Anda di halaman 1dari 22

MODUL PERKULIAHAN

Psikologi
Kepribadian II
Gestalt Psychology : Max
Wertheimer, Kurt Goldstein, &
Frederick Perls

Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh


Psikologi Psikologi 61018 Yenny, M.Psi.

08

Abstract Kompetensi
Psikologi Gestalt mempelajari suatu Mahasiswa mengetahui dan mampu
gejala sebagai suatu keseluruhan atau menjelaskan mengenai :
totalitas, data-data dalam psikologi • Riwayat hidup para tokoh
Gestalt disebut sebagai phenomena • Konsep kepribadian menurut para
(gejala) tokoh
• Tahap perkembangan dan dinamika
kepribadian manusia berdasarkan
teori yang dikemukakan para tokoh
• Kelebihan dan kritik terhadap teori
yang dikemukakan para tokoh
Gestalt Psychology
10.1 Max Wertheimer

10.2 Kurt Goldstein


10.2.1 Riwayat Hidup
10.2.2 Struktur Organisme
10.2.3 Dinamika Organisme
10.2.3.1 Ekualisasi
10.2.3.2 Aktualisasi-Diri
10.2.3.3 “Penyesuaian” dengan Lingkungan
10.2.4 Perkembangan Organisme

10.3 Frederick Perls


10.3.1 Pengantar
10.3.2 Konsep-konsep Utama
10.3.2.1 Pandangan tentang Sifat Manusia
10.3.2.2 Saat Sekarang
10.3.2.3 Urusan yang Tak Selesai
10.3.3 Proses Terapeutik
10.3.3.1 Tujuan-tujuan Terapi
10.3.3.2 Fungsi dan Peran Terapis
10.3.3.3 Pengalaman klien dalam terapi
10.3.3.4 Hubungan antara Terapis dan Klien
10.3.4 Evaluasi

2015 Psikologi Kepribadian II Pusat Bahan Ajar dan eLearning


2 Yenny, M.Psi. http://www.mercubuana.ac.id
10.1 Max Wertheimer

Max Wertheimer dilahirkan di Praha, Jerman pada tanggal 15 April 1880 dan wafat pada
tanggal 12 Oktober 1943 di New York. Max Wertheimer dianggap sebagai pendiri psikologi
Gestalt bersama-sama dengan Wolfgang Kohler dan Kurt Koffka. Setelah tamat sekolah
Gymnasium di Praha, ia belajar hukum selama dua tahun, akan tetapi kemudian
meninggalkan studi ini dan lebih menyukai filsafat. Ia lalu belajar di Universitas Praha, Berlin
dan Wurzburg tempat ia memperoleh gelar Ph.D. di bidang psikologi di bawah bimbingan
Oswald Kulpe. Antara tahun 1910-1916, ia bekerja di Universitas Frankfurt di mana ia
bertemu dengan rekan-rekan pendiri aliran Gestalt yaitu, Wolfgang Kohler dan Kurt Koffka.
Dia kemudian diangkat menjadi profesor dan sempat bekerja di beberapa universitas di
Jerman sebelum hijrah ke Amerika Serikat karena terjadi perang di benua Eropa pada tahun
1934. Dia kemudian bergaul dengan tokoh-tokoh New School for Social Research di New
York City sampai akhir hayatnya.

Konsep pentingnya : Phi phenomenon, yaitu bergeraknya objek statis menjadi rangkaian
gerakan yang dinamis setelah dimunculkan dalam waktu singkat dan dengan demikian
memungkinkan manusia melakukan interpretasi. Wertheimer menunjuk pada proses
interpretasi dari sensasi objektif yang kita terima. Proses ini terjadi di otak dan sama sekali
bukan proses fisik tetapi proses mental sehingga diambil kesimpulan ia menentang
pendapat Wundt.

Pada tahun 1910, ketika berusia 30 tahun, Max memperlihatkan ketertarikannya untuk
meneliti tentang persepsi setelah ia melihat sebuah alat yang disebut “stroboscope” (benda
berbentuk kotak yang diberi alat untuk melihat ke dalam kotak tersebut) di toko mainan
anak-anak. Di dalam kotak terdapat dua buah garis yang satu melintang dan yang satu
tegak. Kedua gambar tersebut diperlihatkan secara bergantian, dimulai dari garis yang
melintang kemudian garis yang tegak, dan diperlihatkan secara terus menerus. Kesan yang
muncul adalah garis tersebut bergerak dari tegak ke melintang. Gerakan ini merupakan
gerakan yang semu karena sesungguhnya garis tersebut tidak bergerak melainkan
dimunculkan secara bergantian. Setelah melakukan beberapa penelitian dengan alat
tersebut, dia mengembangkan teori tentang persepsi yang sering disebut dengan teori
Gestalt.

Dalam bukunya yang berjudul “Investigation of Gestalt Theory” (1923), Wertheimer


mengemukakan hukum-hukum Gestalt sebagai berikut :

2015 Psikologi Kepribadian II Pusat Bahan Ajar dan eLearning


3 Yenny, M.Psi. http://www.mercubuana.ac.id
• Hukum Kedekatan (law of proximity) : hal-hal yang saling berdekatan dalam waktu atau
tempat cenderung dianggap sebagai suatu totalitas.
• Hukum Ketertutupan (law of closure) : hal-hal yang cenderung menutup akan
membentuk kesan totalitas tersendiri.
• Hukum Kesamaan (law of equivalence) : hal-hal yang mirip satu sama lain, cenderung
kita persepsikan sebagai suatu kelompok atau suatu totalitas.

10.2 Kurt Goldstein

10.2.1 Riwayat Hidup


Kurt Goldstein mendapatkan pendidikan dalam bidang neurologi dan psikiatri di Jerman dan
termasyhur sebagai seorang ilmuwan dan professor di bidang kedokteran sebelum pindah
ke Amerika Serikat pada tahun 1935 sesudah Nazi berkuasa. Ia lahir di Upper Silesia yang
waktu itu merupakan bagian dari Jerman tetapi kemudian bagian dari Polandia, pada
tanggal 6 November 1878, dan menggondol ijazah kedokteran dari Universitas Breslau,
Lower Silesia pada tahun 1903. Ia magang pada beberapa ilmuwan kedokteran terkemuka
selama beberapa tahun sebelum menerima tugas mengajar dan meneliti pada Rumah Sakit
Psikiatri di Koenigsberg. Selama 8 tahun dalam jabatan ini, ia melakukan banyak penelitian
dan menulis banyak makalah yang mengukuhkan reputasinya dan pada usia 36 tahun
diangkat sebagai professor dalam bidang neurologi dan psikiatri serta direktur Institut
Neurologi Universitas Frankfurt. Selama Perang Dunia I, Goldstein menjabat sebagai
direktur pada Military Hospital for Brain-Injured Soldiers dan sangat berperan dalam
pendirian suatu lembaga penelitian mengenai akibat-akibat lanjutan cedera pada otak. Di
lembaga inilah Goldstein melakukan penelitian-penelitian utama yang meletakkan dasar
bagi segi pandangan organismiknya (Gelb dan Goldstein, 1920). Pada tahun 1930 ia pergi
ke Universitas Berlin sebagai professor neurologi dan psikiatri dan juga menjabat sebagai
direktur bagian Neurologi dan Psikiatri Rumah Sakit Moabit. Ketika Hitler mengambil alih
Jerman, Goldstein dipenjarakan tetapi kemudian dibebaskan dengan syarat bahwa ia
meninggalkan Negara itu. Ia pergi ke Amsterdam di mana ia menyelesaikan bukunya yang
terpenting, Der aufbau des organismus, yang diterjemahkan ke dalam Bahasa Inggris
dengan judul, The Organism (1939). Setiba di Amerika Serikat pada tahun 1935 ia bekerja
pada Institut Psikiatri New York selama 1 tahun, kemudian menjadi kepala Laboratorium
Neurofisiologi pada Rumah Sakit Montefiore, New York City, dan professor klinis dalam
bidang neurologi pada College of Physicians and Surgeons Universitas Columbia. Selama
masa ini, ia memberikan kuliah tentang psikopatologi pada Departemen Psikologi di
Universitas Columbia dan diundang untuk memberikan kuliah-kuliah William James di

