluruhan level jabatan dalam organisasi
2. Intervensi yang memodifikasi struktur dan teknologi organisasi
3. Intervensi pada sumber daya manusia yang untuk meningkatkan kinerja
dan kesejahteraan anggota organisasi
4. Intervensi strategis yang meliputi pengelolaan hubungan organisasi
dengan lingkungan eksternalnya serta struktur dan proses internal untuk
mendukung strategi bisnis organisasi.
d. Evaluating and Institutionalizing change. Tahapan terakhir ini perubahan
terencana mencakup evaluasi dampak dari intervensi dan mengelola
kesuksesan dari program perubahan. Umpan balik pada para anggota
organisasi terkait hasil intervensi menyediakan informasi mengenai
perubahan tersebut dilanjutkan, dimodifikasi, atau dihentikan. Penguatan
perubahan termasuk memperkuat perubahan melalui umpan balik,
penghargaan, dan pelatihan.

2.1.5 Teknik Pengumpulan Data Organization Development


Cummings & Worley (2008) menyebutkan bahwa terdapat empat teknik
yang dapat digunakan pada pengumpulan data. Keempat teknik tersebut adalah:
a. Kuesioner. Kuesioner merupakan teknik yang paling efisien untuk
mengumpulkan data. Teknik ini dapat diaplikasikan pada responden dengan
jumlah yang besar, dapat dianalisis dengan cepat, dan penggunaan item
dalam kuesioner dapat disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing
organisasi. Namun demikian, kuesioner juga memiliki beberapa kelemahan
seperti respon tetap sehingga terbatas, klarifikasi terhadap jawaban
responden tidak dapat dilakukan saat itu juga, dan adanya kecenderungan
faking good responden.
b. Wawancara. Wawancara merupakan teknik pengumpulan data pada
organization development yang paling sering dilakukan. Kelebihan
wawancara dibandingkan dengan kuesioner adalah adanya kesempatan
untuk melakukan klarifikasi secara langsung terhadap hal-hal yang kurang

13
jelas. Selain itu, eksplorasi terhadap permasalahan-permasalahan lain yang
muncul selama sesi wawancara juga dapat dilakukan. Wawancara pada
organization development dapat dilakukan secara individu maupun melalui
diskusi kelompok. Penggunaan diskusi kelompok lebih disarankan karena
lebih hemat waktu dan dapat sekaligus melihat berbagai sudut pandang dari
suatu permasalahan.
c. Observasi. Observasi merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan
dengan cara mengamati secara langsung perilaku organisasi dalam
lingkungan alami mereka. Kelebihan observasi diantaranya adalah bebas
bias dan praktisi dapat memodifikasi perilaku apa yang ingin mereka amati
tergantung dari hal-hal apa yang ingin mereka cari. Namun demikian,
praktisi tidak dapat mengetahui sebab-sebab yang mendasari kemunculan
perilaku yang ditunjukkan oleh subjek.
d. Data Organisasi. Penggunaan data organisasi dapat menjadi sumber data
yang berguna di dalam organizational development. Data-data ini tersedia di
organisasi dan dapat membantu praktisi dalam melakukan diagnosis
permasalahan dalam level organisasi, kelompok, maupun individu. Data-
data ini dapat berupa laporan keuangan, keluhan pegawai, kepuasan
pelanggan, kuantitas, dan kualitas produk dan lain-lain. Penggunaan data
organisasi dapat menjadi salah satu sumber data yang valid karena dapat
menggambarkan kesehatan maupun efektivitas organisasi pada saat ini.

2.1.6 Intervensi Organization Development


Cummings & Worley (2008) menyebutkan bahwa terdapat beberapa jenis
intervensi di dalam organization development, yaitu:
a. Human Process Intervention. Intervensi ini memfokuskan pada orang-orang
pada organisasi dan proses bagaimana mereka mencapai tujuan organisasi.
Proses-proses yang dimaksud termasuk komunikasi, problem solving,
pengambilan keputusan kelompok, dan kepemimpinan. Human process
interventions secara garis besar diturunkan dari bidang ilmu seperti
psikologi dan psikologi sosial dan ilmu terapan sehubungan dinamika

14
kelompok dan hubungan manusia. Praktisi menerapkan intervensi tersebut
secara umumnya untuk memberikan nilai keterpenuhan manusia dan
mengharapkan efektivitas organisasi mengikuti peningkatan keberfungsian
manusia dan proses organisasi.
Contoh intervensi yang tergolong human process intervention antara
lain: process consultation, third-party interventions, team building,
organizational confrontation meeting, intergroup relations interventions,
dan large-group interventions.
b. Technostructural Interventions. Intervensi ini memfokuskan pada teknologi
dan struktur organisasi. Intervensi jenis ini melibatkan pendekatan pada
keterlibatan karyawan sebagaimana metode dalam mendesain organisasi,
kelompok, dan pekerjaan. Technostructural interventions berakar pada
bidang ilmu teknik, sosiologi, dan psikologi, serta pada bidang ilmu sistem
sosio teknis dan organization design. Praktisi biasanya menekankan baik
pada produktivitas maupun keterpenuhan manusia dan mengharapkan
efektivitas organisasi akan dihasilkan dari desain pekerjaan dan struktur
organisasi yang sesuai.
Contoh intervensi yang tergolong technostructural intervention antara
lain: structural design, downsizing, reengineering, parallel structures, total
quality management, high-involvement organizations, dan work design
c. Human Resource Management Interventions. Intervensi ini digunakan untuk
mengembangkan, mengintegrasikan, dan mendukung sumber daya manusia
di organisasi. Praktik ini termasuk career planning, reward system, goal
setting, dan performance appraisal yaitu praktik-praktik yang secara
tradisional telah diasosiasikan dengan fungsi human resource di organisasi.
Human resource management interventions berakar pada hubungan sumber
daya dan pada praktik terapan akan kompensasi dan benefit, seleksi
karyawan dan penempatan, performance appraisal, dan pengembangan
karir. Praktisi pada area ini biasanya memfokuskan pada sumber daya pada
organisasi, mempercayai bahwa efektivitas organisasi dihasilkan dari
peningkatan praktik dalam mengintegrasikan karyawan dengan organisasi.

15
Contoh intervensi yang tergolong human resource management
intervention antara lain: goal setting, performance appraisal, reward
system, coaching and mentoring, career planning & development
interventions, management & leadership development, workforce diversity
interventions, dan employee stress & wellness interventions.
d. Strategic Interventions. Intervensi ini menghubungkan antara keberfungsian
internal organisasi dengan lingkungan yang lebih besar dan
mentransformasi organisasi untuk menyesuaikan dengan perubahan kondisi.
Intervensi ini diimplementasikan pada seluruh organisasi dan membawa
kesesuaian antara strategi bisnis, struktur, budaya, dan lingkungan yang
lebih besar. Intervensi ini diturunkan dari bidang ilmu seperti manajemen
strategis, teori organisasi, ekonomi, dan antropologi.
Contoh intervensi yang tergolong strategic intervention antara lain:
integrates strategic change, organization design, culture change, self-
designing organizations, organization learning & knowledge management,
built to change, merger & acquisition integration, strategic alliance
interventions, dan network interventions.

2.1.7 Large-Group Interventions


a. Fokus, Fitur, dan Dimensi Large-Group Interventions
Menurut Cummings & Worley (2008), Large-Group Intervention
berfokus pada isu-isu yang mempengaruhi keseluruhan organisasi atau
bagian besar dari sebuah organisasi, misalnya mengembangkan produk atau
layanan baru, merespon perubahan lingkungan, mendesain-ulang organisasi,
atau pengenalan teknologi baru.
Fitur penentu dari intervensi ini adalah mengumpulkan sejumlah besar
anggota organisasi dan stakeholders lainnya secara bersama-sama pada
sebuah pertemuan atau konferensi yang berdurasi dua sampai empat hari.
Peserta konferensi akan bekerja bersama-sama untuk mengidentifikasi dan
menyelesaikan masalah organization wide, untuk merancang pendekatan
baru untuk mengelola atau menstrukturisasi firma, atau untuk mengusulkan

16
arahan baru kepada organisasi. Intervensi ini termasuk di antara aplikasi OD
yang berkembang cepat pada bagian yang besar karena merefleksikan nilai
inti OD, termasuk inklusi, partisipasi, dan pembelajaran.
Large-Group Intervention dapat dibedakan menjadi beberapa dimensi,
termasuk tujuan, ukuran, durasi, struktur, dan jumlah. Tujuan dari metode
perubahan tersebut dapat termasuk menciptakan masa depan dan
menetapkan arahan, mengartikan-ulang pekerjaan, struktur organisasi, dan
sistem, dan merencanakan atau menyelesaikan masalah organisasi tertentu.
Intervensi ini telah dijalankan oleh kelompok yang beranggotakan kurang
dari 50 orang sampai dengan lebih dari 2000 peserta dan dilaksanakan
selama satu sampai lima hari. Beberapa proses kelompok direncanakan
secara relatif dan terstruktur; lainnya lebih informal. Beberapa intervensi
melibatkan satu pertemuan kelompok besar; lainnya meliputi sebuah
pertemuan berkelanjutan untuk mencapai perubahan systemwide pada waktu
yang singkat.

b. Asumsi-asumsi pada Large-Group Intervention


Cummings & Worley (2008) menjelaskan bahwa meskipun terdapat
perbedaan-perbedaan dalam penyelenggaraan Large-Group Intervention,
sebagian besar Large-Group Intervention memiliki kerangka konseptual dan
metode yang serupa. Large-Group Intervention yang telah berkembang
selama lebih dari 30 tahun terakhir dan menyajikan sebuah kombinasi atas
open-systems thinking, partisipasi dan kontruksi sosial, dan manajemen diri.
Open-systems thinking mengarahkan perhatian pada bagaimana organisasi
berinteraksi dengan dan dibentuk oleh lingkungannya. Penganut large-
group interventions berpendapat bahwa kondisi organisasi saat ini
merupakan hasil dari interaksi yang bersifat intentional dan unintentional
antara banyak kelompok dan individu baik dari dalam maupun dari luar
organisasi. Oleh karena itu, kegiatan merubah visi, struktur, strategi, dan
pekerjaan membutuhkan koordinasi langsung dengan kelompok-kelompok
tersebut.

17
Asumsi partisipasi dan kontruksi sosial mendukung pandangan open-
systems. Asumsi partisipasi berpendapat bahwa beragam stakeholders
organisasi harus dilibatkan dalam menciptakan sebuah pandangan yang
akurat mengenai lingkungan dan organisasi. Asumsi kontruksi sosial
berpendapat bahwa hanya dengan mengembangkan sebuah pemahaman
bersama mengenai lingkungan dan organisasi antara stakeholders tersebut
maka common ground akan ditemukan dan tindakan terkoodinasi dapat
terjadi. Tanpa pandangan tersebut, konflik dapat muncul mengenai bagian
mana dari lingkungan atau tindakan apa yang paling penting.
Ketidaksetujuan perceptual membuat perencanaan dan pengaplikasian
sebuah strategi yang koheren.
Akhirnya proses asumsi manajemen diri mengajukan bahwa proses
large-group harus menciptakan kondisi ownership dan komitmen. Semua
metode large-group berusaha untuk menciptakan sebuah ritme presentasi
large-group yang seimbang dengan diskusi, tugas, dan dialog kelompok
kecil. Melalui hasil kerja kelompok kecil, peserta bekerja dengan beragam
stakeholders, membangun sudut pandang, dan menciptakan berkomitmen
untuk bertindak.

c. Dilema dalam Large-Group Interventions


1) The Dilemma of Voice. Dilema ini mengacu pada masalah untuk
mendorong partisipasi di satu sisi dan di sisi lain juga kewalahan jika
masing-masing individu ingin berbicara. Bahkan jika ukuran large-group
event secara relatif kecil dalam bentuk partisipasi, waktu dapat cepat
habis apabila semua orang ingin berbicara pada large-group.
2) The Dilemma of Structure. Dilema ini mengacu pada seberapa erat atau
renggang pertemuan harus dikelola. Beberapa metode seperti open-
system process dapat dikontrol dengan erat sementara lainnya seperti
open-space method hampir tidak terstruktur. Dilemanya adalah ketika
tidak mengetahui struktur apa yang lebih disukai oleh kelompok tertentu,

18
apa keinginan mereka, dan seberapa banyak kecemasan yang dialami
oleh mereka.
3) The Egocentric Dilemma. Dilema ini mengacu pada masalah yang
dipegang orang pada pandangan pribadi mereka mengenai benar dan
salah, lebih baik atau lebih buruk. Ketika individu memegang hal
tersebut terlalu erat, maka keputusan kelompok akan sulit dicapai. Ketika
large-group event terlalu merepresentasikan suatu kelompok
stakeholders, kelompok tersebut dapat mendominasi percakapan dan
menjadi lebih tidak terbuka akan pandangan alternatif lainnya.
4) The Dilemma of Emotional Contagion. Dilema ini mengacu pada sebuah
dinamika kelompok di mana terlalu banyak orang yang mengungkapkan
kekesalan dan ketertarikan akan yang lainnya. Ketika penularan emosi
terjadi, orang-orang secara tidak sadar menyerahkan kepemilikan atas
sebuah masalah, tindakan, atau solusi dan terbawa suasana. Hal tersebut
merepresentasikan versi large-group mengenai ‘groupthink’ dan dapat
menghasilkan solusi atas refleksi yang tidak didukung.

