Anda di halaman 1dari 16

Metode Self talk Sebagai Solusi Pemencahan Masalah Kepercayaan

Diri Pada Generasi Z Siswa MAN 1 Kota Malang

Oleh:
1. Chanana Arafar Rizki (08)
2. Farah Difa Agustina (11)
3. Fattatul Azizah (12)
4. M. Faried Calya Nandana (17)
5. Rizka Ayu Naya Firdauzy (27)

KEMENTERIAN AGAMA
MADRASAH ALIYAH NEGERI 1 KOTA MALANG
Jl. Raya Tlogomas No. 21 Telp. (0341) 551752 Malang 65144
Website: www.manmalang1.sch.id Email: man1mlg@yahoo.co.id
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Metode self talk merupakan dialog internal dengan diri kita sendiri. Hal tersebut
biasanya dipengaruhi oleh pikiran alam bawah sadar, keyakinan, pertanyaan, ungkapan
pikiran, dan ide diri sendiri. Metode self talk ada dua jenis, yaitu self talk positif dan
negatif. Oleh sebab itu, terkadang self talk bisa melapangkan hati atau juga bisa
menyusahkan.
Definisi solusi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) ialah penyelesaian
atau pemecahan suatu masalah sehingga diharapkan dapat menghasilkan jalan keluar.
Dikutip dari laman dictionary.cambridge.org, istilah lain dari manajemen adalah
pengelolaan, pengaturan, pengendalian, atau kontrol. Bisa juga diartikan bahwa
manajemen adalah orang-orang yang bertanggung jawab atas organisasi bisnis.
Sementara dilansir dari Gramedia.com, manajemen adalah sebuah cara agar tujuan dapat
dicapai secara teratur dan terarah. Manajemen adalah hal yang diperlukan dalam segala
aspek kehidupan. Baik itu manajemen untuk kegiatan individu maupun kelompok.
Percaya diri adalah kemampuan dalam menyakinkan diri pada kemampuan yang kita
miliki atau kemampuan untuk mengembangkan penilaian positif baik untuk diri sendiri
ataupun lingkungan sekitar.
Dalam teori generasi (Generation Theory) yang dikemukakan Graeme Codrington
& Sue Grant-Marshall, Penguin, (2004) 5 generasi manusia berdasarkan tahun
kelahirannya, yaitu: (1) Generasi Baby Boomer, lahir 1946-1964; (2) Generasi X, lahir
1965-1979; (3) Generasi Y, lahir 1980-1995, sering disebut generasi millennial; (4)
Generasi Z, lahir 1996-2009 (disebut juga iGeneration, GenerasiNet, Generasi Internet).
DAN (5) Generasi Alpha, dimulai dari tahun 2010 (akhir dari generasi masih ambigu dan
belum di tentukan). Kelima generasi tersebut memiliki perbedaan tumbuh kembang suatu
kepribadian. Generasi Z adalah generasi yang lahir dalam rentang tahun 1996 sampai
dengan tahun 2012 masehi. Generasi Z adalah generasi setelah Generasi Milenial,
generasi ini merupakan generasi peralihan Generasi Milenial dengan teknologi yang
semakin berkembang. Beberapa diantaranya merupakan keturunan dari Generasi X dan
Milenial.
Disebut juga Generation, generasi net atau generasi internet. Mereka memiliki kesamaan
dengan Generasi Milenial, tapi mereka mampu mengaplikasikan semua kegiatan dalam
satu waktu seperti nge-tweet menggunakan ponsel, browsing dengan PC, dan
mendengarkan musik menggunakan headset. Apapun yang dilakukan kebanyakan
berhubungan dengan dunia maya. Sejak kecil mereka sudah mengenal teknologi dan
akrab dengan gadget canggih yang secara tidak langsung berpengaruh terhadap
kepribadian mereka.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana Metode self talk menjadi solusi pemecahan masalah kepercayaan diri
pada Generasi Z Siswa MAN 1 Kota Malang?
2. Bagaiamana pengaruh metode self talk sebagai solusi pemecahan masalah
kepercayaan diri pada Generasi Z siswa MAN 1 Kota Malang?
3. Dampak dari kepercayaan diri yang dimiliki oleh Generasi Z siswa MAN 1
Kota Malang?

