WEEK 7 CASE
CORPORATE GOVERNANCE AND RISK MANAGEMENT
Arranged by:
KELOMPOK 3
Ni Luh Gede Cyntia Cahyani (2106761885)
Rahmat August Maladzi (2106761935)
Achmad Jade Oktavian (2106761600)
Andi Setyo Wicaksono (2106761626)
Savia Salsabila Adityawan (1906358335)
UNIVERSITAS INDONESIA
FACULTY OF ECONOMICS AND BUSINESS
ACCOUNTING DEPARTMENT
SALEMBA
2023
DAFTAR ISI
2
I. PRINSIP DAN DASAR ATURAN
3
A. Keterlibatan Pemangku Kepentingan Kunci (stakeholder engagement)
4
1. Korporasi menjalankan dan mengungkapkan kebijakan tentang tanggung jawab
korporasi kepada pelanggan termasuk antara lain mempertimbangkan keamanan
informasi pelanggan, etika dan perilaku penjualan, layanan purna jual sesuai dengan
umur produk/masa layanan, serta menindaklanjuti tingkat kepuasan pelanggan untuk
meningkatkan kualitas produk dan layanan. Iklan dan hubungan masyarakat harus
mempromosikan konsumsi yang bertanggung jawab dan dilakukan secara
bertanggung jawab, termasuk menghindari penyesatan pelanggan, atau menyebabkan
kesalahpahaman tentang produk dan layanan yang ditawarkan oleh korporasi
2. Korporasi menjalankan dan mengungkapkan kebijakan yang meliputi kriteria dalam
pemilihan pemasok, mekanisme pengadaan yang transparan, upaya peningkatan
kemampuan pemasok, dan pemenuhan hak-hak yang berkaitan dengan pemasok.
Korporasi juga memiliki kebijakan yang mendorong dan memantau pemasok untuk
menghormati hak asasi manusia, menjalankan tanggung jawab sosial dan lingkungan,
memperlakukan karyawan, staf, dan pekerja mereka secara adil, serta memastikan
bahwa pemasok telah menerapkan kebijakan dan prosedur bisnis yang berkelanjutan
dan berbasis nilai berkelanjutan.
3. Korporasi menjalankan dan mengungkapkan tanggung jawab sosial dengan
menerapkan pengetahuan dan pengalaman bisnis korporasi untuk mengembangkan
dan menghasilkan kegiatan tanggung jawab sosial yang secara kongkrit memberikan
nilai tambah bagi masyarakat termasuk mendorong kemandirian masyarakat
4. Korporasi menjalankan dan mengungkapkan tanggung jawab lingkungan dengan
mencegah, mengurangi, dan mengelola hal-hal berdampak negatif terhadap
lingkungan dari semua aspek operasi korporasi, termasuk dalam penggunaan:
a. bahan baku,
b. energi,
c. penggunaan air,
d. pemanfaatan sumber daya terbarukan
e. pemanfaatan serta rehabilitasi keanekaragaman hayati, pengelolaan limbah
dan penurunan dampak gas rumah kaca serta emisi karbon
5. Korporasi melaksanakan dan mengungkapkan kebijakan persaingan yang sehat
dengan mengedepankan perilaku bisnis yang etis dan tidak melakukan praktik
antipersaingan untuk mendapatkan atau melindungi posisi pasar
6. Direksi memiliki kebijakan guna melindungi hak para kreditur
a. Dewan Komisaris mengawasi dan Direksi memonitor likuiditas dan
solvabilitas keuangan korporasi
b. Direksi memastikan bahwa risiko terhadap posisi keuangan atau kesulitan
keuangan segera teridentifikasi, dikelola, dimitigasi serta dilaporkan. Dewan
Komisaris memantau penanganan Direksi atas risiko atau kesulitan keuangan
dan menerima laporan rutin.
Direksi mendorong karyawan bekerja untuk kepentingan jangka panjang korporasi dan
mengedepankan keberlanjutan
1. Korporasi memiliki kebijakan pemberian insentif jangka panjang kepada karyawan,
yang mendorong penciptaan nilai yang berkelanjutan.
5
2. Remunerasi berbasis kinerja untuk karyawan harus memperhatikan unsur risiko,
termasuk mengukur imbal hasil yang disesuaikan dengan risiko (risk-adjusted return),
untuk memastikan bahwa tidak ada insentif yang diberikan untuk pengambilan risiko
yang tidak diinginkan
3. Direksi mengelola dengan baik benturan kepentingan yang mungkin timbul antara
karyawan sebagai penerima manfaat dana pensiun dengan korporasi sebagai
pengelola dana pensiun
4. Direksi memastikan korporasi memiliki program pengembangan dan manajemen
sumber daya manusia yang efektif untuk memastikan bahwa korporasi memiliki
karyawan dalam jumlah yang memadai dan yang berpengetahuan, terampil, dan
berpengalaman.
5. Pada saat mengisi posisi manajerial dalam korporasi, Direksi mempertimbangkan
unsur keberagaman, nondiskriminatif dan memberikan kesempatan yang sama kepada
semua calon tanpa membedakan suku, agama, ras, golongan, dan jender. Kebijakan
keberagaman tersebut disertai dengan tujuan yang terukur.