2015 Psikologi Kepribadian II Pusat Bahan Ajar dan eLearning


4 Yenny, M.Psi. http://www.mercubuana.ac.id
Universitas Harvard, yang kemudian diterbitkan dengan judul Human nature in the light of
psychopathology (1940). Selama masa perang, ia menjadi professor klinis dalam bidang
neurologi pada Tufts Medical School di Boston dan menerbitkan sebuah buku tentang
akibat-akibat lanjutan cedera otak selama perang (1942). Pada tahun 1945, ia kembali ke
New York City untuk melakukan praktik privat neuropsikiatri dan psikoterapi. Ia bergabung
dengan Universitas Columbia dan New School for Social Research, dan menjadi professor
tamu pada Universitas Brandeis sehingga seminggu sekali ia harus bolak-balik ke Waltham.
Di sana ia bergabung dengan dua teoretikus holistic lain, yakni Andras Angyal dan Abraham
Maslow. Bukunya yang terakhir adalah tentang Bahasa dan gangguan-gangguan Bahasa
(1948), suatu bidang yang telah menjadi objek penelitiannya sepanjang kehidupan
profesinya. Dalam tahun-tahun kemudian, Goldstein lebih terkenal dalam bidang
fenomenologi dan psikologi eksistensial. Ia meninggal di New York City pada tanggal 19
September 1965 dalam usia 86 tahun. Otobiografinya (1967) terbit sesudah ia meninggal.
Sebuah buku kenangan (Simme 1968) memuat bibliografi lengkap tentang tulisan-tulisan
Goldstein.

10.2.2 Struktur Organisme


Organisme terdiri dari anggota-anggota yang saling berhubungan; anggota-anggota ini tidak
terlepas dan terpisah satu sama lain kecuali dalam keadaan abnormal atau artifisial,
misalnya, keadaan sangat cemas. Organisasi pokok dari fungsi organismic adalah figure
dan latar belakang (figure and ground). Suatu figure adalah setiap proses yang muncul dan
menonjol dari suatu latar belakang. Misalnya, kalau seseorang melihat suatu objek dalam
kamar, persepsi terhadap objek itu adalah figure, sedangkan keadaan lain di dalam kamar
adalah latar belakangnya. Di bidang tindakan, figurnya adalah aktivitas pokok yang sedang
dilakukan oleh individu. Apabila orang membaca sebuah buku, maka membaca adalah
figure yang menonjol dari aktivitas-aktivitas lain, seperti memilin-milin rambut, menggigit-gigit
pensil, mendengar suara ribut lari dari kamar sebelah, dan bernapas. Figur mempunyai
batas tertentu atau garis batas yang mengelilinginya dan memisahkannya dari sekelilingnya.
Latar belakang bersifat kontinu; ia tidak hanya mengelilingi figure tetapi terus membentang
di belakangnya. Ia seperti karpet di mana diletakkan suatu benda atau seperti langit di mana
orang melihat pesawat terbang. Salah satu bagian anggota organisme bias menonjol
sebagai figure di atas latar belakang organisme secara keseluruhan dan tetap merupakan
anggota dalam struktur organisme secara keseluruhan.

Figur ditentukan oleh tugas yang dituntut oleh keadaan organisme pada sesuatu saat. Jadi,
bila organisme yang lapar dihadapkan pada tugas untuk mendapatkan makanan, maka
setiap proses yang akan membantu melakukan tugas tersebut akan muncul sebagai figure.

2015 Psikologi Kepribadian II Pusat Bahan Ajar dan eLearning


5 Yenny, M.Psi. http://www.mercubuana.ac.id
Ia bias berupa ingatan tentang tempat makanan yang pernah diperoleh di masa lampau,
persepsi tentang objek-objek makanan di lingkungan, atau suatu aktivitas yang akan
menghasilkan makanan. Akan tetapi apabila organisme harus berubah, misalnya, bila orang
yang lapar tadi menjadi ketakutan, maka suatu proses baru akan muncul sebagai figure
selaras dengan tugas untuk mengatasi ketakutan itu. Figur-figur baru muncul manakala
tugas-tugas organisme berubah.

Goldstein membedakan antara figure-figur alamiah yang secara fungsional terletak pada
latar belakang keseluruhan organisme dan figure-figur tidak alamiah yang menjadi terpisah
dari seluruh organisme dan yang latar belakangnya juga merupakan bagian yang terpisah
dari organisme. Figur-figur yang tak alamiah ini disebabkan oleh peristiwa-peristiwa
traumatic dan oleh latihan-latihan dalam keadaan-keadaan yang tidak memilih makna bagi
individu. Goldstein yakin bahwa banyak eksperimen psikologis yang dilakukan untuk meneliti
hubungan-hubungan stimulus respon yang terpisah mengandung sedikit atau bahkan tidak
ada hubungannya dengan tingkah laku wajar dari organisme dan dengan demikian kurang
memberikan pengetahuan yang berguna tentang hukum-hukum yang mengatur
berfungsinya organisme.

Goldstein menyatakan bahwa suatu bentuk adalah alamiah kalau ia mencerminkan pilihan
orang yang bersangkutan, dan jika tingkah laku yang ditimbulkannya bersifat teratur,
fleksibel, dan sesuai dengan situasi. Suatu figure bersifat tak wajar jika ia merupakan tugas
yang dipaksakan pada orang yang bersangkutan dan jika tingkah laku yang dihasilkan
bersifat kaku dan mekanis. Seseorang yang berada dalam keadaan hipnotik dan melakukan
berbagai perbuatan atas sugesti orang yang melakukan hypnosis kerapkali bertingkah laku
tak wajar karena tingkah lakunya itu dilepaskan dari kepribadiannya yang normal oleh
keadaan hypnosis. Apa yang dilakukannya itu tidak mencerminkan pilihannya, tetapi hanya
mencerminkan pilihan orang yang melakukan hypnosis, dan tingkah lakunya sering sama
sekali tidak sesuai dengan situasi. Orang menjadi otomat dan bukan seorang pribadi.
Seorang anak kecil yang menghafal kata-kata sebuah lagu dan menyanyikannya merupakan
contoh tingkah laku yang disebut oleh Goldstein sebagai figure yang tak wajar.

Meskipun Goldstein menekankan sifat fleksibel dan plastis proses-proses wajar yang
berlawanan dengan sifat kaku proses-proses yang tak wajar, namun ia mengakui bahwa
aktivitas-aktivitas yang disenangi bias menjadi tetap konstan selama hidup tanpa kehilangan
hubungannya yang erat dengan organisme seluruhnya. Sifat-sifat dan kebiasaan-kebiasaan
tidak perlu terlepas dan terpisah dari keseluruhan di mana sifat-sifat dan kebiasaan-
kebiasaan itu sudah melekat. Sesungguhnya, Goldstein menunjukkan banyak konstansi

2015 Psikologi Kepribadian II Pusat Bahan Ajar dan eLearning


6 Yenny, M.Psi. http://www.mercubuana.ac.id
pada organisme, seperti ambang kesadaran, kegiatan motoric, sifat intelektual, faktor
emosional dan sebagainya. Hal-hal yang konstan ini dibawa sejak lahir dan berfungsi
sebagai alat seleksi untuk tingkah laku. Akan tetapi hal-hal yang konstan itu sampai taraf
tertentu juga dibentuk dan diubah oleh pengalaman dan pendidikan, sehingga manifestasi
konkretnya selalu menunjukkan pengaruh kebudayaan di mana orang itu dibesarkan.

Goldstein mengemukakan bahwa ada tiga macam tingkah laku yang berbeda : perbuatan,
yakni aktivitas-aktivitas yang dilakukan dengan sengaja dan sadar; sikap yang mencakup
perasaan, suasana hati dan pengalaman batin lainnya; dan proses, yakni fungsi jasmaniah
yang hanya dapat dialami secara tidak langsung (1939, hlm. 307).