1.3 Tujuan Penelitian


1. Untuk mengetahui bagaimana Metode self talk menjadi solusi pemecahan masalah
kepercayaan diri pada Generasi Z Siswa MAN 1 Kota Malang
2. Untuk mengetahui bagaiamana pengaruh metode self talk sebagai solusi pemecahan
masalah kepercayaan diri pada Generasi Z siswa MAN 1 Kota Malang
3. Untuk mengetahui dampak dari kepercayaan diri yang dimiliki oleh Generasi Z siswa
MAN 1 Kota Malang

1.4 Hipotesis
Metode self talk sangat berpengaruh pada tingkat kepercayaan diri generasi Z siswa
MAN 1 Kota Malang.

1.5 Manfaat Penelitian


Membantu para siswa-siswi untuk menemukan metode yang tepat sebagai solusi
pemecahan masalah kepercayaan diri.
1.6 Batasan Penelitian
Siswa-siswi MAN 1 Kota Malang tahun ajaran 2022/2023 kelas XI.
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Self Talk

2.1.1 Pengertian Self Talk

Secara bahasa, self talk artinya proses berbicara pada diri sendiri. Sedangkan secara
istilah, self talk adalah proses komunikasi yang melibatkan percakapan, pembicaraan, dan
perbincangan yang ditujukan untuk diri sendiri. Istilah self talk pertama kali diungkapkan
oleh Joel Chue dalam buku Unlocking Your Real Potentials. Menurutnya, self talk yang
dilakukan dengan teknik yang benar dapat membuat seseorang berpikir positif, bertindak
positif, berkata positif, dan meraih hal-hal yang positif.

2.1.2 Jenis-jenis Self Talk

Self-Talk Positif
Seperti yang kita pahami bahwa Self talk yang positif merupakan kebalikan dari self
talk atau dialog dalam diri yang negatif. Self talk positif bukan hanya tentang narsisme
saja atau menipu diri sendiri dengan cara memikirkan hal-hal yang bersifat tidak akurat.
Hal tersebut cenderung tentang cara menunjukkan pada diri sendiri mengenai berbagai
belas kasihan dan juga pemahaman. Untuk siapa kita dan apa yang sudah kita alami.
Self talk yang positif lebih cenderung melihat narasi internal diri sendiri beralih
kepada ide-ide seperti “Saya akan bisa melakukan hal ini dengan lebih baik lain kali”
atau “Saya akan belajar dari kesalahan saya sebelumnya”, “Jika orang lain bisa, maka
saya seharusnya juga bisa”, dan lain sebagainya.
Memahami kehidupan dengan pendekatan self talk positif bisa membantu seseorang
dalam meningkatkan kepercayaan diri sendiri. Seseorang yang mempunyai optimisme
dan juga harga diri yang positif, maka akan lebih mungkin untuk mencapai tujuan dengan
maksimal. Self talk yang positif secara teratur bisa membantu seseorang untuk merasa
lebih percaya diri dalam menghadapi berbagai pencapaian. Ketika berupaya untuk
menanamkan di dalam diri mengenai keyakinan bahwa yang kita inginkan bisa
diwujudkan dan saat masalah datang, kita bisa menemukan solusi dan jalan keluarnya.

Self-Talk Negatif

Umumnya, pola kebiasaan berbicara dengan diri sendiri seringkali bersifat


negatif. Dimana kita hanya fokus pada gagasan yang sudah terbentuk sebelumnya bahwa
kita adalah seseorang yang kurang baik dan selalu gagal serta tidak bisa melakukan
segala sesuatu dengan benar. Oleh karena itu, otak kita jadi terprogram untuk mengingat
suatu hal ataupun pengalaman yang negatif dibandingkan dengan hal-hal yang positif.