MALLIN (2018)
Chapter 4 : Stakeholder
6
Hubungan TIDAK LANGSUNG :
1. Local community
Perusahaan menggunakan resource yang tersedia dari local community sebagai
sumber daya manusia. Oleh karena itu local community memiliki kepentingan untuk
mengetahui dampak adanya perusahaan bagi lingkungan maupun aspek sosial.
Misalnya apakah ada kerusakan lingkungan yang timbul dari hasil aktivitas
operasional perusahaan.
2. Organisasi lingkungan
Meningkatnya kesadaran lingkungan membuat kepentingan organisasi penggiat dan
pemerhati lingkungan juga meningkat. Oleh karena itu sustainability report dijadikan
cara untuk tetap bisa melihat kegiatan perusahaan yang berhubungan dengan
lingkungan sekitar
3. Pemerintah
Kepentingan pemerintah disini adalah untuk memastikan jalan nya bisnis perusahaan
sudah sesuai dengan tanggung jawab sosial, hukum dan ketentuan yang berlaku. Hal
lain yang terlibat didalamnya adalah perilaku etis, sosial, dan dampaknya terhadap
lingkungan.
7
Pasal 10 :
1) LJK, Emiten, dan Perusahaan Publik wajib menyusun Laporan Keberlanjutan
2) Laporan Keberlanjutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun secara terpisah dari
laporan tahunan atau sebagai bagian yang tidak terpisah dari laporan tahunan.
3) Laporan Keberlanjutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib disampaikan kepada
Otoritas Jasa Keuangan setiap tahun paling lambat sesuai dengan batas waktu
penyampaian laporan tahunan yang berlaku untuk masing-masing LJK, Emiten, dan
Perusahaan Publik.
4) Dalam hal LJK, Emiten, dan Perusahaan Publik menyampaikan Laporan Keberlanjutan
secara terpisah dari laporan tahunan, Laporan Keberlanjutan wajib disampaikan kepada
Otoritas Jasa Keuangan setiap tahun paling lambat pada tanggal 30 April tahun
berikutnya.
5) Apabila batas waktu penyampaian Laporan Keberlanjutan sebagaimana dimaksud pada
ayat (4) jatuh pada hari Sabtu, hari Minggu, atau hari libur, Laporan Keberlanjutan wajib
disampaikan pada hari kerja berikutnya.
Pasal 12 :
1) LJK, Emiten, dan Perusahaan Publik wajib mempublikasikan Laporan Keberlanjutan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1).
2) Publikasi Laporan Keberlanjutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib
dilakukan melalui situs web LJK, Emiten, dan Perusahaan Publik paling lambat pada
tanggal 30 April tahun berikutnya.
Pasal 13 :
1) LJK yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), Pasal 3
sampai dengan Pasal 7, Pasal 8 ayat (1), Pasal 10, dan/atau Pasal 12 dikenakan
sanksi administratif berupa teguran atau peringatan tertulis.
2) Emiten yang bukan merupakan LJK dan Perusahaan Publik yang bukan merupakan
LJK yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), Pasal
10, dan/atau Pasal 12 dikenakan sanksi administratif berupa teguran atau peringatan
tertulis.
DEFINISI
Diatur lebih lanjut melalui SE OJK No. 16 /SEOJK.04/2021 tentang bentuk dan isi
laporan tahunan emiten atau perusahaan publik. Laporan Tahunan adalah laporan
pertanggungjawaban Direksi dan Dewan Komisaris dalam melakukan pengurusan dan
pengawasan terhadap Emiten atau Perusahaan Publik dalam kurun waktu 1 (satu) tahun buku
kepada Rapat Umum Pemegang Saham yang disusun berdasarkan ketentuan dalam Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan ini.
PENYAMPAIAN LAPORAN
Emiten atau Perusahaan Publik wajib menyampaikan Laporan Tahunan kepada
Otoritas Jasa Keuangan paling lambat pada akhir bulan keempat setelah tahun buku berakhir.
Dalam hal Laporan Tahunan telah tersedia bagi pemegang saham sebelum jangka waktu
penyampaian Laporan Tahunan, Laporan Tahunan wajib disampaikan kepada Otoritas Jasa
Keuangan pada tanggal yang sama dengan tersedianya Laporan Tahunan bagi pemegang
saham. Dalam hal Emiten atau Perusahaan Publik memperoleh pernyataan efektif untuk
pertama kali dalam periode setelah tahun buku berakhir sampai dengan batas waktu
penyampaian Laporan Tahunan. Emiten atau Perusahaan Publik wajib menyampaikan
laporan tahunan kepada Otoritas Jasa Keuangan paling lambat pada tanggal pemanggilan
RUPS tahunan (jika ada). Laporan tahunan yang disampaikan kepada Otoritas Jasa
Keuangan, dapat tidak mengikuti ketentuan bentuk dan isi Laporan Tahunan. Kewajiban
penyampaian Laporan Tahunan tidak berlaku bagi Emiten yang hanya menerbitkan Efek
bersifat utang dan/atau Sukuk yang telah menyelesaikan seluruh kewajiban kepada pemegang
Efek.