Pembedaan structural lain yang dimanfaatkan oleh Goldstein adalah pembedaan antara
tingkah laku konkret dan tingkah laku abstrak. Tingkah laku konkret berupa reaksi terhadap
stimulus secara otomatik atau langsung, sedangkan tingkah laku abstrak berupa aksi
terhadap stimulus oleh organisme. Misalnya, dalam tingkah laku konkret orang
mempersepsikan suatu konfigurasi stimulus dan bereaksi terhadapnya sebagaimana
adanya pada waktu itu, sedangkan dalam tingkah laku abstrak, orang berpikir tentang pola
stimulus tersebut, apa artinya, bagaimana hubungannya dengan pola-pola lain, bagaimana
stimulus tersebut dapat digunakan, dan apa saja isi konseptualnya? Perbedaan antara
tingkah laku konkret dan tingkah laku abstrak merupakan perbedaan antara reaksi langsung
terhadap stimulus dan reaksi terhadap stimulus tersebut setelah dipikir.

10.2.3 Dinamika Organisme


Konsep-konsep dinamis pokok yang dikemukakan Goldstein adalah : (1) proses ekualisasi
atau pemusatan organisme, (2) aktualisasi-diri atau realisasi diri, dan (3) “penyesuaian”
dengan lingkungan.

10.2.3.1 Ekualisasi
Goldstein mempostulasikan adanya suatu sumber energy yang agak tetap dan cenderung
terbagi merata dalam seluruh organisme. Energi yang tetap dan terbagi merata ini memberi
tegangan yang “merata” dalam organisme, dan organisme selalu kembali atau berusaha
kembali ke keadaan rata-rata ini setiap kali suatu stimulus mengubah tegangan. Kembali
kepada keadaan “rata-rata” inilah yang disebut proses ekualisasi. Misalnya, orang
mendengar suara yang dating dari sebelah kanan dan menolehkan kepala ke arah itu.
Menolehkan kepala mengekualisasikan distribusi energy dalam system yang menjadi tidak
seimbang karena suara tersebut. Orang makan kalau lapar, orang beristirahat kalau letih,

2015 Psikologi Kepribadian II Pusat Bahan Ajar dan eLearning


7 Yenny, M.Psi. http://www.mercubuana.ac.id
orang merentang kalau keram adalah contoh-contoh lain peristiwa sehari-hari dari proses
ekualisasi.

Tujuan dari orang yang normal dan sehat tidak hanya melepaskan tegangan tetapi
membuatnya seimbang. Taraf di mana tegangan menjadi seimbang merupakan suatu
pemusatan organisme. Pusat ini memungkinkan organisme untuk secara paling efektif
melakukan tugasnya menghadapi lingkungan dan mengaktualisasikan dirinya dalam
aktivitas-aktivitas selanjutnya sesuai dengan kodratnya. Pemusatan yang penuh atau
keseimbangan yang sempurna adalah suatu keadaan holistic yang ideal yang mungkin
jarang tercapai.

Prinsip ekualisasi menerangkan ketetapan, keterpaduan (coherence), serta keteraturan


tingkah laku di tengah gangguan stimulus-stimulus. Goldstein tidak yakin bahwa sumber
gangguan terutama terletak dalam faktor intraorganik, kecuali dalam keadaan tak normal
dan keadaan katastrofik yang menyebabkan isolasi dan konflik batin. Dalam lingkungan
yang serasi, organisme akan selalu sedikit banyak tetap seimbang. Redistribusi energy dan
ketidakseimbangan system adalah akibat dari interferensi lingkungan dan kadang-kadang
akibat dari konflik batin. Sebagai akibat dari pematangan dan pengalaman, orang
mengembangkan cara-cara tingkah laku yang dipilihnya yang menjaga interferensi dan
konflik dalam batas minimal dan mempertahankan keseimbangan organisme. Kehidupan
individu menjadi semakin memusat (seimbang) dan semakin kurang terpengaruh oleh
perubahan-perubahan kebetulan dari dunia dalam (dunia batin) maupun dunia luar
bersamaan dengan bertambahnya usia.

10.2.3.2 Aktualisasi-Diri
Inilah motif pokok dalam pandangan Goldstein, malahan satu-satunya motif yang dimiliki
organisme. Apa yang tampak sebagai dorongan-dorongan yang berbeda seperti lapar, seks,
kekuasaan, prestasi, dan keingintahuan semata-mata merupakan manifestasi tujuan hidup
pokok, yakni mengaktualisasikan diri sendiri. Bila orang lapar, ia mengaktualisasikan dirinya
dengan makan; bila orang haus akan kekuasaan, maka ia akan mengaktualisasikan dirinya
dengan memperoleh kekuasaan. Pemuasan setiap kebutuhan tertentu berada pada bagian
terdepan bila menjadi syarat bagi realisasi-diri dari seluruh organisme. Aktualisasi-diri
adalah kecenderungan kreatif dari kodrat manusia. Hal tersebut merupakan prinsip organic
yang menyebabkan organisme berkembang dengan lebih penuh dan lebih sempurna. Orang
yang tidak tahu yang menginginkan pengetahuan merasakan suatu kekosongan dalam
dirinya; ia menyadari ketidaksempurnaannya sendiri. Dengan membaca dan belajar,
keinginannya akan pengetahuan terpenuhi, dan kekosongannya pun hilang. Dengan itu,

2015 Psikologi Kepribadian II Pusat Bahan Ajar dan eLearning


8 Yenny, M.Psi. http://www.mercubuana.ac.id
seorang manusia baru terjelma, di mana ketidaktahuannya telah digantikan oleh belajar.
Keinginannya telah menjadi aktualitas. Setiap kebutuhan adalah suatu keadaan kekurangan
yang mendorong orang untuk menutup kekurangan itu. Sama seperti lobang yang perlu
ditutup. Pengisian kembali atau pemenuhan kebutuhan inilah yang disebut aktualisasi-diri
atau realisasi diri.

Meskipun aktualisasi-diri merupakan suatu gejala yang universal, namun tujuan-tujuan


spesifik yang diperjuangkan berbeda dari orang yang satu dengan orang yang lain. Hal ini
disebabkan karena orang-orang itu mempunyai potensi-potensi bawaan yang berlainan
yang membentuk tujuan-tujuannya serta memberi arah perkembangan dan pertumbuhan
individualnya, dan lingkungan serta kebudayaan yang juga berbeda di mana mereka harus
menyesuaikan diri serta mendapatkan sumber-sumber yang diperlukan untuk pertumbuhan.

Potensi-potensi individu dapat diketahui dengan mengetahui apa yang disenangi orang itu
dan apa yang dapat dikerjakannya dengan paling baik. Pilihan-pilihan kesukaan individu
berhubungan dengan potensi-potensinya. Ini berarti bahwa apabila kita ingin mengetahui
apa yang diusahakan orang-orang untuk diaktualisasikan maka kita harus mengetahui apa
yang senang mereka kerjakan dan bakat apa yang mereka punyai. Pemain baseball
mengaktualisasikan potensi-potensi yang dikembangkan dengan bermain baseball,
pengacara mengaktualisasikan potensi-potensi yang direalisasikan dengan menjalankan
praktik hukum.

Pada umumnya, Goldstein menekankan motivasi sadar daripada motivasi tak sadar. Dalam
pandangannya, ketidaksadaran adalah latar belakang tempat masuknya bahan sadar
apabila tidak lagi berguna untuk realisasi-diri dalam situasi tertentu, dan tempat asal bahan
itu muncul kembali bila pantas dan cocok lagi untuk realisasi-diri. “Semua kekhususan yang
disebut Freud sebagai sifat khas ketidaksadaran sungguh-sungguh cocok dengan
perubahan-perubahan yang dialami tingkah laku normal melalui isolasi yang disebabkan
karena penyakit” (1939, hlm. 323).