d. Tahapan Pelaksanaan Large-Group Interventions


Large-Group Interventions dilaksanakan dengan melibatkan tiga
tahapan yaitu mempersiapkan pertemuan, mengadakan pertemuan, dan
melakukan follow up hasil pertemuan. Adapun penjelasannya adalah sebagai
berikut:
1) Mempersiapkan pertemuan. Sebuah tim perancang yang terdiri dari
praktisi OD dan beberapa anggota organisasi dibentuk untuk mengelola
event (pertemuan). Tim tersebut akan membahas tiga kunci utama
kesuksesan large-group meetings yaitu compelling meeting theme,
appropriate participants, dan relevant tasks to address the conference
theme.
2) Melaksanakan pertemuan. Alur berjalannya event pada large-group
meeting dapat berbeda tergantung pada tujuan dan framework (metode)
yang diadopsi. Terdapat tiga framework (metode) dasar dalam

19
menjalankan large-group meeting yaitu open-system methods, open-
space methods, dan positive methods.
3) Melakukan follow up hasil pertemuan. Upaya follow-up penting untuk
mengimplementasikan rencana aksi (action plans) dari large-group
intreventions. Upaya tersebut melibatkan mengkomunikasikan hasil
pertemuan pada seluruh anggota organisasi, memperoleh komitmen yang
lebih luas atas perubahanm dan membentuk proses perubahan.

e. Metode dalam Menjalankan Large-Group Intervention


1) Open-Systems Methods. Open-system methods dimulai dengan sebuah
diagnosis mengenai lingkungan saat ini dan bagaimana organisasi
berhubungan dengannya. Hal ini dilakukan untuk mengembangkan
lingkungan yang mungkin di masa depan dan untuk mengembangkan
action plans untuk mewujudkan lingkungan tersebut. Large-group yang
menggunakan metode ini antara lain search conference, open-systems
planning, decision accelerators, dan real-time strategic change.
2) Open-Space Methods. Pendekatan large-group interventions ini berusaha
untuk membahas empat dilema dengan cara memberikan kesan
minimnya tingkat struktur formal. Open-space methods sementara
merestruktur atau melakukan ‘self-organize’ peserta sekitar kepentingan
dan topik yang berhubungan dengan tema konferensi.
3) Positive Methods. Pendekatan ini merepresentasikan pendekatan hibrid
terhadap empat dilema. Pendekatan ini membedakan dengan dua metode
lainnya dengan menggunakan pendekatan positif untuk berubah.
Faktanya, banyak kegiatan pada pendekatan open-system membantu
anggota dalam menciptakan ‘images of potential’ terhadap bagaimana
organisasi dapat tumbuh dan berkembang diperoleh dari pendekatan ini.
Metode tersebut dapat meningkatkan energi anggota untuk berubah dan
membangun suatu konsensus besar menuju masa depan baru.
sebagaimana metode large-group lainnya, pendekatan ini dapat
membantu menyelesaikan berbagai isu organisasi, namun, fitur pembeda

20
positive methods adalah kerangka ‘appreciative’ mengenai isu dan
meningkatkan atribut inti positif dari organisasi. Pendekatan Appreciative
Inquiry (AI) Summit menjelaskan bahwa pengelolaan manusia dan
perubahan harus menjadi sebuah proses relasional inquiry, berlandaskan
afirmasi dan apresiasi.

2.1.8 Appreciative Inquiry


a. Definisi
Appreciative Inquiry (AI) adalah pencarian koevolusi yang kooperatif
untuk yang terbaik dalam diri orang, organisasi mereka, dan dunia di sekitar
mereka. Ini melibatkan penemuan sistematis tentang apa yang memberi
kehidupan pada organisasi atau komunitas ketika itu paling efektif dan
paling mampu dalam hal ekonomi, ekologi, dan manusia (Cooperrider &
Whitney, 2005).
AI merupakan salah satu bentuk Large-Group Intervention untuk
menangani permasalahan yang terkait dengan Human Process (Cummings
& Worley, 2008). Yang membedakan AI dengan Large-Group Intervention
lainnya adalah dari segi pendekatan yang digunakan. AI percaya bahwa
apresiasi dan optimalisasi kapabilitas positif dari dalam organisasi untuk
berubah dapat menuntun organisasi ke arah yang lebih baik. Dengan
kepercayaan yang demikian, sudut pandang AI berbeda dengan problem
solving. Adapun perbedaan antara AI dan problem solving dapat dijelaskan
pada gambar berikut:

21
Gambar 1. Perbedaan Problem Solving dan Appreciative Inquiry
(Cooperrider & Whitney, 2005)

Pada AI, intervensi diberikan cara untuk ber-inquiry, berimajinasi, dan


berinovasi. Terdapat discovery, dream, dan design bukan hanya negasi,
kritik, dan diagnosis memutar. AI melibatkan seni dan praktik dalam
menanyakan pertanyaan positif yang tak terkondisikan yang memperkuat
kapasitas sebuah sistem untuk menangkap, mengantisipasi, dan
mempertinggi potensi positif. Melalui inquiry massal, sejumlah besar orang
dapat dilibatkan dalam menciptakan bersama masa depan kolektif mereka.
AI berasumsi bahwa setiap organisasi dan komunitas memiliki banyak
potensi positif yang tak terdokumentasikan – apa yang orang-orang
bicarakan sebagai kapasitas masa lalu, masa kini, dan masa yang akan
datang atau disebut sebagai inti positif. AI menghubungkan pengetahuan
dan energi dari inti ini secara langsung kepada sebuah agenda perubahan
organisasi atau komunitas, dan perubahan tidak pernah dipikirkan mungkin
secara tiba-tiba dan demokratis di mobilisasi.

22
AI dapat diselenggarakan secara sekaligus menjadi sebuah AI Summit.
AI Summit merupakan pertemuan berskala besar yang dirancang untuk
mewadahi tahapan AI (termasuk 4-D Cycle) pada dua sampai empat hari
(Whitney & Trosten-Bloom, 2010). Partisipan pada AI Summit sifatnya
beragam dan inklusif dari seluruh stakeholder organisasi meliputi karyawan,
pelanggan, supplier, anggota komunitas, agensi pemerintahan, dan lainnya.
Jumlah partisipan/peserta yang menghadiri juga dapat berkisar dari 50
sampai dengan 2000 orang.

b. Prinsip Appreciative Inquiry


Berdasarkan Cooperrider & Whitney (2005) terdapat beberapa prinsip
AI. Prinsip-prinsip tersebut antara lain:
1. Prinsip Konstruksionisme. Pengetahuan manusia dan takdir organisasi
berhubungan. Kita secara konstan terlibat dalam pemahaman dan
pemaknaan mengenai orang dan dunia disekitar kita. Supaya menjadi
eksekutif, pemimpin, dan agen perubahan yang efektif harus mahir dalam
seni memahami, membaca, dan menganalisis organisasi sebagai
konstruksi manusia yang hidup.
Konstruksionisme merupakan pendekatan ilmu manusia yang
menggantikan individu dengan hubungan sebagai pusat pengetahuan.
Oleh karena itulah pendekatan ini dibangun di sekitar apresiasi tajam
mengenai kekuatan bahasa dan wacana dari semua tipe untuk
menciptakan kesadaran akan realitas – kesadaran akan kebenaran,
kebaikan, dan kemungkinan. Secara praktis, konstruksionisme
menggantikan klaim absolutis atau kata final dengan kolaboratif yang
tidak berkesudahan untuk memahami dan mengkonstruksi pilihan-pilihan
untuk kehidupan yang lebih baik. Tujuan dari inquiry, yang dibicarakan
merupakan benar-benar tidak terpisahkan dan terjalin dengan tindakan,
merupakan penciptaan akan teori generatif, tidak terlalu banyak
pemetaan datau penjelasan mengenai dunia sebelumnya namun artikulasi
antisipatoris akan kemungkinan-kemungkinan yang akan datang.

23
Konstruksionisme, karena penekanannya akan dasar komunal dari
pengetahuan dan menanyakan radikalnya akan semua yang diterima
semata-mata sebagai immutable atau objektif, mengundang kita untuk
menemukan cara untuk meningkatkan kapasitas generatif dari
pengetahuan.
2. Prinsip Simultanitas. Inquiry dan perubahan merupakan momen yang
tidak berdiri sendiri-sendiri, tetapi simultan. Inquiry merupakan
intervensi. Bibit dari perubahan – hal yang orang pikirkan dan bicarakan,
hal yang orang temukan dan pelajari, dan hal yang menginformasikan
dialog dan menginspirasi gambaran mengenai masa depan – implisit pada
awal pertanyaan yang kami tanyakan. Pertanyaan yang kami tanyakan
untuk menyiapkan tahapan mengenai apa yang kami temukan, dan apa
yang kami temukan (data) menjadi materi linguistik, cerita, terlepas dari
masa depan mana yang akan dibayangkan dan dibangun. Ketika kita
mempertimbangkan bahwa inquiry dan perubahan merupakan momen
yang simultan, kita mulai merefleksikan ulang.
3. Prinsip Poetic. Metaforanya disini adalah bahwa organisasi manusia
lebih terlihat seperti buku yang terbuka dibandingkan seperti mesin.
Sebuah cerita organisasi secara konstan ditulis bersama. Masa lalu, masa
kini, dan masa depan merupakan sumber tak terhingga dari pembelajaran,
inspirasi, dan interpretasi seperti kemungkinan interpretatif tak berujung
dalam puisi atau teks literatur. Implikasinya adalah bahwa kita dapat
mempelajari secara virtual topik apa pun yang berhubungan dengan
pengalaman manusia. Kita dapat me-inquiry ke dalam sifat alienasi atau
kesenangan, antusiasme atau degradasi moral, efisiensi atau berlebih
dalam organisasi manusia.
4. Prinsip Antisipatoris. Gambaran positif kita tentang masa depan
menuntun tindakan positif kita. Ini adalah dasar yang semakin memberi
energi dan pengandaian AI. Sumber daya manusia tanpa batas yang kita
miliki untuk menghasilkan perubahan organisasi yang konstruktif adalah
imajinasi dan wacana kolektif kita tentang masa depan.

24
5. Prinsip Positif. Membangun dan mempertahankan momentum untuk
berubah memerlukan sejumlah besar afek positif dan ikatan sosial
(misalnya harapan, excitement, inspirasi, dll.). Kami menemukan bahwa
semakin positif pertanyaan yang kita tanyakan, lebih tahan lama dan
lebih sukses upaya perubahannya. Hal besar seorang agen perubahan
dapat lakukan yang membuat perbedaan adalah untuk menciptakan dan
menanyakan pertanyaan positif tak terkondisikan.

c. Tahapan Appreciative Inquiry


Tahapan Appreciative Inquiry menurut Whitney & Trosten-Bloom
(2010) antara lain:
1. Getting Started. Melibatkan pengenalan pengambil keputusan terhadap
AI sebagai proses untuk berubah, menetapkan infrastruktur yang
mendukung, dan melibatkan peserta dalam prosesnya. Dapat dilakukan
dalam beberapa hari, minggu, bahkan bulan namun sebaiknya tidak
terlalu lama.
2. Affirmative Topic Choice. Melibatkan pemilihan topik yang menetapkan
arah pembelajaran dan transformasi organisasi.
3. Discovery. Melibatkan pembuatan panduan interview AI dan membuat
makna mengenai apa yang telah dipelajari.
4. Dream. Melibatkan eksplorasi kolektif akan harapan-harapan dan mimpi
untuk pekerjaan, hubungan kerja, organisasi, dan dunia. Membayangkan
kemungkinan-kemungkinan yang besar, berani, dan melampaui batasan
dari apa yang telah terjadi di masa lampau. Aktivitas dream
menghasilkan alignment sekitar bayangan kreatif potensi organisasi yang
paling positif dan kesempatan strategis, visi strategis inovatif, dan tujuan
yang meningkat.
5. Design. Melibatkan identifikasi kolaboratif mengenai arsitektur sosial
organisasi dan menciptakan Provocative Propostions – penjelasan
mengenai organisasi ideal.

25
6. Destiny. Melibatkan pelepasan inovasi yang dikelola sendiri, menyeluruh
yang mana masa depan akan diwujudkan.

d. Manfaat Appreciative Inquiry


Appreciative Inquiry, utamanya AI Summit, memiliki manfaat-
manfaat sebagai berikut (Whitney & Trosten-Bloom, 2010):
1. Mempercepat perencanaan, pengambilan keputusan, dan inovasi.
Pendekatan tradisional atas perencanaan dan pengambilan keputusan
berdasarkan proses kelompok kecil dan peluncuran informasi
memerlukan waktu. Saat ini banyak organisasi tidak memiliki waktu
ketika menghadapi perubahan pasar dan lingkungan bisnis yang cepat.
Dengan mengumpulkan semua stakeholder sekaligus, AI Summit
memungkinkan terjadinya pengambilan keputusan yang cepat dan
memastikan fokus bersama berjalan ke depan.
2. Membuat visi yang menginspirasi dan generatif untuk masa depan.
Bayangan mendorong aksi. Banyak organisasi mengalami kinerja buruk
karena mereka kekurangan visi yang menginspirasi untuk masa depan.
AI Summit merupakan salah satu cara terbaik untuk meningkatkan
kemungkinan dan visi baru. ketika kelompok besar orang berbagi mimpi,
kapasitas kolektif dimobilisasi dan arahan baru diinspirasi.
3. Menempa merger, aliansi, dan kemitraan. Tantangan paling besar yang
dihadapi oleh merging organizations adalah tantangan dalam
membangun hubungan dan membuat ikatan antara orang-orang. Salah
satu kekuatan besar AI Summit adalah kapasitasnya untuk
mengumpulkan kelompok manusia yang berbeda-beda. Selama tahapan
dari salah satu 4-D Cycle, orang asing menjadi rekan, dan tingkat kerja
sama yang belum pernah terjadi sebelumnya muncul.
4. Merancang atau membangun momentum bagi sebuah organisasi atau
inisiatif baru. ketika organisasi atau inisiasi pertama kali dimulai,
keberhasilan mereka di masa depan tergantung pada kedalaman dan
keluasan rancangan dan rencana awal mereka. AI Summit memobilisasi

26
orang-orang penting untuk memikirkan sepanjang segala aspek dari
organisasi, tujuan dan prinsip, strategi dan struktur, manusia dan
kebijakan baru. keterlibatan ini pada awalnya mengacu pada komitmen
dan pelaksanaan di masa depan.

a.