KETENTUAN SANKSI
Dengan tidak mengurangi ketentuan pidana di bidang Pasar Modal, Otoritas Jasa
Keuangan berwenang mengenakan sanksi administratif terhadap setiap pihak yang melanggar
ketentuan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini, termasuk pihak yang menyebabkan
terjadinya pelanggaran ketentuan tersebut, berupa:
● peringatan tertulis;
● denda yaitu kewajiban untuk membayar sejumlah uang tertentu;
● pembatasan kegiatan usaha;
● pembekuan kegiatan usaha;
● pencabutan izin usaha;
● pembatalan persetujuan; dan
● pembatalan pendaftaran.
Informasi yang diungkapkan dalam bagian tanggung jawab sosial dan lingkungan
merupakan Laporan Keberlanjutan (Sustainability Report) sebagaimana dimaksud dalam
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 51/POJK.03/2017 tentang Penerapan Keuangan
Berkelanjutan bagi Lembaga Jasa Keuangan, Emiten, dan Perusahaan Publik, paling sedikit
memuat:
1. penjelasan strategi keberlanjutan
2. ikhtisar aspek keberlanjutan (ekonomi, sosial, dan lingkungan hidup)
3. profil singkat Emiten atau Perusahaan Publik
4. penjelasan Direksi
5. tata kelola keberlanjutan
6. kinerja keberlanjutan
7. verifikasi tertulis dari pihak independen, jika ada
8. lembar umpan balik (feedback) untuk pembaca, jika ada
9. tanggapan Emiten atau Perusahaan Publik terhadap umpan balik laporan tahun
sebelumnya
Informasi Laporan Keberlanjutan (Sustainability Report) dapat:
1. Diungkapkan pada bagian lain yang relevan di luar bagian tanggung jawab sosial dan
lingkungan, seperti penjelasan Direksi terkait Laporan Keberlanjutan diungkapkan
dalam bagian terkait Laporan Direksi.
10
2. Merujuk pada bagian lain di luar bagian tanggung jawab sosial dan lingkungan dengan
tetap mengacu pada Pedoman Teknis Penyusunan Laporan Keberlanjutan
(Sustainability Report) Bagi Emiten dan Perusahaan Publik seperti profil Emiten atau
Perusahaan Publik.
Dalam hal Laporan Keberlanjutan disajikan secara terpisah dengan Laporan Tahunan,
maka dalam bagian tanggung jawab sosial dan lingkungan memuat informasi bahwa
informasi mengenai tanggung jawab sosial dan lingkungan telah diungkapkan dalam Laporan
Keberlanjutan yang disajikan secara terpisah dari Laporan Tahunan.
Penyampaian Laporan Keberlanjutan (Sustainability Report) yang disajikan secara
terpisah dengan Laporan Tahunan harus disampaikan bersamaan dengan penyampaian
Laporan Tahunan.
PT Vale Indonesia didirikan berdasarkan Akta No. 49 tanggal 25 Juli 1968 yang
dibuat di Notaris Eliza Pondaag, notaris publik di Jakarta. Anggaran Dasar Perseroan
disetujui Menteri Kehakiman Republik Indonesia dalam Surat Keputusan No. J.A.5/59/18
tanggal 26 Juli 1968 dan diumumkan dalam Tambahan No. 93 Berita Negara Republik
Indonesia No. 62 tanggal 2 Agustus 1968. PT Vale (yang saat itu bernama PT International
Nickel Indonesia) didirikan pada bulan Juli 1968. Kemudian di tahun tersebut PT Vale dan
Pemerintah Indonesia menandatangani Kontrak Karya (KK) yang merupakan lisensi dari
Pemerintah Indonesia untuk melakukan eksplorasi, penambangan dan pengolahan bijih nikel.
Sejak saat itu PT Vale memulai pembangunan smelter Sorowako, Kabupaten Luwu Timur,
Sulawesi Selatan.
Anggaran Dasar Perseroan telah beberapa kali mengalami perubahan dan terakhir
diubah dengan Akta No.121 tanggal 29 Juni 2015, yang dibuat di hadapan Notaris Leolin
Jayayanti S.H., notaris publik di Jakarta, tentang Perubahan Anggaran Dasar Perseroan yang
telah disetujui dalam Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (“RUPS Luar Biasa”) pada
tanggal 29 Juni 2015. Perubahan ini telah memperoleh persetujuan dari Menteri Hukum dan
Hak Asasi Manusia Republik Indonesia dalam Surat Keputusan No.
AHU-0938647.AH.01.02 Tahun 2015 tanggal 3 Juli 2015 dan telah memperoleh penerimaan
pemberitahuan dari Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia dalam Surat
Keputusan No. AHU-AH.01.03-0948078 Tahun 2015 tanggal 3 Juli 2015.
Pada bulan Oktober 2014, PT Vale dan Pemerintah Indonesia mencapai kesepakatan
setelah renegosiasi KK dan berubahnya beberapa ketentuan di dalamnya termasuk pelepasan
areal KK menjadi seluas hampir 118.435 hektar. Ini berarti luasan areal KK telah berkurang
hingga hanya 1,8% dari luasan awal yang diberikan oleh Pemerintah Indonesia pada saat
penandatanganan KK tahun 1968 seluas 6,6 juta hektar di bagian timur dan tenggara
Sulawesi akibat serangkaian pelepasan areal KK.
