Oleh:
1. Chanana Arafar Rizki (08)
2. Farah Difa Agustina (11)
3. Fattatul Azizah (12)
4. M. Faried Calya Nandana (17)
5. Rizka Ayu Naya Firdauzy (27)
KEMENTERIAN AGAMA
MADRASAH ALIYAH NEGERI 1 KOTA MALANG
Jl. Raya Tlogomas No. 21 Telp. (0341) 551752 Malang 65144
Website: www.manmalang1.sch.id Email: man1mlg@yahoo.co.id
BAB I
PENDAHULUAN
1.4 Hipotesis
Metode self talk sangat berpengaruh pada tingkat kepercayaan diri generasi Z siswa
MAN 1 Kota Malang.
KAJIAN PUSTAKA
Secara bahasa, self talk artinya proses berbicara pada diri sendiri. Sedangkan secara
istilah, self talk adalah proses komunikasi yang melibatkan percakapan, pembicaraan, dan
perbincangan yang ditujukan untuk diri sendiri. Istilah self talk pertama kali diungkapkan
oleh Joel Chue dalam buku Unlocking Your Real Potentials. Menurutnya, self talk yang
dilakukan dengan teknik yang benar dapat membuat seseorang berpikir positif, bertindak
positif, berkata positif, dan meraih hal-hal yang positif.
Self-Talk Positif
Seperti yang kita pahami bahwa Self talk yang positif merupakan kebalikan dari self
talk atau dialog dalam diri yang negatif. Self talk positif bukan hanya tentang narsisme
saja atau menipu diri sendiri dengan cara memikirkan hal-hal yang bersifat tidak akurat.
Hal tersebut cenderung tentang cara menunjukkan pada diri sendiri mengenai berbagai
belas kasihan dan juga pemahaman. Untuk siapa kita dan apa yang sudah kita alami.
Self talk yang positif lebih cenderung melihat narasi internal diri sendiri beralih
kepada ide-ide seperti “Saya akan bisa melakukan hal ini dengan lebih baik lain kali”
atau “Saya akan belajar dari kesalahan saya sebelumnya”, “Jika orang lain bisa, maka
saya seharusnya juga bisa”, dan lain sebagainya.
Memahami kehidupan dengan pendekatan self talk positif bisa membantu seseorang
dalam meningkatkan kepercayaan diri sendiri. Seseorang yang mempunyai optimisme
dan juga harga diri yang positif, maka akan lebih mungkin untuk mencapai tujuan dengan
maksimal. Self talk yang positif secara teratur bisa membantu seseorang untuk merasa
lebih percaya diri dalam menghadapi berbagai pencapaian. Ketika berupaya untuk
menanamkan di dalam diri mengenai keyakinan bahwa yang kita inginkan bisa
diwujudkan dan saat masalah datang, kita bisa menemukan solusi dan jalan keluarnya.
Self-Talk Negatif
Apabila kita hanya mengingat kejadian ataupun peristiwa ketika kita tidak melakukan
suatu hal dengan baik, maka hal itu akan menjadi lebih buruk ketika kita melakukannya.
Lalu, pesan-pesan tersebut diputar kembali di dalam pikiran dan akhirnya memicu
perasaan yang negatif. Tapi sayangnya, sifat yang dimiliki oleh manusia cenderung
sering berbicara kepada diri sendiri dengan cara negatif, termasuk juga pernyataan seperti
ini “Saya tidak bisa melakukannya” atau “Saya akan gagal”.
Self talk positif dapat bermanfaat untuk meningkatkan kesehatan mental dan
berdampak pada cara berhubungan dengan orang lain.
Kelemahan dari positive self talk adalah karena metode ini sangat didaktik, maka
terapis perlu mengenal dirinya sendiri dengan baik dan hati-hati agar tidak hanya
memaksakan filsafat hidupnya sendiri kepada para siswa atau konseli dan terapis juga
harus mengetahui kapan terapis harus dan tidak boleh “mendorong” siswa atau konseli
(Gerald Corey, 2010: 259).