27
BAB III
METODE PELAKSANAAN

3.1 Tahapan Organization Development


Tahapan pelaksanaan pada proyek ini mengikuti tahapan menurut
Cummings & Worley (2008).

3.1.1 Entering and Contracting


Pada tahap ini dilakukan pengumpulan data awal untuk memahami
permasalahan yang dihadapi oleh organisasi atau menentukan area yang ingin
dikembangkan oleh organisasi. Pengumpulan data tersebut dilakukan dengan
mengkaji dokumen perusahaan seperti laporan tahunan, dokumen workforce focus
dan artefak-artefak perusahaan lainnya. Setelah informasi didapatkan maka
selanjutnya permasalahan dan peluang didiskusikan dengan para stakeholder
dalam organisasi yang dalam hal ini langsung didiskusikan bersama Senior
Manager Human Capital, Manager HR Planning & Development, Officer
Business Planning & Performance, dan Manager Assurance. Selanjutnya,
dilakukan penyusunan kontrak atau persetujuan untuk pelaksanaan perubahan.
Pada Cummings & Worley (2008) idealnya kontrak tersebut berisikan aktivitas
perubahan yang akan dilakukan, sumber daya yang terlibat dalam proses
perubahan, dan bagaimana pelaku perubahan akan terlibat dalam proses
perubahan. Mengingat kompleksitas pelaksanaan sebuah aktivitas perubahan dan
terbatasnya waktu yang dimiliki oleh mahasiswa, mahasiswa melakukan
penyesuaian kontrak bahwa pada proyek organization development ini aktivitas
perubahan hasil identifikasi masalah, peluang, beserta diagnosisnya tidak akan
dilakukan oleh mahasiswa. Mahasiswa hanya akan mengusulkan atau membuat
rancangan aktivitas perubahan. Adapun sumber daya yang terlibat serta perannya
dalam proses perubahan akan dijelaskan pula pada rancangan tersebut.

28
3.1.2 Diagnosing
Pada tahap ini, mahasiswa melakukan diagnosis permasalahan dengan cara
mengumpulkan informasi serta data-data yang relevan dari berbagai pihak. Teknik
pengumpulan data yang digunakan dalam tahapan ini adalah wawancara dengan
sumber informasi yang relevan dari internal organisasi. Setelah informasi dan data
berhasil dikumpulkan, mahasiswa melakukan analisis terhadap penyebab, dampak
yang ditimbulkan, serta langkah-langkah yang telah dilakukan untuk dapat
menyelesaikan permasalahan tersebut. Pihak-pihak yang dapat dilibatkan pada
proses pengumpulan data antara lain: Manager Assurance, Asisten Manager
CCAN Assurance Witel Surabaya Bagian Selatan, Manager HR Planning &
Development, dan beberapa teknisi Assurance. Hasil diagnosis level organisasi
menggunakan comprehensive model for organizational systems (Cummings &
Worley, 2008) menemukan bahwa strategic orientation fit dengan input dan
design component cukup fit satu sama lain terhadap input. Namun terdapat ouput
yang masih bermasalah.
Output tersebut berupa target Mean Time to Resolve (MTTR) yang
capaiannya bermasalah. MTTR tidak tercapai karena target produktivitas teknisi
yang juga tidak tercapai pada tahun 2018. Produktivitas teknisi tidak tercapai
karena adanya peningkatan target sebesar dua kali lipat pada tahun 2018
dibandingkan tahun 2017. Pada tahun 2017, target MTTR adalah 95% < 3 hari
dengan target produktivitas teknisi sebanyak 1,5 tiket/teknisi/hari. Pada tahun
2018, target MTTR meningkat menjadi 95% one day service dengan target
produktivitas teknisi menjadi sebanyak 3 tiket/teknisi/hari. Padahal, menurut
teknisi dengan ecological uncertainty yang besar di Jawa Timur khususnya Kota
Surabaya, untuk target tahun 2017 saja sebenarnya tidak mudah untuk dicapai.
Namun, di sisi lain TREG-V mengharapkan extra-effort teknisi untuk
menyelesaikan lebih banyak dari target produktivitas teknisi guna mewujudkan
komitmen TREG-V dalam hal peningkatan customer experience yang salah satu
indikatornya adalah MTTR. Dengan harapan yang demikian dan dengan status
teknisi sebagai pelaksana target, maka diperlukan sinergi dan komitmen yang
besar dari teknisi untuk dapat mencapai target organisasi. Permasalahan anggota

29
organisasi dalam mencapai target organisasi merupakan permasalahan human
process menurut Cummings & Worley (2008).

3.1.3 Planning and Implementing Change


Pada tahap ini mahasiswa merencanakan intervensi berdasarkan hasil
diagnosis. Intervensi disesuaikan dengan permasalahan, peluang pengembangan,
dan konteks organisasi (Telkom Divisi Regional V). Dengan masalah human
process yang teridentifikasi pada tahapan diagnosis, maka jenis intervensi yang
diusulkan adalah human process intervention yang memiliki dampak pada
organisasi. Dengan pembatasan yang demikian terdapat tiga calon intervensi yang
sesuai untuk masalah ini yaitu organization confrontation meeting, intergroup
relations interventions dan large-group interventions. Large-group interventions
kemudian dipilih menjadi intervensi pada proyek organization development ini
dengan pertimbangan kesesuaiannya dengan permasalahan, peluang, dan konteks
organisasi.
Namun demikian, seperti yang dijelaskan pada tahapan entering dan
contracting, proyek organization development ini hanya sampai tahap
perancangan intervensi. Dengan kontrak yang demikian tahapan implementing,
evaluating dan institutionalizing change tidak dilaksanakan oleh mahasiswa pada
proyek ini.

30
BAB IV
DESAIN INTERVENSI & EVALUASI PROGRAM

4.1. Diagnosis
Analisis permasalahan dimulai dengan melakukan diagnosis pada level
organisasi yang mengacu pada Comprehensive Model for Diagnosing
Organizational Systems menurut Cummings & Worley (2008). Diagnosis pada
level organisasi akan dilakukan pada tiga dimensi yaitu inputs, design components
(organizational design), dan output serta bagaimana alignment-nya. Hasil
diagnosis pada level organisasi adalah sebagai berikut:

a. Input
1. Lingkungan Umum
- Social
Terdapat kebutuhan yang tinggi akan layanan internet baik dalam bentuk
mobile broadband maupun fixed broadband akibat perkembangan digital
lifestyle dan meningkatnya penggunaan smartphone. Derajat social
uncertainty tergolong sedang.
- Technology
Telkom Group selalu menganggarkan capital expenditure yang besar
guna membeli, memelihara, dan menggunakan infrastruktur terbaru
untuk mendukung layanan. Derajat kepastian teknologi tinggi bisa
dikatakan cukup tinggi.
- Economics
Pertumbuhan ekonomi yang cukup baik di Indonesia dan inflasi yang
terkendali membuat daya beli masyarakat tetap terjaga. Permintaan atas
layanan fixed broadband berkualitas tinggi masih terbuka besar dan
memiliki peluang untuk tumbuh karena penetrasi broadband masih
relatif rendah (± 12% ) sedangkan jumlah rumah tangga kelas menengah
terus bertambah. Sehingga derajat ketidakpastian pada aspek ekonomi
tergolong rendah.

31
- Ecological
Pembangunan sedang marak di Kota Surabaya, mulai dari perbaikan
saluran pembuangan, perbaikan jalan dan galian-galian lainnya seringkali
menimbulkan dampak terjadinya gangguan massal di beberapa daerah
Wilayah Telekomunikasi Telkom (Witel) utamanya Witel Surabaya
Bagian Utara (SBU) dan Surabaya Bagian Selatan (SBS) yang memiliki
subscriber base yang besar. Sehingga derajat ecological uncertainty-nya
cukup tinggi.
- Political/Regulatory Forces
Program pembatasan kartu SIM prabayar membatasi jumlah kartu SIM
prabayar untuk setiap pelanggan. Program tersebut membuat persaingan
antara provider menjadi lebih sehat. Pelanggan terbatas melakukan
gonta-ganti simcard demi paket internet yang lebih menguntungkan
apabila membeli SIM card baru. dengan kebijakan yang demikian
diproyeksikan terdapat peluang pelanggan mulai beralih ke fixed
broadband. Kemudian pada tahun 2018 terjadi permasalahan terkait izin
penggunaan frekuensi pada perusahaan kompetitor penyedia fixed
broadband yaitu Bolt dan FirstMedia sehingga memperkuat kedudukan
Telkom dengan IndiHome-nya pada pasar fixed broadband.

2. Lingkungan Tugas
- Supplier Power
Supplier power tergolong sedang karena tingginya biaya dalam membeli
dan memelihara infrastruktur. Selain itu tingkat turnover teknisi dan CS
juga tinggi sehingga kelangkaan terhadap sumber daya yang skillful dapat
mempengaruhi power dari supplier meskipun sebagian besar supplier
juga dikelola oleh Telkom Group sebagai entitas Telkom Group.
- Buyer Power
Buyer power tergolong sedang karena ketersediaan penyedia layanan
fixed broadband jumlahnya terbatas untuk melakukan switch. Namun
terdapat ancaman dari ketidakpuasan pelanggan akibat layanan yang

32
kurang memuaskan sehingga menyebabkan churn dan Word of Mouth
negatif yang dapat mempengaruhi potential buyer lainnya.
- Threats of subtitutes
Mobile broadband merupakan subtitute dari fixed broadband karena
sifatnya yang mobile sehingga tidak terbatas suatu area jangkauan karena
menggunakan frekuensi, berbeda dengan fixed broadband yang
mengandalkan fiber optic untuk dapat terhubung dengan layanan. Namun
demikian, terdapat pembatasan SIM card oleh pemerintah menjadikan
peluang bertumbuhnya fixed broadband dalam iklim persaingan (promosi
dan pricing) yang lebih sehat. Oleh karena itu threats of subtitute
tergolong sedang.
- Threats of entry
Ancaman atas kompetitor dan produk baru tergolong rendah karena
penyedia layanan fixed broadband memerlukan capital expenditure yang
relatif tinggi sehingga menjadi salah satu penghalang masuk bagi
pendatang baru atau bagi operator eksisting untuk melakukan ekspansi
ke berbagai wilayah.
- Rivalry among Competitor
Tingkat persaingan pada fixed broadband relatif rendah karena penyedia
layanan fixed broadband membutuhkan capital expenditure yang relatif
tinggi. Pada TREG-V market share IndiHome mencapai 97% dengan
persentase pelanggan mencapai 81%.

b. Design Components (Organizational Design)


1. Strategy
- Visi : “Be the King of Digital in the Region”
“Be the King of Digital in the Region” merupakan visi Telkom dengan
sasaran untuk menjadi salah satu dari 10 (sepuluh) perusahaan Asia
Pasifik dengan kapitalisasi pasar terbesar di industri telekomunikasi
pada tahun 2020. Untuk mewujudkan visi tersebut, terdapat 3 program
utama yang dijalankan selama tahun 2019, yaitu embracing best in class

33
digital customer experience, intensifying digital business, dan driving
smart initiatives on cost effectiveness. Telkom bertransformasi menuju
Digital Telecommunication Company dengan paradigma peningkatan
pelayanan pelanggan, penguatan bisnis broadband dan digital dan
implementasi lean operation. Peningkatan pelayanan kepada pelanggan
dilakukan dengan merumuskan experience dalam setiap journey
pelanggan, sehingga dapat memahami kebutuhan pelanggan lebih dini
dan men-deliver layanan melebihi ekspektasi mereka. Peningkatan
bisnis broadband dan digital dilakukan dengan menghadirkan layanan
broadband yang handal dan berkualitas tinggi, didukung oleh layanan
digital yang inovatif sesuai dengan perkembangan lifestyle dan
ekspektasi pelanggan. Sedangkan lean operation diimplementasikan
untuk efisiensi proses secara digital yang didukung oleh organisasi dan
kepemimpinan yang memiliki digital culture yang efektif, agile dan
kolaboratif.
- Misi: “Lead Indonesian Digital Innovation and Globalization”
Misi Telkom adalah “Lead Indonesian Digital Innovation and
Globalization”, dimana Telkom menjadi pelopor inovasi di Indonesia
untuk menjadi pemain global terkemuka. Telkom berperan aktif dalam
pengembangan ekosistem digital yang mendorong berbagai inovasi dan
meningkatkan daya saing industri digital di Indonesia.
- Strategic Objective: “Top 10 Market Capitalization Telco in Asia
Pacific by 2020 and maintain its stronghold position”
Dalam mewujudkan visi dan misi tersebut Telkom melakukan strategi
pertumbuhan yang kompetitif melalui inovasi pada business model,
value chain, dan teknologi digital. Telkom bergerak dalam lingkup
portofolio TIMES yang berfokus pada customer value semua segmen
pelanggan yang dikelola. Untuk mewujudkan strategi tersebut telah
diformulasikan 10 inisiatif strategis dengan akronim “Digital Now”.