10.2.3.3 “Penyesuaian” dengan Lingkungan


Meskipun sebagai seorang teoretikus organismic Goldstein menekankan factor-faktor
tingkah laku yang berasal dari dalam dan prinsip bahwa organisme berusaha mendapatkan
lingkungan yang paling serasi untuk aktualisasi-diri, namun ia tidak berpendirian ekstrem
bahwa organisme imun terhadap peristiwa-peristiwa yang terjadi di dunia luar. Goldstein
mengakui pentingnya dunia objektif, baik sebagai sumber gangguan yang harus diatasi oleh
individu maupun sebagai sumber sarana yang diperlukan individu untuk memenuhi cita-

2015 Psikologi Kepribadian II Pusat Bahan Ajar dan eLearning


9 Yenny, M.Psi. http://www.mercubuana.ac.id
citanya. Jadi, lingkungan mengganggu organisme dengan merangsangnya atau
merangsangnya secara berlebihan sehingga keseimbangan organisnya terganggu,
sedangkan di lain pihak, organisme yang terganggu itu mencari dalam lingkungan apa yang
dibutuhkannya untuk menyeimbangkan tegangan batinnya. Dengan kata lain, terdapat
interaksi antara organisme dan lingkungan.

Orang harus menyesuaikan dengan lingkungan karena lingkungan memberikan sarana-


sarana yang diperlukan untuk dapat mencapai aktualisasi-diri dan karena lingkungan
berisikan gangguan-gangguan berupa ancaman-ancaman dan tekanan-tekanan yang
menghalangi realisasi-diri. Kadang-kadang ancaman dari lingkungan itu begitu besar
sehingga tingkah laku individu menjadi beku karena kecemasan dan ia tidak mampu
membuat kemajuan kea rah tujuannya. Kadang-kadang aktualisasi-diri bias terhambat
karena lingkungan kekurangan objek-objek dan kondisi-kondisi yang diperlukan untuk
aktualisasi.

Goldstein mengatakan kepada kita bahwa organisme yang normal dan sehat adalah
organisme “di mana kecenderungannya kea rah aktualisasi-diri timbul dari dalam dan
mengatasi gangguan yang timbul dari pertentangan dengan dunia, bukan karena
kecemasan melainkan karena kesenangan dan kemenangan” (1939, hlm. 305). Hal ini
berarti bahwa penyesuaian dengan lingkungan itu terutama diwujudkan dengan
menguasainya. Apabila hal ini tidak dapat dilakukan, maka orang harus menerima
kesukaran-kesukaran dan menyesuaikan diri sebaik mungkin dengan realitas-realitas dunia
luar. Apabila perbedaan antara tujuan organisme dan realitas-realitas dari lingkungan terlalu
besar, maka organisme mengalah atau melepaskan beberapa cita-citanya dan berusaha
mengaktualisasikan diri pada taraf yang lebih rendah.

10.2.4 Perkembangan Organisme


Walaupun konsep aktualisasi-diri mengisyaratkan bahwa ada pola-pola atau tahap-tahap
perkembangan yang dilewati individu, namun Goldstein tidak banyak berbicara tentang
jalannya pertumbuhan, kecuali sekedar pernyataan umum bahwa makin lama tingkah laku
makin teratur dan makin sesuai dengan lingkungan ketika orang itu bertambah usia.
Goldstein mengisyaratkan bahwa ada tugas-tugas khas pada taraf-taraf usia tertentu, tetapi
ia tidak memberikan uraian terinci manakah tugas-tugas itu atau apakah tugas-tugas itu
sama untuk semua individu. Pentingnya hereditas juga disebut-sebut namun sumbangan
relatifnya tidak dijelaskan secara eksplisit. Goldstein juga tidak menyajikan teori belajar. Ia
berbicara tentang “reorganisasi” pola-pola lama ke dalam pola-pola baru yang lebih efektif,
“represi sikap-sikap dan dorongan-dorongan yang bertentangan dengan perkembangan

2015 Psikologi Kepribadian II Pusat Bahan Ajar dan eLearning


10 Yenny, M.Psi. http://www.mercubuana.ac.id
seluruh kepribadian”, pembentukan cara-cara bertingkah laku yang disenangi, munculnya
figure dari latar belakang, fiksasi pola-pola tingkah laku karena stimulus-stimulus traumatic
atau karena berkali-kali dihadapkan pada stimulus-stimulus tertentu, perubahan-perubahan
penyesuaian diri, pembentukan-pembentukan objek pengganti, tetapi konsep-konsep ini
tidak pernah dihimpun menjadi sebuah teori belajar yang sistematik. Konsep-konsep ini
sangat cocok dengan teori belajar Gestalt.

Goldstein mengatakan bahwa apabila anak dihadapkan pada situasi-situasi yang dapat
dikuasainya, maka ia akan berkembang secara normal lewat pematangan dan latihan.
Apabila masalah-masalah baru timbul, maka ia akan membentuk pola-pola baru untuk
menanggulanginya. Reaksi-reaksi yang tidak berguna lagi untuk tujuan-aktualisasi diri akan
diitnggalkan. Akan tetapi apabila kondisi-kondisi lingkungan terlalu berat bagi kapasitas-
kapasitas anak, maka ia akan mengembangkan reaksi-reaksi yang tidak serasi dengan
prinsip aktualisasi-diri. Dalam hal demikian, proses ini cenderung menjadi terisolasi dari pola
hidup orang tersebut. Isolasi dari suatu proses merupakan syarat utama untuk
berkembangnya keadaan-keadaan patologis. Misalnya, menurut kodratnya manusia itu tidak
agresif dan juga tidak sub-misif, tetapi untuk memenuhi kodratnya manusia kadang-kadang
harus bersikap agresif dan di lain waktu submisif, tergantung pada keadaan. Akan tetapi
apabila kebiasaan yang kuat dan tetap dalam hal agresi atau submisi itu telah terbentuk,
maka hal itu akan mempunyai pengaruh yang merusak terhadap kepribadian karena ia akan
muncul pada waktu yang tidak sesuai dan dalam cara-cara yang bertentangan dengan
kepentingan-kepentingan sang pribadi secara keseluruhan.

10.3 Frederick Perls

10.3.1 Pengantar
Terapi Gestalt yang dikembangkan oleh Frederick Perls adalah bentuk terapi eksistensial
yang berpijak pada premis bahwa individu-individu harus menemukan jalan hidupnya sendiri
dan menerima tanggung jawab pribadi jika mereka berharap mencapai kematangan. Karena
bekerja terutama di atas prinsip kesadaran, terapi Gestalt berfokus pada apa dan
bagaimana-nya tingkah laku dan pengalaman di sini-dan-sekarang dengan memadukan
(mengintegrasikan) bagian-bagian kepribadian yang terpecah dan tak diketahui.

Asumsi dasar terapi Gestalt adalah bahwa individu-individu mampu menangani sendiri
masalah-masalah hidupnya secara efektif. Tugas utama terapis adalah membantu klien agar
mengalami sepenuhnya keberadaannya di sini dan sekarang dengan menyadarkannya atas

2015 Psikologi Kepribadian II Pusat Bahan Ajar dan eLearning


11 Yenny, M.Psi. http://www.mercubuana.ac.id
tindakannya mencegah diri sendiri merasakan dan mengalami saat sekarang. Oleh karena
itu, terapi Gestalt pada dasarnya noninterpretatif dan sedapat mungkin, klien
menyelenggarakan terapi sendiri. Mereka membuat penafsiran-penafsirannya sendiri,
menciptakan pernyataan-pernyataannya sendiri, dan menemukan makna-maknanya sendiri.
Akhirnya, klien didorong untuk langsung mengalami perjuangan di sini-dan-sekarang
terhadap urusan yang tak selesai di masa lampau. Dengan mengalami konflik-konflik,
meskipun hanya membicarakannya, klien lambat laun bisa memperluas kesadarannya.