Menurut Uno (2014, hlm. 134) problem solving adalah kemampuan untuk
menggunakan proses berpikir dalam memecahkan masalah dengan mengumpulkan fakta,
menganalisis informasi, penyusunan alternatif solusi, serta memilih solusi masalah yang
lebih efektif. Artinya problem solving merupakan pencarian solusi melalui proses
berpikir yang sistematis.
Sementara itu menurut Lucenario dkk (dalam Khoiriyah & Husana, 2018, hlm.
151) problem solving adalah aktivitas yang membutuhkan seseorang antuk memilih jalan
keluar yang dapat dilakukan berdasarkan kemampuan yang dimilikinya yang berarti
melakukan pergerakan antara keadaan sekarang dengan kondisi yang diharapkan. Hal ini
berkaitan dengan definisi masalah yang berarti kenyataan yang tidak sesuai dengan
kenyataan, dan problem solving berusaha untuk memperbaiki kenyataan tersebut menjadi
sesuai dengan harapan.
1. Pengalaman
2. Motivasi
Dorongan yang kuat dari dalam diri seperti menumbuhkan keyakinan bahwa
dirinya bisa, maupun dorongan dari luar diri (eksternal) seperti diberikan soal-soal yang
menarik, menantang dapat mempengaruhi hasil pemecahan masalah.
4. Keterampilan
5. Kemandirian
6. Kepercayaan diri
Percaya diri adalah kemampuan dalam menyakinkan diri pada kemampuan yang
kita miliki atau kemampuan untuk mengembangkan penilaian positif baik untuk diri
sendiri ataupun lingkungan sekitar.
Lauster dalam Surya mendefinisikan kepercayaan diri sebagai suatu sikap atau
keyakinan atas kemampuan diri sendiri, sehingga dalam tindakan-tindakannya tidak
terlalu cemas, merasa bebas untuk melakukan hal-hal yang sesuai dengan keinginan dan
tanggung jawab atas perbuatannya, sopan dalam berinteraksi dengan orang lain, memiliki
dorongan prestasi serta dapat mengenal kelebihan dan kekurangan diri sendiri.
Terbentuknya kemampuan percaya diri adalah suatu proses belajar bagaimana merespon
berbagai rangsangan dari luar dirinya melalui interaksi dengan lingkungannya.
Kepercayaan diri adalah salah satu aspek kepribadian yang penting pada
seseorang. Kepercayaan diri adalah keyakinan bahwa seseorang mampu menanggulangi
suatu masalah dengan situasi terbaik dan dapat memberikan sesuatu yang menyenangkan
bagi orang lain .Kepercayaan diri merupakan atribut yang sangat berharga pada diri
seseorang dalam kehidupan bermasyarakat, tanpa adanya kepercayaan diri akan
menimbulkan banyak masalah pada diri seseorang. Hal tersebut dikarenakan dengan
kepercayaan diri, seseorang mampu untuk mengaktualisasikan segala potensinya.
Kepercayaan diri merupakan urgen untuk dimiliki setiap individu. Kepercayaan diri
diperlukan baik oleh seseorang anak maupun orang tua, secara individual maupun
kelompok.
1. Kondisi fisik
Faktor ini merupakan faktor yang paling sering ditemui, perubahan fisik yang
tidak sesuai harapan dapat menimbulkan gambaran yang buruk pada diri sendiri.
2. Pengalaman hidup
3. Lingkungan keluarga
Keluarga dan pola asuh merupakan hal paling penting dalam pembentukan
karakter hingga rasa percaya diri pada seseorang. Orang tua yang menunjukkan
perhatian, penerimaan, cinta dan kasih sayang serta kedekatan emosional yang tulus
dengan anak akan membangkitkan rasa percaya diri pada anak tersebut.
2.3.3 Aspek Kepercayaan Diri
1. Keyakinan akan Kemampuan diri
Sikap positif seseorang tentang dirinya bahwa mengerti sungguh- sungguh akan
apa yang dilakukannya.
2. Optimis
Sikap positif seseorang yang slalu berpandangan baik dalam menghadapi segala
hal tentang diri, harapan dan kemampuannya.