34
Tabel 1. Strategic Objectives Telkom Group
Defend legacy 1 D Defend and sustain the leading mobile position
and lay digital 2 I Ignite Indonesia into a broadband nation
foundation
3 G Grow enterprise businesses trough digital ecosystem
4 I Invest in smart platform & intensify digital services
Grow adjacent
expansion
digital portofolio
5 T Transform into a global hub for worldwide digital
ecosystem
6 A Acquire capabilities & maximize value trough digital
Expand and telecom A&A
Internationaly 7 L Localize technology businesses trough innovation and
investment
Transform 8 N Navigate major operating and organizational model
operating model transformation
and realize 9 O Optimize synergies across the TelkomGroup and SOE
synergies 10 W World-class people and culture

2. Technology
- Techincal interdependence
Tingkat saling-ketergantungan tergolong tinggi. Secara internal terdapat
koordinasi antara beberapa departemen untuk berhasil menyediakan
layanan dari pemasangan infrastruktur (infrastructure), menawarkan dan
menjual layanan (marketing) sampai layanan diterima (infrastructure)
dan keluar tagihan atas layanan (support: payment). Namun demikian
juga terdapat unit-unit yang bekerja sendiri-sendiri misalnya unit-unit
yang dikategorikan support seperti Human Capital atau General Affair
yang tidak berhubungan dengan Unit lainnya untuk menghasilkan suatu
produk. Secara eksternal juga diperlukan koordinasi dengan entitas
TelkomGroup lainnya pada aktivitas operasional spesifik. Misalnya
dalam hal pemasangan dan penanganan gangguan layanan melibatkan
koordinasi antara infrastructure sebagai pengelola dan dengan Telkom
Akses sebagai penyedia jasa teknisi yang skillful dalam bidang tersebut.
- Technical uncertainty
Kejelasan teknis tergolong sedang. Beberapa tugas-tugas operasional
dapat direncanakan dan dijalankan dengan rutin. Pengambilan keputusan

35
dan pemrosesan informasi hanya dibutuhkan apabila terjadi kendala
diluar rutinitas yang biasa dihadapi untuk tugas-tugas operasional.
Namun pengambilan keputusan dan pemrosesan informasi dilakukan
lebih banyak pada tugas-tugas manajerial dan strategis.

3. Structural System
- How organization divides work
TREG-V membagi pekerjaan berdasarkan fungsi yaitu marketing,
infrastructure, dan support. Dari tiga bagian ini kemudian dibagi kembali
menjadi unit dan sub-unit yang memiliki fungsi masing-masing sehingga
tingkat diferensiasinya tergolong tinggi. Misal pada bagian infrastruktur
terdapat dua sub unit yang berhubungan dengan penyediaan layanan
IndiHome pada pelanggan yakni Sub Unit Fulfillment dan Sub Unit
Assurance. Namun demikian dua Sub Unit tersebut memiliki fungsi yang
berbeda. Fungsi Fulfillment dimulai dari permintaan masuk sampai
layanan diterima dan muncul tagihan atas layanan (layanan mulai
digunakan) kemudian juga menjamin layanan diterima selama 60 pasca
pasang baru. sementara fungsi Assurance adalah untuk memastikan
layanan diterima dengan baik oleh pelanggan setelah masa garansi (60
hari pasca pasang baru) dan menyelesaikan gangguan layanan yang
dilaporkan oleh pelanggan sampai layanan bisa diakses kembali oleh
pelanggan. Perbedaan fungsi tersebut membuat differensiasi-nya terlihat
jelas antara satu unit dengan unit lainnya.
- How organization coordinates the work (integration)
Pada TREG-V koordinasi dari beberapa Unit atau Sub Unit bahkan
entitas Telkom Group lainnya dilakukan untuk memperlancar pengerjaan
tugas. Beberapa tugas operasional hanya dapat dilakukan apabila terjalin
koordinasi antara beberapa Sub Unit. Misalnya terdapat tiket gangguan
yang masuk ke Sub Unit Assurance namun tidak bisa diselesaikan teknisi
karena bukan kendala teknis, kemudian gangguan tersebut di eskalasi
kepada Sub Unit Assurance kemudian melakukan support logic secara

36
remote. Setelah dianalisis ternyata tidak terdapat kendala secara logic
melainkan terjadi kerusakan pada perangkat yang perlu untuk diganti.
Oleh karena itu Sub Unit Assurance menghubungi Unit Logistic untuk
meminta perangkat baru guna menyelesaikan kendala di lapangan. Pada
permisalan tersebut terdapat koordinasi antara Teknisi (entitas
TelkomGroup: Telkom Akses), Sub Unit Assurance, dan Sub Unit
Logistic. Sehingga tingkat koordinasi yang diperlukan antara unit
tergolong sedang. Kemudian, pada setiap unit atau sub Unit tersendiri
terjadi hubungan matriks antar anggota kelompok (Unit/Sub Unit) untuk
mendukung penyelesaian pekerjaan. Hubungan saling ketergantungan
antar Unit cenderung sedang secara umum, karena ada beberapa bisnis
proses yang mengharuskan adanya hubungan saling ketergantungan
tersebut, namun di beberapa unit lainnya bisnis proses tidak harus
melibatkan unit lain (misalnya Human Capital atau General Affair).

4. Measurement System
Secara internal, sistem pengukuran kinerja di TREG-V dilaksanakan
sesuai dengan Peraturan Direksi nomor PR.208.01/r.01/PS730/COP-
J2000000/2014 tanggal 16 Juni 2014 tentang Sistem Manajemen
Performansi Karyawan. Sistem tersebut terintegrasi, sehingga setiap
karyawan dapat merencanakan, melaporkan progress dan kinerja -baik
pada level individu maupun pada level kelompok (Unit/Sub Unit)-, dan
terakhir mendapatkan penilaian kinerja. Proses perencanaan kinerja
tergantung pada level. Pada Level 1 dan 2 (setara DEPV/Operational
Senior Manager/Senior Manager) perencanaan kinerja beserta sasarannya
dibuat dalam bentuk Kontrak Manajemen (KM). Sementara pada level 3
dan seterusnya (Manager dan Officer) perencanaan kinerja beserta
sasarannya dibuat dalam bentuk SKI (Sasaran Kinerja Individu). Adapun
penyusunan KM diturunkan dari Main Programs TREG-V yang
diterjemahkan dari Main Programs Telkom Group. Selanjutnya, KM
diterjemahkan oleh masing-masing Deputy Executive Vice

37
President/Operational Senior Manager/Senior Manager menjadi Key
Performance Indicator Unit, dari KPI tersebut mereka membuat SKI
yang menyatakan persentase dan jenis tugas yang mereka rencanakan
dalam mencapai SKU. SKI Senior Manager menjadi acuan bagi SKI
Manager dan kemudian SKI Manager menjadi acuan bagi SKI Staff
(Officer) di Unit yang bersangkutan. Pembuatan SKI individu termasuk
pada tahap merencanakan dan setiap karyawan memanfaatkan sistem
SKI online yang dikelola oleh Unit Human Capital dengan approval dan
rekognisi dari atasan masing-masing individu. Selanjutnya pada tahap
melaporkan progress adalah di mana masing-masing individu
melaporkan pencapaian setiap tugas yang telah mereka rencanakan pada
SKI yang menjadi indikator kinerja mereka. Pada tahap ini setiap Sub
Unit memiliki sistem informasi yang terintegrasi pada bisnis proses
mereka sehingga pihak-pihak terkait dapat mengakses informasi
mengenai bagaimana progress pekerjaan yang telah diselesaikan untuk
kemudian dilaporkan kembali pada sistem SKI apabila telah terlaksana.
Penilaian kemudian dilakukan berdasarkan capaian kinerja mengacu pada
SKI yang telah disusun sehingga sifatnya transparan dan akurat sesuai
dengan fakta yang dilaporkan. Terkait penyusunan atau perencanaan
SKI, setiap karyawan wajib menyertakan persentase atas customer
experience yang menjadi fokus Telkom Group dan menjadi salah satu
program kerja utama yang mencerminkan visi Telkom Group. Dengan
demikian, measurement system di TREG-V dapat memiliki sistem
kontrol (Performance Management System) yang terhubung dengan visi
perusahaan dan menyediakan informasi secara akurat, dapat dipahami
dan berkala (progres dilaporkan secara berkala). Dengan mekanisme
yang demikian, measurement system diterima secara sah oleh karyawan
sebagai anggota organisasi.

38
5. Human Resource System
- Selecting
Pemenuhan tenaga kerja baru di TREG-V diawali dengan analisa
kebutuhan bisnis TREG-V, komposisi tenaga kerja, dan workload
analysis serta memperhatikan dan mempertimbangkan formasi organisasi
dan kebutuhan kompetensi stream posisi untuk kemudian diusulkan ke
Unit Recruitment Human Capital Management guna ditindaklanjuti
sesuai dengan Keputusan Direksi nomor KD.46/PS000/COP-
B0011000/2009, tentang Sistem Rekrut. Tenaga kerja baru kemudian
ditempatkan di Unit-unit pada TREG-V dengan mempertimbangkan arah
bisnis Telkom secara nasional, komposisi tenaga kerja existing,
kebutuhan bisnis TREG-V, dan kompetensi tenaga kerja. Selain
menjalankan tugas sesuai fungsi pada posisinya, tenaga kerja baru juga
diberdayakan dengan cara dilibatkan dalam satuan tugas-satuan tugas
baik yang ditetapkan secara formal melalui Surat Keputusan maupun
penetapan non formal. Untuk pekerjaan yang bukan Core Bussiness
Telkom, TREG-V menyerahkan perekrutan dan pengelolaannya melalui
mekanisme outsourcing mengacu kepada Peraturan Perusahaan Direktur
HC & GA No. PR.204.01/r.00/HK250/COP-B0011000/2012 tanggal 4
Mei 2012 tentang Pedoman Pengelolaan Outsourcing Jasa Pekerja. Unit
yang membutuhkan outsourcing pekerjaan mengidentifikasi kebutuhan
pemenuhan pekerjaan di unitnya dan diusulkan ke unit Human Capital
sebagai counterpart untuk kemudian diajukan ke unit yang berwenang di
Kantor Perusahaan.
- Developing
Untuk mendukung kebutuhan organisasi dan pengembangan karyawan,
manager, dan pemimpin di TREG-V, TREG-V telah menerapkan sistem
pengembangan dan pembelajaran pada aspek antara lain:
a) Pelatihan Hard skill : mengidentifikasi kebutuhan (Training Need
Analysis) dan memberikan usulan ke Unit Corpu dan membantu
penyelenggaraannya

39
b) Suspim : membantu proses penyelenggaraan kegiatan, mendukung
karyawan untuk mengikuti pelaksanaan kegiatan.
c) Assessment dan Post Assessment Development : mengidentifikasi
kebutuhan dan melaksanakan penyelenggaraan kegiatan.
d) Pelatihan Soft skill (WHAM, CFLM) : mengidentifikasi kebutuhan
dan melaksanakan penyelenggaraan kegiatan.
e) Mendorong manager lini untuk melakukan tugas coaching dan
counseling kepada karyawan di unitnya.
f) Mendorong karyawan untuk melakukan sharing knowledge yang
dimiliki/ diperoleh pasca pelatihan kepada karyawan lain melalui
berbagai media formal maupun informal.
Adapun proses dalam mengembangkan karyawan adalah sebagai
berikut:
a) TREG-V melakukan Learning Need Analysis (LNA), yaitu proses
untuk mengidentifikasi knowledge, skill dan kompetensi lain yang
dibutuhkan untuk merealisasikan tujuan dan sasaran bisnis
perusahaan. Proses LNA dilaksanakan dalam 3 (tiga) tahapan yaitu:
1) Problem Need Analysis, merupakan proses mengidentifikasi
problem utama yang terkait dengan kinerja perusahaan.
2) Performance Need Analysis, merupakan proses analisa terhadap
gap pada parameter dan ukuran performansi yang ditetapkan
sebelumnya sebagai tools untuk mencapai sasaran dan tujuan
perusahaan.
3) Competency Need Analysis, merupakan proses yang menganalisa
dan mengidentifikasi terjadinya gap kompetensi pada setiap
pemangku posisi yang terlibat menangani business performance
need dengan merujuk learning roadmap.
b) Hasil LNA ini adalah Learning Plan atau Human Capital Competency
Development Plan (HCD Plan) yang berisi platform, komposisi,
volume dan budget yang merujuk pada hasil diagnosis kebutuhan
berupa rencana pengembangan leadership dan talent (Leadership &

40
Talent Plan) dan rencana pengembangan kompetensi fungsional
(functional training plan).
c) HCD Plan merupakan rencana pelatihan jangka pendek yang memuat
informasi tentang nama training, nama peserta, lama training, tujuan
training, metode delivery, tempat tersebut.
d) Learning Design & Development yang dilakukan oleh Telkom Corpu,
merupakan proses setelah mendapat inputan dari proses LNA untuk
menghasilkan learning solution sesuai kebutuhan hasil LNA.
e) Learning Delivery & Deployment untuk menyajikan Learning solution
sebagai output dari proses Learning Design & Development kepada
seluruh peserta yang diselenggarakan oleh TCU dibantu oleh LEA
TREG-V.
f) Learning Impact Measurement merupakan pengukuran hasil learning
untuk mengetahui tingkat keberhasilan learning baik dari sisi materi,
penyajian materi oleh expert, performansi yang dicapai setelah
mengikuti pelatihan sampai pengukuran terhadap ROI.
- Appraising and rewarding
Proses yang digunakan oleh TREG-V dalam melakukan appraising and
rewarding adalah sebagai berikut:
a) Pengelolaan Kinerja Individu terdiri dari beberapa tahapan: Tahap
Perencanaan, Tahap Pelaksanaan, dan Tahap Penilaian.
b) Tahap Perencanaan : SKI karyawan disusun berdasarkan KM/ SKI
atasan, RKM dan DJM disusun secara berjenjang/ cascading
selaras/align dengan target, fungsi dan tugas unit.
c) Tahap Pelaksanaan : tahapan dimana seluruh karyawan melaksanakan
apa yang telah diprogramkan dalam rencana kerja masing-masing
untuk mencapai SKI.
d) Tahap Penilaian : proses penilaian SKI dilakukan sekurang-kurangnya
setahun sekali. Nilai dihitung berdasarkan pencapaian atas program
yang ditargetkan sesuai formula pengukuran indikator dan sumber

41
data yang telah disepakati. Untuk memastikan kinerja dapat tercapai
maka wajib dilakukan coaching/counseling setiap 3 bulanan.
e) Penilaian Kompetensi Individu terdiri dari Mandatory Competency,
Skill & Knowledge, dan Personal Quality.
f) NKI dan Nilai Kompetensi menjadi salah satu syarat dalam
manajemen karir, pemberian penghargaan bagi karyawan (Employee
Reward), Kenaikan Tunjangan Dasar, Talent Management.