Apabila kita hanya mengingat kejadian ataupun peristiwa ketika kita tidak melakukan
suatu hal dengan baik, maka hal itu akan menjadi lebih buruk ketika kita melakukannya.
Lalu, pesan-pesan tersebut diputar kembali di dalam pikiran dan akhirnya memicu
perasaan yang negatif. Tapi sayangnya, sifat yang dimiliki oleh manusia cenderung
sering berbicara kepada diri sendiri dengan cara negatif, termasuk juga pernyataan seperti
ini “Saya tidak bisa melakukannya” atau “Saya akan gagal”.

2.1.3 Manfaat dari Self Talk

Self talk positif dapat bermanfaat untuk meningkatkan kesehatan mental dan
berdampak pada cara berhubungan dengan orang lain.

Berikut sejumlah manfaat berbicara dengan diri sendiri:

1. Mengurangi rasa kesepian, kecemasan, dan gejala depresi


2. Memotivasi diri untuk mencapai tujuan hidup
3. Membantu mengendalikan hidup sehingga menjadi lebih teratur
4. Meringankan tekanan dalam hidup sehingga tidak stres
5. Meningkatkan kecerdasan
6. Membantu menyelesaikan masalah
7. Meningkatkan rasa percaya diri
8. Meningkatkan kesejahteraan hidup.

2.1.4 Kelebihan dan Kekurangan Metode Self Talk


Positive self talk merupakan bagian dari Terapi Rasional Emotif (TRE), kelebihan
dan kelemahannya juga tidak jauh berbeda dengan TRE. Menurut Gerald Corey (2010:
258) kelebihan dari positive self talk adalah penekanan pendekatan ini berupa peletakan
pemahaman-pemahaman yang baru diperoleh ke dalam tindakan. Selain itu, melalui
pendekatan ini individu dapat memperoleh sejumlah besar pemahaman dan dapat menjadi
sangat sadar akan sifat masalah-masalah yang sedang dihadapi.

Kelemahan dari positive self talk adalah karena metode ini sangat didaktik, maka
terapis perlu mengenal dirinya sendiri dengan baik dan hati-hati agar tidak hanya
memaksakan filsafat hidupnya sendiri kepada para siswa atau konseli dan terapis juga
harus mengetahui kapan terapis harus dan tidak boleh “mendorong” siswa atau konseli
(Gerald Corey, 2010: 259).

2.2 Solusi Pemecahan Masalah

2.2.1 Pengertian Pemecahan Masalah

Menurut Uno (2014, hlm. 134) problem solving adalah kemampuan untuk
menggunakan proses berpikir dalam memecahkan masalah dengan mengumpulkan fakta,
menganalisis informasi, penyusunan alternatif solusi, serta memilih solusi masalah yang
lebih efektif. Artinya problem solving merupakan pencarian solusi melalui proses
berpikir yang sistematis.

Sementara itu menurut Lucenario dkk (dalam Khoiriyah & Husana, 2018, hlm.
151) problem solving adalah aktivitas yang membutuhkan seseorang antuk memilih jalan
keluar yang dapat dilakukan berdasarkan kemampuan yang dimilikinya yang berarti
melakukan pergerakan antara keadaan sekarang dengan kondisi yang diharapkan. Hal ini
berkaitan dengan definisi masalah yang berarti kenyataan yang tidak sesuai dengan
kenyataan, dan problem solving berusaha untuk memperbaiki kenyataan tersebut menjadi
sesuai dengan harapan.

Selanjutnya, menurut Solso (dalam Mawaddah, 2015) pemecahan masalah adalah


suatu pemikiran yang terarah secara langsung untuk menentukan solusi atau jalan keluar
untuk suatu masalah yang spesifik. Tentunya solusi spesifik berarti solusi yang sesuai
dengan masalah yang terjadi. Selain itu, Gagne dalam (Made, 2016, hlm. 52)
mengemukakan bahwa problem solving dapat dipandang sebagai suatu proses untuk
menemukan kombinasi dari sejumlah aturan yang dapat diterapkan dalam upaya
mengatasi situasi yang baru. Kombinasi dari sejumlah aturan dapat dipahami sebagai
algoritma atau langkah-langkah yang dapat menyelesaikan suatu permasalahan.