10.3.2 Konsep-konsep Utama


10.3.2.1 Pandangan tentang Sifat Manusia
Pandangan Gestalt tentang manusia berakar pada filsafat eksistensial dan fenomenologi.
Pandangan ini menekankan konsep-konsep seperti perluasan kesadaran, penerimaan
tanggung jawab pribadi, kesatuan pribadi, dan mengalami cara-cara yang menghambat
kesadaran. Dalam terapinya, pendekatan Gestalt berfokus pada pemulihan kesadaran serta
pada pemaduan polaritas-polaritas dan dikotomi-dikotomi dalam diri. Terapi diarahkan
bukan pada analisis, melainkan pada integrasi yang berjalan selangkah demi selangkah
dalam terapi sampai klien menjadi cukup kuat untuk menunjang pertumbuhan pribadinya
sendiri.

Pandangan Gestalt adalah bahwa individu memiliki kesanggupan memikul tanggung jawab
pribadi dan hidup sepenuhnya sebagai pribadi yang terpadu. Disebabkan oleh masalah-
masalah tertentu dalam perkembangannya, individu membentuk berbagai cara menghindari
masalah dan karenanya, menemui jalan buntu dalam pertumbuhann pribadinya. Terapi
menyajikan intervensi dan tantangan yang diperlukan, yang bisa membantu individu
memperoleh pengetahuan dan kesadaran sambil melangkah menuju pemanduan dan
pertumbuhan. Dengan mengakui dan mengalami penghambat-penghambat
pertumbuhannya, maka kesadaran individu atas penghambat-penghambat itu akan
meningkat sehingga dia kemudian bisa mengumpulkan kekuatan guna mencapai
keberadaan yang lebih otentik dan vital.

10.3.2.2 Saat Sekarang


Bagi Perls, tidak ada yang “ada” kecuali “sekarang”. Karena masa lampau telah pergi dan
masa depan belum datang, maka saat sekaranglah yang penting. Salah satu sumbangan
utama dari terapi Gestalt adalah penekanannya pada di sini-dan-sekarang serta pada
belajar menghargai dan mengalami sepenuhnya saat sekarang. Berfokus pada masa
lampau dianggap sebagai suatu cara untuk menghindari tindakan mengalami saat sekarang
sepenuhnya.

2015 Psikologi Kepribadian II Pusat Bahan Ajar dan eLearning


12 Yenny, M.Psi. http://www.mercubuana.ac.id
Perls (1969a) menerangkan kecemasan sebagai “senjang antara saat sekarang dan saat
kemudian”. Menurut Perls, jika individu-individu menyimpang dari saat sekarang dan
menjadi terlalu terpaku pada masa depan, maka mereka mengalami kecemasan. Dalam
memikirkan masa depan, mereka boleh jadi mengalami “tahap yang menakutkan”, yakni
mereka dirasuki oleh “pengharapan-pengharapan katastrofik atas berbagai hal buruk yang
akan terjadi atau oleh pengharapan-pengharapan anastrofil mengenai berbagai hal yang
menakjubkan yang akan timbul” (Perls, 1969a, hlm. 30). Mereka berusaha menutup
kesenjangan antara saat sekarang dan hari kemudian dengan resolusi-resolusi, rencana-
rencana, dan visi-visi alih-alih hidup pada saat sekarang.

Guna membantu klien untuk membuat kontak dengan saat sekarang, terapis lebih suka
mengajukan pertanyaan-pertanyaan “apa” dan “bagaimana” ketimbang “mengapa”. Dalam
rangka meningkatkan kesadaran atas “saat sekarang”, terapis melakukan dialog dalam kala
kini (present tense) dengan melontarkan pertanyaan-pertanyaan seperti : Apa yang terjadi
sekarang ini? Apa yang sedang berlangsung sekarang? Apa yang sedang Anda alami
sekarang saat Anda duduk di sana dan mencoba berbicara? Bagaimana kesadaran Anda
saat ini? Bagaimana Anda mengalami ketakutan Anda sendiri saat ini? Bagaimana Anda
mencoba menarik diri saat ini? Perls (1969a) menandaskan bahwa tanpa intensifikasi
perasaan-perasaan, individu akan berspekulasi tentang mengapa ia merasa seperti ini.
Menurut Perls, pertanyaan-pertanyaan “mengapa” hanya akan mengarah pada
rasionalisasi-rasionalisasi dan “penipuan-penipuan diri” serta menjauhkan individu dari
kesegeraan mengalami. Pertanyaan-pertanyaan “mengapa” juga mengarah kepada
pemikiran yang tak berkesudahan tentang masa lampau yang hanya akan membangkitkan
penolakan terhadap saat sekarang.

Terapis Gestalt secara aktif menunjukkan bagaimana klien bisa dengan mudah lari dari saat
sekarang dan memasuki masa lampau atau masa depan. Sebagian besar orang hanya bisa
tinggal dalam saat sekarang sekejap saja. Mereka agaknya lebih suka mencari cara
menghentikan aliran saat sekarang. Mereka sering berbicara tentang perasaan-perasaan
hampir seakan-akan mengalami perasaan-perasaan itu terpisah dari mengalami pada saat
sekarang alih-alih mengalami perasaan-perasaan di sini dan sekarang. Sasaran Perls
adalah membantu orang-orang membuat hubungan dengan pengalaman-pengalaman
mereka secara jelas dan segera ketimbang semata-mata berbicara tentang pengalaman-
pengalaman itu. Jadi, jika klien mulai berbicara tentang kesedihan, kesakitan, atau
kebingungan, terapis membuat usaha-usaha agar klien mengalami kesedihan, kesakitan,
dan kebingungan itu sekarang. Pembicaraan tentang masalah hanya akan menjadi suatu
permainan kata tak berakhir yang menjurus pada diskusi dan eksplorasi yang tidak produktif

2015 Psikologi Kepribadian II Pusat Bahan Ajar dan eLearning


13 Yenny, M.Psi. http://www.mercubuana.ac.id
atas makna-makna yang tersembunyi. Itu adalah salah satu cara menolak pertumbuhan,
juga suatu cara untuk menipu diri sendiri. Para klien menipu dirinya sendiri melalui
keyakinan bahwa karena mereka menghadapi dan membicarakan masalah-masalah,
mereka menyelesaikan masalah-masalah itu serta tumbuh sebagai pribadi. Untuk
mengurangi bahaya penipuan diri itu, terapis berusaha mengintensifkan dan memperkuat
perasaan-perasaan tertentu. Jadi, dalam setting kelompok, misalnya, terapis bisa meminta
klien yang melaporkan bahwa dirinya begitu sadar atas kesukaannya menyenangkan dan
memenuhi pengharapan orang lain, agar bertindak menyenangkan sesama anggota
kelompoknya pada saat itu juga (pada saat pertemuan kelompok berlangsung).

Tidaklah tepat mengatakan bahwa para terapis Gestalt tidak menaruh perhatian pada masa
lampau individu. Masa lampau itu penting apabila dengan cara tertentu berkaitan dengan
tema-tema yang signifikan yang terdapat pada fungsi individu saat sekarang. Apabila masa
lampau memiliki kaitan yang signifikan dengan sikap-sikap atau tingkah laku individu
sekarang, maka masa lampau itu ditangani dengan membawanya ke saat sekarang
sebanyak mungin. Jadi, apabila klien berbicara tentang masa lampaunya, maka terapis
meminta klien agar membawa masa lampaunya itu ke saat sekarang dengan menjalaninya
kembali seakan-akan masa lampau itu hadir pada saat sekarang. Terapis mengarahkan
klien agar “berada di masa lampau” (dalam khayalan) dan menghidupkan kembali perasaan-
perasaan masa lampaunya. Alih-alih berbicara tentang pegalaman traumatik masa kanak-
kanak dengan ayahnya, misalnya, klien diarahkan untuk menjadi anak yang terluka dan
dalam fantasinya dia berbicara secara langsung dengan ayahnya sehingga klien diharapkan
dapat menghidupkan dan mengalami kembali luka hatinya itu.