6. Organization Culture
Telkom Divisi Regional V mengimplementasikan budaya
perusahaan Telkom Group “The Telkom Way”

Telkom menyadari pentingnya membangun “Great People” dengan


budaya digital sebagai bagian dari transformasi perusahaan. The Telkom
Way, sistem nilai yang diformulasikan sebagai Philosophy To Be The
Best, Principles To Be The Star dan Practices To Be The Winner. Budaya

42
ini memberikan spirit untuk senantiasa memberikan yang terbaik,
mengerahkan kemampuan secara total, antusias dan berintegritas.
Setiap Great People Telkom didorong membangun sinergi untuk
tujuan bersama, memiliki inisiatif sikap melayani & mencari cara-cara
baru menyelesaikan setiap tantangan. Internalisasi budaya perusahaan
dilakukan top down langsung oleh CEO Telkom Group sebagai teladan
utama dan setiap pemimpin ditunjuk untuk menjadi contoh penerapan
prinsip-prinsip tersebut. Dibantu sekitar 1600 Culture Agent (CA) yang
mengumpulkan inisiasi aktivitas aktivasi budaya di unit terkait melalui
Komunitas Provokasi Aktivasi Budaya (KIPAS Budaya). Setiap tahun
puncak dari KIPAS Budaya adalah terpilihnya aktivasi budaya yang
paling berdampak termasuk Great People yang menjadi tokoh panutan di
“Finding the Telkom Group Culture Heroes”

c. Output
1. Organization Performance
Subscriber base IndiHome mencapai 5,1 juta pelanggan sesuai dengan
target yang ditetapkan pada tahun 2018.

2. Productivity
- Yang telah tercapai:
a) MTTI one day service 97% > 95%
b) Customer Satisfaction Index 87,71% > 85%
c) Net Promoter Score (Promoter – Detractor) = 34 (positif)
- Yang belum tercapai:
a) MTTR one day service 82% < 95%

3. Stakeholder Satisfaction
a) Operasional: Pelanggan fixed broadband IndiHome meningkat 72,2%
menjadi 5,1 juta pada akhir tahun 2018. Selain itu, penguatan jaringan

43
infrastruktur terus menerus dilakukan dalam rangka Perseroan dapat
memberikan pengalaman digital terbaik bagi para pelanggan.
b) Finansial: perusahaan mampu menjaga kinerja bisnis fixed line yang
tumbuh sangat baik, sehingga menjaga pendapatan konsolidasi
Perseroan tetap tumbuh positif sebesar 2%.
c) Inisiatif: Berbagai inisiatif dikembangkan dalam rangka meningkatkan
kemampuan digital guna mencapai strategic objective Perseroan untuk
menjadi perusahaan telekomunikasi digital (digital telco company).
Inisiatif tersebut di antaranya penguatan infrastruktur jaringan
berbasis serat optik baik backbone maupun akses, penguatan
organisasi yang telah bertransformasi ke dalam bentuk Customer
Facing Unit (CFU) berbasis segmen pelanggan agar lebih lincah
(agile) dan cepat melayani pelanggan, menumbuhkan budaya inovasi
dan melakukan aktivitas inorganik untuk semakin memperkuat
kemampuan digital Perseroan.

d. Alignment
1. Terdapat peluang pasar mengingat peningkatan jumlah rumah tangga
kelas menengah dan kebutuhan untuk tetap terhubung di era digital
lifestyle membuat produk/layanan IndiHome sesuai untuk ditawarkan
kepada masyarakat. Penetrasi fixed broadband juga masih terbuka lebar
dengan kebijakan pemerintah dalam membatasi SIM menjadikan peluang
dalam menawarkan fixed broadband sebagai alternatif mobile broadband
cukup besar. Selain itu Telkom Group siap untuk menyediakan jaringan
yang berkualitas dengan anggaran capital expenditure yang besar untuk
membeli, memelihara, dan menggunakan infrastruktur terbaru. Kesiapan
infrastruktur apabila didukung dengan sumber daya yang berkualitas
dapat menyajikan layanan yang berkualitas yang dinikmati oleh
pelanggan sehingga customer experience dapat terjaga dan menekan
terjadinya ketidakpuasan pelanggan sebagai powerful buyer. Hal ini juga
menjadikan dominasi market share IndiHome, karena persaingan yang

44
rendah akibat ketidakmampuan kompetitor dalam menyediakan jaringan
yang luas akibat terbatasnya anggaran kompetitor untuk infrastruktur. Di
sisi supplier, Telkom dapat dengan mudah mengontrol power dari
supplier karena supplier merupakan entitas perusahaan yang juga
memiliki tujuan strategis yang sejalan dan mendukung Telkom Group.
Dengan demikian strategic orientation Telkom fit dengan input.
2. Derajat kepastian pada input seperti sosial, ecological, technological,
regulatory, dan economical memiliki perbedaan, utamanya ecological
sehingga struktur organisasi akan efektif apabila memiliki level
diferensiasi yang tinggi dan Departemen/Unit/Sub Unit harus di desain
berbeda satu sama lainnya. Diferensiasi pada TREG-V cukup terlihat
jelas sehingga design component fit satu sama dengan yang lainnya untuk
menjawab input.
Strategi: TREG-V mempunyai tiga program utama untuk mewujudkan
visi “Be the King of Digital in the Region” dengan penekanan terhadap
customer experience yang terus dikembangkan semenjak tahun 2017.
Melalui customer experience perusahaan dapat memahami kebutuhan
pelanggan lebih dini dan mendeliver layanan yang melebihi ekspektasi
mereka. Struktur fungsional membuat experience pelanggan ditangani
dengan baik dan profesional oleh koordinasi antar beberapa Sub Unit
pada setiap journey-nya sehingga struktur selaras dengan strategi. Hal
tersebut juga didukung dengan tersedianya technology yang terintegrasi
untuk mempermudah koordinasi penyelesaian tugas-tugas, baik tugas
operasional maupun Managerial. Kemudian, measurement system juga
dirancang supaya setiap aktivitas kerja mendukung sasaran strategi
perusahaan yang diturunkan oleh Telkom Group kepada Telkom Divisi
Regional serta entitas Telkom lainnya. Dengan demikian, pada
penyusunan KM maupun SKI setiap karyawan mencantumkan
kontribusinya dalam penyelenggaraan customer experience. Sementara
karyawan anorganik menjalankan fungsinya sebagaimana target-target
yang telah ditetapkan yang sejalan dengan Unit atau Sub Unit yang

45
mengelolanya. Setiap Sub Unit itu sendiri bekerja dengan mengacu pada
KPI (Key Performance Indicator) yang merupakan terjemahan dari KM
yang diperoleh oleh Level 1 dan 2 dalam mendukung sasaran strategi dan
program utama Telkom Group. Di sisi lain human resource system
mendukung strategi dengan mempertimbangkan arah bisnis perusahaan
dalam merekrut, mengembangkan, dan menilai atau memberikan reward.
Terkait budaya organisasi, The Telkom Way mendorong practices to be
the winner dalam mencapai target-target yang telah ditetapkan,
menanamkan prinsip untuk menjadi bintang, dan memiliki filosofi untuk
menjadi yang terbaik. Implementasi budaya tersebut mendorong
keterikatan individu terhadap Telkom sehingga mendorong pencapaian
strategi yang telah ditetapkan.
Technology: Technology cukup mendukung dan selaras dengan struktur.
TREG-V memiliki sistem yang terintegrasi untuk mempermudah
pengawalan serta koordinasi pekerjaan antar Unit/Sub Unit dengan
produk berupa informasi kinerja.
Struktur: Struktur fungsional mendukung spesialisasi dan
profesionalisasi keterampilan dan pengetahuan. Namun demikian, setiap
karyawan tetap saling mendukung pekerjaan lintas spesialisasi untuk
bekerjasama menyelesaikan tugas dan pekerjaan sehingga mencapai
target kinerja bersama. Karyawan menyadari dan melakukan pekerjaan
diluar tanggung jawab mereka apabila diperlukan karena mereka
menganut sistem matriks dalam unit-unit kerjanya.
Budaya: Great People Telkom didorong membangun sinergi untuk
tujuan bersama, memiliki inisiatif sikap melayani & mencari cara-cara
baru menyelesaikan setiap tantangan. Dengan pembentukan Great
People melalui budaya The Telkom Way maka koordinasi antara setiap
karyawan akan dimaksimalkan karena mereka menyadari pentingnya
mencapai tujuan bersama. Kemudian, inisiatif dan sikap melayani
penting dalam mewujudkan visi Telkom melalui penyelenggaraan
customer experience. Mencari cara-cara baru dalam menyelesaikan setiap

46
tantangan juga memungkinkan perkembangan pola pikir untuk
mendorong perkembangan perusahaan.

4.2. Analisis Permasalahan Berdasarkan Hasil Diagnosis


Pada proyek ini, permasalahan yang akan diangkat terkait dengan salah satu
output yang belum tercapai yaitu sehubungan Mean Time to Resolve (MTTR).
Untuk menganalisis permasalahan tersebut, hasil diagnosis yang akan digunakan
adalah sebagai berikut:
a. Input
1. Supplier Power: TREG-V bergantung pada mitra sebagai penyedia jasa
teknisi skillfull (moderately uncertain)
2. Ecological: Pembangunan infrastruktur yang marak di Kota Surabaya
membuat risiko terjadinya gangguan besar (highly uncertain)

b. Design Component
1. Strategy: Pada penyelenggaraan customer experience terdapat
peningkatan target pada tahun 2018 dibandingkan tahun 2017 sebagai
komitmen TREG-V untuk mendukung perwujudan visi “Be the King of
Digital in the Region” dengan penekanan terhadap customer experience
yang terus dikembangkan semenjak tahun 2017.
2. Technology: Technical Interdependent-nya tinggi sehingga pada satu
business process dapat melibatkan lebih dari satu Unit.
3. Structural System: Pembagian tugas dibedakan menjadi fungsi-fungsi
tertentu sehingga tingkat diferensiasi fungsinya cukup tinggi. Kemudian,
karena satu business process melibatkan lebih dari satu unit (terkait
technology dependency) maka koordinasi antar Unitnya tergolong tinggi.
4. Measurement System: Target TREG-V ditetapkan selaras dengan target
pusat (Telkom Group) dengan tujuan mendukung capaian target pusat.
Target TREG-V dirumuskan melalui Rapat Pimpinan yang melibatkan
Top Management dan Senior Leaders di TREG-V. Target tersebut berupa
Kontrak Manajemen (KM) dengan Key Performance Indicator (KPI)

47
yang menjadi indikator pencapaian KM tersebut. Selanjutnya KM
diturunkan ke Unit dan Sub Unit menjadi Sasaran Kinerja Individu.
Sementara, khusus untuk business proses yang melibatkan kerjasama
mitra (karyawan anorganik), karyawan anorganik tersebut memiliki
target yang sejalan dengan Unit yang menjadi business process owner-
nya.
5. Human Resource System: Kebijakan-kebijakan human resource system
hanya berlaku bagi karyawan organik.

c. Output
Target Customer Experience terkait Mean Time to Resolve (MTTR) pada
tahun 2018 baru mencapai 82% dari 95% yang ditargetkan.

Berdasarkan hasil diagnosis, secara teknologi dan struktur, business process


penanganan gangguan layanan (dengan MTTR sebagai KPI-nya) merupakan
tanggung jawab Sub Unit Assurance yang dijalankan oleh Sub Unit Assurance
dan teknisi (yang disediakan oleh mitra yaitu Telkom Akses). Sub Unit Assurance
bertugas untuk mengawal penyelesaian gangguan melalui pengelolaan tiket
gangguan layanan sampai dengan pemberian support dan pemberian feedback
kepada teknisi sehingga kendala-kendala yang mungkin menghambat tercapainya
target penyelesaian gangguan layanan dalam one day service sebesar 95% dapat
diatasi atau diantisipasi.
Sementara, teknisi bertugas menyelesaikan gangguan layanan sesuai dengan
ketentuan dari Sub Unit Assurance yang disebut dengan produktivitas teknisi.
Untuk target tahun 2017 (MTTR 95% < 3 hari) produktivitas teknisi yang
ditetapkan adalah rata-rata 1,5 tiket/teknisi/hari. Target tahun 2017 tersebut
tercapai pada akhir tahun 2017 meskipun tidak mudah karena tingkat ecological
uncertainty yang tidak akan menurun dalam waktu dekat. Untuk target tahun 2018
(MTTR 95% one day service) produktivitas teknisi meningkat menjadi dua kali
lipat yaitu 3 tiket/teknisi/hari. Namun demikian, sampai kuartal ketiga tahun 2018,
capaian MTTR one day service baru mencapai 82%.

48
Melihat sulitnya teknisi dalam mencapai target MTTR namun di sisi lain
target MTTR akan senantiasa mengalami peningkatan dalam rangka komitmen
Telkom dan TREG-V untuk meningkatkan customer experience dari tahun ke
tahun. Maka diperlukan sinergi dan komitmen yang besar dari teknisi sebagai
ujung tombak TREG-V dalam menyelesaikan gangguan layanan yang terjadi di
pelanggan. Sinergi dan komitmen ini tidak dapat dipenuhi melalui measurement
system dan human resource system karena status teknisi sebagai karyawan
anorganik. Oleh karena itu diperlukan adanya suatu upaya terencana dari TREG-V
yang bertujuan untuk memfasilitasi dan mengoptimalkan terbentuknya sinergi dan
komitmen dari teknisi, bahkan dari seluruh resources yang tersedia di TREG-V
untuk bersama-sama mewujudkan target yang akan semakin menantang dari tahun
ke tahun.