Berdasarkan pendapat-pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa problem


solving adalah aktivitas proses berpikir untuk mencari solusi berupa suatu prosedur atau
langkah yang spesifik dalam menyelesaikan suatu permasalahan secara sistematis
berdasarkan kemampuan yang dimilikinya.

2.2.2 Faktor-faktor yang memengaruhi Pemecahan Masalah

Menurut Kartika, (2017, hlm. 327) faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan


pemecahan masalah adalah sebagai berikut.

1. Pengalaman

Pengalaman terhadap tugas-tugas menyelesaikan soal wacana atau soal aplikasi.


Pengalaman awal seperti ketakutan terhadap biolohi dapat menghambat kemampuan
siswa dalam memecahkan masalah.

2. Motivasi

Dorongan yang kuat dari dalam diri seperti menumbuhkan keyakinan bahwa
dirinya bisa, maupun dorongan dari luar diri (eksternal) seperti diberikan soal-soal yang
menarik, menantang dapat mempengaruhi hasil pemecahan masalah.

3. Kemampuan memahami masalah

Kemampuan siswa terhadap konsep-konsep soal, tugas, atau permasalahan nyata


yang berbeda-beda tingkatnya dapat memicu perbedaan kemampuan siswa dalam
memecahkan masalah.

4. Keterampilan

Keterampilan adalah kemampuan untuk menggunakan akal, pikiran, ide dan


kreativitas dalam mengerjakan, mengubah ataupun membuat sesuatu menjadi lebih
bermakna sehingga menghasilkan sebuah nilai dari hasil pekerjaan tersebut. keterampilan
tersebut pada dasarnya akan lebih baik bila terus diasah dan dilatih untuk menaikkan
kemampuan sehingga akan menjadi ahli atau menguasai dari salah satu bidang
keterampilan yang ada.

5. Kemandirian

Kemandirian adalah kemampuan seseorang untuk melakukan suatu hal apapun


sendiri, tidak bergantung pada orang lain. Sikap mandiri dapat membuat seseorang
mampu menghadapi masalah yang ada. Sebaliknya, seseorang yang tidak memiliki sikap
mandiri, dia tidak mampu menghadapi jika ada masalah.

6. Kepercayaan diri

Kepercayaan diri akan memperkuat motivasi mencapai keberhasilan, karena


semakin tinggi kepercayaan terhadap kemampuan diri sendiri, semakin kuat pula
semangat untuk menyelesaikan pekerjaannya.

2.3 Kepercayaan Diri

2.3.1 Pengertian Kepercayaan Diri

Percaya diri adalah kemampuan dalam menyakinkan diri pada kemampuan yang
kita miliki atau kemampuan untuk mengembangkan penilaian positif baik untuk diri
sendiri ataupun lingkungan sekitar.

Lauster dalam Surya mendefinisikan kepercayaan diri sebagai suatu sikap atau
keyakinan atas kemampuan diri sendiri, sehingga dalam tindakan-tindakannya tidak
terlalu cemas, merasa bebas untuk melakukan hal-hal yang sesuai dengan keinginan dan
tanggung jawab atas perbuatannya, sopan dalam berinteraksi dengan orang lain, memiliki
dorongan prestasi serta dapat mengenal kelebihan dan kekurangan diri sendiri.
Terbentuknya kemampuan percaya diri adalah suatu proses belajar bagaimana merespon
berbagai rangsangan dari luar dirinya melalui interaksi dengan lingkungannya.
Kepercayaan diri adalah salah satu aspek kepribadian yang penting pada
seseorang. Kepercayaan diri adalah keyakinan bahwa seseorang mampu menanggulangi
suatu masalah dengan situasi terbaik dan dapat memberikan sesuatu yang menyenangkan
bagi orang lain .Kepercayaan diri merupakan atribut yang sangat berharga pada diri
seseorang dalam kehidupan bermasyarakat, tanpa adanya kepercayaan diri akan
menimbulkan banyak masalah pada diri seseorang. Hal tersebut dikarenakan dengan
kepercayaan diri, seseorang mampu untuk mengaktualisasikan segala potensinya.
Kepercayaan diri merupakan urgen untuk dimiliki setiap individu. Kepercayaan diri
diperlukan baik oleh seseorang anak maupun orang tua, secara individual maupun
kelompok.