PT Vale Indonesia menambang nikel laterit untuk menghasilkan produk akhir berupa
nikel dalam matte. Rata-rata volume produksi nikel per tahun mencapai 75.000 metrik ton.
Dalam memproduksi nikel di Blok Sorowako, PT Vale Indonesia menggunakan teknologi
pyrometalurgi (meleburkan bijih nikel laterit).
11
Perseroan juga melanjutkan rencana pembangunan pabrik pengolahan nikel beserta
fasilitas pendukungnya di Sambalagi, Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah dan di
Pomalaa, Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara. Proyek di Bahodopi direncanakan untuk
membangun pabrik pengolahan untuk memproses bijih saprolit dan menghasilkan feronikel
yang merupakan bahan utama dalam pembuatan baja nirkarat. Untuk Pomalaa, proyek yang
saat ini dikembangkan adalah untuk memproses bijih nikel limonit dengan menggunakan
teknologi HPAL (High Pressure Acid Leaching) untuk menghasilkan produk yang dapat
diolah menjadi bahan utama baterai mobil listrik.
Berdasarkan Sustainability Report 2021 yang telah dirilis oleh PT Vale Indonesia
untuk secara proaktif melibatkan pemangku kepentingan secara berkelanjutan terkait
tantangan pembangunan dan peluang secara terbuka dan transparan. Perusahaan juga
melaporkan secara efektif dan verifikasi secara independen kemajuan dan kinerja. Dalam
Sustainability Report tersebut pun PT Vale Indonesia mengambil masukan dari pemangku
kepentingan untuk memperbaiki dan meningkatkan kinerja perusahaan terkait Sustainability
Report.
12
G20/OECD Corporate Governance Principle 4 menyatakan kerangka tata kelola
perusahaan harus mengakui hak-hak dari pemangku kepentingan yang ditetapkan dengan
undang-undang atau melalui kesepakatan bersama, mendorong kerjasama aktif antara
korporasi dan pemangku kepentingan, serta dalam menciptakan kekayaan, pekerjaan, dan
keberlanjutan keuangan yang sehat perusahaan. Pemegang saham, karyawan dan pemangku
kepentingan lainnya dapat dengan bebas mengkomunikasikan keprihatinan mereka tentang
praktik ilegal atau tidak etis untuk Board Management, dan hak-haknya tidak akan
dikompromikan untuk melakukan hal ini. Oleh karena itu PT Vale Indonesia telah memenuhi
standar G20/OECD Corporate Governance Principle 4 karena telah mengakui hak pemangku
kepentingan dan mendorong kerjasama aktif.
Jika dibandingkan dengan kondisi riil dari operasional PT Vale Indonesia, setidaknya
ada tiga gubernur dari wilayah Sulawesi (Sulawesi Selatan, Sulawesi tenggara, dan Sulawesi
Tengah) yang menyatakan tidak setuju terhadap perpanjangan kontrak karya PT Vale
Indonesia Tbk yang telah beroperasi lebih dari 50 tahun di wilayah Sulawesi. Hal ini
dikarenakan isu kerusakan lingkungan menjadi salah satu yang dipersoalkan kalangan
masyarakat lokal karena kerusakan lingkungan itu dianggap sudah masuk kategori parah.
Laporan yang diterima Komisi VII telah ditemukan limbah sulfur yang masuk dalam kategori
limbah berbahaya dan beracun (B3), dan diduga mencemari ekosistem pesisir Pulau Mori.
Masyarakat lokal meyakini bahwa limbah tersebut diduga berasal dari aktivitas tambang dan
industri PT Vale Indonesia. Hal ini tidak mengikuti hak dan peran stakeholders dalam
G20/OECD Corporate Governance Principle 4 karena tidak ada kesepakatan bersama seperti
yang dijelaskan di Sustainability Report. Permasalahan terkait masalah lingkungan ini tidak
dilaporkan dalam laporan apapun, Annual Report maupun siaran pers website PT Vale
Indonesia.
PT Vale Indonesia menjelaskan pendekatan khusus untuk pemangku kepentingan
berupa perjanjian kerjasama berupa tidak mempekerjakan karyawan anak atau pekerja yang
dipaksa. Selama tahun 2021 tidak ada praktik diskriminatif terhadap karyawan. Peraturan
pegawai asing tidak tercakup oleh PKB tetapi oleh buku manajemen senior. PT Vale
13
Indonesia juga mengevaluasi penilaian pemasok/kontraktor. Selama pelaporan periode, PT
Vale memiliki kebijakan kebebasan berserikat. Berdasarkan hal tersebut, PT Vale Indonesia
menggunakan UU Ketenagakerjaan seperti UU No. 13 of 2003 tentang Ketenagakerjaan dan
UU no. 11 of 2020 tentang Cipta Kerja untuk memastikan semua pemangku kepentingan
terlindungi. Oleh karena itu PT Vale Indonesia telah memenuhi hukum yang menunjang
keberlanjutan dalam melindungi pemangku kepentingan.
14
dimana sesuai laporan keberlanjutan Tahun 2021, Tingkat kecelakaan kerja di PT Vale
Indonesia mengalami peningkatan dari tahun 2020 ke 2021 yaitu 0,51% menjadi 0,70%.