4.3. Saran Intervensi


Cummings & Worley (2008) menjelaskan bahwa terdapat empat tipe
intervensi yaitu human process, technostructural, human resource management,
dan strategic. Penggunaan masing-masing intervensi dapat disesuaikan dengan
level yang terdampak dari permasalahan. Misalnya, permasalahan terletak pada
proses anggota organisasi dalam mencapai tujuan organisasi, maka tipe intervensi
yang dapat digunakan adalah human process. Pertimbangan dalam menggunakan
intervensi juga disesuaikan dengan level yang terdampak dari permasalahan;
apakah permasalahan berdampak pada level organisasi, level kelompok, atau level
individu.
Pada TREG-V, permasalahan terletak pada bagaimana memaksimalkan
pencapaian tujuan organisasi (target MTTR) oleh anggota organisasinya
(karyawan anorganik), sehingga tipe intervensi yang sesuai adalah tipe intervensi
human process. Hal tersebut sesuai dengan penjelasan Cummings & Worley
(2008) mengenai human process intervention sebagai intervensi yang
memfokuskan pada bagaimana anggota organisasi mencapai tujuan organisasi dan
proses yang mereka lalui dalam mencapai tujuan organisasi tersebut. Karena
permasalahan TREG-V adalah target organisasi yang merupakan kontribusi dari

49
total organization (seluruh anggota organisasi) dan berdampak pada level
organisasi berupa belum tercapainya target organisasi, maka human process
interventions yang digunakan adalah yang lebih systemwide. Adapun human
process interventions systemwide yang dapat diusulkan antara lain; organization
confrontation meeting, intergroup relations interventions, dan large-group
interventions (Cummings & Worley, 2008). Mengingat tujuan yang ingin dicapai
oleh TREG-V yaitu memfasilitasi dan mengoptimalkan terbentuknya sinergi dan
komitmen anggota organisasi sehingga mencapai tujuan organisasi, maka
mahasiswa mengusulkan intervensi kelompok besar (large-group interventions)
yang dijalankan dengan menggunakan positive method berupa appreciative
inquiry sebagai intervensi yang paling sesuai bagi TREG-V.
Analisis hasil diagnosis menunjukkan bahwa terbentuknya sinergi dan
komitmen untuk mencapai tujuan organisasi yang semakin menantang merupakan
tujuan dari pelaksanaan proyek organization development (OD) ini. Untuk
membahas bagaimana cara-cara terbaik dalam mencapai tujuan tersebut sejumlah
besar stakeholders dapat dikumpulkan dan dilibatkan pada sebuah pertemuan
yang merupakan large-group interventions. Keterlibatan sejumlah besar
stakeholders ini penting karena kondisi organisasi merupakan hasil dari interaksi
yang bersifat intentional dan unintentional antara banyak kelompok dan individu
baik dari dalam maupun dari luar organisasi. Oleh karena itu, untuk mencapai
tujuan yang diinginkan organisasi membutuhkan koordinasi langsung dengan
kelompok-kelompok tersebut. Stakeholders juga memiliki peran penting dalam
menciptakan sebuah pandangan yang akurat mengenai lingkungan dan organisasi
yang dapat dijadikan input atau masukan dalam membahas cara-cara terbaik untuk
membentuk sinergi dan komitmen yang menjadi tujuan organisasi. Pemahaman
bersama mengenai lingkungan dan organisasi berdasarkan input dari stakeholders
tersebut menemukan sebuah common ground antara stakeholders dan selanjutnya
tindakan-tindakan terkoordinasi dapat dijalankan. Terakhir, large-group
interventions juga memfasilitasi terbentuknya kondisi ownership dan komitmen
peserta. Pada large-group interventions, selain presentasi large-group juga
dilakukan diskusi, penugasan, dan dialog kelompok-kelompok kecil antar

50
stakeholders yang penting dalam membangun sudut pandang peserta dan
menciptakan berkomitmen peserta untuk bertindak. Dengan demikian large-group
interventions dapat memungkinkan tercapainya optimalisasi sinergi dan komitmen
dari seluruh stakeholders dalam mencapai tujuan organisasi.
Large-group intervention dapat dijalankan berdasarkan metode tertentu.
Metode tersebut berupa open-systems method, open-space method, dan positive
method. Pada proyek OD ini metode yang disarankan adalah positive method.
Pemilihan metode ini, selain juga dapat menciptakan images of potential terhadap
bagaimana organisasi dapat tumbuh dan berkembang, metode ini juga dapat
meningkatkan energi positif peserta untuk berubah dan membangun suatu
konsensus besar menuju masa depan baru.
Pemilihan metode ini didasari oleh tujuan dari organization development
yang diinginkan organisasi serta keunggulan yang ada pada positive method.
Positive method berfokus pada potensi organisasi untuk tumbuh dan bekermbang
melalui images of potential yakni apa yang organisasi kerjakan dengan benar (best
practices) kemudian membantu anggota organisasi untuk memahami organisasi
mereka ketika organisasi bekerja pada kondisi prima (best) lalu membangun
kapabilitas demikian untuk mencapai hasil yang lebih baik lagi. Hasil penelitian
juga menunjukkan adanya expectation effects pada metode ini yang menjelaskan
bahwa orang-orang cenderung bertindak sesuai dan untuk mencapai ekspektasi
mereka, sehingga ekspektasi positive mengenai organisasi yang difasilitasi oleh
metode ini dapat menciptakan suatu antisipasi yang menguatkan dan mengarahkan
perilaku menuju terjadinya kepercayaan (ekspektasi) tersebut (Cummings &
Worley, 2008). Kemudian, sebagai fitur pembeda dengan metode lainnya, positive
methods menggunakan kerangka ‘appreciative’ dan meningkatkan atribut inti
positif dari organisasi sehingga fokusnya adalah untuk mengapresiasi dan
memanfaatkan resources yang tersedia untuk mencapai tujuan.
Appreciative Inquiry (AI) merupakan positive methods yang akan digunakan
pada large-group interventions pada proyek OD ini. Cummings & Worley (2008)
menyebutkan bahwa pada pendekatan AI pengelolaan manusia dan perubahan
harus menjadi sebuah proses relasional inquiry, berlandaskan afirmasi dan

51
apresiasi. AI sendiri diartikan sebagai upaya pencarian kooperatif dan co-
evalusioner mengenai resources yang terbaik pada individu, pada organisasi
mereka, dan pada dunia di sekitar mereka (Cooperrider, Whitney, & Stavros,
2008). Ketika AI digunakan, peserta akan membuka model mental, sistem
kepercayaan, nilai, motivasi, harapan dan mimpi sebagaimana mereka
membagikan cerita kesuksesan mereka. Dalam sebuah AI Summit, individu akan
membagikan cerita satu sama lain, membagikan pengetahuan mereka, membuat
percakapan mereka menjadi lebih generatif, dan bersama memproduksi
pengetahuan baru. Ketika individu mulai mengganti perspektif mereka dan
melihat diri mereka satu sama lain melalui pemberian nilai, perspektif berbasis
kekuatan, positivitas dan kinerja dilipat gandakan (Stratton-Berkessel, 2010).
Positive methods menggunakan pendekatan AI ini sesuai untuk permasalahan
yang terdapat di TREG-V yang menginginkan adanya optimalisasi sinergi dan
komitmen. Melalui large-group meeting (summit) dengan menggunakan
pendekatan AI untuk menjalankannya, stakeholders TREG-V akan didudukkan
bersama dan berpartisipasi dalam melakukan 4-D Cycle yaitu discovery, dream,
design, dan destiny. Melalui siklus ini, sebuah perspektif positif mengenai
kapabilitas mereka akan distimulasi, cerita-cerita positif dari setiap peserta akan
dibagikan kemudian emosi positif dan inspirasi dimunculkan. Keterlibatan
tersebut dapat membangkitkan komitmen dan melalui siklus 4-D Cycle setiap
pihak bersinergi untuk merancang dan mewujudkan mimpi kolektif yang
disepakati bersama.

52
Tabel 2. Analisis Permasalahan di Telkom Divisi Regional V
Hasil Diagnosis Permasalahan Saran Intervensi
Input Target sulit untuk dicapai, namun di sisi lain target Large-Group Intervention menggunakan positive
- Supplier Power: akan senantiasa mengalami peningkatan dalam method (Appreciative Inquiry)
Sedang rangka komitmen Telkom dan TREG-V untuk
- Ecological: meningkatkan customer experience dari tahun ke
Ketidakpastian tinggi tahun. Oleh karena itu diperlukan optimalisasi
sinergi dan komitmen dari seluruh resources yang
Design Component tersedia di TREG-V untuk bersama-sama
- Strategy: mewujudkan target yang akan semakin menantang
Peningkatan customer experience dari dari tahun ke tahun.
tahun ke tahun sebagai bentuk
komitmen TREG-V dalam mendukung
perwujudan visi “Be the King of Digital
in the Region”
- Technology:
Technical interdependent-nya tinggi
- Structural System:
differensiasi dan koordinasi antar
Unitnya tergolong tinggi
- Measurement System:
Karyawan anorganik memiliki target
yang sejalan dengan Unit yang menjadi
business process owner-nya
- Human Resource System
Hanya berlaku untuk karyawan organik

Output
- Target Customer Experience terkait
Mean Time to Resolve (MTTR) baru
mencapai 82% dari 95% yang
ditargetkan.

53
4.4. Rancangan Intervensi
Nama Intervensi OD
Large-Group Intervention

Deskripsi Intervensi OD
Large-Group Intervention merupakan intervensi organization development
yang mengumpulkan beragam stakeholders pada sebuah pertemuan besar untuk
membahas agenda organisasi yang berdampak pada organisasi. agenda tersebut
dapat berupa: klarifikasi nilai penting organisasi; mengembangkan cara baru
dalam bekerja; merancang visi baru untuk organisasi; atau menyelesaikan masalah
organisasi yang mendesak. Pertemuan besar ini merupakan alat yang berguna
untuk menciptakan kesadaran akan masalah dan peluang organisasi dan untuk
merincikan arahan berharga untuk tindakan di selanjutnya (Cummings & Worley,
2008).
Dalam menyelenggarakan pertemuan besar, terdapat metode-metode yang
dapat dijadikan acuan proses berjalannya pertemuan. Metode tersebut antara lain
open-system method, open-space method, dan positive method dengan proses
appreciative inquiry. Intervensi ini akan dijalankan dengan menggunakan positive
method dengan proses appreciative inquiry. Pemilihan metode ini didasari oleh
tujuan dari organization development yang diinginkan organisasi serta keunggulan
yang ada pada positive method. Positive method berfokus pada apa yang
organisasi kerjakan dengan benar (best practices) kemudian membantu anggota
organisasi untuk memahami organisasi mereka ketika organisasi bekerja pada
kondisi prima (best) lalu membangun kapabilitas demikian untuk mencapai hasil
yang lebih baik lagi. Hasil penelitian juga menunjukkan adanya expectation
effects pada metode ini yang menjelaskan bahwa orang-orang cenderung bertindak
sesuai dan untuk mencapai ekspektasi mereka, sehingga ekspektasi positive
mengenai organisasi yang difasilitasi oleh metode ini dapat menciptakan suatu
antisipasi yang menguatkan dan mengarahkan perilaku menuju terjadinya
kepercayaan (ekspektasi) tersebut (Cummings & Worley, 2008).

54
Positive methods dijalankan mengikuti suatu proses yang disebut
appreciative inquiry (AI) (Cummings & Worley, 2008). AI digunakan untuk
menemukan, memimpikan, merancang mimpi atau apa yang terbaik yang dapat
dilakukan oleh anggota maupun organisasi demi mewujudkan mimpi bersama
yakni kemajuan organisasi (Cooperrider, Whitney & Stavros, 2008). AI memiliki
lima prinsip utama. Pertama, prinsip konstruksionisme. AI memungkinkan
terjadinya komunikasi manusia yang merupakan proses inti yang menciptakan,
menjaga, dan mengubah realita melalui suatu sosial konstruksionisme. Melalui
AI, komunikasi terbuka antara stakeholders dapat difasilitasi. Dengan sosial
konstruksionisme komunikasi antara stakeholders dapat dilakukan dengan
berkolaborasi dan menemukan, memimpikan, dan merancang organisasi yang
mereka nilai berharga dan mereka inginkan (Whitney & Tristen-Bloom, 2010).
Prinsip AI yang kedua adalah prinsip simultan. Melalui AI, terdapat
kepercayaan bahwa perubahan dan inquiry dapat dilakukan secara simultan.
Inquiry merupakan intervensi. Bibit dari perubahan adalah hal-hal yang orang-
orang pikirkan dan bicarakan, yang ditemukan dan dipelajari serta hal yang
mengkomunikasikan dialog dan menginspirasi gambaran akan masa depan.
Prinsip AI yang ketiga, prinsip poetic, membuat anggota organisasi dapat
melihat secara positif bahwa pengalaman masa lampau, kondisi saat ini, dan
harapan masa depan merupakan sumber yang baik untuk saling belajar dan
menginspirasi tentang bagaimana memperbaiki sinergi di organisasi sehingga
meningkatkan capaian kinerja bersama. Mereka akan saling terbuka tentang
pengalaman positif yang pernah sukses sebelumnya, sehingga apa yang akan
dilakukan saat ini merupakan wujud dari kesepakatan mereka mengenai mimpi
yang lebih besar di masa depan.
Prinsip keempat pada AI adalah prinsip anticipatory. Sumber daya yang
paling penting dalam menciptakan perubahan atau peningkatan konstruktif
organisasi adalah imaginasi kolektif dan pandangan mengenai masa depan.
Anticipatory melihat kehidupan organisasi dengan cara memproyeksikan ke
depan. Organisasi ada karena manusia yang mengelola dan menjaga organisasi
berbagi beberapa wacana atau proyeksi mengenai apa sebenarnya sebuah