Perls yakin bahwa orang-orang cenderung bergantung pada masa lampau untuk
membenarkan ketidaksediaannya memikul tanggung jawab atas dirinya sendiri dan atas
pertumbuhannya. Mereka melakukan permainan menyalahkan guna mengesampingkan
tanggung jawab. Perls melihat sebagian besar orang mendapat kesulitan untuk tinggal pada
saat sekarang. Mereka terperangkap dalam pusaran dengan membuat resolusi-resolusi dan
merasionalisasikan keadaan setengah mati yang mereka jalani. Mereka lebih suka
melakukan sesuatu yang lain daripada menjadi sadar betapa mereka telah mencegah diri
sendiri menjalani hidup sepenuhnya.

10.3.2.3 Urusan yang Tak Selesai


Dalam terapi Gestalt terdapat konsep tentang urusan yang tak selesai, yakni mencakup
perasaan-perasaan yang tidak terungkapkan seperti dendam, kemarahan, kebencian, sakit
hati, kecemasan, kedudukan, rasa berdosa, rasa diabaikan, dan sebagainya. Meskipun tidak

2015 Psikologi Kepribadian II Pusat Bahan Ajar dan eLearning


14 Yenny, M.Psi. http://www.mercubuana.ac.id
bisa diungkapkan, perasaan-perasaan itu diasosiasikan dengan ingatan-ingatan dan fantasi-
fantasi tertentu. Karena tidak terungkapkan di dalam kesadaran, perasaan-perasaan itu
tetap tinggal pada latar belakang dan dibawa kepada kehidupan sekarang dengan cara-cara
yang menghambat hubungan yang efektif dengan dirinya sendiri dan dengan orang lain.
Urusan yang tak selesai itu akan bertahan sampai ia menghadapi dan menangani perasaan-
perasaan yang tak terungkapkan itu.

Satu contoh tentang bagaimana urusan yang tidak selesai mengganggu individu dan
mengejawantahkan dirinya dalam tingkah laku sekarang, bisa dilihat pada seorang pria yang
tidak pernah merasa sepenuhnya dicintai dan diterima oleh ibunya. Si pria menaruh dendam
pada ibunya. Sekalipun dia terus mencari persetujuan sang ibu, dia selalu merasa diri tidak
memadai. Dalam usahanya menyimpangkan arah kebutuhan akan persetujuan ibunya, si
pria mencari wanita yang bisa mengukuhkannya sebagai pria. Dalam mengembangkan
berbagai permainan guna memperoleh wanita yang bisa memberikan persetujuan itu, si pria
tetap merasa tidak puas. Urusan yang tak selesai telah menghambat hubungan intimnya
yang otentik dengan wanita. Dengan demikian, tingkah laku si pria didominasi oleh
pencarian cinta yang kompulsif yang tidak pernah diterimanya dari ibunya. Dia perlu
mengalami penyingkapan urusan yang tak selesai agar bisa mengalami kepuasan yang
nyata yakni si pria perlu berpaling pada persoalan lama dan mengungkapkan perasaan-
perasaan yang tak diketahuinya.

Perasaan-perasaan yang tak diketahui menghasilkan sisa emosi yang tak perlu, yang
mengacaukan kesadaran yang terpusat pada saat sekarang. Menurut Perls (1969a), rasa
sesal atau dendam paling sering menjadi sumber dan menjadi bentuk urusan tak selesai
yang paling buruk. Dalam pandangan Perls, rasa sesal menjadikan individu terpaku, yakni
dia tidak bisa mendekati atau terlibat dalam komunikasi yang otentik sampai dia
mengungkapkan suatu keharusan. Rasa sesal yang tidak terungkapkan acap kali berubah
menjadi perasaan berdosa. Saran Perls adalah, “Bilamana Anda merasa berdosa, temukan
dan ungkapkan rasa sesal Anda, dan usahakan agar tuntutan-tuntutan Anda menjadi jelas”.
(Pearls, 1969a, hlm. 49)

10.3.3 Proses Terapeutik


10.3.3.1 Tujuan-tujuan Terapi
Terapi Gestalt memiliki beberapa sasaran penting yang berbeda. Sasaran dasarnya adalah
menantang klien agar berpindah dari “didukung oleh lingkungan” kepada “didukung diri
sendiri”. Menurut Perls (1969a, hlm. 29), sasaran terapi adalah menjadikan pasien tidak

2015 Psikologi Kepribadian II Pusat Bahan Ajar dan eLearning


15 Yenny, M.Psi. http://www.mercubuana.ac.id
bergantung pada orang lain, menjadikan pasien menemukan sejak awal bahwa dia bisa
melakukan banyak hal, lebih banyak daripada yang dikiranya”.

Dengan semangat eksistensial-humanistik, Perls percaya bahwa orang rata-rata hanya


menggunakan sebagian kecil dari potensinya. Pandangan tersebut mirip dengan konsep
Maslow tentang “psikopatologi orang rata-rata” : hidup kita dipola dan distereotipkan; kita
memainkan peran-peran yang sama berulang-ulang dan menemukan sedikit sekali jalan
untuk sungguh-sungguh menemukan kembali keberadaan kita. Perls menyatakan bahwa
jika kita menemukan betapa kita mencegah diri sendiri merealisasikan potensi kita sebagai
manusia secara penuh, maka kita memiliki cara-cara untuk membuat hidup lebih kaya.
Potensi itu berlandaskan sikap hidup setiap saat. Dengan demikian, tujuan utama terapi
adalah membantu klien agar menjalani hidup lebih penuh.

Tujuan terapi Gestalt bukanlah penyesuaian terhadap masyarakat. Perls mengingatkan


bahwa kepribadian dasar pada zaman kita adalah neurotik sebab, menurut keyakinannya,
kita hidup di masyarakat yang tidak sehat. Menurut Perls, kita bisa memilih menjadi bagian
dari ketidaksehatan kolektif dan atau menghadapi risiko menjadi sehat. Tujuan terapi
selanjutnya adalah membantu klien agar menemukan pusat dirinya. Perls mengatakan, “Jika
Anda berpusat pada diri Anda sendiri, maka Anda tidak harus disesuaikan lagi, maka
apapun yang lewat dan diasimilasi oleh Anda, Anda bisa memahaminya dan Anda
berhubungan dengan apa pun yang terjadi”. (Perls, 1969a, hlm. 30)

Sasaran utama terapi Gestalt adalah pencapaian kesadaran. Kesadaran dengan dan pada
dirinya sendiri; dipandang kuratif. Tanpa kesadaran, klien tidak memiliki alat untuk
mengubah kepribadiannya. Dengan kesadaran, klien memiliki kesanggupan untuk
menghadapi dan menerima bagian-bagian keberadaan yang diingkarinya serta untuk
berhubungan dengan pengalaman-pengalaman subjektif dan dengan kenyataan. Klien bisa
menjadi suatu kesatuan dan menyeluruh. Apabila klien menjadi sadar, maka urusannya
yang tidak selesai akan selalu muncul sehingga bisa ditangani dalam terapi.

10.3.3.2 Fungsi dan Peran Terapis


Terapi Gestalt difokuskan pada perasaan-perasaan klien, kesadaran atas saat sekarang,
pesan-pesan tubuh, dan penghambat-penghambat kesadaran. Ajaran Perls adalah
“kosongkan pikiran Anda dan capailah kesadaran”.

Menurut Perls, terapi Gestalt berhubungan dengan hal yang jelas. Dan orang yang neurotik
tidak mampu melihat hal yang jelas : “Dia tidak melihat bisul di hidungnya sendiri”, demikian

2015 Psikologi Kepribadian II Pusat Bahan Ajar dan eLearning


16 Yenny, M.Psi. http://www.mercubuana.ac.id
menurut Perls (1969a). Jadi, tugas terapis adalah menantang klien. Dengan cara ini, klien
belajar menggunakan kesadarannya secara penuh. Perls yakin bahwa keberadaan total
seseorang adalah di hadapan terapis. Terapi Gestalt menggunakan mata dan telinga terapis
untuk menyangga saat sekarang. Terapis menghindari intelektualisasi abstrak, diagnosis,
penafsiran, dan ucapan yang berlebihan.