Terlepas dari dampak negatif operasional perusahaan pada sosial dan lingkungan,
perusahaan juga memberikan dampak positif sebagai upaya tanggung jawab sosial. Dari sisi
lingkungan, PT Vale Indonesia melakukan rehabilitasi lahan bekas area tambang dimana
terdapat peningkatan luasan rehabilitasi tiap tahunnya meskipun areal luasan lahan yang
belum direhabilitasi juga meningkat. Selain itu, volume penggunaan bahan bakar (HSD &
HSfO) dalam kegiatan operasional juga mengalami penurunan dari 285 juta liter di tahun
2020 menjadi 274 juta liter di tahun 2021. Perusahaan berusaha mengurangi penggunaan
BBM dan mulai meningkatkan penggunaan bahan bakar nabati (BBN) yang lebih ramah
lingkungan.
Sesuai laporan keberlanjutan tahun 2021, untuk aspek sosial perusahaan membuat
program Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat Pengembangan Kawasan Perdesaan
Mandiri (PKPM) untuk memberikan kontribusi ke masyarakat sekitar terutama yang
terdampak operasional perusahaan. Perusahaan juga secara berkala melakukan perbaikan dan
penataan akses jalan di sekitar wilayah terdampak operasi perusahaan. Selain itu, perusahaan
juga terlibat dalam pendampingan UKM dan penguatan kapasitas pelaku UMKM serta turut
berkontribusi dalam peningkatan kesehatan masyarakat wilayah sekitar operasional tambang
melalui layanan kesehatan di RS INCO.
Secara umum, PT Vale Indonesia telah melakukan pengungkapan atas program TJSL
yang dilakukan perusahaan terutama program yang mendorong kemandirian dan
pemberdayaan masyarakat sekitar. Selain itu, dalam laporan berkelanjutannya disebutkan
bahwa perusahaan melakukan beragam upaya untuk mengurangi dan mengelola hal-hal yang
berdampak negatif ke lingkungan yang diakibatkan kegiatan operasionalnya. Beberapa
diantaranya adalah penggunaan energi terbarukan dan mengurangi konsumsi energi bahan
bakar minyak, mengurangi intensitas konsumsi air dalam produksi, serta melakukan
rehabilitasi terhadap lingkungan pasca tambang.
Meskipun hal tersebut sudah sesuai dengan pedoman KNKG Prinsip 8 dan SE OJK
Nomor 16/SEOJK.04/2021, tingkat emisi yang ditimbulkan dari operasi perusahaan masih
cukup tinggi sehingga berdampak pada lingkungan sekitar. Selain emisi, apabila dicermati
dalam laporan keberlanjutan tahun 2021 peningkatan akumulasi luasan lahan yang terdampak
operasi lebih tinggi ketimbang peningkatan rehabilitasi lahan yang dilakukan oleh
perusahaan. Tak kalah penting, PT Vale indonesia seringkali terlibat permasalahan dengan
masyarakat sekitar terkait isu lahan ataupun dampak operasional perusahaan. Hal ini
menunjukkan perlu adanya perbaikan dalam kebijakan dan strategi keberlanjutan perusahaan
sehingga dapat lebih melindungi masyarakat sekitar sebagai salah satu stakeholder penting
perusahaan dari dampak negatif kegiatan operasional.
B. Sustainability Concept
Pada pelaksanaan Konsep Keberlanjutan terdapat pedoman dan peraturan yang harus diikuti
oleh perusahaan yakni pada prinsip 8 PUGKI 2021 tentang Integrasi Keberlanjutan dalam
Model Bisnis dan POJK Nomor 51/POJK.03/2017 Tahun 2017 tentang Penerapan Keuangan
Berkelanjutan bagi Lembaga Jasa Keuangan, Emiten, dan Perusahaan Publik. Jika ditinjau
15
dari ketaatan pada POJK Nomor 51/POJK.03/2017 maka kinerja keberlanjutan PT Vale
Indonesia dapat diuraikan sebagai berikut :
Sesuai dengan pasal Pasal 2 mewajibkan perusahaan untuk menerapkan Keuangan
Berkelanjutan dalam kegiatan usaha LJK, Emiten, dan Perusahaan Publik yang berisi tentang
prinsip investasi bertanggung jawab, strategi dan praktik bisnis berkelanjutan;, prinsip
pengelolaan risiko sosial dan lingkungan Hidup, tata kelola, prinsip komunikasi yang
informatif, inklusif, prinsip pengembangan sektor unggulan prioritas dan prinsip koordinasi
dan kolaborasi. Jika dilihat dari laporan keberlanjutannya, PT Vale Indonesia telah menyusun
strategi keberlanjutannya sebagai berikut :
selain itu PT Vale Global juga sudah memiliki strategi atas komitmen keberlanjutan :
Dengan demikian, jika hanya ditinjau dari laporan keberlanjutannya. PT Vale Indonesia
sudah memenuhi ketentuan Pasal 2 POJK. Namun demikian, kondisi di lapangan ternyata
terjadi perbedaan yang cukup signifikan beberapa masalah terjadi antara PT Vale Indonesia
dan Stakeholdernya. Meninjau dari rilis media massa berikut :
https://regional.kompas.com/read/2022/11/15/14482911/menimbang-keberadaan-pt-vale-indo
nesia?page=all