3. Objektif
Orang yang percaya diri memandang permasalahan atau segala sesuatu seseuai
dengan kebenaran semestinya, bukan menurut kebenaran pribadi atau menurut dirinya
sendiri.
4. Bertanggung jawab
5. Rasional
yaitu analisa terhadap suatu masalah, suatu hal, suatu kejadian dengan
menggunakan pemikiran yang diterima oleh akal dan sesuai dengan kenyataan.
Martaniah, dalam Sapotro dan Sesono yang menjadi ciri maupun indikator dari
kepercayaan diri yaitu:
1. Individu merasa adekuat terhadap tindakan yang dilakukan. Hal ini didasari oleh
adanya keyakinan tehadap kekuatan, kemampuan, dan ketrampilan yang dimiliki. Ia
merasa optimis, cukup abisius, tidak selalu memerlukan bantuan orang lain, sanggup
bekerja keras, mampu menghadapi tugas dengan baik dan bekerja secara efektif serta
bertanggung jawab atas keputusan dan perbuatannya.
2. Individu merasa diterima oleh kelompoknya. Hal ini dilandasi oleh adanya keyakinan
terhadap kemampuannya dalam berhubungan sosial. Ia merasa bahwa kelompoknya
atau orang lain menyukainya, aktif menghadapi keadaan lingkungan, berani
mengemukakan kehendak atau ide-idenya secara bertanggung jawab dan tidak
mementingkan diri sendiri.
3. Individu memiliki ketenangan sikap. Hal ini didasari oleh adanya keyakinan terhadap
kekuatan dan kemampuannya. Ia bersikap tenang, tidak mudah gugup, cukup toleran
terhadap berbagai macam situasi.
2.4 Generasi Z
2.4.1 Pengertian Generasi Z
Penelitian Stillman (2017) mengemukakan generasi Z adalah generasi kerja
terbaru, lahir antara tahun 1995 sampai 2012, disebut juga generasi net atau generasi
internet. Berdasarkan penelitian tersebut, generasi Z ini berbeda dengan generasi Y atau
milenial. Pada bukunya Stillman (2017) How the Next Generation Is Transforming the
Workplace dijelaskan perbedaannya, salah satu perbedaan gen Y dan gen Z adalah
generasi Z menguasai teknologi dengan lebih maju, pikiran lebih terbuka dan tidak terlalu
peduli dengan norma.
Menurut Noordiono (2016), generasi Z adalah generasi yang sedini mungkin telah
mengenal teknologi dan internet, generasi yang haus akan teknologi. Teknologi yang
baru merupakan air segar yang harus segera diteguk agar bisa merasakan manfaatnya.
Generasi Z atau yang lebih dikenal sebagai 13 generasi digital tumbuh dan berkembang
dengan ketergantungan terhadap teknologi dan berbagai macam alat teknologi.
Sementara itu menurut Iswanto (2018) bahwa ciri-ciri generasi milenial adalah (a)
mereka adalah native digital, yakni tumbuh dan berkembang di era digital; (b) ketika
belajar lebih suka dengan power point ketimbang buku tebal, (c) seringkali merasa sibuk
tetapi tidak jelas apa yang disibukkan, (d) mudah beralih dari suatu job ke job yang
lainnya, dan (e) menjadi biasa melakukan beberapa aktivitas dalam satu kesempatan
(multi-tasking).
BAB III
METODE PENELITIAN
pengelompokan data. Data yang sudah diperoleh dari responden dikelompokkan dalam
kelompok-kelompok yang sejenis dan membuat persentase data. Data yang sudah
data. Memaknai data adalah menguraikan data-data dalam tabel menjadi uraian kalimat
sehingga lebih mudah untuk dipahami. Dalam kegiatan memaknai data ini dilakukan
diskusi dengan rekan peneliti dan meminta pertimbangan dari pihak lain, seperti peneliti
lain maupun guru pembimbing. Tahap ketiga adalah membuat simpulan. Berdasarkan
data-data yang telah disajikan dan dimaknai, dibuat simpulan secara umum.