Lauster mendefinisikan bahwa kepercayaan diri di peroleh dari pengalaman


hidup, yang memiliki aspek kepribadian yang berupa keyakinan akan kemampuan diri
seseorang sehingga tidak terpengaruh oleh orang lain dan dapat bertindak sesuai
kehendak, gembira, optimis, cukup toleran, dan bertanggung jawab.

2.3.2 Faktor yang memengaruhi Kepercayaan Diri

Faktor yang dapat mempengaruhi percaya diri:

1. Kondisi fisik

Faktor ini merupakan faktor yang paling sering ditemui, perubahan fisik yang
tidak sesuai harapan dapat menimbulkan gambaran yang buruk pada diri sendiri.

2. Pengalaman hidup

Pengalaman hidup yang mengecewakan dapat menjadi sumber timbulnya


perasaan rendah diri. Jika individu tidak merasa aman, kurang perhatian dan kasih sayang
individu tersebut juga akan merasa tidak peraya diri 

3. Lingkungan keluarga

Keluarga dan pola asuh merupakan hal paling penting dalam pembentukan
karakter hingga rasa percaya diri pada seseorang. Orang tua yang menunjukkan
perhatian, penerimaan, cinta dan kasih sayang serta kedekatan emosional yang tulus
dengan anak akan membangkitkan rasa percaya diri pada anak tersebut. 
2.3.3 Aspek Kepercayaan Diri
1. Keyakinan akan Kemampuan diri

Sikap positif seseorang tentang dirinya bahwa mengerti sungguh- sungguh akan
apa yang dilakukannya.

2. Optimis

Sikap positif seseorang yang slalu berpandangan baik dalam menghadapi segala
hal tentang diri, harapan dan kemampuannya.

3. Objektif

Orang yang percaya diri memandang permasalahan atau segala sesuatu seseuai
dengan kebenaran semestinya, bukan menurut kebenaran pribadi atau menurut dirinya
sendiri.

4. Bertanggung jawab

Kesediaan seseorang untuk menanggung segala sesuatu yang telah menjadi


konsekuensinya.

5. Rasional

yaitu analisa terhadap suatu masalah, suatu hal, suatu kejadian dengan
menggunakan pemikiran yang diterima oleh akal dan sesuai dengan kenyataan.

Pendapat lain tentang aspek-aspek kepercayaan diri dari Afiatin dan

Martaniah, dalam Sapotro dan Sesono yang menjadi ciri maupun indikator dari
kepercayaan diri yaitu:

1. Individu merasa adekuat terhadap tindakan yang dilakukan. Hal ini didasari oleh
adanya keyakinan tehadap kekuatan, kemampuan, dan ketrampilan yang dimiliki. Ia
merasa optimis, cukup abisius, tidak selalu memerlukan bantuan orang lain, sanggup
bekerja keras, mampu menghadapi tugas dengan baik dan bekerja secara efektif serta
bertanggung jawab atas keputusan dan perbuatannya.
2. Individu merasa diterima oleh kelompoknya. Hal ini dilandasi oleh adanya keyakinan
terhadap kemampuannya dalam berhubungan sosial. Ia merasa bahwa kelompoknya
atau orang lain menyukainya, aktif menghadapi keadaan lingkungan, berani
mengemukakan kehendak atau ide-idenya secara bertanggung jawab dan tidak
mementingkan diri sendiri.
3. Individu memiliki ketenangan sikap. Hal ini didasari oleh adanya keyakinan terhadap
kekuatan dan kemampuannya. Ia bersikap tenang, tidak mudah gugup, cukup toleran
terhadap berbagai macam situasi.