Berikut ini adalah gagasan-gagasan pokok Perls (1969a) tentang peran terapis. Pertama-
tama Perls menyatakan bahwa sasaran terapis adalah kematangan klien dan
pembongkaran “hambatan-hambatan yang mengurangi kemampuan klien berdiri di atas kaki
sendiri”. Tugas terapis adalah membantu klien dalam melaksanakan peralihan dari
dukungan eksternal kepada dukungan internal dengan menentukan letak jalan buntu. Jalan
buntu adalah titik tempat individu menghindari mengalami perasaan-perasaan yang
mengancam karena dia merasa tidak nyaman. Jalan buntu adalah penolakan terhadap
langkah menghadap diri sendiri dan terhadap perubahan. Orang-orang sering
mengungkapkan penolakan dengan mengatakan “Saya merasa dihambat, sepertinya saya
ini roda yang tidak berputar, tidak bisa bergerak ke mana-mana”, “Saya tidak tahu harus
pergi ke mana dari sini”, “Saya tidak bisa berbuat apa-apa”, “Saya merasa terpaku”. Menurut
Perls, orang-orang “merasa terpaku” karena mereka menyimpan pengharapan-pengharapan
katastrofik. Mereka membayangkan bahwa sesuatu yang mengerikan akan timbul. Fantasi-
fantasi katastrofik menghambat mereka menjalani hidup secara penuh dan akibat ketakutan-
ketakutan yang tidak masuk akal, mereka menolak mengambil risiko yang diperlukan untuk
menjadi lebih matang. Secara khas, pengharapan-pengharapan katastrofik mengambil
bentuk pernyataan-pernyataan seperti : “Jika saya memiliki cara tertentu, atau memiliki
perasaan-perasaan tertentu, maka saya tidak ingin dicintai, diterima, atau disetujui. Saya
akan menjadi tolol. Saya akan binasa. Saya merasa seperti orang dungu. Saya akan
terabaikan.”

Pada jalan buntu, klien berusaha mengelak dari lingkungannya dengan memainkan peran-
peran palsu sebagai orang yang lemah, tak berdaya, bodoh, dan tolol. Tugas terapis adalah
membantu klien untuk menembus jalan buntu sehingga pertumbuhan bisa terjadi. Itu adalah
suatu tugas yang sulit, sebab klien pada titik jalan buntu percaya bahwa dirinya tidak
memiliki kesempatan mempertahankan kelangsungan hidup dan bahwa dia tidak ingin
menemukan cara-cara untuk mempertahankan kelangsungan hidup. Terapis membantu
kliennya agar menyadari dan menembus jalan buntu dengan menghadirkan situasi-situasi
yang mendorong kliennya itu untuk mengalami keterpakuannya secara penuh. Dengan
mengalami keterpakuannya, klien mampu berhubungan dengan frustasi-frustasinya. Perls
yakin bahwa frustrasi-frustrasi itu perlu bagi pertumbuhan, sebab tanpa frustrasi, orang tidak

2015 Psikologi Kepribadian II Pusat Bahan Ajar dan eLearning


17 Yenny, M.Psi. http://www.mercubuana.ac.id
merasa perlu menggali sumber-sumber dirinya dan menyadari bahwa dia bisa memanipulasi
dirinya sendiri sebaik manipulasi yang dilakukannya terhadap orang lain. Jika tidak hati-hati,
maka terapis pun akan tersedot ke dalam manipulasi-manipulasi klien.

Perls (1969a, hlm. 36) mengemukakan bahwa cara untuk menghindari manipulasi yang
mungkin dilakukan klien adalah membiarkan klien menemukan sendiri potensi-potensinya
yang hilang. Klien menggunakan terapis sebagai “layar proyeksi” dan memandang terapis
sebagai pemberi apa-apa yang hilang dari dirinya. Perls menyatakan bahwa semua orang
memiliki “lubang” dalam kepribadiannya. Lubang itu boleh jadi mencakup penyerahan mata
dan telinganya sendiri; dia lebih suka meminta orang lain agar melihat dan mendengar untuk
dirinya dibandingkan melihat dan mendengar sendiri. Menurut Pearls (1969a, hlm. 37),
lubang-lubang itu terlihat jelas. Tugas terapis kemudian adalah menyajikan situasi yang
menunjang pertumbuhan dengan jalan mengonfrontasikan klien kepada titik tempat dia
menghadapi suatu putusan apakah akan atau tidak akan mengembangkan potensi-
potensinya. Frustrasi menghasilkan penemuan bahwa jalan buntu tidak ada dalam
kenyataan, tetapi hanya ada dalam fantasi. Klien meyakinkan dirinya sendiri bahwa dia tidak
memiliki sumber-sumber yang patut digali. Akibat ketakutan yang ditimbulkan oleh
“pengharapan-pengharapan katastrofik”, dia mencegah dirinya sendiri menggunakan
sumber-sumber diri. Apabila klien bisa menghadapi dan menembus ketakutannya, maka
kecemasan neurotik yang dialami klien akan berubah menjadi kegembiraan yang positif.
Sebagaimana dinyatakan oleh Perls (1969a, hlm. 3), “Kita memanfaatkan frustrasi dengan
cukup cerdik sehingga pasien terdorong untuk menemukan jalannya sendiri, menyadari
bahwa apa yang diharapkannya dari terapis bisa dikerjakan oleh dirinya sendiri dengan
baik”.

Satu fungsi yang penting dari terapis Gestalt adalah memberikan perhatian pada bahasa
tubuh kliennya. Isyarat-isyarat nonverbal dari klien menghasilkan informasi yang kaya bagi
terapis, sebab isyarat-isyarat itu sering “mengkhianati” perasaan-perasaan klien, yang klien
sendiri tidak menyadarinya. Perls (1969a, hlm. 54) mengatakan bahwa postur, gerakan-
gerakan, mimik-mimik muka, keraguan, dan sebagainya, dapat menceritakan kisah yang
sesungguhnya. Ia mengingatkan bahwa komunikasi verbal sering mengandung kebohongan
dan bahwa jika terapis terpusat pada isi, maka dia kehilangan esensi pribadi klien.
Komunikasi yang nyata ada di seberang kata-kata. “Bunyi menceritakan segalanya kepada
Anda. Segenap hal yang orang ingin mengungkapkannya ada di sana bukan di dalam kata-
kata. Apa yang kita katakan hampir semuanya bohong. Akan tetapi, suara ada di sana,
gerak tangan, postur, mimik muka, bahasa psikosomatik”.

2015 Psikologi Kepribadian II Pusat Bahan Ajar dan eLearning


18 Yenny, M.Psi. http://www.mercubuana.ac.id
Jadi, terapis harus waspada terhadap celah-celah dalam perhatian dan kesadaran, dan dia
harus mengawasi ketidakselarasan antara apa yang diucapkan dan apa yang dilakukan oleh
klien dengan tubuhnya. Dari saat ke saat klien memperlihatkan betapa dia menghindari
hubungan yang sungguh-sungguh dengan kenyataan saat sekarang. Oleh karena itu,
terapis bisa mengarahkan klien untuk berbicara mewakili dan menjadi gerakan tangan atau
bagian-bagian tubuh lainnya. Terapis Gestalt sering mengajukan pertanyaan-pertanyaan
seperti : Apa yang dikatakan oleh mata Anda? Jika saat ini tangan Anda bisa bicara, apa
yang akan dikatakannya? Dapatkah Anda melangsungkan percakapan antara tangan kanan
dan tangan kiri Anda? Klien boleh jadi secara verbal menyatakan kemarahan dan sekaligus
tersenyum. Atau bisa jadi klien mengatakan, sambil tertawa, bahwa dirinya sedang sakit.
Terapis bisa meminta klien untuk mengakui bahwa tertawanya itu menutupi kesakitannya,
atau meminta klien untuk menyadari bahwa tertawa digunakan sebagai topeng untuk
menyembunyikan perasaan-perasaan marah dan sakit. Perhatian terhadap pesan-pesan
yang di sampaikan oleh klien secara nonverbal akan sangat membantu, dan terapis perlu
berfokus pada isyarat-isyarat nonverbal.