https://www.cnbcindonesia.com/news/20220908151657-4-370419/gubernur-sulsel-vale-cuma
-bayar-sewa-lahan-rp60-ribu-hektare
16
https://nasional.tempo.co/read/1670639/pt-vale-indonesia-bantah-serobot-lahan-di-luwu-timu
r
Masalah Keberlanjutan terkait Pencemaran Lingkungan : Isu kerusakan lingkungan
menjadi salah satu yang dipersoalkan kalangan masyarakat lokal terhadap keberadaan PT
Vale Indonesia. Bahkan beberapa LSM lingkungan seperti Lembaga Wahana Lingkungan
Hidup (Walhi) Sulawesi Selatan pernah mendesak manajemen PT Vale Indonesia
menghentikan sementara eksploitasi produksi nikel. Karena sudah mencemari lingkungan di
pesisir Pulau Mori, Desa Harapan, Kabupaten Luwu Timur. Kerusakan lingkungan itu
dianggap sudah masuk kategori parah. Laporan yang diterima Komisi VII telah ditemukan
limbah sulfur yang masuk dalam kategori limbah berbahaya dan beracun (B3), dan diduga
mencemari ekosistem pesisir Pulau Mori. Masyarakat lokal meyakini bahwa limbah tersebut
diduga berasal dari aktivitas tambang dan industri PT Vale Indonesia. Kemudian Data Walhi,
tahun 2014 menemukan bahwa PT Vale Indonesia diduga mencemari laut Lampia akibat
tumpahan minyak menutupi kawasan itu. Kemudian tahun 2018, kondisi dan kualitas
lingkungan Danau Mahalona juga menurun drastis akibat sedimentasi tanah bekas
penambangan. Pencemaran ini sangat berbahaya bagi keberlangsungan biota perairan,
kesehatan, dan mata pencaharian
masyarakat.
Kondisi tersebut menunjukkan
bahwa meskipun dalam laporan
keberlanjutan PT Vale Indonesia telah
menyatakan memiliki strategi
keberlanjutan dalam hal Perlindungan
dan Pengelolaan Lingkungan dimana
salah satunya menyebutkan bahwa
perusahaan (1) Melaksanakan
pengurangan dan pemanfaatan limbah.
(2) Melaksanakan efisiensi air dan
pengurangan beban pencemaran serta (3)
Melaksanakan sistem management
lingkungan secara konsisten. Namun,
kondisi dilapangan justru menunjukkan
hal yang sebaliknya yakni pencemaran
terjadi dimana-mana dan merugikan
masyarakat. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa strategi perlindungan dan pengelolaan
lingkungan tidak diimplementasikan dengan benar. Dengan demikian, secara substantif
sebenarnya PT Vale Indonesia melanggar ketentuan pada Pasal 2 POJK Nomor
51/POJK.03/2017 terkait penerapan prinsip pengelolaan risiko sosial dan lingkungan hidup.
Kemudian jika dilihat lebih jauh lagi, terjadinya aduan dari masyarakat hingga LSM
yang mencoba untuk menghentikan kegiatan operasional perusahaan, membuktikan bahwa
Direksi PT Vale Indonesia kurang menjalin komunikasi kepada stakeholdernya Fakta tersebut
juga menunjukkan bahwa perusahaan tidak mengikuti pedoman PUGKI-2021 Prinsip ke 8
terkait Integrasi Keberlanjutan dalam Model Bisnis dimana terdapat dua point pedoman yang
menjelaskan (1) Direksi memastikan bahwa strategi, prioritas dan target keberlanjutan
17
korporasi serta kinerja terhadap target ini dikomunikasikan kepada para pemangku
kepentingan. dan (2) Direksi dan Dewan Komisaris senantiasa mengikuti dan memahami
masalah keberlanjutan yang relevan bagi korporasi dan bisnisnya. Pedoman dijelaskan bahwa
Direksi dan Komisaris diharapkan selalu mengkomunikasikan strategi keberlanjutan dan jika
ada masalah harus mengikuti dan memahami permasalahannya. Dengan ditunjukkan adanya
protes keras dan demo dari LSM untuk menghentikan kegiatan operasional berarti direksi
kurang tanggap menghadapi masalah keberlanjutan.
Masalah Keberlanjutan terkait Kondisi Ekonomi : Terkait isu pemanfaatan Sumber daya
Manusia (SDM) lokal. Kontribusi PT Vale Indonesia dalam penyerapan tenaga kerja bagi
putra-putri daerah tak lepas dari gugatan. Walau harus diakui bahwa berdasarkan data, sudah
hampir 80 persen karyawan perusahaan PT Vale Indonesia berasal dari daerah. Bahkan
18
hampir seluruh tenaga teknis
pertambangan ialah putra-putri daerah
di Luwu Timur. Namun sayangnya,
selama lebih 50 tahun beroperasi, PT
Vale Indonesia masih belum mampu
memberdayakan putra putri daerah di
jajaran strategis, seperti direksi
maupun komisaris. Jika dilihat lebih
jauh perusahaan sebenarnya sudah
sangat memberdayakan masyarakat
lokal, yang ditunjukkan pada tabel terkait komposisi tenaga kerja, dimana jumlah pekerja
lokal terus meningkat persentasenya tiap tahun. Namun demikian memang dalam laporan
keberlanjutan belum diungkapkan pada posisi apa saja tenaga kerja lokal tersebut bekerja di
perusahaan.