2.4 Generasi Z
2.4.1 Pengertian Generasi Z
Penelitian Stillman (2017) mengemukakan generasi Z adalah generasi kerja
terbaru, lahir antara tahun 1995 sampai 2012, disebut juga generasi net atau generasi
internet. Berdasarkan penelitian tersebut, generasi Z ini berbeda dengan generasi Y atau
milenial. Pada bukunya Stillman (2017) How the Next Generation Is Transforming the
Workplace dijelaskan perbedaannya, salah satu perbedaan gen Y dan gen Z adalah
generasi Z menguasai teknologi dengan lebih maju, pikiran lebih terbuka dan tidak terlalu
peduli dengan norma.

Menurut Noordiono (2016), generasi Z adalah generasi yang sedini mungkin telah
mengenal teknologi dan internet, generasi yang haus akan teknologi. Teknologi yang
baru merupakan air segar yang harus segera diteguk agar bisa merasakan manfaatnya.
Generasi Z atau yang lebih dikenal sebagai 13 generasi digital tumbuh dan berkembang
dengan ketergantungan terhadap teknologi dan berbagai macam alat teknologi.

2.4.2 Karakter Generasi Z


Putra (2016) menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan dalam karakteristik
generasi Z dengan generasi lainnya, salah satu faktor utama yang 14 membedakan adalah
penguasaan informasi dan teknologi. Generasi Z dan teknologi adalah hal-hal yang telah
menjadi bagian dari kehidupan, karena generasi Z dilahirkan di mana akses ke informasi,
khususnya internet telah menjadi budaya global, sehingga mempengaruhi nilai-nilai,
pandangan, dan tujuan hidup. Munculnya generasi Z juga menimbulkan tantangan baru
bagi praktik manajemen dalam organisasi, terutama untuk praktik manajemen sumber
daya manusia.

Ada beberapa karakteristik generasi Z dari beberapa referensi yang berbeda.


Menurut Ridwan dan Farozin (2021) bahwa karakteristik mereka adalah (a) melek
dengan kemajuan media dan teknologi digital. Melalui fasilitas gadget, mereka bisa
mengenal dunia dengan sangat cepat, dan media-media mereka kuasai. Sisi negatifnya
ialah kadang mereka malas belajar karena sudah merasa banyak tahu; (b) gaya hidup
serba instan. Di era ini, mereka bisa memenuhi kebutuhan dengan serba cepat, mudah dan
tidak menunggu lama-lama. Tetapi sisi negatifnya ialah mengakibatkan mereka kurang
sabar; (c) lebih kritis dalam menyikapi informasi baru. Dengan membanding-bandingkan
antar informasi yang mereka ketahui, maka mereka akan lebih kritis. Tetapi
kelemahannya adalah kadang mereka sulit menerima hal-hal yang terkait dengan iman,
kecuali mereka yang berasal dari keluarga religius; (d) senang akan hal-hal baru, mereka
akan membangun mindset akan pentingnya inovasi dalam karya-karya mereka. (e)
memiliki sifat konsumtif tapi juga produktif. Bagi yang punya uang, mereka akan senang
barang dan itu karena keinginan memiliki produk yang sedang trending, dan bukan
karena kebutuhan. (f) smatrphone menjadi barang yang paling berharga. Smartphone
bagaikan jendela dunia bagi mereka, yang dapat sangat membantu pekerjaan atau belajar.
Tanpa gadget mereka akan merasa kehilangan, seperti kehilangan teman yang sangat
dicintai; dan boleh jadi mereka akan depresi; (g) bersifat individual, sibuk dengan
aktivitasnya masing-masing. Akibatnya adalah jadi kurang perhatian dengan keadaan
sekitar.