10.3.3.3 Pengalaman klien dalam terapi


Perls (1969a) mengungkapkan sikap skeptisnya tentang orang-orang yang mendatangi
terapi dan menunjukkan bahwa tidak begitu banyak orang yang sungguh-sungguh bersedia
bekerja keras guna mencapai perubahan. Sebagaimana dikatakannya, “Siapa pun yang
mendatangi terapis memiliki sesuatu yang disembunyikannya. Saya bisa mengatakan
bahwa sekitar sembilan puluh persen mendatangi terapis bukan untuk menjadi sembuh,
melainkan untuk menjadi lebih menandai dalam neurosisnya. Jika mereka gila kekuasaan,
mereka ingin memperoleh kekuasaan lebih besar. Jika mereka intelek, mereka ingin
memiliki siasat lebih banyak. Jika mereka pengejek, mereka ingin memiliki ketangkasan
yang lebih tajam dalam mengejek, dan sebagainya” (Perls, 1969a, hlm. 75).

Meskipun Perls tampak pesimistis, tidak semua klien hanya menginginkan “perbaikan
neurosis”. Para klien dalam pengalaman terapi Gestalt memutuskan sendiri apa yang
mereka inginkan dan berapa banyak yang mereka inginkan. Peringatan Perls dapat
digunakan dalam mengonfrontasikan para klien guna membantu mereka menguji beberapa
besar perubahan yang diinginkan oleh mereka. Jadi, salah satu tanggung jawab yang paling
pertama harus ditunaikan oleh klien adalah menetapkan apa yang diinginkan mereka dari
terapi. Jika klien menyatakan bahwa mereka bingung dan tidak tahu, atau jika klien
mengharapkan terapislah yang akan menetapkan tujuan-tujuan, maka inilah tempat terapis
untuk mulai bekerja. Terapis bersama klien bisa mengeksplorasi penghindaran klien dari
tanggung jawab ini.

2015 Psikologi Kepribadian II Pusat Bahan Ajar dan eLearning


19 Yenny, M.Psi. http://www.mercubuana.ac.id
Orientasi umum dari terapi Gestalt adalah pemikulan tanggung jawab yang lebih besar oleh
klien bagi mereka sendiri, bagi pikiran-pikiran, perasaan-perasaan, dan tingkah laku mereka.
Terapis mengonfrontasikan kliennya dengan cara-cara mereka sekarang menghindari
tanggung jawab-tanggung jawab mereka serta meminta mereka agar membuat putusan-
putusan tentang kelanjutan terapi, tentang apa yang ingin mereka pelajari dari terapi dan
tentang bagaimana mereka ingin menggunakan waktu terapinya. Persoalan-persoalan lain
yang bisa dijadikan butir utama terapi bisa mencakup hubungan antara klien dan terapis
serta cara-cara berhubungan yang digunakan oleh klien dengan terapis yang sama dengan
yang digunakannya di luar pertemuan terapi. Para klien dalam terapi Gestalt adalah
pastisipan-partisipan aktif yang membuat penafsiran-penafsiran dan makna-maknanya
sendiri. Merekalah yang mencapai peningkatan kesadaran dan yang menentukan apa yang
akan dan tidak akan dilakukan dalam proses belajarnya.

10.3.3.4 Hubungan antara Terapis dan Klien


Sebagai terapi eksistensial, praktek terapi Gestalt yang efektif melibatkan hubungan pribadi
ke pribadi antara terapis dan klien. Pengalaman-pengalaman, kesadaran dan persepsi-
persepsi terapis menjadi latar belakang, sementara kesadaran dan reaksi-reaksi klien
membentuk bagian muka proses terapi. Yang penting adalah terapis secara aktif berbagi
persepsi-persepsi dan pengalaman-pengalaman saat sekarang ketika dia menghadapi klien
di sini dan sekarang. Di samping itu, terapis memberikan umpan balik, terutama yang
berkaitan dengan apa yang dilakukan oleh klien melalui tubuhnya. Umpan balik memberikan
alat kepada klien untuk mengembangkan kesadaran atas apa yang sesungguhnya mereka
lakukan. Terapis harus menghadapi klien dengan reaksi-reaksi yang jujur dan langsung
serta menantang manipulasi-manipulasi klien tanpa menolak klien sebagai pribadi. Terapis
bersama klien perlu mengeksplorasi ketakutan-ketakutan, pengharapan-pengharapan
katastrofik, penghambatan-penghambatan, dan penolakan-penolakan klien.

Perls (1969a, hlm. 1) menentang orang-orang yang menggunakan teknik-teknik sebagai


muslihat yang menghambat pertumbuhan klien dan yang menjadi merk “terapi palsu”.

10.3.4 Evaluasi
Beberapa kritik terhadap terapi Gestalt sebagai berikut.
1. Terapi Gestalt tidak berlandaskan suatu teori yang kukuh.
2. Terapi Gestalt cenderung antiintelektual dalam arti kurang memperhitungkan faktor-
faktor kognitif.

2015 Psikologi Kepribadian II Pusat Bahan Ajar dan eLearning


20 Yenny, M.Psi. http://www.mercubuana.ac.id
3. Secara filosofis terdapat bahaya yang nyata dalam gaya hidup “aku mengerjakan
urusanku dan kamu mengerjakan urusanmu”. Terapi Gestalt menekankan tanggung
jawab atas diri kita sendiri, tetapi mengabaikan tanggung jawab kita kepada orang lain.
4. Terdapat bahaya yang nyata bahwa terapis yang menguasai teknik-teknik Gestalt akan
menggunakannya secara mekanis sehingga terapis sebagai pribadi tetap tersembunyi.
5. Terapi Gestalt bisa menjadi berbahaya karena terapis memiliki kekuatan untuk
memanipulasi klien melalui teknik-teknik yang digunakannya. Terapis bisa
menyalahgunakan kekuasaannya, dan karenanya menghambat kemampuan klien untuk
menjadi otonom.
6. Para klien sering bereaksi negatif terhadap sejumlah teknik Gestalt karena merasa
dirinya dianggap tolol. Sudah sepantasnya terapis berpijak pada kerangka yang layak
sehingga teknik-teknik tidak tampak hanya sebagai muslihat-muslihat.

2015 Psikologi Kepribadian II Pusat Bahan Ajar dan eLearning


21 Yenny, M.Psi. http://www.mercubuana.ac.id
Daftar Pustaka
Corey, Gerald. 2007. Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Bandung : Refika
Aditama.

Dariyanto, Feri N. Teori Belajar Gestalt, diunduh dari : https://ferdonan.wordpress.com/teori-


belajar-gestalt/ pada hari/tgl. Kamis, 14 Mei 2015 pukul 09:49 WIB.

Hall, Calvin S. & Gardner Lindzey. 1993. Psikologi Kepribadian 2, Teori-teori Holistik
(Organismik-Fenomenologis). Yogyakarta : Kanisius.

KI STAIN Samarinda. 2013. Teori Belajar Gestalt, diunduh dari : ki-


stainsamarinda.blogspot.com/2013/04/teori-belajar-gestalt.html pada hari/tgl. Kamis,
14 Mei 2015 pukul 10.08 WIB.

Tokoh Psikologi : Max Wertheimer, diunduh dari : https://e-psikologi.com/tokoh-


psikologi/max-wertheimer pada hari/tgl. Kamis, 14 Mei 2015 pukul 09.25 WIB.

2015 Psikologi Kepribadian II Pusat Bahan Ajar dan eLearning


22 Yenny, M.Psi. http://www.mercubuana.ac.id

Anda mungkin juga menyukai