Dari sudut pandang governance, sebenarnya PT Vale Indonesia telah menerapkan
prinsip inklusif, koordinasi dan kolaborasi (pasal 2 pada POJK 51 Tahun 2017) melalui
program Membangun Lingkungan Kerja Transparan dan Saling Menghormati dengan
memberikan Keberagaman dan Kesetaraan. PT Vale Indonesia juga tidak hanya
mempekerjakan tenaga kerja lokal sebagai buruh tetapi juga sebagai staf perusahaan dan
kontraktor. Pada akhir tahun 2021 jumlah karyawan lokal terdapat ada 2.570 orang, atau
86,6% dari total karyawan PT Vale dan sebanyak 51,8% sebagai staf senior. Selain karyawan
PT Vale, terdapat pekerja lain, yakni pekerja kontraktor/pemasok dengan mayoritas adalah
penduduk lokal. Komposisi mitra kerja lokal ini sejalan dengan kebijakan kami untuk
mendorong kontraktor/pemasok mempekerjakan penduduk lokal. Namun demikian, jika
dilihat dari sisi Pedoman PUGKI prinsip 8 pada bagian perlindungan terhadap pemangku
kepentingan terkait posisi manajerial dalam korporasi, Direksi mempertimbangkan unsur
keberagaman, nondiskriminatif dan memberikan kesempatan yang sama kepada semua calon
tanpa membedakan suku, agama, ras, golongan, dan gender. Kebijakan keberagaman tersebut
disertai dengan tujuan yang terukur. Direksi perlu menjelaskan lebih lanjut kepada
masyarakat terkait seleksi terbuka pada jabatan direksi maupun komisaris sehingga jika
memang tidak ada tenaga kerja lokal yang menempati posisi tersebut setidaknya mereka tahu
bahwa itu bukan soal diskriminasi tetapi soal hasil seleksi. Kesalahpahaman seperti ini bisa
terjadi jika perusahaan tidak melakukan komunikasi yang baik dengan pemangku
kepentingan (Prinsip Komunikasi informasi, Pasal 2 POJK 51 Tahun 2017).
19
yakni suku To Karun Si’E, To Padoe, To Tambee, To Konde, To Timampu’u, To Pekaloa, To
Turea, To Beau, To Weula, dan To Taipa.
Jika melihat dari laporan tahunan PT Vale Indonesia Tahun 2021,menunjukkan bahwa
tanggung jawab sosial perusahaan terhadap sosial dan kemasyarakatan hanya dijelaskan
dalam bentuk program dan lokasinya saja tetapi tidak dijelaskan atau di breakdown dalam
bentuk penjelasan detail alokasi dana yang digunakan. Dengan demikian, melihat adanya
polemik terkait hal dana CSR di masyarakat, menunjukkan bahwa PT Vale Indonesia perlu
untuk memberikan Disclosure terkait alokasi dana CSR dan mengkomunikasikannya kepada
masyarakat di daerah tersebut. Ini juga dilakukan sebagai bentuk pelaksanaan prinsip
komunikasi yang informatif yang termasuk dalam salah satu prinsip yang dilakukan dalam
strategi berkelanjutan. (Pasal 2 POJK 51 Tahun 2017).
PT Vale Indonesia, memberikan akses kepada masyarakat untuk pengaduan melalui sistem
SDI. Selain itu, perusahaan juga telah menunjukkan bahwa beberapa permasalahan dengan
masyarakat juga telah ditindaklanjuti melalui berbagai kegiatan mediasi. Dengan demikian,
perusahaan sebenarnya sudah memiliki alat dan sistem dalam menangani pengaduan dengan
demikian tata kelola terkait penanganan aduan dianggap sudah cukup baik. Namun demikian,
melihat masih adanya berbagai polemik, menunjukkan bahwa masyarakat adat belum
mengetahui info terkait sistem aduan ini, sehingga perusahaan perlu mensosialisasikan sistem
ini lebih lanjut. Selain itu, respon tindak lanjut yang lebih cepat juga diperlukan agar polemik
yang bisa menurunkan value perusahaan segera hilang. Ini merupakan kewajiban direksi
sesuai dengan PUGKI Prinsip 8 yang menyatakan bahwa Direksi dan Dewan Komisaris perlu
senantiasa mengikuti dan memahami masalah keberlanjutan yang relevan bagi korporasi dan
bisnisnya. Koordinasi dan Kolaborasi dengan masyarakat memang perlu dilakukan untuk
menangani ketidak sepemahaman antara perusahaan dan masyarakat, prinsip koordinasi dan
kolaborasi juga dimandatkan dalam pasal 2 POJK 51 terkait Keberlanjutan Perusahaan.
V. STAKEHOLDER ENGAGEMENT
21
(karyawan, pemimpin perusahaan, dan kontraktor) maupun stakeholder eksternal (komunitas,
Pemerintah, swasta, pengamat,masyarakat lokal).