55
organisasi, bagaimana organisasi dapat berfungsi, apa yang akan dicapai oleh
organisasi, dan seperti apa organisasi akan terlihat. Dengan prinsip anticipatory
diharapkan seluruh stakeholders dapat membagi wacana dan proyeksi kolektif
mengenai target organisasi sehingga selanjutnya mereka akan memiliki
pandangan yang sama mengenai apa itu organisasi, seperti apa seharusnya
organisasi berfungsi, apa yang akan dicapai oleh organisasi, dan bagaimana
organisasi akan terlihat di masa yang akan datang.
Prinsip terakhir dari AI adalah prinsip positif. Dengan prinsip ini, peserta
akan saling mengenali informasi mengenai pengalaman terbaik mereka selama
bekerja kemudian menceritakan hal-hal positif mengenai kontribusi mereka
sebagai individu maupun sebagai tim ketika terlibat dalam proyek bersama.
Prinsip ini diperlukan untuk menjaga momentum perubahan dan menjaga ikatan
sosial antara anggota organisasi atau stakeholders untuk saling bekerjasama dan
berkolaborasi. Momentum perubahan dijaga selama proses AI dengan tujuan
menjaga komitmen orang-orang yang terlibat. Komitmen mereka terhadap
perubahan akan membuat kontribusi lebih maksimal sehingga melebihi peran
yang mereka miliki.
Pelaksanaan Large-Group Intervention menurut Cummings & Worley
(2008) terdiri dari tiga tahapan dasar yaitu: mempersiapkan pertemuan;
melaksanakan pertemuan; dan mengadakan follow up hasil pertemuan. Khusus
untuk alur jalannya tahapan kedua yaitu pelaksanaan pertemuan akan dirincikan
sesuai dengan tahapan pada appreciative inquiry sebagai metode yang digunakan
dalam melaksanakan intervensi. Adapun tahapan appreciative inquiry menurut
Whitney & Trosten-Bloom (2010) terdiri dari: Getting Started; Affirmative Topic
Choice; Discovery; Dream; Design; dan Destiny. Namun demikian, dikarenakan
terdapat kemiripan tujuan pada beberapa tahapan maka dilakukan
pengelompokkan dan penyesuaian tahapan intervensi menjadi tiga tahapan utama
yaitu: 1) Perencanaan (Getting Started Phase); 2) Pelaksanaan (Affirmative Topic
Selection Phase dan 4-D Cycle Phase); dan 3) Follow-up.
Large-Group Intervention utamanya akan melibatkan stakeholder dari suatu
organisasi sehingga setiap stakeholder dari organisasi memiliki kesempatan yang

56
sama untuk berkontribusi bagi kemajuan organisasi. Untuk memperlancar
intervensi sebuah tim fasilitator, baik yang berasal dari eksternal organisasi
maupun yang berasal dari internal organisasi, juga akan dilibatkan. Fungsi tim
fasilitator ini adalah untuk memastikan key activity dijalankan dan output
dihasilkan pada setiap tahapan intervensi serta untuk mengantisipasi 4 dilemmas
yang biasa terjadi pada intervensi ini. Dilema-dilema tersebut antara lain: 1) The
Dilemma of Voice - mengacu pada masalah untuk mendorong partisipasi di satu
sisi dan di sisi lain juga kewalahan jika masing-masing individu ingin berbicara;
2) The Dilemma of Structure - mengacu pada seberapa erat atau renggang
pertemuan harus dikelola. Dilemanya adalah ketika tidak mengetahui struktur apa
yang lebih disukai oleh kelompok tertentu, apa keinginan mereka, dan seberapa
banyak kecemasan yang dialami oleh mereka; 3) The Egocentric Dilemma -
mengacu pada masalah yang dipegang orang pada pandangan pribadi mereka,
ketika individu memegang hal tersebut terlalu erat, maka keputusan kelompok
akan sulit dicapai; dan 4) The Dilemma of Emotional Contagion - mengacu pada
sebuah dinamika kelompok di mana penularan emosi terjadi, orang-orang secara
tidak sadar menyerahkan kepemilikan atas sebuah masalah, tindakan, atau solusi
dan terbawa suasana. Hal tersebut merepresentasikan versi large-group mengenai
‘groupthink’ dan dapat menghasilkan solusi atas refleksi yang tidak didukung.
Kelebihan intervensi ini adalah pemanfaatan kapabilitas positif organisasi
dengan melibatkan sejumlah besar stakeholders untuk mendorong kemajuan
organisasi. Pada pelaksanaan intervensi ini melalui metode yang digunakan cerita-
cerita dan best practices dari peserta (anggota organisasi) mengenai organisasinya
dan interaksi mereka merupakan kapabilitas positif yang selanjutnya dapat
dimanfaatkan menjadi sumber-sumber kemajuan organisasi. Selain itu, informasi-
informasi yang dihasilkan dapat dibagikan dalam satu waktu karena pesertanya
merupakan perwakilan dari setiap sudut organisasi. Namun demikian, kelemahan
intervensi yang dapat menjadi pertimbangan organisasi untuk menggunakan
intervensi ini adalah cost dan waktu yang diperlukan untuk menjalankan
intervensi tidak sedikit. Karena intervensi ini akan melibatkan sejumlah besar
anggota organisasi yang juga memiliki tanggung jawab terhadap kegiatan

57
operasional organisasi, maka terdapat peluang munculnya masalah baru yang
diakibatkan oleh terhentinya sementara kegiatan operasional organisasi karena
anggota organisasi tersebut berpartisipasi pada intervensi dalam waktu yang tidak
sebentar.

Tujuan
Large-Group Interventions di TREG-V bertujuan untuk memfasilitasi dan
mengoptimalkan terbentuknya sinergi dan komitmen dari seluruh stakeholders
dalam mencapai tujuan organisasi yang semakin menantang dari tahun ke tahun.

Hasil yang Diharapkan


Melalui Large-Group Interventions diharapkan terbentuk sinergi dan
komitmen dari seluruh stakeholders TREG-V dalam mencapai tujuan organisasi
yang semakin menantang dari tahun ke tahun.

Peserta
Peserta Large-Group Interventions merupakan perwakilan stakeholders
TREG-V yang meliputi: Top Management, Senior Leaders, perwakilan karyawan
organik, perwakilan karyawan anorganik, perwakilan supplier (mitra), dan
perwakilan dari Witel-witel di TREG-V. Adapun estimasi jumlah peserta akan
dirincikan pada setiap tahapan (phase) sesuai dengan tujuan dari setiap tahapan.

Tahapan Pelaksanaan
Tahapan Large-Group Interventions di TREG-V adalah perencanaan
(Getting Started Phase), pelaksanaan (Affirmative Topic Selection Phase dan 4-D
Cycle Phase), dan follow up. Dua tahapan pertama akan dibagi menjadi tiga event
yang urutannya sesuai dengan tahapan pelaksanaan tersebut. Tiga event tersebut
adalah Initial Meeting (Getting Started Phase), Affirmative Topic Selection
Meeting (Affirmative Topic Selection Phase), dan Appreciative Inquiry Summit (4-
D Cycle Phase). Sementara tahapan follow-up akan disesuaikan dengan timeline

58
action plans hasil Appreciative Inquiry Summit. Adapun deskripsi, output, serta
jadwal (termasuk durasi) pada setiap event akan dijelaskan sebagai berikut:

a. Initial Meeting (Getting Started Phase)

Deskripsi :
Sebuah pertemuan awal diselenggarakan dengan tujuan untuk
memperoleh kesepakatan stakeholders untuk melaksanakan AI Intervention.
Pertemuan ini dapat dikelola oleh Unit tertentu di Telkom Divisi Regional V
dan diarahkan oleh tim fasilitator yang memahami betul filosofi, prinsip,
siklus, dan praktik AI Intervention beserta best practices-nya. Adapun
stakeholders yang berpartisipasi pada kegiatan ini antara lain: Top
Management, Senior Leaders, perwakilan dari karyawan organik,
perwakilan dari karyawan anorganik, perwakilan dari supplier (mitra), dan
perwakilan dari Witel-witel di TREG-V. Oleh karena itu Initial Meeting ini
akan dihadiri oleh sekitar 20-30 peserta.

Output Akhir :
Persetujuan Stakeholders, Advisory Team, Change Agenda, A form of
Engagement dan Strategi Inquiry

59
Jadwal :
Adapun jadwal Initial Meeting dijelaskan pada tabel berikut:
Tabel 3. Jadwal Initial Meeting
Tahapa Materials dan
Durasi Key Activity Deskripsi Aktivitas Output
n PIC
1 hari 1. Mengenalkan - Fasilitator menjelaskan filosofi, prinsip, siklus - Keputusan untuk - Fasilitator
(±240 Appreciative dan praktik AI beserta Best Practices AI dari melanjutkan AI atau
menit) Inquiry (AI) berbagai organisasi tidak
(±90 menit) - Fasilitator menyelenggarakan mini-interview
yaitu kegiatan memasangkan dua orang atau
membentuk kelompok kecil dengan tugas untuk
melakukan tanya jawab: apa peak experience
yang pernah terjadi di profesi, organisasi, atau
Getting Started

kehidupan pribadi?)
2. Membentuk - Fasilitator mengarahkan peserta untuk menunjuk - Advisory Team - Fasilitator
Advisory Team orang-orang dari berbagai latar belakang beranggotakan 10-20
(±30 menit) (fungsi, band posisi, dan bidang ilmu) yang akan orang terbentuk
berperan sebagai Advisory Team. Advisory
Team diharapkan memiliki kualifikasi: siap
menjadi leader informal, filosofi hidup dan
kepribadian mereka sesuai dengan AI, tertarik
dan berkomitmen pada tujuan proyek, mau
berpartisipasi. Advisory team ini akan dilatih
untuk kepentingan kelancaran AI Summit.
3. Menentukan luas - Peserta menentukan change agenda - Change Agenda - Permasalahan
proyek - Peserta menentukan a form of engagement - A form of organisasi
(±60 menit) engagement
ditentukan (misal;
seluruh karyawan

60
Tabel 3. Jadwal Initial Meeting
Tahapa Materials dan
Durasi Key Activity Deskripsi Aktivitas Output
n PIC
baik organik maupun
anorganik harus
menghadiri inquiry)
4. Mengkonsepkan - Fasilitator menjelaskan strategi inquiry - Strategi inquiry - Fasilitator
Strategi Inquiry kemudian peserta menentukan strategi inquiry (kapan inquiry akan
(±60 menit) yang sesuai dengan permasalahan organisasi, dilaksanakan,
change agenda, dan a form engagement-nya bagaimana
prosesnya, apa
bentuk inquiry)
5. Membangun - Fasilitator meminta peserta untuk membangun - Fasilitator
Organization- organization-wide awareness berdasarkan
Wide Awareness strategi inquiry mulai dari pertemuan ini diakhiri
sampai dengan inquiry dilaksanakan

61
b. Affirmative Topic Selection Meeting (Affirmative Topic Selection Phase)

Deskripsi :
Setelah Initial Meeting dilaksanakan dan advisory team terbentuk.
Sebuah pertemuan lanjutan diselenggarakan untuk menentukan affirmative
topics yang akan digunakan pada tahapan selanjutnya (4-D Cycle Phase).
Pertemuan ini akan dihadiri oleh advisory team (10-20 orang) dan akan
diarahkan oleh Tim fasilitator eksternal yang juga terlibat pada tahapan
sebelumnya (Getting Started Phase).

Output Akhir :
Affirmative Topics Final

62
Jadwal :
Adapun jadwal Affirmative Topics Selection Meeting dijelaskan pada tabel berikut:
Tabel 4. Jadwal Affirmative Topics Selection Meeting
Tahapa
Durasi Key Activity Deskripsi Aktivitas Output Materials dan PIC
n
1 hari 1. Mengadakan mini- - Fasilitator menyelenggarakan mini- - Informasi - Fasilitator
(±300 interview interview yaitu kegiatan memasangkan mengenai peak - Guideline mini-
menit) (±60 menit) dua orang dengan tugas untuk melakukan experience interview
tanya jawab mengenai poin-poin pada peserta
guideline mini-interview - Cerita-cerita
Affirmative Topic Selection

2. Mengidentifikasi dan - Melakukan Story telling: Fasilitator - Dokumentasi - Fasilitator


membagi Tema meminta setiap peserta saling bergantian tema-tema dari - Cerita
(±90 menit) mengenalkan pasangannya satu demi satu cerita-cerita - Flipchart
dan membagikan poin penting (cerita atau
best practices) dari interview mereka
- Melakukan Narrative Analysis: Setiap
pasangan selesai melakukan story telling,
fasilitator membantu peserta untuk
menemukan kunci sukses yang implisit
pada setiap cerita atau best practices
tersebut
- Melalui story telling dan narrative
analysis tema-tema (kunci sukses) dicatat
atau didokumentasikan secara kreatif
3. Mendiskusikan - Fasilitator menjelaskan kriteria suatu - Daftar Topik - Kriteria affirmative
Kriteria untuk affirmative topic Potensial topic
Affirmative Topic dan - Fasilitator mencontohkan sample topics - Permasalahan
mengidentifikasi Topik dan mendiskusikan mengapa hal tersebut organisasi-
potensial bekerja/berhasil permasalahan