Sementara itu menurut Iswanto (2018) bahwa ciri-ciri generasi milenial adalah (a)
mereka adalah native digital, yakni tumbuh dan berkembang di era digital; (b) ketika
belajar lebih suka dengan power point ketimbang buku tebal, (c) seringkali merasa sibuk
tetapi tidak jelas apa yang disibukkan, (d) mudah beralih dari suatu job ke job yang
lainnya, dan (e) menjadi biasa melakukan beberapa aktivitas dalam satu kesempatan
(multi-tasking).
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian


Penelitian yang berjudul “Metode Self talk Sebagai Solusi Pemencahan Masalah
Kepercayaan Diri Pada Generasi Z Siswa MAN 1 Kota Malang” ini menggunakan jenis
penelitian kualitatif. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif karena data
yang diperoleh dari responden berupa uraian kata dan kalimat. Data yang berupa uraian
kata dan kalimat tersebut penulis maknai dalam bagian pembahasan. Data dalam
penelitian ini diperoleh dari dua puluh dua orang reponden yang merupakan siswa MAN
1 Kota Malang kelas XI tahun 2022/2023.

3.2 Subjek Penelitian


Subjek dalam penelitian yang berjudul “Metode Self talk Sebagai Solusi Pemencahan
Masalah Kepercayaan Diri Pada Generasi Z Siswa MAN 1 Kota Malang” ini adalah
siswa MAN 1 Kota Malang kelas XI . Subjek dalam penelitian ini dibedakan menjadi
populasi dan sampel. Jumlah populasi kelas XI di MAN 1 Kota Malang adalah 300
orang siswa. Karena keterbatasan waktu dan biaya penelitian, maka peneliti
menggunakan sampel yang akan dijadikan responden dalam penelitian ini. Jumlah
sampel yang digunakan adalah 3,5% dari populasi, yaitu 12 orang siswa. Dengan
demikian, jumlah sampel atau responden dalam penelitian ini adalah 12 orang siswa.

3.3 Instrumen Penelitian


Untuk memperoleh data dalam penelitian digunakan instrumen berupa angket, draf
wawancara dan catatan pemgamatan. Angket disebarkan kepada dua belas orang
responden. Draf wawancara digunakan untuk kegiatan wawancara untuk melengkapi data
yang diperoleh dari responden. Catatan pengamatan digunakan untuk mengamati
kegiatan konseling yang dilakukan oleh responden.
3.4 Pengumpulan Data
Pengumpulan data yang dilakukan dengan menyebarkan angket kepada responden,
wawancara terhadap narasumber, dan pencatatan hasil wawancara. Langkah-langkah
yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) menyusun panduan
wawancara, 2) melakukan wawancara terhadap narasumber, 3) menyusun dan
mempersiapkan angket, 4) menentukan responden yang akan diamati, 5) menyebarkan
angket kepada responden, dan 6) mencatat hasil pengamatan.
Dengan melibatkan beberapa petugas pada penelitian ini, melancarkan segala
aktivitas penelitian. Satu orang bertugas sebagai notulen, satu orang bertugas sebagai
pembuat angket dan menyebarkan angket, satu orang bertugas sebagai pembicara ketika
wawancara, dan satu orang bertugas sebagai penyusun karya ilmiah.
Aktivitas pengumpulan data diatur sesuai jadwal yang telah ditentukan dan disepakati
oleh subjek penelitian. Jadwal tersebut diraikan sebagai berikut.
(1) penyusunan panduan wawancara : 10 Januari 2023
(2) wawancara : 11 Januari 2023
(3) penyusunan angket : 7 Februari 2023
(4) penyebaran angket : 12 Februari 2023

3.5 Analisis Data


Kegiatan analisis data dilakukan dalam beberapa tahap. Tahap pertama adalah

pengelompokan data. Data yang sudah diperoleh dari responden dikelompokkan dalam

kelompok-kelompok yang sejenis dan membuat persentase data. Data yang sudah

dikelompokkan kemudian disajikan dalam tabel-tabel. Tahap kedua adalah memaknai

data. Memaknai data adalah menguraikan data-data dalam tabel menjadi uraian kalimat

sehingga lebih mudah untuk dipahami. Dalam kegiatan memaknai data ini dilakukan

diskusi dengan rekan peneliti dan meminta pertimbangan dari pihak lain, seperti peneliti
lain maupun guru pembimbing. Tahap ketiga adalah membuat simpulan. Berdasarkan

data-data yang telah disajikan dan dimaknai, dibuat simpulan secara umum.

Anda mungkin juga menyukai