22
- Perekrutan karyawan lokal oleh perusahaan, maupun melalui kontraktor.
- Pertemuan melalui forum Badan Kerjasama Antar Desa (BKAD) untuk membahas,
menyusun, dan evaluasi program Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat (PPM).
Dalam pemenuhan tanggung jawab sosial dan lingkungan (TJSL), Direksi PT Vale
mendelegasikan kewenangan kepada Departemen External Relation and Corporate Affairs
dalam melakukan konsultasi dan komunikasi dengan pemangku kepentingan. Divisi yang
menjalankan tugas untuk berkomunikasi dengan stakeholder dalam rangka meningkatkan
stakeholder engagement yaitu Divisi Stakeholder Relations yang memiliki fungsi
membangun hubungan baik dengan pemangku kepentingan serta mendorong penyelesaian
keluhan terkait dampak operasi PT Vale, dan pemberdayaan masyarakat melalui mekanisme
penyelesaian masalah terpadu. Hal ini telah sesuai dengan (PUG-KI) 2021 Prinsip ke 8
tentang Pemangku Kepentingan Lainnya bahwa korporasi menyediakan saluran yang dapat
digunakan para pemangku kepentingan kunci (misalnya pelanggan, pemasok, masyarakat
umum, dll.) untuk menyampaikan pendapat dan masukan, menyuarakan keluhan dan/atau
pengaduan mereka atas kemungkinan pelanggaran hak-hak mereka.
23
Pendekatan ini juga digunakan dalam diskusi yang difasilitasi oleh pihak independen,
bertindak sebagai tim ahli. Diskusi membahas dampak aktual dan potensial, baik positif
maupun negatif dari kegiatan Perseroan serta analisis pengaruhnya.
VI. KESIMPULAN
Secara umum, PT Vale Indonesia melalui Sustainability Report tahun 2021 telah
memenuhi best practice serta peraturan perundang-undangan yang berlaku terkait dengan
kepentingan stakeholder terutama terkait dengan keberlanjutan perusahaan. Sebagaimana
tertuang pada G20/OECD Corporate Governance Principle 4, PT Vale Indonesia telah
mengakui hak pemangku kepentingan dan mendorong kerja sama aktif serta korporasi telah
menghimpun masukan dari pemangku kepentingan untuk melakukan perbaikan dan
peningkatan kinerja perusahaan. Namun pada praktiknya masih terdapat permasalahan seperti
adanya isu kerusakan lingkungan yang diduga berasal dari aktivitas tambang dan industri PT
Vale Indonesia hingga berujung pada pernyataan tidak setuju terhadap perpanjangan kontrak
karya PT Vale Indonesia oleh tiga gubernur di wilayah Sulawesi. Sehingga PT Vale Indonesia
perlu mengimplementasikan kesepakatan bersama sesuai dengan yang diungkapkan pada
Sustainability Report tahun 2021.
Pengungkapan atas program Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan telah dilakukan
PT Vale Indonesia, terutama program yang mendorong kemandirian dan pemberdayaan
masyarakat sekitar. Hal tersebut sesuai dengan pedoman KNKG Prinsip 8 dan SE OJK
Nomor 26/SEOJK.04/2021, namun tingkat emisi yang ditimbulkan dari operasi perusahaan
masih cukup tinggi sehingga berdampak pada lingkungan sekitar. Selain itu, peningkatan
akumulasi luasan lahan yang terdampak operasi lebih tinggi dibandingkan dengan
peningkatan rehabilitasi lahan yang dilakukan oleh perusahaan. Sehingga perlu adanya
25
perbaikan dalam kebijakan dan strategi keberlanjutan perusahaan sehingga dapat lebih
melindungi masyarakat sekitar sebagai salah satu stakeholder penting perusahaan dari
dampak negatif kegiatan operasional.
26
REFERENSI
● OECD (2015) PRINCIPLE 2 : Hak dan Perlakuan yang Adil dari Pemegang Saham
dan Fungsi Kepemilikan Utama
● OECD (2015) PRINCIPLE 3 : Investor Institusional, Pasar Saham, dan Perantara
lainnya
● KNKG : PEDOMAN UMUM GOVERNANSI KORPORAT INDONESIA (PUG-KI)
2021 pada Prinsip ke 7 tentang Perlindungan terhadap Hak-Hak Pemegang Saham
● Mallin : Chapter 4 “Stakeholder”
● POJK No.15/POJK.04/2020 tentang Rencana dan Penyelenggaraan Rapat Umum
Pemegang Saham Perusahaan Terbuka
● UU NO. 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBUKA Kutipan terkait
RUPS, Aksi Pasar Modal dan Benturan Kepentingan
● POJK No. 42 /POJK.04/2020 tentang Transaksi Afiliasi dan Transaksi Benturan
Kepentingan
● POJK No. 22 /POJK.04/2021 Tentang Penerapan Klasifikasi Saham Dengan Hak
Suara Multipel Oleh Emiten Dengan Inovasi Dan Tingkat Pertumbuhan Tinggi Yang
Melakukan Penawaran Umum Efek Bersifat Ekuitas Berupa Saham.
● Annual Report Tahun 2021 PT Vale Indonesia Tbk.
● Sustainability Report Tahun 2021 PT Vale Indonesia Tbk.
27