63
Tabel 4. Jadwal Affirmative Topics Selection Meeting
Tahapa
Durasi Key Activity Deskripsi Aktivitas Output Materials dan PIC
n
(±60 menit) - Fasilitator menunjukkan serangkaian organisasi yang dapat
permasalahan yang sebuah organisasi diperoleh dari Subject
tertarik untuk perbaiki dan menanyakan Matter Expert atau
kepada peserta untuk mempertimbangkan Top Management
affirmative topics yang dapat secara tidak - Change Agenda pada
langsung menyelesaikan permasalahan getting started meeting
tersebut dengan menggerakkan organisasi - Sample topic
menuju apa yang mereka inginkan - Fasilitator
- Fasilitator mengarahkan peserta untuk
mendiskusikan dan mengidentifikasi topik
potensial berdasarkan permasalahan
organisasi, change agenda, dan
dokumentasi tema dari cerita-cerita
4. Membagikan dan - Fasilitator membacakan satu per satu - Alasan - Daftar topik potensial
Mendiskusikan Topik topik potensial yang teridentifikasi pemilihan topik- - Fasilitator
Potensial kemudian meminta peserta untuk topik potensial
(±30 menit) menjelaskan alasan dibalik pilihan setiap
topik potensial. Selain itu peserta juga
diminta untuk memberikan alasan
mengapa mereka percaya bahwa topik
tersebut berarti bagi organisasi baik
sekarang maupun di masa yang akan
datang
5. Mengelompokkan - Fasilitator meminta peserta untuk - 3 sampai 5 Topik - Daftar topik potensial
Topik Potensial mengerucutkan jumlah topik potensial potensial hasil - Fasilitator
(±30 menit) yang telah teridentifikasi dengan cara pengelompokkan
mengelompokkan topik-topik yang
memiliki makna yang sama lalu

64
Tabel 4. Jadwal Affirmative Topics Selection Meeting
Tahapa
Durasi Key Activity Deskripsi Aktivitas Output Materials dan PIC
n
mengurangi jumlahnya dengan cara dialog
dan diskusi
6. Memilih Topik - Fasilitator meminta peserta untuk - 1 Topik - Topik potensial hasil
Potensial melakukan voting dan memilih topik potensial hasil pengelompokkan
(±10 menit) potensial voting - Fasilitator
7. Finalisasi Topik - Fasilitator meminta peserta untuk - Affirmative - Topik potensial hasil
(±20 menit) mendiskusikan sebuah nama topik yang Topik final voting
paling menggambarkan spirit, esensi, dan - Fasilitator
intensi dari hasil interview dan cerita-
cerita

65
c. Appreciative Inquiry Summit (4-D Cycle Phase)

Deskripsi :
Setelah Affirmative Topics Selection Meeting dilaksanakan. Sebuah
pertemuan besar (Summit) dengan pendekatan AI diselenggarakan dengan
tujuan menganalisis change agenda dan affirmative topics untuk
menemukan action plans terbaik. AI Summit ini akan dihadiri oleh sekitar
80-100 peserta dengan komposisi sebagai berikut:
- Top Management
- Senior Leaders
- Manager setiap Sub Unit di Telkom Divisi Regional V
- Perwakilan staf pada setiap Sub Unit di Telkom Divisi Regional V
- Perwakilan Manager/Asisten Manager/Supervisor dari Witel-witel di
Regional V
- Perwakilan dari Supplier/Mitra
- Perwakilan dari tenaga kerja anorganik (Teknisi)
- Advisory Team
Tim fasilitator yang telah mengikuti tahapan AI Intervention dari getting
started phase dan affirmative topics selection phase akan bertugas untuk
mengarahkan summit dengan dibantu oleh panitia penyelenggara yang
ditunjuk oleh TREG-V. Advisory Team juga akan dilibatkan untuk
membantu proses mini-interview.

Output Akhir :
Action Plans. Tangible output pada tahapan ini memang berupa action
plans. Namun demikian, terdapat pula Intangible output lainnya yang
diperoleh selama rangkaian 4-D Cycle. Intangible output tersebut dapat
berupa keaktifan peserta dalam menjalankan setiap cycle (discovery, dream,
design, dan destiny), sinergi dalam bersama-sama melakukan key activity di
setiap cycle, dan komitmen peserta untuk berpartisipasi pada summit dan
menjalankan action plans yang telah disusun demi kemajuan organisasi.

66
Jadwal :
Adapun Jadwal AI Summit dijelaskan pada tabel berikut:
Tabel 5. Jadwal Appreciative Inquiry Summit
Tahapan
(4-D Durasi Key Activity Deskripsi Aktivitas Output Materials dan PIC
Cycle)
150 1. Melakukan appreciative - Peserta membentuk 7 kelompok - Cerita – hasil - Fasilitator
Menit interview berbasis kecil sehingga terdapat ±10 peserta appreciative (mengarahkan acara)
pengalaman dengan dalam satu kelompok interview - Affirmative Topic
mengacu pada affirmative - Anggota advisory team masuk ke - Appreciative
topic yang telah dalam kelompok-kelompok untuk interview’s guideline
ditetapkan (±60 menit) melakukan appreciative interview - Advisory Team
dengan mengacu pada appreciative
topic secara bergiliran pada anggota
kelompok
Discovery

2. Membagikan cerita/best - Peserta kembali ke kelompok besar - Peserta - Fasilitator


practices hasil dan beberapa peserta yang bersedia mengetahui cerita (mempersilahkan
appreciative interview menyampaikan cerita/best practices dari peserta peserta berkumpul
(±30 menit) yang mereka dapat dari appreciative lainnya kembai)
interview - Cerita-cerita
3. Memaknai cerita/best - Peserta mendengarkan dan - List label – hasil - Worksheet/flip chart
practices (±30 menit) menemukan makna atas cerita-cerita pemaknaan page(s)
dengan cara melabel penyebab
kesuksesan yang terdapat pada
cerita-cerita
- Peserta mencatat atau menuliskan
makna (dalam bentuk label) pada
sebuah worksheet atau lembar flip
chart

67
Tabel 5. Jadwal Appreciative Inquiry Summit
Tahapan
(4-D Durasi Key Activity Deskripsi Aktivitas Output Materials dan PIC
Cycle)
4. Memetakan positive core - Peserta mengidentifikasi pola, tren, - Profil – hasil - Worksheet/flip chart
sehingga menghasilkan dan tema umum positif identifikasi label- page (s)
profil affirmative topic menggunakan label-label label
(±30 menit)
120 1. Merefleksikan focal - Fasilitator memberikan sebuah focal - Refleksi individu - Fasilitator
Menit question (±15 menit) question peserta atas focal - Focal questions
- Peserta merefleksikan focal question question
selama beberapa waktu
2. Menyusun collective - Peserta membentuk kelompok- - Dokumentasi - Worksheet/flip chart
dream kelompok untuk saling collective dream - Media lainnya untuk
Dream

(±105 menit) menyampaikan refleksi mereka masing-masing mendokumentasikan


terhadap focal question. Hasil kelompok collective dream
refleksi tersebut disebut dengan ide. (misal; laptop dan
- Peserta menyusun collective dream proyektor)
dengan cara mendiskusikan
mendaftar ide-ide
- Peserta mendiskusikan dan
mendokumentasikan collective
dream
180 1. Membuat Design - Peserta tetap pada kelompok- - Draft Design - Worksheet/flip chart
Menit Statement (Provocative kelompok kecil membuat draft Statement - Media lainnya untuk
Prepostions) design statements mempresentasikan
Design

(±60 menit) Design Statement


(misal; laptop dan
LCD proyektor)
2. Mempresentasikan - Masing-masing perwakilan - Masukan atau - Draft Design
Design Statement kelompok-kelompok kecil feedback Statement

68
Tabel 5. Jadwal Appreciative Inquiry Summit
Tahapan
(4-D Durasi Key Activity Deskripsi Aktivitas Output Materials dan PIC
Cycle)
(±80 menit) mempresentasikan design statement apresiatif dari - Worksheet/flip chart
yang telah disusun kelompok- - Media lainnya untuk
- Kelompok lain meninjau dan kelompok lainnya mempresentasikan
memberikan feedback apresiatif atas terkait design Design Statement
design statement yang statement (misal; laptop dan
dipresentasikan LCD proyektor)
3. Melakukan finalisasi - Kelompok kecil memperbaiki dan - Design Statement - Draft Design
Design Statement dan melakukan fnalisasi design final ditampilkan/ Statement
menyelenggarakan statement menggunakan masukan dipajang pada - Worksheet/flip chart
gallery walk dari kelompok lain gallery walk - Media lainnya untuk
(±40 menit) menampilkan Design
Statement (misal;
laptop dan LCD
proyektor)

69
Tabel 5. Jadwal Appreciative Inquiry Summit
Tahapan
(4-D Durasi Key Activity Deskripsi Aktivitas Output Materials dan PIC
Cycle)
210 1. Menyelenggarakan Open- - Fasilitator mengumpulkan Design - Ide action plan - Fasilitator
Menit Mic Time Statement Final dari setiap hasil voting - Design Statement
(±40 menit) kelompok dan menyampaikan Final
Design Statement Final tersebut - Microphone
kepada seluruh peserta pada
pertemuan besar
- Fasilitator menyelenggarakan open-
mic time di mana seluruh peserta
diberikan kesempatan untuk
mengusulkan ide berupa
aksi/tindakan nyata bagi Design
statement yang telah disampaikan
Destiny

- Peserta menyampaikan idenya di


depan kelompok besar
- Fasilitator mencatat semua ide yang
diusulkan oleh peserta lalu
mengarahkan kelompok besar untuk
mengerucutkan ide menjadi lebih
sedikit (misal, dari 15 ide yang
masuk dikurangi menjadi 8) dengan
menggunakan voting
2. Membentuk kelompok - Kelompok action plan dibentuk - Kelompok action - Fasilitator
action plan dengan membagi kelompok plan terbentuk - Ide action plan
(±10 menit) sejumlah ide action plan terpilih. sejumlah ide hasil
Anggota dari kelompok action plan voting
ini terdiri dari peserta yang
mengusulkan ide dan peserta lain

70
Tabel 5. Jadwal Appreciative Inquiry Summit
Tahapan
(4-D Durasi Key Activity Deskripsi Aktivitas Output Materials dan PIC
Cycle)
yang tertarik dengan action plan
tersebut, sehingga jumlah peserta
dalam setiap kelompok dapat
bervariasi
3. Mendiskusikan dan - Setiap kelompok mendiskusikan dan - Rencana - Ide action plan
merencanakan menganalisis action plan serta implementasi
implementasi action plan menyusun rencana implementasi action plan
(±120 menit) action plan (termasuk timeline dan
jadwal pertemuan berikutnya guna
follow up action plan)
4. Mempresentasikan action - Fasilitator memberikan kesempatan - Setiap peserta - Fasilitator
plan untuk setiap kelompok action plan mengetahui - Rencana implementasi
(±60 menit) dalam mempresentasikan action action plan action plan
plan mereka beserta rencana - Media untuk
implementasi mempresentasikan
action plan (misal; laptop dan
LCD proyektor)

71
Evaluasi Pelaksanaan
Evaluasi pada Large-Group Interventions ini dilakukan dengan melihat
tingkat keberhasilan atau persentase terlaksananya action plans yang dihasilkan
secara kolektif dari AI Summit. Evaluasi juga dilakukan dengan melihat capaian
target-target organisasi pada setiap indikator (MTTI, MTTR, Customer
Satisfaction Index, dan Net Promoter Score). Selain itu, evaluasi juga dilakukan
dengan mengumpulkan feedback-feedback dari anggota organisasi/stakeholders
yang berpartisipasi pada intervensi. Hasil evaluasi yang positif (action plans
terlaksana, target organisasi tercapai, dan feedback mengenai AI positif) akan
menunjukkan keberhasilan intervensi dalam menciptakan sinergi dan komitmen
anggota organisasi dalam mewujudkan tujuan organisasi yang semakin menantang
(dalam bentuk action plans dan capaian target), sekaligus menunjukkan adanya
emosi positif yang distimulasi oleh suatu pendekatan yang positif (dalam bentuk
feedback positif).

72
BAB V
PENUTUP

5.1. Hambatan
Berikut adalah beberapa hambatan yang ditemui selama proses penyelesaian
proyek organization development:
a. Terbatasnya akses mahasiswa terhadap dokumen-dokumen perusahaan yang
dapat mendukung data mahasiswa dalam melakukan diagnosis atau analisis
dikarenakan banyak data perusahaan yang sifatnya confidential.
b. Kesulitan mahasiswa dalam mendapatkan literatur mengenai desain evaluasi
intervensi menggunakan proses appreciative inquiry.

5.2. Saran
Berdasarkan hambatan yang dialami oleh mahasiswa, maka saran bagi
mahasiswa lainnya yang ingin melaksanakan proyek yang sama diantaranya:
a. Lebih aktif dalam mengumpulkan data primer melalui wawancara dengan
sumber informasi di perusahaan.
b. Lebih banyak membaca literatur yang membahas tentang appreciative
inquiry

73
DAFTAR PUSTAKA

Brown, D. R., & Harvey, D. (2006). An Experiential Approach to Orgainzation


Development 7th Edition. New Delhi: Pearson Education.

Cooperrider, D. L., & Whitney, D. (2005). Appreciative Inquiry: A Positive Revolution in


Change. San Francisco: Berret-Koehler Publishers, Inc.

Cooperrider, D. L., Whitney, D., & Stavros, J. M. (2008). Appreciative Inquiry Handbook
for Leaders of Change 2nd Edition. San Francisco: Berret-Koehler Publisher, Inc.

Cummings, T. G., & Worley, C. G. (2008). Organization Development & Change. USA:
South-Western Cengage Learning.

Stratton-Berkessel, R. (2010). Appreciative Inquiry for Collaborative Solutions - 21


Strength-Based Workshops. San Francisco: Pfeiffer.

Telkom Indonesia. (t.thn.). Tentang TelkomGroup. Dipetik Agustus 2018, 27, dari
website resmi PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk (Telkom):
https://www.telkom.co.id

Whitney, D., & Trosten-Bloom, A. (2010). The Power of Appreciative Inquiry - A


Practical Guide to Positive Change 2nd Edition. California: Berrett-Koehler.

74

Anda mungkin juga menyukai